Anda di halaman 1dari 3

BAB I

Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih belum mencapai target
pembangunan berkelanjutan. Hasil Survey demografi Kesehatan Indonesia (SDKI)
menunjukan terdapat 15 kematian neonatus per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2017
(Kemenkes RI, 2019). Prematuritas merupakan salah satu penyebab terbanyak
kematian neonatal. Berdasarkan WHO (2017) proporsi angka kematian neonatal
akibat prematuritas yaitu 17% pada tahun 2009-2011. Salah satu komplikasi prematur
adalah gangguan sistem pernafasan yaitu respiratory distress syndrome (RDS)
(Agrina et al., 2016). Prevalensi penyakit sistem pernafasan pada bayi baru lahir
mencapai 27,5% pada tahun 2009 dan meningkat menjadi 29,5% pada tahun 2010, Di
negara maju seperti Amerika serikat, penyakit ini masih mempengaruhi sekitar 40.000
bayi setiap tahunnya dan menyebabkan 20% kematian bayi. Kejadian Respirasi
Distress Syndrom (RDS) ini 60%-80% terjadi pada bayi prematur dan hanya 5% saja
kejadian pada bayi matur (Wahyuni & Asthiningsih, 2020).
Respiratory Distress Syndrome (RDS) merupakan suatu sindrom yang sering
ditemukan pada neonatus. RDS disebut juga sebagai penyakit membran hialin (hyalin
membrane disease (HMD)) atau penyakit paru akibat difisiensi surfaktan dengan
gangguan pernafasan paling umum yang mengenai bayi preterm (kurang bulan), serta
penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada bayi preterm (Agrina et al., 2016).
Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebabkan oleh defisiensi surfaktan
terutama pada bayi yang lahir dengan kurang bulan. Adapun faktor risiko yang sering
terjadi pada RDS adalah derajat asfiksia, kehamilan ganda, usia kehamilan, paritas
(Wahyuni & Asthiningsih, 2020).
Penelitian Kurniawan & Asthiningsih (2020) menjelaskan bahwa tanda klinis
RDS adalah pernafasan cepat, sianosis perioral, merintih saat ekspirasi, terdapat
cuping hidung, retraksi substernal dan intercostal. Manifestasi RDS disebabkan
adanya atelektasis alveoli, edema dan kerusakan sel yang akan menyebabkan
bocornya serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan yang
menyebabkan gangguan kemampuan paru untuk mempertahankan stabilitasnya.
Kondisi tersebut sering terjadi pada neonatus kurang bulan sehingga
menimbulkan dampak yang cukup berat bagi bayi. Gangguan pada sistem pernafasan
mengakibatkan terjadinya kekurangan oksigen (hipoksia) pada tubuh. Bayi akan
beradaptasi terhadap kondisi hipoksia dengan mengaktifkan metabolisme anaerob.
Apabila keadaan hipoksia semakin berat dan lama, metabolisme anaerob akan
meningkatkan kadar asam laktat. Saat terjadi kerusakan otak dan organ lain karena
hipoksia dan iskemia yang menyebabkan kematian neonatus (Siauta, 2017)
Peran perawat dalam menangani pasien RDS adalah dengan melakukan
asuhan keperawatan secara mandiri dan kolaborasi seperti memberikan terapi suportif
dengan ventilasi mekanik dan oksigenasi dengan konsentrasi tinggi. Terapi lainnya
meliputi high-frequency ventilator, terapi surfaktan, inhalasi nitrat oksida dan
ekstracorporeal membran oksigenation (ECMO) (Agrina et al., 2016).
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana definisi Respiratory Distress Syndrome (RDS) ?
2. Bagaimana etiologi Respiratory Distress Syndrome (RDS) ?
3. Bagaimana patofisiologi Respiratory Distress Syndrome (RDS) ?
4. Bagaimana manifestasi klinis Respiratory Distress Syndrome (RDS) ?
5. Bagaimana pemeriksaan penunjang Respiratory Distress Syndrome (RDS) ?
C. Tujuan Masalah
1. Tujuan Umum
Melalui pembuatan makalah mengenai Respiatory Distress Syndrome
diharapkan mahasiswa mampu memahami materi gangguan sistem pernafasan
pada anak dan asuhan keperawatan pada anak.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam makalah ini sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui definisi Respiratory Distress Syndrome (RDS).
2. Untuk mengetahui etiologi Respiratory Distress Syndrome (RDS).
3. Untuk mengetahui patofisiologi Respiratory Distress Syndrome (RDS)
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis Respiratory Distress Syndrome (RDS).
5. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang Respiratory Distress Syndrome
(RDS).

Daftar Pustaka
Agrina, M. F., Toyibah, A., & Jupriyono. (2016). Tingkat Kejadian Respiratory Distress
Syndrome (RDS) Antara Bblr Preterm Dan Bblr Dismatur. Jurnal Sain Veteriner, 3(2),
125–131.
Kemenkes RI. (2019). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2019. In Kementrian Kesehatan
Repoblik Indonesia (Vol. 42, Issue 4).
Kurniawan, M. B., & Asthiningsih, N. W. W. (2020). Hubungan antara Diabetes Melitus
Gestasional dan Berat Badan Lahir dengan Kejadian Respiratory Distress Syndrome
( RDS ) pada Neonatus di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Borneo Student
Research, 1(3), 1805–1812.
Siauta, M. (2017). Ir-perpustakaan universitas airlangga. Ir-Perpustakaan Universitas
AIRLANGGA, 12–31.
Wahyuni, S., & Asthiningsih, N. W. W. (2020). Hubungan Usia Ibu dan Asfiksia
Neonatorum dengan Kejadian Respiratory Distress Syndrome ( RDS ) pada Neonatus di
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Borneo Student Research, 1(3), 1824–1833.
WHO. (2017). Causes of child mortality.
https://www.who.int/gho/child_health/mortality/causes/en/

Anda mungkin juga menyukai