Anda di halaman 1dari 18

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

LAPORAN USAHA KESEHATAN MASYARAKAT


F5 – UPAYA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT
MENULAR DAN TIDAK MENULAR

“INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT”

Oleh :
dr. Eka Nur Sejati

Pendamping :
Dr. Erna Astuty

PUSKESMAS RAKIT 2
DINAS KESEHATAN KABUPATEN BANJARNEGARA
2019
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN USAHA KESEHATAN MASYARAKAT
F5 – UPAYA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT
MENULAR DAN TIDAK MENULAR

“INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT”

Diajukan dan dipresentasikan dalam rangka praktik klinis dokter internship


sekaligus sebagai bagian dari persyaratan menyelesaikan program internship
dokter Indonesia di Puskesmas Rakit 2 Kabupaten Banjarnegara

Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal Februari 2019

Mengetahui,
Dokter Internship Dokter Pendamping

(dr. Eka Nur Sejati) (dr. Erna Astuty)


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran
pernafasan yang dapat berlangsung sampai 14 hari. Secara klinis ISPA
ditandai dengan gejala akut akibat infeksi yang terjadi di setiap bagian saluran
pernafasan dengan berlangsung tidak lebih dari 14 hari. Infeksi saluran
pernafasan akut merupakan kelompok penyakit yang komplek dan heterogen,
yang disebabkan oleh 300 lebih jenis virus, bakteri, serta jamur. Virus
penyebab ISPA antara lain golongan miksovirus yang meliputi virus
influensa, virus pra-influensa dan virus campak.
Survei mortalitas yang dilakukan oleh Subdit ISPA tahun 2005
menempatkan ISPA sebagai penyebab kematian terbesar di Indonesia dengan
persentase 22,30% dari seluruh kematian. Bukti bahwa ISPA merupakan
penyebab utama kematian adalah banyaknya penderita ISPA yang terus
meningkat. Menurut WHO, ISPA merupakan peringkat keempat dari 15 juta
penyebab pada setiap tahunnya. Jumlah tiap tahun kejadian ISPA di Indonesia
150.000 kasus atau dapat dikatakan seorang meninggal tiap 5 menitnya.
Berdasarkan Depkes (2006) juga menemukan bahwa 20-30% kematian
disebabkan oleh ISPA.
Faktor penting yang mempengaruhi ISPA adalah pencemaran udara.
Adanya pencemaran udara di lingkungan rumah akan merusak mekanisme
pertahanan paru-paru sehingga mempermudah timbulnya gangguan
pernapasan. Tingginya tingkat pencemaran udara menyebabkan ISPA
memiliki angka yang paling banyak diderita oleh masyarakat dibandingkan
penyakit lainnya. Selain faktor tersebut, peningkatan penyebaran penyakit
ISPA juga dikarenakan oleh perubahan iklim serta rendahnya kesadaran
perilaku hidup bersih dan sehat dalam masyarakat.
B. Permasalahan
Penyakit ISPA di Puskesmas Rakit 2 pada tahun 2017 menempati
urutan pertama pada 10 besar daftar penyakit di wilayah kerja Puskesmas
Rakit 2. Penderita pneumonia di Puskesmas Rakit 2 tahun 2017 sebanyak
166 kasus dari perkiraan kasus 158, semua kasus pneumonia terjadi pada
balita. Hal ini menunjukan bahwa pengetahuan masyarakat mengenai
penyebab pneumonia masih tergolong rendah sehingga banyak balita yang
terkena pneumonia, bahkan kasus penemuan pneumonia melebihi target yang
ada.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk
pembinaan serta memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu
kepada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Rakit 2 dengan berusaha
meningkatkan kesadaran masyarakat dengan menurunkan angka kejadian
ISPA.
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai ISPA baik dari
segi definisi, gejala, faktor resiko, penyebab dan pengobatan.
b. Meningkatkan peran masyarakat dalam mengatasi masalah
kesehatan mengenai ISPA.
D. Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Kegiatan penyuluhan dilakukan pada ibu balita di posyandu
Puskesmas Rakit 2. Pada penyuluhan ini akan dijelaskan mengenai ISPA baik
dari segi definisi, gejala, faktor resiko, penyebab dan pengobatan.
1. Narasumber
Narasumber adalah dr. Eka Nur Sejati, dokter internsip
Banjarnegara, yang bertugas di Puskesmas Rakit 2.
2. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Hari/ tanggal : Selasa, 11 Desember 2018
Tempat : Posyandu Desa Tanjunganom RW 1
3. Sasaran Kegiatan
Sasaran kegiatan adalah ibu balita di Posyandu Desa Tanjunganom
RW 1, Kecamatan Rakit.
4. Metode
Metode yang digunakan adaah metode ceramah dan tanya jawab.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian ISPA
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran
pernafasan akut yang meliputi saluran pernafasan bagian atas seperti rhinitis,
fharingitis, dan otitis serta saluran pernafasan bagian bawah seperti laryngitis,
bronchitis, bronchiolitis dan pneumonia, yang dapat berlangsung selama 14
hari. Batas waktu 14 hari diambil untuk menentukan batas akut dari penyakit
tersebut. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung sampai alveoli
beserta organ seperti sinus, ruang telinga tengah dan pleura.
B. Etiologi Penyakit ISPA
Mayoritas penyebab dari ISPA adalah oleh virus, dengan frekuensi
lebih dari 90% untuk ISPA bagian atas, sedangkan untuk ISPA bagian bawah
frekuensinya lebih kecil. Penyakit ISPA bagian atas mulai dari hidung,
nasofaring, sinus paranasalis sampai dengan laring hampir 90% disebabkan
oleh viral, sedangkan ISPA bagian bawah hampir 50% diakibatkan oleh
bakteri. Saat ini telah diketahui bahwa penyakit ISPA melibatkan lebih dari
300 tipe antigen dari bakteri maupun virus tersebut. WHO (1986), juga
mengemukakan bahwa kebanyakan penyebab ISPA disebabkan oleh virus
dan mikoplasma, dengan pengecualian epiglotitis akut dan pneumonia dengan
distribusi lobular. Adapun virus-virus (agen non bakterial) yang banyak
ditemukan pada ISPA bagian bawah pada bayi dan anak-anak adalah
Respiratory Syncytial Virus (RSV), adenovirus, parainfluenza, dan virus
influenza A & B.
C. Penularan ISPA
Pada umumnya ISPA termasuk ke dalam penyakit menular yang
ditularkan melalui udara. Sumber penularan adalah penderita ISPA yang
menyebarkan kuman ke udara pada saat batuk atau bersin dalam bentuk
droplet. Inhalasi merupakan cara terpenting masuknya kuman penyebab ISPA
ke dalam saluran pernapasan yaitu bersama udara yang dihirup, disamping itu
terdapat juga cara penularan langsung yaitu melalui percikan droplet yang
dikeluarkan oleh penderita saat batuk, bersin dan berbicara kepada orang di
sekitar penderita, trasmisi langsung dapat juga melalui ciuman,
memegang/menggunakan benda yang telah terkena sekresi saluran
pernapasan penderita.
D. Gejala dan Tanda Penyakit serta Cara Diagnosis ISPA
1. Gejala dan Tanda Penyakit ISPA
Penyakit ISPA meliputi hidung, telinga, tenggorokan (pharinx),
trachea, bronchioli dan paru. Tanda dan gejala penyakit ISPA pada anak
bermacam-macam seperti batuk, kesulitan bernapas, sakit tenggorokan,
pilek, demam dan sakit telinga.
Sebagian besar dari gejala saluran pernapasan hanya bersifat ringan
seperti batuk dan pilek tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik.
Namun sebagian anak akan menderita radang paru (pneumonia) bila
infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik akan menyebabkan
kematian.
a. Tanda dan gejala ISPA dibagi menjadi dua yaitu golongan umur
2 bulan sampai 5 tahun dan golongan umur kurang dari 2 bulan
Bagan 1. Klasifikasi Balita Batuk dan atau Kesukaran Bernapas

b. Tanda dan gejala ISPA berdasarkan tingkat keparahan:


1) Gejala dari ISPA Ringan
Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika
ditemukan satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :
a) Batuk
b) Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan
suara (misalnya pada waktu berbicara atau menangis).
c) Pilek, yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung.
d) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37⁰C.
2) Gejala dari ISPA Sedang
Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika
dijumpai gejala dari ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-
gejala sebagai berikut :
a) Pernafasan cepat (fast breating) sesuai umur yaitu : untuk
kelompok umur kurang dari 2 bulan frekuensi nafas 60 kali per
menit atau lebih dan kelompok umur 2 bulan - <5 tahun :
frekuensi nafas 50 kali atau lebih untuk umur 2 – <12 bulan dan
40 kali per menit atau lebih pada umur 12 bulan – <5 tahun.
b) Suhu lebih dari 39⁰C (diukur dengan termometer).
c) Tenggorokan berwarna merah.
d) Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak
campak.
e) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.
f) Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur).
3) Gejala dari ISPA Berat
Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika
dijumpai gejal-gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu
atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:
a) Bibir atau kulit membiru.
b) Anak tidak sadar atau kesadaran menurun.
c) Pernafasan berbunyi seperti mengorok dan anak tampak gelisah.
d) Sela iga tertarik kedalam pada waktu bernafas.
e) Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.
f) Tenggorokan berwarna merah.
2. Cara Diagnosis
Diagnosis ISPA oleh karena virus dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan laboratorium terhadap jasad renik itu sendiri. Pemeriksaan
yang dilakukan adalah biakan virus, serologis, diagnostik virus secara
langsung. Sedangkan diagnosis ISPA oleh karena bakteri dilakukan
dengan pemeriksaan sputum, biakan darah, biakan cairan pleura.
Diagnosis etiologi pnemonia pada balita sulit untuk ditegakkan
karena dahak biasanya sukar diperoleh. Sedangkan prosedur pemeriksaan
imunologi belum memberikan hasil yang memuaskan untuk menentukan
adanya bakteri sebagai penyebab pnemonia, hanya biakan spesimen fungsi
atau aspirasi paru serta pemeriksaan spesimen darah yang dapat
diandalkan untuk membantu menegakkan diagnosis etiologi pnemonia.
Pemeriksaan cara ini sangat efektif untuk mendapatkan dan
menentukan jenis bakteri penyebab pnemonia pada balita, namun disisi
lain dianggap prosedur yang berbahaya dan bertentangan dengan etika
(terutama jika semata untuk tujuan penelitian). Dengan pertimbangan
tersebut, diagnosa bakteri penyebab pnemonia bagi balita di Indonesia
mendasarkan pada hasil penelitian asing (melalui publikasi WHO), bahwa
Streptococcus, Pnemonia dan Hemophylus influenzae merupakan bakteri
yang selalu ditemukan pada penelitian etiologi di negara berkembang. Di
negara maju pnemonia pada balita disebabkan oleh virus.
Diagnosis pnemonia pada balita didasarkan pada adanya batuk dan
atau kesukaran bernafas disertai peningkatan frekuensi nafas (nafas cepat)
sesuai umur. Penentuan nafas cepat dilakukan dengan cara menghitung
frekuensi pernafasan dengan menggunkan sound timer. Batas nafas cepat
adalah :
a. Pada anak usia kurang 2 bulan frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali
per menit atau lebih.
b. Pada anak usia 2 bulan - <1 tahun frekuensi pernafasan sebanyak 50
kali per menit atau lebih.
c. Pada anak usia 1 tahun - <5 tahun frekuensi pernafasan sebanyak 40
kali per menit atau lebih.
Diagnosis pneumonia berat untuk kelompok umur kurang 2 bulan
ditandai dengan adanya nafas cepat, yaitu frekuensi pernafasan sebanyak
60 kali per menit atau lebih, atau adanya penarikan yang kuat pada dinding
dada sebelah bawah ke dalam. Rujukan penderita pnemonia berat
dilakukan dengan gejala batuk atau kesukaran bernafas yang disertai
adanya gejala tidak sadar dan tidak dapat minum. Pada klasifikasi bukan
pneumonia maka diagnosisnya adalah batuk pilek biasa (common cold),
pharyngitis, tonsilitis, otitis atau penyakit non-pnemonia lainnya.
E. Pengobatan ISPA
ISPA mempunyai variasi klinis yang bermacam-macam, maka timbul
persoalan pada diagnostik dan pengobatannya. Sampai saat ini belum ada
obat yang khusus antivirus. Idealnya pengobatan bagi ISPA bakterial adalah
pengobatan secara rasional dengan mendapatkan antimikroba yang tepat
sesuai dengan kuman penyebab. Untuk itu, kuman penyebab ISPA dideteksi
terlebih dahulu dengan mengambil material pemeriksaan yang tepat,
kemudian dilakukan pemeriksaan mikrobiologik, baru setelah itu diberikan
antimikroba yang sesuai.
Kesulitan menentukan pengobatan secara rasional karena kesulitan
memperoleh material pemeriksaan yang tepat, sering kali mikroorganisme itu
baru diketahui dalam waktu yang lama, kuman yang ditemukan adalah kuman
komensal, tidak ditemukan kuman penyebab. Maka sebaiknya pendekatan
yang digunakan adalah pengobatan secara empirik lebih dahulu, setelah
diketahui kuman penyebab beserta anti mikroba yang sesuai, terapi
selanjutnya disesuaikan.
Di dalam referensi yang lain berikut ini disebutkan macm-macam
pengobatan untuk para penderita Pneumonia.
1. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral,
oksigen dan sebagainya.
2. Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita
tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian
kontrmoksasol keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik
pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.
3. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan
di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat
batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti kodein,
dekstrometorfan dan antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun
panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada
pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat) disertai
pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang
tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotik
(penisilin) selama 10 hari. Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan
tanda bahaya harus diberikan perawatan khusus untuk pemeriksaan
selanjutnya.
Bagan 2. Tatalaksana penderita batuk dan atau kesukaran bernapas umur <
2 Bulan
Bagan 3. Tatalaksana Anak Batuk dan atau Kesukaran Bernapas Umur 2
Bulan - < 5 Tahun

F. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penyakit ISPA


Faktor resiko ISPA:
1. Faktor Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Menurut penelitian bayi dengan berat badan lahir rendah
mempunyai angka kematian lebih tinggi dari pada bayi berat badan lebih
dari 2500 gram saat lahir selama satu tahun pertama kehidupannya.
2. Faktor umur
Adanya hubungan antara umur anak dengan ISPA mudah dipahami,
karena semakin muda umur balita, semakin rendah daya tahan tubuhnya.
Menurut Tupasi et al. (1998), resiko terjadi ISPA lebih besar pada bayi
berumur kurang dari satu tahun, sedangkan menurut Sukar et al. (1996),
anak berumur kurang dari dua tahun memiliki resiko lebih tinggi untuk
terserang ISPA. Depkes (2000), menyebutkan resiko terjadinya ISPA yaitu
pneumonia terjadi pada umur lebih muda lagi yaitu kurang dari dua bulan.
3. Faktor Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil SDKI tahun 1997 menunjukkan adanya perbedaan
prevalensi 2 minggu pada balita dengan batuk dan napas cepat (yang
merupakan ciri khas pneumonia) antara anak laki-laki dengan perempuan,
dimana prevalensi untuk anak laki-laki adalah 9,4% sedangkan untuk anak
perempuan 8,5%.
4. Faktor Vitamin
Depkes (2000), menyebutkan bahwa keadaan defisiensi vitamin A
merupakan salah satu faktor resiko ISPA. Defisiensi vitamin A dapat
menghambat pertumbuhan balita dan mengakibatkan pengeringan jaringan
epitel saluran pernafasan. Gangguan pada epitel ini juga menjadi penyebab
mudahnya terjadi ISPA.
5. Faktor Gangguan Gizi (Malnutrisi)
Malnutrisi dianggap bertanggungjawab terhadap ISPA pada balita
karena menyebabkan lemahnya daya tahan tubuh anak. Hal tersebut
memudahkan kemasukan agen penyakit ke dalam tubuh. Malnutrisi
menyebabkan resistensi terhadap infeksi menurun oleh efek nutrisi yang
buruk. Menurut WHO (2000), telah dibuktikan bahawa adanya hubungan
antara malnutrisi dengan episode ISPA.
6. Status Imunisasi
Telah diketahui secara teoritis, bahwa imunisasi adalah cara untuk
menimbulkan kekebalan terhadap berbagai penyakit.
7. Status Sosioekonomi
Diketahui bahwa kepadatan penduduk dan tingkat sosioekonomi
yang rendah mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan
masyarakat. Sebuah penelitian di Filipina telah membuktikan bahwa
sosiaoekonomi orang tua yang rendah akan meningkatkan resiko ISPA
pada anak usia kurang dari 1 tahun.
8. Faktor Pemberian Air Susu Ibu (ASI)
Penelitian-penelitian yang dilakukan pada sepuluh tahun terakhir ini
menunjukkan bahwa ASI kaya akan faktor antibodi cairan tubuh untuk
melawan infeksi bakteri dan virus. Penelitian di Negara-negara sedang
berkembang menunjukkan menunjukkan bahwa ASI melindungi bayi
terhadap infeksi saluran pernapasan berat.
9. Faktor Pencemaran Udara Dalam Lingkungan
Pencemaran udara di dalam rumah selain berasal dari luar ruangan
dapat pula berasal dari sumber polutan di dalam rumah terutama aktivitas
penghuninya antara lain, penggunaan biomassa untuk memasak maupun
pemanas ruangan, asap dari sumber penerangan yang menggunakan
bahan bakar, asap rokok, penggunaan obat anti nyamuk, pelarut organik
yang mudah menguap (formaldehid) yang banyak dipakai pada peralatan
perabot rumah tangga dan sebagainya.
Menurut soesanto (2000) yang dikutip dari Samsuddin (2000),
rumah dengan bahan bakar minyak tanah baik untuk memasak maupun
sumber penerangan memberikan resiko terkena ISPA pada balita 3,8 kali
lebih besar dibandingkan dengan bahan bakar gas.
Asap rokok dalam rumah juga merupakan penyebab utama
terjadinya pencemaran udara dalam ruangan. Hasil penelitian
menyebutkan bahwa asap rokok dari orang yang merokok dalam rumah
serta pemakaian obat nyamuk bakar juga merupakan resiko yang
bermakna terhadap terjadinya penyakit ISPA.
Secara umum efek pencemaran udara terhadap saluran pernapasan
dapat menyebabkan terjadinya:
a. Iritasi pada saluran pernapasan, hal ini dapat menyebabkan pergerakan
silia menjadi lambat, bahkan berhenti, sehingga mekanisme
pembersihan saluran pernapasan menjadi terganggu.
b. Peningkatan produksi lendir akibat iritasi bahan pencemar.
c. Produksi lendir dapat menyebabkan penyempitan saluran pernapasan.
d. Rusaknya sel pembunuh bakteri saluran pernapasan.
e. Pembengkakan saluran pernapasan dan merangsang pertumbuhan sel
sehingga saluran pernapasan menjadi menyempit.
f. Lepasnya silia dan lapisan sel selaput lendir
10. Ventilasi
Penelitian yang dilakukan oleh Soewasti (2000) membuktikan
bahwa ventilasi berhubungan dengan kejadian ISPA. Penderita ISPA
banyak di temukan pada masyarakat yang mempunyai ventilasi rumah
dengan perhawaan paling kecil (0 - 0,99 m).
G. Cara Pencegahan ISPA
1. Menjaga kesehatan gizi agar tetap baik
Dengan menjaga kesehatan gizi yang baik maka itu akan mencegah
kita atau terhindar dari penyakit yang terutama antara lain penyakit ISPA.
Misalnya dengan mengkonsumsi makanan empat sehat lima sempurna,
banyak minum air putih, olah raga dengan teratur, serta istirahat yang
cukup, kesemuanya itu akan menjaga badan kita tetap sehat. Karena
dengan tubuh yang sehat maka kekebalan tubuh kita akan semakin
meningkat, sehingga dapat mencegah virus / bakteri penyakit yang akan
masuk ke tubuh kita.
2. Imunisasi
Pemberian immunisasi sangat diperlukan baik pada anak-anak
maupun orang dewasa. Immunisasi dilakukan untuk menjaga kekebalan
tubuh kita supaya tidak mudah terserang berbagai macam penyakit yang
disebabkan oleh virus / bakteri.
3. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan
Membuat ventilasi udara serta pencahayaan udara yang baik akan
mengurangi polusi asap dapur / asap rokok yang ada di dalam rumah,
sehingga dapat mencegah seseorang menghirup asap tersebut yang bisa
menyebabkan terkena penyakit ISPA. Ventilasi yang baik dapat
memelihara kondisi sirkulasi udara (atmosfer) agar tetap segar dan sehat.
4. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA
ISPA ini disebabkan oleh virus/ bakteri yang ditularkan oleh
seseorang yang telah terjangkit penyakit ini melalui udara yang tercemar
dan masuk ke dalam tubuh. Bibit penyakit ini biasanya berupa virus /
bakteri di udara yang umumnya berbentuk aerosol (anatu suspensi yang
melayang di udara). Adapun bentuk aerosol yakni Droplet, Nuclei (sisa
dari sekresi saluran pernafasan yang dikeluarkan dari tubuh secara droplet
dan melayang di udara), yang kedua duet (campuran antara bibit penyakit).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Penyakit ISPA bagian atas mulai dari hidung, nasofaring, sinus paranasalis
sampai dengan laring hampir 90% disebabkan oleh viral, sedangkan ISPA
bagian bawah hampir 50% diakibatkan oleh bakteri.
2. Tanda dan gejala penyakit ISPA pada anak seperti batuk, kesulitan
bernapas, sakit tenggorokan, pilek, demam dan sakit telinga.
3. Diagnosis ISPA karena virus dapat ditegakkan dengan pemeriksaan lab
terhadap jasad renik itu sendiri. Sedangkan diagnosis ISPA karena bakteri
dengan pemeriksaan sputum, biakan darah, biakan cairan pleura.
4. Transmisi penyakit ISPA dapat melalui udara dan melalui kontak
langsung/tidak langsung dari benda yang telah dicemari jasad renik (hand to
hand transmission).
5. Pengobatan ISPA oleh virus belum ditemukan sedangkan pengobatan bagi
ISPA bakterial adalah pengobatan secara rasional dengan mendapatkan
antimikroba yang tepat sesuai dengan kuman penyebab.
6. Faktor yang berpengaruh terhadap ISPA antara lain faktor Berat Badan
Lahir Rendah (BBLR), umur, jenis kelamin, vitamin, gangguan gizi
(malnutrisi), status imunisasi, status sosioekonomi, pemberian Air Susu
Ibu (ASI), pencemaran udara dalam lingkungan dan ventilasi.
7. Cara pencegahan ISPA dengan memperhatikan apabila timbul gejala
pneumonia dan supaya tidak bertambah parah maka membawa anak pada
petugas kesehatan dan pemberian perawatan yang spesifik di rumah
dengan memperhatikan asupan gizi dan lebih sering memberikan ASI.
B. Saran
ISPA merupakan penyakit infeksi yang dapat menyerang siapa saja.
Oleh karena itu dalam rangka menghindari ISPA, upaya inti seperti perbaikan
kualitas lingkungan sangat perlu dilakukan. Selain itu, hal-hal lain yang
terkait upaya pencegahan ISPA juga perlu dilakukan agar proteksi terhadap
penularan ISPA semakin baik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Azwar, A. 2002. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit


Mutiara.
2. Departemen Kesehatan RI. 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit
Infeksi Saluran Pernapasan. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
3. DepKes RI. 2002. Pedoman Pemberantasan Infeksi Saluran Pernapasan
Akut untuk Penanggulangan Pneumonia pada Balita. Jakarta
4. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan. 2011. Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran
Pernapasan Akut. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI
5. Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia Pada Anak
Balita, Orang Dewasa, Usia Lanjut. Jakarta : Pustaka Obor Populer
6. S Djaja, (2001). Determinan Prilaku Pencarian Pengobatan Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita. . - : Buletin Penelitian Kesehatan
7. WHO (2008). Pengenalan dini, pelaporan, dan manajemen pencegahan dan
pengendalian infeksi ISPA yang berpotensi menimbulkan kekhawatiran.
8. WHO. 2003. Penanganan ISPA Pada Anak di Rumah Sakit Kecil Negara
Berkembang. Jakarta : EGC.
Dokumentasi Kegiatan

Anda mungkin juga menyukai