Anda di halaman 1dari 32

PENGOBATAN PENDERITA INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT

PADA BALITA DI PUSKESMAS KRADENAN I


KABUPATEN GROBOGAN

Karya Tulis Ilmiah

Diajukan untuk persyaratan Kenaikan Jabatan Fungsional Kesehatan


Ahli Muda (III/d) ke Ahli Madya (IV/a)

Oleh :
Vina Wahyuningrum, S. Farm., Apt
NIP. 19851016 201101 2 004

UPTD Puskesmas Kradenan I Kabupaten Grobogan


Tahun 2021

x
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) merupakan penyakit infeksi akut yang

menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran

atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus ,

rongga telinga tengah dan pleura (Irianto,2015). Menurut WHO (2007), ISPA

menjadi salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di

dunia. Hampir empat juta orang meninggal akibat ISPA setiap tahun, 98%-nya

disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan bawah. Kelompok yang paling berisiko

adalah balita,anak-anak, dan orang lanjut usia, terutama di negara-negara dengan

pendapatan per kapita rendah dan menengah.

Berdasarkan uraian di atas, penyakit ISPA merupakan salah satu penyakit deng

an angka kesakitan dan angka kematian yang cukup tinggi, sehingga dalam penangan

annya diperlukan kesadaran yang tinggi baik dari masyarakat maupun petugas, teruta

ma tentang pengobatan ISPA.

Dari hasil data rekapitulasi rekam medik rawat jalan di Puskesmas Kradenan I t

ahun 2017 tercatat 4951 kasus penderita ISPA . Kasus ini menempati urutan pertama

dari seluruh kasus pasien rawat jalan di Puskesmas Kradenan I. Dari seluruh jumlah

pasien ISPA tersebut sebanyak 1228 kasus terjadi pada anak usia 1-5 tahun.

Melihat tingginya angka kejadian ISPA di Puskesmas Kradenan I, Kabupaten G

robogan, maka diperlukan upaya-upaya kesehatan kepada masyarakat. Salah satunya

adalah dengan upaya pengobatan ISPA. Penanganan pengobatan kasus infeksi saluran

pernafasan akut merupakan kunci keberhasilan dan akan mempercepat proses penyem

buhan. Dengan melihat data obat yang digunakan untuk penyembuhan penyakit ISPA

di Puskesmas Kradenan I Kabupaten Grobogan dari catatan rekap resep periode bulan
April, maka penulis menjadi tahu obat apa saja yang digunakan untuk mengobati pen

yakit ISPA.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran pengobatan pada penderita penyakit Saluran Pernafasan

Akut pada Balita di Puskesmas Kradenan I Kabupaten Grobogan periode April 2019,

berdasarkan jenis dan penggolongan obat.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang diharapkan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui

gambaran pengobatan yang digunakan pada penderita Infeksi Saluran Pernafasan Aku

t (ISPA) pada Balita di Puskesmas Kradenan I Kabupaten Grobogan periode April

2019 berdasarkan penggolongan dan jenis obat yang digunakan.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Untuk mengetahui gambaran pengobatan pada penyakit Infeksi Saluran Pernafa

san Akut pada Balita di Puskesmas Kradenan I Kabupaten Grobogan.

2. Evaluasi Puskesmas Kradenan I Kabupaten Grobgan sebagai salah satu bahan

untuk upaya pembinaan dalam peningkatan mutu pelayanan khususunya pengob

atan ISPA agar lebih rasional. Obat dikatakan jika penggunaannya tepat, efektif,

aman dan ekonomis (IONI, 2008).

3. Memberikan masukan kepada tenaga kesehatan khususnya tenaga para medis

agar penggunaan obat bisa rasional.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi ISPA

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah istilah yang berasal dari bahasa

Inggris Acute Respiratory Infections (ARI). ISPA terdiri dari tiga unsur, yaitu: infeksi,

saluran pernafasan dan infeksi akut dengan pengertian (Yudarmawan, 2012), sebagai

berikut:

1. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia

dan berkembangbiak sehingga menimbulkan gejala penyaki.

2. Saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli organ

adneksanya seperti sinus-sinus,rongga telinga tengah atau pleura. ISPA secara

anatomis encakup saluran pernapasan bagian atas, saluran pernapasan bagian

bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran

pernapasan.Dengan batasan ini, jaringan paru termasuk paru termasuk dalam

saluran pernapasan (respiratory tract).

3. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari

diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang

dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.

Menurut WHO (2007), Infeksi Saluran pernapasan akut (ISPA) didefinisikan

sebagai penyakit saluran pernapasan akut yang disebabkan oleh agen infeksius yang

ditularkan dari manusia ke manusia.Timbulnya gejala biasanya cepat, yaitu beberapa

jam atau beberapa hari.

2.2 Etiologi ISPA

ISPA disebabkan lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia (Depkes RI,

2005). ISPA bagian atas umumnya disebsbkan oleh virus, sedangkan ISPA bagian

bawah dapat disebabkan oleh bakteri, umumnya mempunyai manifestasi klinis yang

berat sehingga menimbulkan beberapa masalah dalam penggunaannya. Bakteri yang


menyebabkan ISPA yaitu : Diplococcus pneumonia, Streptococcus aureus,

Hemophilus influenza, BacillusFlidlander. Virus seperti : Respiratory syncytial virus,

virus influenza, adenovirus, cytomegalovirus. Jamur seperti : Mycoplasma

pneumocesdermatitides, Coccidioides immitis, Aspergillus, Candid Albicans

(Kurniawan dan Israr, 2009).

2.3 Patofisiologi ISPA

Sebagian besar penyakit ISPA disebabkan oleh bakteri dan virus yang membuat

infeksi pada saluran pernafasan atas maupun bawah. (Akhmad,2008).

Penyebab tersebut membuat perjalanan penyakit dengan cara kontak antara virus atau

bakteri sehingga organ pada pernafasan akan terserang sehingga akan menimbulkan

repon inflamasi atau membuatinfeksi pada organ tersebut. Saat infeksi akan terjadi

vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler, hal tersebut akan membuat

manifestasi klinik pada penderita (Naning et al, 2014).

Menurut Mukono (2008), yang diambil dari penelitian Hutagaol (2014),

perjalanan penyakit ISPA berawal dari saluran pernafasan yang dilapisi oleh mukosa

bersilia. Udara yang masuk melalui hidung akan disaring oleh rambut pada hidung,

partikel kecil dari udara akan menempel pada mukosa. Pada udara yang kotor ,

partikel udara akan tertahan pada mukosa sehingga pergerakan silia akan terjadi akan

menjadi lambat yang akan berakibat pada iritasi pada saluran pernafasan menjadi

sempit dan mikkrofage. Akibatnya benda asing akan tertarik dan bakteri atau virus

dapat dikeluarkan dari sitem pernafasan.

2.4 Penggolongan Penyakit ISPA

ISPA diklasifikasikan menjadi infeksi saluran pernapasan atas dan bawah.

1. Infeksi saluran pernapasan atas

a. Batuk pilek
Batuk pilek (common cold) adalah infeksi primer nasofaring dan hidung yang

sering mengenai bayi dan anak. Penyakit ini cenderung berlangsung lebih berat

kerena infeksi mencakup daerah sinus paranasal, telinga tengah, dan nasofaring

disertai demam yang tinggi. Faktor predisposisinya antara lain kelelahan, gizi buruk,

anemia dan kedinginan. Pada umumnya penyakit terjadi pada waktu pergantian

musim (Ngastiyah, 2005).

b. Otitis Media (OM)

OM adalah salah satu penyakit paling umum pada anak usia dini. Sekitar 80%

anak memiliki setidaknya satu episode dan hampir 50% telah memiliki tiga atau lebih

espidoe dalam waktu 3 tahun. Kejadian tertinggi pada anak usia 6 bulan sampai 2

tahun. Kemudian secara bertahap menurun sesuai dengan usia kecuali untuk

peningkatan kecil pada usia 5 atau 6 tahun saat masuk sekolah. Anak laki-laki usia

prasekolah lebih sering terkena dibanding anak perempuan usia prasekolah. Insiden

otitis media akut paling tinggi dimusim dingin (Hartono & Rahmawati, 2012).

c. Tonsilitis

Tonsilitis Merupakan inflamasi atau pembengkakan akut pada tonsil atau

amandel. Organisme penyebabnya yang utama meliputi Streptokokus atau

Staphilokokus. Infeksi terjadi pada hidung menyebar melalui sistem limpa ke tonsil.

Hiperthropi yang disebabkan infeksi, bisa menyebabkan tonsil membengkak 11

sehingga bisa menghambat keluar masuknya udara. Manifestasi klinis yang

ditimbulkan meliputi pembengkakan tonsil yang mengalami edema dan berwarna

merah, sakit tenggorokn, sakit ketika menelan, demam tinggi dan eksudat berwarna

putih keabuan pada tonsil, selain itu juga muncul abses pada tonsil (Reeves, dkk,

2001).

d. Faringitis

Faringitis adalah proses peradangan pada tenggorokan. Penyakit ini juga sering

dilihat sebagai inflamasi virus. Namun juga bisa disebabkan oleh bakteri, seperti
Hemolytic stretococcy, Staphylococci, atau bakteri lainnya (Reeves, dkk, 2001).

Tanda dan gejala faringitis antara lain membran mukosa dan tonsil merah, demam,

malaise, sakit tenggorokan, anoreksia, serak dan batuk (Behrman, 1999).

e. Sinusitis

Sinusitis adalah radang sinus yang ada di sekitar hidung, dapat berupa sinusitis

maksilaris atau sinusitis frontalis. Biasanya paling 10 sering terjadi adalah sinusitis

maksilaris, disebabkan oleh komplikasi peradangan jalan napas bagian atas, dibantu

oleh adanya faktor predisposisi. Penyakit ini dapat disebabkan oleh kuman tunggal,

namun dapat juga disebabkan oleh campuran kuman seperti Streptokokus,

Pneumokokus, Hemophilus influenzae, dan Klebsiella pneumoniae. Jamur dapat juga

menyebabkan sinusitis (Ngastiyah, 2005).

2. Infeksi saluran pernapasan bawah

a. Bronkitis

Bronkitis merupakan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) bagian bawah,

terjadi peradangan di daerah laring, trakhea dan bronkus. Disebabkan oleh virus,

yaitu: Rhinovirus, Respiratory Sincytial Virus (RSV), virus influenzae, virus para

influenzae, dan Coxsackie virus. Dengan faktor predisposisi berupa alergi, perubahan

cuaca, dan polusi udara. Dengan tanda dan gejala batuk kering, suhu badan rendah

atau tidak ada demam, kejang, kehilangan nafsu makan, stridor, napas berbunyi, dan

sakit di tengah depan dada (Ngastiyah, 2005).

b. Pneumonia

Pneumonia adalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut bagian bawah yang

mengenai parenkim paru. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri yaitu Streptococcus

pneumonia dan Haemophillus influenza. Pada bayi dan anak kecil ditemukan

staphylococcus aureus sebagai penyebab pneumonia yang berat dan sangat progresif

dengan mortalitas tinggi (Wardhani & Setiowulan, 2000). Gejala pneumonia

bervariasi, tergantung umur penderita dan penyebab infeksinya. Gejala-gejala yang


sering didapatkan pada anak adalah napas cepat dan sulit bernapas, mengi, batuk,

demam, menggigil, sakit kepala, dan nafsu makan hilang (Syair, 2009)

2.5 Pengobatan atau Terapi ISPA

2.5.1 Antibiotik

Menurut Setiabudi (2017) terapi ISPA yang disebabkan oleh virus seperti

salesma dan influensa tidak berespon terhadap pemberian antbiotik dan dapat sembuh

dengan sendirinya, Sementara itu, ISPA yang disebabkan oleh bakteri seperti

faringitis atau tonsilitas akut karena streptokokus grup A harus diobati menggunakan

antibiotik untuk mempercepat penyembubahan dan mencegah terjadinya infeksi

lanjutan.

Pengobatan ISPA menggunakan antibiotik sering diberikan tanpa didahului

dengan pemeriksaan mikrobiologis dan uji kepekaan terhadap mikroorganisme

penginfeksi. Pada dasarnya asas penggunaan antibiotik secara rasional adalah

pemilihan antibiotik yang selektif terhadap mikroorganisme penginfeksi dan efektif

memusnahkan mikroorganisme penginfeksi. Tetapi akibat dari pemberian antibiotik

yang tidak tepat, dapat menimbulkan bakteri yang resisten terhadap antibiotik. Ini

diakibatkan karena bakteri dapat beradaptasi pada lingkungannya dengan cara

mengubah sistem enzim atau dinding selnya menjadi resisten terhadap antibiotik

(Karch,2011). Selain itu dampak dari penyalahgunaan antibiotik dapat menimbulkan

kegagalan terapi, superinfeksi (infeksi yang lebih parah), meningkatnya risiko

kematian, peningkatan efek samping, risiko terjadinya komplikasi penyakit,

peningkatan risiko penularan penyakit, peresepan obat yang tidak diperlukan,dan

peningkatan biaya pengobatan (Llor and Bjerrum,2014).

2.5.2 Terapi penunjang

a) Analgesik-Antipirerik
Digunakan untuk mengurangi gejala demam terkait infeksi pernafasan, letergi

dan malaise (Depkes, 2006). Parasetamol merupakan contoh analgetik yang paling

banyak digunakan karena efektif mengurangi demam yang mempunyai aksi langsung

ke pusat pangatur panas di hipotalamus yang berdampak vasodilatasi serta

pengeluaran keringat. Dosis anak 1-5 tahun 120-250 mg, 6-12 tahun yaitu dosisnya

250-500 mg setiap 4-6 jam. Dosis maksimal 1-4 g/hari (IONI, 2008).

b) Antihistamin

Antihistamin bekerja dengan menghambat pelepasan mediator inflamasi seperti

histamin serta memblok migrasi sel (Depkes, 2006). Menurut Tjay dan Raharja

(2007), Histamin memegang peran utama pada proses peradangan dan pada sistem

daya tangkis. Ada 2 kelompok antihistamin yaitu generasi pertama terdiri dari

diphenhidramin, chlorpeniramin dan hidroksizin, sedangkan generasi kedua terdiri

dari citirizine, akrivastin, astemizol, loratadin dan terfenadin. Antihistamin generasi

pertama dapat mengontrol kantuk karena terjadi blokade neuron histaminergik sentral

selain itu juga memiliki efek sedasi yang dipengaruhi dosis (Depkes, 2006).

c) Kortikosteroid

Kortikosteroid bekerja mengatur mekanisme humoral maupun seluler dari

respon inflamasi dengan cara menghambat aktivasi dan infiltrasi eosinofil, basofil dan

mast cell ke tempat inflamasi serta mengurangi produksi dan pelepasan faktor-faktor

inflamasi. Dexametason merupakan kortikosteroid yang sering digunakan dengan

dosis dewasa 0,75-9 mg/kg/hari dan 0,08-0,3 mg/kg/hari untuk anak terbagi dalam 2-

4 dosis (Depkes, 2006).

d) Dekongestan

Dekongestan nasal digunakan sebagai terapi simptomatik yang dapat diberikan

secara oral dan topikal. Dekongestan topikal dapat menyebabkan vasokontriksi

sehingga mengurangi oedema pada mukosa hidung karena bekerja pada reseptor α

permukaan otot polos pembuluh darah, contoh oxymetazolin dan fenilefrin,


sedangkan dekongestan oral bekerja dengan meningkatkan pelepasan 12 noradrenalin

dari ujung neuron seperti pseudoefedrin dan fenilpropanilamin (Depkes, 2006).

e) Bronkodilator

Bronkodilator biasanya digunakan pada ISPA bawah pada kasus bronkhitis

kronik dengan obstruksi pernafasan. Brokodilator terdiri dari 2 agen yaitu β-

adrenoceptor agonist yang biasa diberikan secara inhalasi baik dalam bentuk uap

maupun serbuk kering. Metilxantin seperti aminofilin adalah derivat dari teofilin yang

sering digunakan karena merupakan bronkodilator yang baik, namun memiliki

beberapa kekurangan yaitu tidak dapat diberikan secara inhalasi (Depkes, 2006).

f) Mukolitik

Mukolitik biasanya digunakan sebagai terapi tambahan untuk bronkhitis dan

pneumonia. Mukolitik bekerja dengan mengencerkan mukus sehingga mudah

dieskpektorasi. Asetilsistein bekerja dengan cara membuka ikatan gugus sulfidril

pada mucoprotein sehingga menurunkan viskositas mukus, obat ini lebih sering

digunakan, serta dapat diberikan secara nebulisasi maupun oral (Depkes, 2006).

Semua obat-obat mukolitik harus dihentikan jika tidak ada manfaat setelah 4 minggu

pemberian terapi (IONI, 2008).

2.5.3 Terapi Non Farmakologi

Terapi non farmakologi untuk anak usia 2 bulan sampai 5 tahun menurut

pedoman pengendalian ISPA tahun 2012 yaitu:

1. Bersihkan hidung balita agar tidak mengganggu pemberian makananan.

2. Jika bayi tidak dapatmenghisap dengan baik , ibu hendaknya memeras dan

memberkan ASI pada bayi dengan menggunakan sendok.

3. Anak yang sering muntah dapat mengalami malnutrisi, ibu harus memberikan

saat muntahnya reda.

4. Usahakan pemberian makanan sesering mungkin selama sakit dan setelah

sembuh.
5. Pemberian makanan setelah anak sembuh, usahakan pemberian makanan

tambahan setiap hari selama seminggu atau sampai berat badan anak mencapai

normal.

6. Pemberian ASI lebih sering dari biasanya.

7. Berikan minum lebih banyak pada anak infeksi dengan infeksi terutama demam.

2.5.4 Pencegahan ISPA

Pencegahan ISPA menurut Depkes RI, (2002), antara lain:

1. Menjaga kesehatan gizi agar tetap baik

Dengan menjaga kesehatan gizi yang baik maka akan mencegah kita terhindar

dari penyakit yang terutama antara lain penyakit ISPA. Misalnya dengan

mengkonsusi makanan empat sehat lima sempurna, banyak minum air puth, olah raga

teratur, serta istirahat yang cukup, semua itu akan menjaga badan kita tetap sehat.

Karena dengan badan yang sehat maka kekebalan tubuh akan meningkat, sehingga

dapat mencegah virus/ bakteri yang akan masuk ke tubuh kita.

2. Imunisasi

Pemberian imnisasi sangat diperlukan bagi anak-anak maupun orang dilakukan

untuk menjaga kekebalan tubuh kita supaya tidak terserang penyakit yang disebabkan

virus/bakteri.

3. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan

Membuat ventilasi udara serata pencahayaan udara yang baik akan mengurangi

polusi asap dapur / asap rokok yang ada di rumah, sehingga dapat mencegah

seseorang menghirup asap tersebut yang bias menyebabkan terkena penyakit ISPA.

Ventilasi yang baik dapat memelihara kondisi sirkulasi udara (atmosfer) agar tetap

segar dan sehat bagi manusia.

BAB III
METODE PENELITIAN

1. Subjek Peneilitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2019 dengan mengambil rekap resep

bulan April 2019. Subjek pada penelitian ini adalah berdasarkan rekap resep pasien

rawat jalan penderita Insfeksi Saluran Pernafan Akut pada Balita (1-5 tahun) di

Puskesmas kradenan I Kabupaten Grobogan. Pada penelitian ini ditemukan sebanyak

73 responden.

2. Objek Penelitian

Penelitian ini diambil dari data rekap resep, khususnya pada pasien anak usia

1-15 tahun yang menderita penyakit ISPA di Puskesmas Kradenan I kabupaten

Grobogan pada periode bulan April 2019.

3. Sampel dan Teknik Sampling

Sampel yang diambil menggunakan metode purposive sampling. Sampling

Purposive merupakan sampel yang diambil didasarkan pada pertimbangan tertentu

dari peneliti. Sesuai dengan namanya, pemilihan sampel didasarkan pada alasan atau

tujuan tertentu. Sampling Purposive bisa dipakai bila populasi sangat menyebar, dan

peneliti tidak mempunyai informasi awal tentang populasi

Sampel kasus diambil berdasarkan tanggal dimulai penelitian yaitu pada bulan

April 2019 di Puskesmas Kradenan I Kabupaten Grobogan dengan kriteria penderita

ISPA Balita (anak usia 1-5).

4. Kriteria Penelitian

Populasi dan Sampel dalam penelitian ini adalah pasien yang didiagnosa

penyakit infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) pada Balita seperti faringitis,
sinusitis, pneumonia, batuk pilek , bronkitis, pneumonia dan otitis dan memenuhi

kriteria inklusi di rekam medik rawat jalan Puskesmas Kradenan I Kabupaten

Grobogan.

Kriteria inklusi sebagai berikut :

1. Pasien yang terdiagnosa infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yaitu: faringitis,

sinusitis, pneumonia, batuk pilek, bronkitis dan otitis.

2. Pasien ISPA anak rawat jalan di Puskesmas Kradenan I Kabupaten Grobogan, usia

1-5 tahun pada periode April 2019.

3. Data catatan rekap resep lengkap meliputi identitas pasien ( nomor CM, tanggal

berobat, nama pasien, jenis kelamin, berat badan, , nama obat dan dosis obat).

4. Pasien rawat jalan Puskesmas Kradenan I

Kriteria eksklusi sebagai berikut :

1. Pasien infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dengan infeksi lain

2. Pasien ISPA ,atau pasien selain penderita ISPA kurang dari 1 tahun atau lebih dari

usia 5 tahun.

5. Cara Kerja Penelitian

Alur jalannya penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Tahap pertama, mengurus pengajuan surat ijin penelitian dari ketua program D3

Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi “ Yayasan Pharmasi Semarang” kepada

Kepala Puskesmas Kradenan I, Grobogan sebagai prosedur resmi untuk

melaksanakan penelitian di Puskesmas Kradenan I.

2. Tahap kedua, melakukan observasi di ruang Poli Umum dan ruang Apotek

Puskesmas Kradenan I untuk mencari data.

3. Tahap ketiga, adalah pengumpulan data pasien dari rekap resep di Puskesmas

Kradenan I dengan mencatat nomor CM, nama pasien, jenis kelamin, berat badan
pasien, nama obat dan dosis obat, untuk kemudian dievaluasi.

4. Tahap keempat, menganalisis data.

5. Tahap kelima adalah membuat hasil pembahasan dan membuat kesimpulan.

6. Analisis Hasil Penelitian

Seluruh data hasil penelitian yang berupa karasteritik pasien ( nama pasien,

jenis kelamin, umur, berat badan), diagnosa utama, serta obat yang diberikan , durasi,

dan dosis akan dianalisis secara deskriptif. Ketepatan pemberian obat pada terapi

ISPA pada Balita ditentukan berdasarkan parameter penggolongan obat dan jenis

obat yang digunakan dalam pengobatan ISPA selanjutnya dihitung presentasinya.

a. Persentase penggolongan obat

Jumlah golongan obat x 100%

Banyaknya item obat yang digunakan

b. Persentase jenis obat

Jumlah jenis obat yang diresepkan x 100%

Banyaknya item obat yang digunakan


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian dari rekap resep diperoleh 73 kasus ISPA pada

anak Balita di instalasi rawat jalan Puskesmas Kradenan I Kabupaten Grobogan

periode April 2019 yang akan dianalisis , penggolongan obat dan jenis obat yang

digunakan dalam pengobatan ISPA.

4.1 Data berdasarkan Penggolongan obat ISPA

Berdasarkan penggolongan obat yang digunakan pada penderita Infeksi

Saluran Pernapasan Akut pada Balita di Puskesmas Kradenan I Kabupaten Grobogan,

maka diperoleh data sebagai berikut :

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Obat ISPA Berdasarkan Penggolongan


No Golongan obat Frekuensi Persentasi (%)
1. Saluran Nafas 74 40 %
a. Glyceril guaiacolat
b. Salbutamol
c. Betaflu
2 Analgetik-antipiretik 32 17,30 %
a. Paracetamol 500mg
b. Paracetamol syr
3 Vitamin 63 34.05%
a. Vitamin B complek
b. Curbion syr
c. Vitamin C
4 .Antihistamin 4 2,16 %
Chlorpeniramin Maleat
5 Kortikosteroid 1 0,54 %
Dexametason
6 . Antibiotik 11 5,95 %
a. Amoksisilin 500mg
b. Am0ksisilin syr
c. Kloramfenikol syr
Total 185 100 %
Sumber : Data resep pasien ISPA Balita bulan April 2019.
Dari data tabel 4.1 di atas, maka dapat diketahui bahwa persentase berdasarkan

penggolongan obat ISPA pada Balita adalah sebagai berikut : untuk obat saluran

nafas berjumlah 74 (40 %), golongan obat analgetik-antipiretik berjumlah 32 (17,30

%), golongan vitamin berjumlah 63 (34,05%), golongan antihistamin berjumlah 4

(2,16 %), golongan kortikosteroid 1 (0,54 %) dan golongan antibiotik berjumlah 11

(5,95 %).

Golongan obat saluran napas merupakan golongan obat ISPA dengan frekuensi

paling tinggi sebesar 40 %. Golongan obat ini menempati urutan pertama karena

sebagian besar penderita ISPA di Puskesmas Kradenan I Kabupaten Grobogan

mengalami keluhan sakit pada saluran napas. Terjadinya infeksi, virus dan flora

normal di saluran napas dapat merubah pola kolonisasi bakteri atau virus. Timbul

mekanisme pertahanan pada jalan nafas seperti reflek batuk, sesak napas dan

peradangan pada saluran napas. Karena menurunnya daya tahan tubuh pada

penderita, maka bakteri atau virus dapat melewati mekanisme sistem pertahanan

tubuh. Akibatnya terjadi invasi di daerah-daerah saluran pernapasan (Brunner, 2000).

Golongan vitamin menempati urutan kedua dengan persentase 34,05%.

Vitamin adalah suatu zat senyawa kompleks yang sangat dibutuhkan oleh tubuh kita

yang berfungsi untuk membantu pengaturan atau proses kegiatan tubuh. Sebagian

dari pasien ISPA di Puskesmas Kradenan I kabupaten Grobogan diberi vitamin

karena imunitas tubuh menurun, makaperlu diberi vitamin agar daya tahan tubuh

pasien meningkat danmempercepat proses penyembuhan pasien. Vitamin yang

digunakan menurut catatan resep ISPA di Puskesmas Kradenan I Kabupaten

Grobogan adalah Vitamin B complek, Curbion syr dan Vitamin C. Vitamin yang

paling banyak digunakan adalah Vitamin B Complek sejumlah 34.

Sedangkan Curbion syrup kandungan isinya sama dengan vitamin B complek hanya

kemasanya berbeda yaitu dalam bentuk syrup. Vitamin B Complek digunakan untuk
mencegah dan mengobati defisiensi vitamin B Complek (Gunawan dkk, 2007).

Vitamin C berfungsi untuk pencegahan, pengobatan skorbut dan sebagai antioksidan.

Golongan obat analgesik-antipiretik menempati urutan ketiga dengan

persentase 17,30 %. Adanya infeksi virus atau bakteri yang masuk ke tubuh melalui

saluran pernapasan dapat menyebabkan rasa nyeri dan demam sebagai respon dari

keadaan tubuh yang tidak normal. Rasanyeri sebagai isyarat adanya gangguan di

jaringan tubuh seperti radang,demam atau panas. Dari data catatan resep ISPA di

Puskesmas Kradenan I Kabupaten Grobogan. Analgesik -antipiretik yang paling

banyak digunakan adalah Parasetamol sejumlah 28 dan Paracetamol syr sejumlah 4 .

Parasetamol bekerja dengan cara mengurangirasa sakit dan menurunkan suhu tubuh

(Kuncara dkk, 2004).

Golongan antibiotik menempati urutan keempat sebesar 5,95% karena hanya

sebagian kecil pasien ISPA di Puskesmas Kradenan I Kabupaten Grobogan yang

diberi terapi antibiotik. Hal ini disebabkan karena tidak semua penyakit Infeksi

Saluran Pernapasan Akut (ISPA) disebabkan oleh bakteri melainkan kemungkinan

disebabkan oleh menurunnya sistem imun tubuh disebabkan oleh infeksi virus yang

masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernapasan. Antibiotik yang paling banyak

digunakan adalah amoksisilin surup sejumlah 8 sedangkan amoksisilin 500 mg 2,

kloramfenikol syrup berjumlah1 pasien.

Golongan antihistamin menempati urutan kelima dengan persentase 2,16%

karena hanya sebagian kecil penderita ISPA di Puskesmas Kradenan I yang

mengalami reaksi alergi seperti bersin-bersin. Antihistamin bekerja dengan

menghambat pelepasan mediatorinflamasi seperti histamine serta memblok migrasi

sel (Anonim, 2005).ISPA dapat disebabkan karena cuaca, cuaca yang dingin

dapatmenyebabkan alergi bagi orang yang sensitif terhadap cuaca dingin atau waktu

tertentu. Pemberian antihistamin dimaksudkan untuk mengurangi efek alergi pada


penderita ISPA. Antihistamin yang digunakan menurut catatan resep adalah

Chlorpeniramine Maleat sejumlah 4.

Golongan kortikosteroid menempati urutan keenam dengan persentase 0,54%.

Kortikosteroid digunakan untuk mengurangi oedema dengan menekan proses

inflamasi lokal. Kortikosteroid mengaturmekanisme humoral maupun seluler dari

respon inflamasi dengan caramenghambat aktivasi dan infiltrasi eosinofil, basofil, dan

mast cell ketempat inflamasi serta mengurangi produksi dan pelepasan faktor-

faktorinflamasi (prostaglandin) (Anonim, 2005).

Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernapasan menyebabkan silia yang

terdapat pada permukaan saluran napas bergerakke arah faring atau saluran napas

lainnya atau dengan suatu tangkapanrefleks spasmus oleh faring. Jika refleks tersebut

gagal maka virusmerusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernapasan

sehinggaakan terjadi inflamasi pada saluran napas seperti kemerahan, rasa sakit dan

panas dan pembengkakan (Brunner, 2000). Kortikosteroid yang digunakan adalah

dexamethason sejumlah 1.

4.2 Data berdasarkan Jenis Obat

Berdasarkan Jenis Obat ISPA yang digunakan dalam pengobatan ISPA pada

Balita di Puskesmas Kradenan I Kabupaten Gobogan, maka diperoleh data sebagai

berikut :

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Obat ISPA Berdasarkan Jenisnya di Puskesmas Kradenan I periobe
April 2019.
No Jenis Obat Frekuensi obat Persentasi %
1. Betaflu 39 21,08%
2. Glyceril guaiacolat 34 18,38%
3. Vitamin B complek 33 17,84%
4. Curbion Syr 29 15,68%
5. Paracetamol 500 mg 28 15,14%
6. Amoksisilin syr 8 4,34%
7. Paracetamol syr 4 2,16%
8. Chlorfeniramin Maleat 4 2,16%
9. Amoksisilin 500mg 2 1,08%
10. Salbutamol 1 0,54%
11. Dexametason 1 0,54%
12. Vitamin C 1 0,54%
13. Kloramfenikol syr 1 0.54%

Total 185 100%


Sumber : Data resep pasien ISPA bulan April 2019

Berdasarkan tabel 4.2 di atas dapat diketahui bahwa enam persentase tertinggi

diasumsikan sebagai obat yang paling banyak digunakan pada penderita Infeksi

Saluran Pernapasan Akut di Puskesmas Kradenan I Kabupaten Grobogan periode

April 2019. Enam persentase tersebut adalah:

1. Betaflu sejumlah 39 (21,08%),

2. Glyceril guaiacolat sejumlah 34 (18,38%),

3.Vitamin B Complek sejumlah 33 (17,84%)

4. Curbion Syr sejumlah 29 (15,68%)

5. Paracetamol 500 mg sejumlah 28 (14,14%)

6. Amoksisilin syr sejumlah 8 (4,34%)

Berdasarkan jenis obat Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), Betaflu syr

menempati urutan tertinggi dengan persentase 39 (21,08%). Betaflu syr dengan

kandungan isi terdiri dari Asetaminofen 125 mg (menurunkan panas), gliseril

guaiakolat 50 mg (obat batuk, klorfeniramin maleat 1 mg (anti alergi) dan efedrin

hidroklorida 1 mg (sesak nafas), sesuai untuk indikasi gejala flu seperti demam, sakit

kepala, hidung tersumbat, bersin-bersin dan batuk berdahak.

Gliseril Guaiakolat (GG) menempati urutan kedua dengan jumlah 34

(18,38%). Sebagian besar penderita ISPA di Puskesmas Kradenan I Kabupaten


Grobogan mengalami keluhan berupa batuk berdahak. Gliceril guaiakolate bekerja

sebagai ekspektoran. Bekerja mengurangi viskositas sputum dengan meningkatkan

volume dan kandungan air dari sekresi bronkial, selanjutnya memfasilitasi

pengeluaran sputum. Gliseril Guaiakolate dapat digunakan untuk mencairkan sekret

yang kental agar mempermudah pengeluarannya dan meredakan batuk produktif

(Anonim, 2005).

Vitamin B Complek menempati urutan ketiga dengan jumlah 33 (17,84%).

Sebagian dari penderita ISPA pada Balita di Puskesmas Kradenan I Kabupaten

Grobogan diberi obat Vitamin B Complek. Pemberian Vitamin B Complek

dimaksudkan untuk mempercepat proses penyembuhan atau sebagai multivitamin

pada pasien ISPA. Selain itu vitamin B Complek juga bermanfaat untuk

menghasilkan energi dan berperandalam kemampuan berpikir (Tjay, 2002).

Curbion syrup menempati urutan keempat. Curbion syrup kandungan isi dan

manfaatnya sama dengan Vitamin B complek yaitu sebagai multivitamin untuk

mempercepat proses penyembuhan pada ISPA. Berbedaannya Curbion syr ada

kurkumanya vitamin B complek tida ada dan juga pada kemasannya, yaitu berbentuk

syrup dalam botol. Curbion syrup diresepkan untuk anak-anak, khususnya usia

Balita.

Parasetamol menempati urutan kelima yaitu sejumlah 28 (14,14%) termasuk

ke dalam golongan obat analgetik (meredakan nyeri) dan anti piretik (meredakan

demam). Obat ini meningkatkan ambang nyeri di otak. Sementara saat

meredakandemam, Parasetamol bekerja pada pusat pengaturan demam di otak. Efek

penurunan suhu dengan cara mempengaruhi hypothalamus yang merangsang

pelebaran pembuluh darah tepi, aktifitas kelenjar keringat meningkat dan terjadi

pengeluaran keringat dan suhu tubuh lepas bersama keringat. Obat ini mampu

meringankan rasa nyeri tanpa mempengaruhi kesadaran (Tjay, 2002).


Amoksisilin syrup menempati urutan keenam dengan jumlah 8 (4,34%).

karena hanya sebagian kecil dari pasien Infeksi Saluran Pernapasan Akut di

Puskesmas Kradenan I Kabupaten Grobogan yang disebabkan oleh bakteri.

Melainkan disebabkan oleh penurunan sistem imun yang disebabkan oleh infeksi

virus. Pemberian antibiotik Amoxicillin didasarkan karena ketersediaan obat

antibiotik yang paling banyak adalah amoxicillin syrup.

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan golongan obat Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang

digunakan di Puskesmas Kradenan I Kabupaten Grobogan adalah obat saluran nafas

jumlah berjumlah 74 (40 %), golongan obat analgetik-antipiretik berjumlah 32 (17,30

%), golongan vitamin berjumlah 63 (34,05%), golongan antihistamin berjumlah 4

(2,16 %), golongan kortikosteroid 1 (0,54 %) dan golongan antibiotik berjumlah 11

(5,95 %). Berdasarkan jenis obat yang digunakan , Betaflu sejumlah 39 (21,08%),

Glyceril guaiacolat sejumlah 34 (18,38%), Vitamin B Complek sejumlah 33

(17,84%), Curbion Syr sejumlah 29 (15,68%), Paracetamol 500 mg sejumlah 28

(14,14%) dan Amoksisilin syr sejumlah 8 (4,34%)

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang bersifat prospektif untuk mengetahui

pengobatan rasional.

2. Perlu dilakukan tinjauan ulang mengenai pemberian antibiotik pada pasien ISPA

Balita , karena ada beberapa peresepan obat dengan diagnose batuk pilek masih

ada yang menggunakan antibiotik.

3. Hasil penelitian ini bisa dijadikan bahan evaluasi dalam penatalaksanaan terapi

ISPA pada pasien Balita, sehingga kedepannya didapatkan pengobatan yang lebih
baik dan rasional.

DAFTAR PUSTAKA

Arvin K, Behrman, 1999; Ilmu Kesehatan Anak; Edisi 15, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.

Anief, M., 2000, Apa Yang Diketahui Tentang Obat,Gajah Mada University Press:
Yogyakarta. Apa Yang Diketahui Tentang Obat,Gajah Mada
University ... Wardhani, W.I., Setiowulan, W., Jilid I, Edisi 3, hal. 580-589,
Media ... Sikap Ibu Tentang Penyakit Pneumonia pada Balita di Kecamatan
Stabat.

Anonim, 2005, Rancangan 23 September 2005, Kebijakan Obat Nasional,


Departemen Kesehatan RI, Jakarta

BPOM, 2008, Informatorium Obat Nasional Indonesia, Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia, Jakarta

Depkes RI, 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Infeksi Saluran Nafas. Bina
kefarmasian dan Alat Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, (2002).Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran


Akut untuk Penanganan Pneumonia pada balita.
2016 -

Irianto,2015.. Latar Belakang ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut).


eprints.ums.ac.id/57389/11/BAB%201.pdf

Kurniawan dan Israr, 2009. Tinjauan Pustaka Infeksi Saluran Pernafasan –UMY
Refository,

Kementerian Kesehatan RI. (2012). Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran


Pernapasan Akut. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan

Kuncara dkk, 2004, infeksi saluran pernafasan akut - e-journal STIKES


Muhammadiyah
ejournal.stikesmukla.ac.id/index.php/cerata/article/download/124/122

Karch A.M, 2011. Buku Ajar Farmakologi Keperawatan, 2nd ed., EGC, Jakarta.

Llor C. and Bjerrum L, 2014. Antimicrobial resistance : risk associated with


antibiotic overuse and initiatives to reduce the problem, Vol. 5(6), 229–241.

Mukono HJ,2008. Pdf - daftar pustaka Universitas Lampung.Prinsip dasar kesehatan


lingkungan. Surabaya: penyakit ISPA dan pneumonia di Kabupaten
Batang Hari Provinsi Jambi.
Naning et al, 2014. Tinjauan Pustaka BAB II, Penyebab ISPA.
Rahmawati dan Hartono, 2012. Gangguan Pernafasan Pada Anak : ISPA.
Yogyakarta : Nuha Medika

Reeves, J. CHARLENE, 2001, Keperawatan Medical bedah, Penerjemah dr Joko


Seytono, dkk, Jakarta : salemba Medika

Setiabudi , 2007. Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada pasien Infeksi saluran


Pernafasan Atas Akut (ISpaA) Di Instalasi RSUD Ungaran Kabupaten
semarang Tahun 2016. Skripsi Program Studi Strata I, Universitas
Muhamadiah Surakarta.

Tjay T.H. dan Rahardja K., 2007. Obat-Obat Penting : Khasiat, Penggunaan, dan
Efek- Efek Sampingnya, Edisi Keenam, 63-89, PT Elex Media Komputindo,
Jakarta

WHO. 2007. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
Yang Cenderung Menjadi Epidemi dan Pandemi di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan. Pedoman Interim WHO. Alih Bahasa: Trust Indonesia. Jakarta.

Yudarmawan,2012. Tinjauan Pustaka. Diperoleh 13 desember 2018 dari


http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-1529-1503206930- bab
%20ii.pdf.

.
Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian
Lampiran 2. Surat Permohonan Pengambilan Data Penelitian
Lampiran 3. Data Pengobatan penyakit ISPA pada Balita di Puskesmas Kradenan I perio

N Jenis
Tanggal Nama Usia No.RM Berat Badan Jenis obat
o kelamin

1/4/2019 1 Sahwa L 4 th 17.1153 14 kg Paracetamol 500mg


Gliceryl guaiacolat
Vit b complek
2 Ariel L 4,5 th 06.2541 16,5 kg Paracetamol 500mg
Gliceryl guaiacolat
Vit b complek

3 Agsa L 2 bln 18.7770 4 kg Paracetamol syr


Gliceryl guaiacolat

4 Natan L 5 bln 12.3349 6 kg Amosisillin syr


Paracetamol 500mg
Gliceryl guaiacolat
Vit b complek

5 Reva L 2,5 th 05.3321 11 kg Paracetamol syr


Gliceryl guaiacolat
Vit B complek

6 Rivano L 4,5 th 07.6511 16 kg Paracetamol 500mg


Gliceryl guaiacolat
Vit B Complek
2/4/2019 7 Lapiya P 4 th 11.642 15 kg Paracetamol 500mg
Gliceryl guaiacolat
Vit b complek

8 Laras P 15 bln 18.2241 10 kg Amosisillin syr


Paracetamol 500mg
Gliceryl guaiacolat
Vit b complek

9 Andrean L 4 th 06.3321 15,5 kg Paracetamol 500mg


Gliceryl guaiacolat
Vit b complek

4/4/2019 10 Haris L 2,5 th 04.337 14 kg Paracetamol 500mg


Gliceryl guaiacolat
Vit b complek

11 saida P 14 bln 11.9041 10 kg Amosisillin syr


Gliceryl guaiacolat

12 Shiha P 1 th 06.8731 11 kg Paracetamol 500mg


Gliceryl guaiacolat
Vit B complek

13 Moh. Wafil L 27 bln 09.211 14 kg Paracetamol 500mg


Gliceryl guaiacolat
Vit B complek
14 Arsyita P 2 th 05.7421 13,5 kg Paracetamol 500mg
Gliceryl guaiacolat
Vit b complek
15 Sayidah P 14 bln 06.3321 12 kg Paracetamol 500mg
Gliceryl guaiacolat
Vit B complek

5/4/2019 16 Anasya P 1,5 th 11.871 10 kg Paracetamol syr


Gliceryl guaiacolat

6/4/2019 17 azam L 3 th 06.6431 13,5 kg Paracetamol 500mg


Gliceryl guaiacolat
Vit b complek
8/4/2019 18 Alifa P 2 th 09.7631 13 kg Amosisillin syr
Paracetamol 500mg
Gliceryl guaiacolat
Vit b complek

19 Falen P 2 th 07.921 12 kg Paracetamol 500mg


Gliceryl guaiacolat
Vit b complek

20 Wisnu L 3 th 04.6233 16 kg Paracetamol 500mg


Gliceryl guaiacolat
Vit b complek
21 Rama L 2 th 07.442 11 kg Amoksisili 500mg
Vit b complek
Betaflu syr

9/4/2019 22 Dylan L 7 bln 04.5125 9 kg Paracetamol 500mg


Gliceryl guaiacolat
Vit b complek

23 Helena P 14 bln 06.542 12 kg Amosisillin syr


Gliceryl guaiacolat
Curbion syr

11/4/2019 -

12/4/2019 24 Yusuf L 1 th 11.471 12 kg Betaflu syr


Curbion syr

25 Haikal L 3 th 10.5293 14 kg Amosisillin syr


Betaflu syr
Curbion syr

13-4-2019 26 Bidratus L 12 bln 06.0774 11,5 kg Betaflu syr


27 ashar L 3 th 04.6233 14 kg Betaflu syr
Curbion syr

28 Kanza L 5 th 06.2871 18 kg Betaflu syr


Curbion syr
15-4-2019 29 Sivana P 10 bln 08.429 9 kg Betaflu syr
Curbion syr

30 Ahmad Alfatih L 1 th 09.4470 10 kg Betaflu syr


Curbion syr

16-4-2019 31 Azam L 18 bln 09.2271 13,5 kg Paracetamol 500mg


Gliceryl guaiacolat
Vit b complek

32 Anindita P 4 th 06.3281 17 kg Betaflu syr


Curbion syr

33 Zira P 8 bln 06.8732 9 bln Paracetamol 500mg


Gliceryl guaiacolat
Vit b complek

34 Artika P 3 th 04.9331 14 kg Paracetamol 500mg


Gliceryl guaiacolat
Vit b complek

35 Vina P 2,5 th 09.553 13 kg Paracetamol 500mg


Gliceryl guaiacolat
Vit b complek

18-4-2019 36 Adida P 19 bln 09.4321 11 kg Betaflu syr


Curbion syr
37 Fahida P 15 bln 08.552 11,5 kg Betaflu syr
Curbion syr

38 Zida L 1 th 06.4431 10,2 kg Betaflu syr


Curbion syr

39 Kenzo L 5 th 03.2219 15 kg Paracetamol 500mg


Gliceryl guaiacolat
Vit c
Ctm

40 Anang L 2,3 th 06.4431 12 kg Betaflu syr


Curbion syr
Salbutamol

20-4-2019 41 Nafira P 7 bln 04.981 8 kg Paracetamol 500mg


Gliceryl guaiacolat
Vit Bcomplek
Ctm
42 Alin P 3,5 th 06.763 12 kg Betaflu syr
Vit Bcompek
43 Azka L 2,5 02.7631 13 kg Paracetamol 500mg
Gliceryl guaiacolat
Vit B complek

44 Albi L 3 th 06.4521 12,5 kg Paracetamol 500mg


Gliceryl guaiacolat
Vit B komplek
Ctm

45 Artika P 3 th 07.906 12 kg Betaflu syr


Curbion syr

46 Habib L 9 bln 06.3497 7 kg Betaflu syr


Curbion syr

47 Anisa P 4 th 06.437 14 kg Paracetamol 500mg


Gliceryl guaiacolat
Vit B komplek

22-4-2019 48 Noveli P 2,5 05/9843 12 ,2 kg Betaflu syr


Curbion syr

49 Fara P 2 th 08.764 11 kg Betaflu syr

23-4-2019 50 Elfina P 2,5 th 06.5442 13 kg Betaflu syr


Curbion syr

51 Alna Anindiya P 21 bln 08.901 10 kg Betaflu syr

Curbion syr

52 Seril P 5 th 02.5442 15 kg Paracetamol 500mg


Gliceryl guaiacolat
Vit B komplek

24-4-2019 53 Alfiandra L 5 th 04.332 15 kg Betaflu syr

54 Rafif L 4 bln 06.4438 5 kg Betaflu syr


Curbion syr

55 Akhila P 19 bln 05.772 11 kg Betaflu syr


Curbion syr

56 Fitri P 4 th 06.8732 13 kg Betaflu syr


Curbion syr

25-4-2019 57 Moh.Iqbal L 3 th 07.870 12 kg Betaflu syr


Curbion syr

58 Kaila P 7 bln 06.4398 8 kg Betaflu syr


Curbion syr
59 Tirta P 2,5 th 09.451 11 kg Betaflu syr

26-4-2019 60 Nafira P 2,5 th 06.441 12 kg Betaflu syr


Curbion syr
61 Ajriel L 12 bln 04.5431 10 kg Betaflu syr

Curbion syr
27-4-2019 62 Adinda P 3 th 06.5422 12 kg Paracetamol syr
Gliceryl guaiacolat
Vit B komplek
Deksametason

63 Ananda Putri P 2 th 09.431 10 kg Betaflu syr


Curbion syr

28-4-2019 64 Rizki L 2 th 06.6442 10,5 kg Amoksisilin syr


Betaflu syr
Vit b Komplek

65 Sauki L 7 bln 09.442 8 kg Betaflu syr


Curbion syr

66 Nayla Putri P 4 th 06.3740 16 kg Betaflu syr

67 Alfin L 7 bln 04.795 7,5 kg Betaflu syr


Curbion syr

68 Hafizah P 4 th 06,430 14,5 kg Paracetamol 500 mg


Gliceryl guaiacolat
Vit B komplek
Ctm

30-4-2019 69 Ahmad Imroni L 3 th 08.673 13 kg Betaflu syr


Curbion syr
70 Azam L 2 th 06.7510 10 kg Betaflu syr
Vit b Komplek

71 Nagita P 4,5 th 03.750 14 kg Amoksisilin syr


Betaflu syr

72 Rafli L 3 th 04.914 12 kg Betaflu syr


Curbion syr

73 Elisa P 3 th 06.7421 12 kg Betaflu syr


Kloramfenicol syr
Vit B complek

Sumber data dari catatan rekap resep periode April 2019

DAFTAR PUSTAKA

Irianto,2015.. Latar Belakang ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut).


eprints.ums.ac.id/57389/11/BAB%201.pdf

WHO. 2007. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
Yang Cenderung Menjadi Epidemi dan Pandemi di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan. Pedoman Interim WHO. Alih Bahasa: Trust Indonesia. Jakarta.

Yudarmawan,2012. Tinjauan Pustaka. Diperoleh 13 desember 2018 dari


http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-1529-1503206930- bab
%20ii.pdf.

WHO, 2007. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi saluran Pernapasan Akut (ISPA )
yang cenderung menjadi Epidemi dan pandemic di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan. Pedoman Intern WHO. Alih Bahasa: Trust Indonesia Jakarta,
2007.

Kurniawan dan Israr, 2009. Tinjauan Pustaka Infeksi Saluran Pernafasan –UMY
Refository,

Naning et al, 2014. Tinjauan Pustaka BAB II, Penyebab ISPA.


abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/R0313025_bab2.pdf

Mukono HJ,2008. Pdf - daftar pustaka Universitas Lampung.Prinsip dasar kesehatan


lingkungan. Surabaya: penyakit ISPA dan pneumonia di Kabupaten
Batang Hari Provinsi Jambi.

Ngastiyah. 2005. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Edisi I. Jakarta: EGC.

Rahmawati dan Hartono, 2012. Gangguan Pernafasan Pada Anak : ISPA.


Yogyakarta : Nuha Medika

Reeves, J. CHARLENE, 2001, Keperawatan Medical bedah, Penerjemah dr Joko


Seytono, dkk, Jakarta : salemba Medika

Arvin K, Behrman, 1999; Ilmu Kesehatan Anak; Edisi 15, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.

Anief, M., 2000, Apa Yang Diketahui Tentang Obat,Gajah Mada University Press:
Yogyakarta. Apa Yang Diketahui Tentang Obat,Gajah Mada
University ... Wardhani, W.I., Setiowulan, W., Jilid I, Edisi 3, hal. 580-589,
Media ... Sikap Ibu Tentang Penyakit Pneumonia pada Balita di Kecamatan
Stabat.

Setiabudi , 2007. Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada pasien Infeksi saluran


Pernafasan Atas Akut (ISpaA) Di Instalasi RSUD Ungaran Kabupaten
semarang Tahun 2016. Skripsi Program Studi Strata I, Universitas
Muhamadiah Surakarta.

Karch A.M, 2011. Buku Ajar Farmakologi Keperawatan, 2nd ed., EGC, Jakarta.

Llor C. and Bjerrum L, 2014. Antimicrobial resistance : risk associated with


antibiotic overuse and initiatives to reduce the problem, Vol. 5(6), 229–241.

Depkes RI, 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Infeksi Saluran Nafas. Bina
kefarmasian dan Alat Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Nugroho, A. E., 2012, Farmakologi Obat-obat Penting dalam Pembelajaran Ilmu


Farmasi dan Dunia Kesehatan, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 195-197.

Depkes RI, 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Infeksi Saluran Nafas. Bina
kefarmasian dan Alat Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Tjay T.H. dan Rahardja K., 2007. Obat-Obat Penting : Khasiat, Penggunaan, dan
Efek- Efek Sampingnya, Edisi Keenam, 63-89, PT Elex Media Komputindo,
Jakarta

Depkes RI., 2005, Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI. (2012). Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran


Pernapasan Akut. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan

Departemen Kesehatan RI, (2002).Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran


Akut untuk Penanganan Pneumonia pada balita.
- 2016 - Cited by 9 - Related articles

Kuncara dkk, 2004, infeksi saluran pernafasan akut - e-journal STIKES


Muhammadiyah
ejournal.stikesmukla.ac.id/index.php/cerata/article/download/124/122

Anonim, 2005 infeksi saluran pernafasan akut - e-journal STIKES Muhammadiyah


ejournal.stikesmukla.ac.id/index.php/cerata/article/download/124/122
Kortikosteroid a. .... Golongan antihistamin menempati urutan keempat
dengan .... DAFTAR PUSTAKA. Anonim. 2005. Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian

Anonim, 2005, Rancangan 23 September 2005, Kebijakan Obat Nasional,


Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Tan Hoan Tjay, Kirana Rahardja. 2002. Obat-obat Penting : Khasiat, Penggunaan dan
Efek-efek Sampingnya. Jakarta : PT. Gramedia. h. 488-490.

Anda mungkin juga menyukai