Oleh :
Muhammad Rezal (190103059)
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA PURWOKERTO
2020
12
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah, segala puji bagi Allah S.W.T. Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan nikmat, taufik serta hidayah-Nya yang sangat besar sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah dalam rangka untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah dengan judul makalah “Penyakit Asma”.
Rasa terima kasih juga kami ucapkan kepada dosen pengampu Bapak Danang Tri
Yudono, S.kep., Ns., M.kep. yang selalu memberikan dukungan serta bimbingannya sehingga
makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Makalah ini disusun dengan mengambil sumber bacaan dari akses internet seperti yang
tercantum dalam daftar pustaka. Harapan penulis semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman para pembaca serta bisa bermanfaat baik bagi penulis maupun
pembaca.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna karena kesempurnaan
itu hanyalah milik Allah S.W.T. Maka dari itu, kami mengharapkan saran serta masukan yang
bersifat membangun dari pembaca sekalian demi penyusunan makalah yang lebih baik lagi.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi
B. Etiologi
C. Manifestasi Klinis
D. Patofisiologi
G. Diagnosa Keperawatan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
12
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
ISPA sering disalah artikan sebagai infeksi saluran pernapasan atas. Yang
benar ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA meliputi
saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah (klinikita, 2007).
Berikut ini adalah beberapa pengertian ISPA menurut para ahli, yaitu : ISPA
merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut, istilah ini diadaptasi dari
istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infection (ARI). Penyakit infeksi akut
yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran napas mulai dari hidung
(saluran pernapasan atas) sampai alveoli (saluran pernapasan bawah) termasuk
jaringan adneksanya seperti sinus rongga telinga tengah dan pleura (Depkes, 2001).
ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) adalah suatu penyakit yang terbanyak
diderita oleh anak- anak, baik dinegara berkembang maupun di negara maju dan sudah
mampu dan banyak dari mereka perlu masuk Rumah Sakit karena penyakitnya cukup
gawat. Penyakit-penyakit saluran pernapasan pada masa bayi dan anak-anak dapat
pula memberi kecacatan sampai pada masa dewasa (Klinikita, 2007).
Program Pemberantasan Penyakit ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2
golongan yaitu pneumonia dan yang bukan pneumonia. Pneumonia dibagi atas derajat
beratnya penyakit yaitu pneumonia berat dan pneumonia tidak berat. Penyakit batuk
pilek seperti rinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit jalan napas bagian atas lainnya
digolongkan sebagai bukan pneumonia. Etiologi dari sebagian besar penyakit jalan
napas bagian atas ini ialah virus dan tidak dibutuhkan terapi antibiotik. Faringitis oleh
kuman Streptococcus jarang ditemukan pada balita. Bila ditemukan harus diobati
dengan antibiotik penisilin, semua radang telinga akut harus mendapat antibiotik
(Rasmaliah,2004).
3
a. ISPA ringan
Seseorang yang menderita ISPA ringan apabila ditemukan
gejala batuk pilek dan sesak.
b. ISPA sedang
ISPA sedang apabila timbul gejala gejala sesak napas, suhu
tubuh lebih 39°C dan bila bernapas mengeluarkan suara seperti
mengorok.
c. ISPA berat
Gejala meliputi : kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak
teraba, nafsu makan menurun, bibir dan ujung nadi membiru (sianosis)
dan gelisah.
2. Berat badanlahir
Anak-anak dengan riwayat berat badan lahir rendah akan mengalami
lebih berat infeksi pada saluran pernapasan. Hal ini dikarenakan
pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah
terkena penyakit infeksi, terutama pneumonia dan sakit saluran pernapasan
lainnya (Putra Prabu, 2009).
3. Statusgizi
Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA
dibandingkan balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang
kurang. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak mempunyai
nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan gizi
kurang, balita lebih mudah terserang “ ISPA berat “ bahkan serangannya
lebih lama (Putra Prabu, 2009).
2.5.3 Faktorperilaku
Faktor perilaku dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit ISPA
pada bayi dan balita dalam hal ini adalah praktek penanganan ISPA di keluarga
baik yang dilakukan oleh ibu ataupun oleh anggota keluarga lainnya. Peran
aktif keluarga atau masyarakat dalam menangani ISPA sangat penting karena
penyakit ISPA merupakan penyakit yang ada sehari-hari di dalam masyarakat
atau keluarga. Hal ini perlu mendapat perhatian serius oleh kita semua karena
penyakit ini banyak menyerang balita, sehingga itu balita dan anggota
keluarganya yang sebagian besar dekat dengan balita mengetahui dan terampil
menangani penyakit ISPA ketika anaknya sakit (Putra Prabu, 2009).
2.6 Patofisiologi dan WOC
Penyebab dari saluranakut adala bakteri, virus, jamur, dan benda-benda asing
lainya (Wong Donna, 2004). Berdasarkan penyebab diatas yang paling
mencetuskan ISPA adalah virus. Virus tersebut dinamakan Streptocus dan
Shaphy Lococus, kemudian masuk melalui partikel udara dan melekat pada
epitel sel di hidung. Kemudian masuk ke bronkus dan ke Traktus respralorius
atau sel nafas, sehingga menimbulkan tanda dan gejala influensa seperti: batuk,
pilek pegal-pegal, demam, sakit kepala, batuk, sakit pada tenggorokan, tidak
nafsu makan, gelisah atau rewel (Republika, 2004).
8
Masuk ke bronkus
Terjadi Peradangan
ISPA
B1 B2 B3 B4 B5 B6
Batuk, hyperthermi penciuman nyeri telan, malaise
Nyeri tersumbat nafsu makan
Tenggorokan mucus menurun
9
2) Wheezing (nafasmenciut-ciut).
3) Sakit/keluar cairan daritelinga.
4) Bercak kemerahan(campak)
5) Tenggorokan berwarna merah.
c. ISPA berat : Gajalanya meliputi kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak
teraba, nafsu makan menurun, bibir dan ujung nadi membiru (sianosis) dan
gelisah. Selain itu gejala sedang/ringan ditambah satu atau lebih
gejalaberikut:
1. Sela iga tertarik ke dalam pada waktubernapas
2. Kesadaranmenurun
3. Bibir / kulit pucatkebiruan
4. Stridor (nafas ngorok) sewaktuistirahat
5. Adanya selaput membran difteri
6. Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu
bernapas
Gejala – gejala lain dari ISPA :
1. Demam, pada neonatus mungkin jarang terjadi tetapi gejala demam
muncul jika anak sudah mencaapai usia 6 bulan sampai dengan 3 tahun.
Seringkali demam muncul sebagai tanda pertama terjadinya infeksi.
Suhu tubuh bisa mencapai39,5OC-40,5OC.
2. Meningismus, adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada
meningens, biasanya terjadi selama periodik bayi mengalami panas,
gejalanya adalah nyeri kepala, kaku dan nyeri pada punggung serta
kuduk, terdapatnya tanda kernig danbrudzinski.
3. Anorexia, biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan
menjadi susah minum dan bahkan tidak mauminum.
4. Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama
bayi tersebut mengalamisakit.
5. Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran
pernafasan akibat infeksivirus.
6. Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena
adanya lymphadenitismesenteric.
11
7. Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan
lebih mudah tersumbat oleh karena banyaknyasekret.
8. Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan,
mungkin tanda ini merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi
saluranpernafasan.
9. Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak
terdapatnya suara pernafasan (Whaley and Wong; 1991;1419).
2.8 Pemeriksaan Diagnostik
Sebelum dilakukan penatalaksanaan ISPA terlebih dahulu dilakukan
pemeriksaan test diagnostistik menurut sandra M.Nettina (2000)yaitu:
a. Pemeriksaaan darah lengkap yaitu Hb, leukosit, hematokrit, dantrombosit
b. Foto rontgent :thorax
2.9 Penatalaksanaan
Berikut ini adalah pengobatan ISPA berdasarkan klasifikasinya yakni:
1. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral,
oksigendansebagainya.
2. Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita
tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian
kontrmoksasol keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik
pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilinprokain.
3. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan
di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat
batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti
kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila demam diberikan obat
penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila
pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat)
disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai
radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotik
(penisilin) selama 10hari.
12
4. Mencegah anak berhubungan dengan klien ISPA. Salah satu cara adalah memakai
penutup hidung dan mulut bila kontak langsung dengan anggota keluarga atau
orang yang sedang menderita penyakitISPA.
2.10 Komplikasi
Penyakit ini sebenarnya merupakan self limited disease, yang sembuh sendiri
5-6 hari jika tidak terjadi invasi kuman lainnya. Komplikasi yang dapat terjadi adalah
sinusitis paranasal, penutupan tuba eusthacii dan penyebaran infeksi.
1. Sinusitis paranasal
Komplikasi ini hanya terjadi pada anak besar karena pada bayi dan anak
kecil sinus paranasal belum tumbuh. Gejala umum tampak lebih besar, nyeri
kepala bertambah, rasa nyeri dan nyeri tekan biasanya didaerah sinus frontalis dan
maksilaris. Proses sinusitis sering menjadi kronik dengan gejala malaise, cepat
lelah dan sukar berkonsentrasi (pada anak besar). Kadang-kadang disertai
sumbatan hidung, nyeri kepala hilang timbul, bersin yang terus menerus disertai
secret purulen dapat unilateral ataupun bilateral. Sinusitis paranasal ini dapat
diobati dengan memberikanantibiotic.
2. Penutupan tubaeusthachii
Tuba eusthachii yang buntu memberi gejala tuli dan infeksi dapat
menembus langsung kedaerah telinga tengah dan menyebabkan otitis media akut
(OMA). Gejala OMA pada anak kecil dan bayi dapat disertai suhu badan yang
tinggi (hiperpireksia) kadang menyebabkan kejang demam. Anak sangat gelisah,
terlihat nyeri bila kepala digoyangkan atau memegang telinganya yang nyeri (pada
bayi juga dapat diketahui dengan menekan telinganya dan biasanya bayi akan
menangis keras). Kadang-kadang hanya ditemui gejala demam, gelisah, juga
disertai muntah atau diare.
3. Penyebaran infeksi
Penjalaran infeksi sekunder dari nasofaring kearah bawah seperti
laryngitis, trakeitis, bronkiis dan bronkopneumonia. Selain itu dapat pula terjadi
komplikasi jauh, misalnya terjadi meningitis purulenta (Adelle, 2002)
2.11 Prognosis
Secara umum terdapat tiga faktor resiko terjadinya ISPA yaitu faktor
lingkungan, faktor individu anak dan faktor perilaku.
14
1. Faktorling kungan
Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak
dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahan paru sehingga
akan memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada rumah yang
keadaan ventilasinya kurang dan dapur terletak di dalam rumah, bersatu
dengan kamar tidur, ruang tempat bayi dan anak balita bermain. Hal ini lebih
dimungkinkan karena bayi dan anak balita lebih lama berada di rumah
bersama-sama ibunya sehingga dosis pencemaran tentunya akan lebih tinggi.
b. Ventilasi rumah
a. Umur anak
c. Status gizi
Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor resiko yang penting
untuk terjadinya ISPA. Beberapa penelitian telah membuktikan tentang adanya
hubungan antara gizi buruk dan infeksi paru, sehingga anak-anak yang bergizi
buruk sering mendapat pneumonia. Disamping itu adanya hubungan antara gizi
buruk dan terjadinya campak dan infeksi virus berat lainnya serta menurunnya
daya tahan tubuh anak terhadapinfeksi.
Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA
dibandingkan balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang
kurang. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak mempunyai
16
nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan gizi kurang,
balita lebih mudah terserang “ISPA berat” bahkan serangannya lebih lama.
d. Vitamin A
e. Status Imunisasi
Bayi dan balita yang pernah terserang campak dan selamat akan mendapat
kekebalan alami terhadap pneumonia sebagai komplikasi campak. Sebagian
besar kematian ISPA berasal dari jenis ISPA yang berkembang dari penyakit
yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti difteri, pertusis, campak, maka
peningkatan cakupan imunisasi akan berperan besar dalam upaya pemberantasan
ISPA. Untuk mengurangi faktor yang meningkatkan mortalitas ISPA,
diupayakan imunisasi lengkap. Bayi dan balita yang mempunyai status imunisasi
lengkap bila menderita ISPA dapat diharapkan perkenbangan penyakitnya tidak
akan menjadi lebih berat.
Cara yang terbukti paling efektif saat ini adalah dengan pemberian imunisasi
campak dan pertusis (DPT). Dengan imunisasi campak yang efektif sekitar 11%
kematian pneumonia balita dapat dicegah dan dengan imunisasi pertusis (DPT)
6% lematian pneumonia dapat dicegah.
3. Faktor perilaku
unit terkecil dari masyarakat yang berkumpul dan tinggal dalam suatu rumah
tangga, satu dengan lainnya saling tergantung dan berinteraksi. Bila salah satu atau
beberapa anggota keluarga mempunyai masalah kesehatan, maka akan berpengaruh
terhadap anggota keluargalainnya.
18
BAB III
PROSES KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. IdentitasPasien
a. Umur: Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak
usia dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa anak pada usia muda akan lebih sering menderita ISPA
daripada usia yang lebih lanjut(Anggana Rafika,2009).
b. Jenis kelamin: Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2
tahun, dimana angka kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada
laki-laki di negara Denmark (Anggana Rafika,2009).
c. Kondisi Lingkungan: Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah
anggota keluarga, dan masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk
ISPA. Penelitian oleh Kochet al (2003) membuktikan bahwa kepadatan
hunian(crowded)mempengaruhisecarabermaknaprevalensiISPAberat
.Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan
pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun
diluar rumah baik secara biologis, fisik maupun kimia. Adanya ventilasi
rumah yang kurang sempurna dan asap tungku di dalam rumah seperti yang
terjadi di Negara Zimbabwe akan mempermudah terjadinya ISPA anak
(Anggana Rafika, 2009)
2. RiwayatKesehatan
a. Keluhan Utama : Klien mengeluhdemam
b. Riwayat penyakit sekarang: Dua hari sebelumnya klien mengalami
demam mendadak, sakit kepala, badan lemah, nyeri otot dan sendi,nafsu
makan menurun, batuk,pilek dan sakittenggorokan.
19
g. PemeriksaanPenunjang
3.2 DiagnosisKeperawatan
3.3 Intervensi
Berikan makan porsi kecil tapi sering dan Untuk menjamin nutrisi
dalam keadaan hangat. adekuat/meningkatkan kaloritotal
Berikan oral sering, buang secret berikan Nafsu makan dapat dirangsang pada
wadah khusus untuk sekali pakai dan tisu situasi rileks, bersih, danmenyenangkan.
dan ciptakan lingkungan beersih dan
menyenangkan
Kolaborasi: konsultasi ke ahli gizi untuk Metode makan dan kebutuhan kalori
memberikan diet sesuai kebutuhan klien. didasarkan pada situasi atau kebutuhan
individu untuk memberikan nutrisi
maksimal.
Intervensi Rasional
Teliti keluhan nyeri, catat intensitasnya Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor
(skala 0 – 10 ), factor yang memperburuk yang berhubungan berguna untuk memilih
atau meredakan, lokasi, durasi, dan intervensi yang cocok dan untuk
karakteristiknya. mengevaluasi keefektifan dari terapi yang
diberikan.
Berikan kompres hangat pada bagian nyeri Untuk menghilagkan rasa nyeri
Tutup mulut dan hidung jika hendak bersin, Mencegah penyebaran pathogen melalui
jika ditutup dengan tisu buang segera cairan
ketempatsampah
Tingkatkan daya tahan tubuh, terutama anak Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan
usia dibawah 2 tahun. konsumsi vitamin C, umum dan menurunkan tahanan terhadap
A dan mineral seng atau anti oksidan jika infeksi
kondisi tubuh menurun/ asupan
makananberkurang
Kolaborasi : Pemberian obat sesuai hasil Dapat diberikan untuk organisme khusus
kultur yang teridentifikasi dengan kultur dan
sensitifitas atau diberikan secara profilatik
karena resiko tinggi
Diagnosa keperawatan : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi
berlebihan sekunder akibat proses inflamasi
Tujuan : Bersihan jalan nafas efektif
Kriteria Hasil : frekuensi nafas normal 16-20x/menit, bunyi nafas hilang, kongesti
hilang, jalan nafas bersih.
Intervensi Rasional
Kaji perubahan pola nafas Pola nafas berubah karena ada sumbatan
jalan nafas
Anjurkan klien memilih posisi semi fowler Untuk meningkatkan drainase dari sinus
yang terinfeksi
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
ISPA adalah penyakit infeksi yang sangat umum dijumpai pada anak-anak
dengan gejala batuk, pilek, panas atau ketiga gejala tersebut muncul secara bersamaan.
penyebab ISPA yaitu virus, bakteri, alergen spesifik, perubahan cuaca dan lingkungan,
aktifitas, dan asupan gizi yang kurang. Komplikasi ISPA adalah asma, demam kejang,
tuli, syok. Pencegahan ISPA dapat dilakukan dengan penbaikan gizi dan peningkatan
gizi pada balita penyusunan atau pengaturan menu, cara pengolahan makanan, variasi
menu, perbaikan dan.sanitasi lingkungan, pemeliharaan kesehatanperorangan.
ISPA merupakan salah satu penyebab utama dari tingginya angka kematian
dan angka kesakitan pada balita dan bayi di Indonesia. Adapun yang termasuk ISPA
adalah influenza, campak, faringitis, trakeitis, bronkhitis akut, brokhiolitis, dan
pneumonia (Yuliastuti, 1992). Berbagai strategi yang dapat dilakukan untuk
pencegahan dan pemberantasan ISPA oleh masyarakat di antaranya adalah
meningkatkan kesadaran akan pentingnya pemberian makanan bergizi, pentingnya
pemberian imunisasi dan kebersihan lingkungan.
4.2 Saran
ISPA merupakan salah satu penyebab kematian tersering pada anak di negara
berkembang. Oleh karena itu sebagai manusia yaang ingin memiliki tubuh sehat maka
selayaknya kita menjaga kesehatan dan keseimbangan sistem tersebut. Salah satunya
dengan menjaga sanitasi lingkungan. Maka dari itu perawat haruslah mengetahu
tentang ISPA dan penatalaksanaan pada pasien denganISPA.
28
DAFTAR PUSTAKA
Catzel, Pincus & Ian robets alih bahasa Yohanes Gunawan. (1990). Kapita Seleta
Pediatri (ed 2). Jakarta: EGC.
Satriya, Benny. (2010). ISPA pada Anak. Diakses 4 Mei 2012, dari http://askep-
benny.blogspot.com/2010/02/infeksi-saluran-pernafasan-akut-ispa.html.
Vietha. (2009). ASKEP Anak Preschool dengan ISPA. Diakses 12 Mei 2012,
darihttp://viethanurse.wordpress.com/2009/02/25/asuhan-keperawatan-anak-
preschool-dengan-ispa/.
Woensel JBM, dkk. (2003). Viral lower respiratory tract infection in infants and
young children. BMJ: 327 : 36-40
Whalley & wong. (1991). Nursing Care of Infant and Children (2ndvol). USA: CV.
Mosby-Year book. Inc
Yu. H.Y. Victor & Hans E. Monintja. (1997). Beberapa Masalah Perawatan Intensif
Neonatus. Jakarta: Balai penerbit FKUI.