Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEBIDANAN ANAK BAYI DENGAN ISPA

Dosen Pembimbing :

Sunarto,S.Kep,Ners,M.M.Kes

Disusun oleh:

Turiza Ratulia Reviana Putri

P27824218029

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN KAMPUS MAGETAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul
”Tinjauan Teori Asuhan Kebidanan Anak Sakit”
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen
Tumbuh Kembang di Poltekkes Kemenkes Surabaya Prodi DIII Kebidanan
Kampus Magetan. Dalam penyusunan makalah ini, kami mengucapkan
terimakasih sedalam-dalamnya kepada:
1. Teta Puji Rahayu, S.ST., M.Keb selaku Kaprodi Kebidanan Kampus
Magetan
2. Sunarto,S.Kep,Ners,M.M.Kes Selaku Dosen Pembimbing
3. Semua pihak yang berkontribusi dalam penyusunan makalah ini
Kami menyadari bahwa penyelesaian makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik dalam segi pembahasan, penulisan, dan penyusunan. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari dosen pembimbing untuk
menyempurnakan makalah ini.

Magetan, 16 Juni 2021

Penyusun
BAB 1
KONSEP DASAR ISPA

1.1 Pengertian ISPA


ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut,
istilah ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory
Infections (ARI). Penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian
dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga
alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus,
rongga telinga tengah dan pleura. Penyakit ISPA merupakan penyakit yang
sering terjadi pada anak, karena sistem pertahanan tubuh anak masih
rendah. Kejadian penyakit batuk pilek pada balita di Indonesia
diperkirakan 3 sampai 6 kali per tahun, yang berarti seorang balita rata-rata
mendapat serangan batuk pilek sebanyak 3 sampai 6 kali setahun (Nur,
dalam Rizki, 2014).
Menurut Darmawan dalam Rusnaini (2013), Istilah Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran
pernafasan, dan akut, dimana pengertiannya sebagai berikut :
1. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh
manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
2. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli
beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan
pleura.
3. Infeksi Akut adalah Infeksi yang langsung sampai dengan 14 hari.
Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk
beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari
ISPA secara anatomis mencakup saluran pernapasan bagian atas,
saluran pernapasan bagian bawah (termasuk jaringan paru – paru) dan
organ adneksa saluran pernapasan. Dengan batasan ini, jaringan paru
termasuk dalam saluran pernapasan (respiratory tract). Sebagian besar dari
infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan
tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak
akan menderita pneumonia bila infeksi paru ini tidak diobati dengan
antibiotik dapat mengakibatkan kematian. Program Pemberantasan
Penyakit (P2) ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2 golongan yaitu :
(1) ISPA non – Pneumonia : dikenal masyarakat dengan istilah batuk
pilek.
(2) Pneumonia : apabila batuk pilek disertai gejala lain seperti kesukaran
bernapas, peningkatan frekuensi napas (napas cepat).
1.2 Patofisiologi ISPA
Proses terjadinya ISPA diawali dengan masuknya bakteri: Escherichia
coli, streptococcus pneumonia, clamidya trachomatis, clamidya pneumonia,
mycoplasma pneumonia dan bebeerapa bakteri lain dan virus : micsovirus,
adenovirus, coronavirus, picornavirus, virus nfluenza, virus parainfluenza,
rhino virus, respiratoric syncytial virus dan beberapa virus lain masuk
kedalam tubuh manusia melalui partikel udara (droplet infeksi) kuman ini
akan melakat pada sel epitel hidung, dengan mengikuti proses pernafasan
maka kuman tersebut bisa masuk ke bronkus dan masuk saluran pernafasan
yang mengakibatkan demam, batuk, pilek, sakit kepala dan sebagainya
(Marni, 2014).
1.3 Penularan ISPA
ISPA dapat ditularkan melalui bersin dan udara pernapasan yang
mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran pernapasannya.
Infeksi saluran pernapasan bagian atas terutama yang disebabkan oleh virus,
sering terjadi pada semua golongan masyarakat pada bulan-bulan musim
dingin.
ISPA bermula pada saat mikriorganisme atau atau zat asing seperti
tetesan cairan yang dihirup, memasuki paru dan menimbulkan radang. Bila
penyebabnya virus atau bakteri, cairan digunakan oleh organisme penyerang
untuk media perkembangan. Bila penyebabnya zat asing, cairan memberi
tempat berkembang bagi organisme yang sudah ada dalam paruparu atau
sistempernapasan, Umumnya penyakit pneumonia menular secara langsung
dari seseorang penderita kepada orang lain melalui media udara. Pada waktu
batuk banyak virus dan kuman yang dikeluarkan dan dapat terhirup oleh
orang yang berdekatan dengan penderita. [CITATION PUR16 \l 1057 ]
1.4 Gejala Klinis ISPA
WHO (1986) telah merekomendasikan pembagian ISPA menurut derajat
keparahannya. Pembagian ini dibuat berdasarkan gejala – gejala klinis yang
timbul dan telah ditetapkan dalam lokakarya Nasional II ISPA tahun 1988.
Adapun pembagiannya sebagai berikut :
Secara anatomis yang termasuk infeksi saluran pernapasan akut :
a ISPA ringan. Ditandai dengan satu atau lebih gejala berikut :
1) Batuk
2) Pilek dengan atau tanpa demam
b. ISPA sedang. Meliputi gejala ISPA ringan ditambah satu atau lebih gejala
berikut :
(1) Pernapasan cepat.
(2) Umur 1-4 tahun : 40 kali/ menit atau lebih
(3) Wheezing (napas menciut – ciut)
(4) Sakit atau keluar cairan dari telinga
(5) Bercak kemerahan (pada bayi)
c. ISPA berat. Meliputi gejala sedang atau ringan ditambah satu atau lebih
gejala berikut;
(1) Penarikan sela iga kedalam sewaktu inspirasi
(2) Kesadaran menurun
(3) Bibir/ kulit pucat kebiruan(cyanosis)
(4) Stridor ( napas ngorok) sewaktu istirahat
(5) Adanya selaput membran difteri.
Menurut Depkes RI (1991). Pembagian ISPA berdasarkan atas umur dan
tanda– tanda klinis yang didapat yaitu :
a. Untuk anak usia 2 bulan – 5 tahun
Untuk anak dalam berbagai golongan umur ini ISP diklasifikasikan
menjadi tiga, yaitu :
1) Pneumonia berat, tanda utama :
a) Adanya tanda bahaya yaitu tidak bisa minum, kejang, kesadaran
menurun, stridor, serta gizi buruk
b) Adanya tarikan dinding dada belakang. Hal ini terjadi bila paru –
paru menjadi kaku dan mengakibatkan perlunya tenaga untuk
menarik napas
c) Tanda lain yang mungkin ada antara lain: napas cuping hidung,
sianosis (pucat)
2) Pneumonia tidak berat, tanda utama :
a) Tidak ada tarikan dinding dada kedalam
b) Disertai napas cepat : lebih dari 50 kali per menit untuk usia 2
bulan – 1 tahun.Lebih dari 40 kali permenit untuk usia 1 tahun – 5
tahun
3) Bukan pneumonia, tanda utama:
a) Tidak ada tarikan dinding dada ke dalam
b) Tidak ada napas cepat : kurang dari 50 kali permenit untuk anak
usia 2 bulan – 1 tahun. Kurang dari 40 kali permenit untuk anak
usia 1 tahun – 5 tahun.
b. Anak usia kurang dari 2 bulan
Untuk anak dalam golongan usia ini, diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
1) Pneumonia berat, tanda utama :
a) Adanya tanda bahaya yaitu kurang bisa minum, kejang, kesadaran
menurun, stridor, wheezing, demam atau dingin
b) Napas cepat dengan frekuensi 60 kali per menit atau lebih
c) Tarikan dinding dada kedalam yang kuat
2) Bukan pneumonia,tanda utama :
a) Tidak ada napas cepat
b) Tidak ada tarikan dinding dada kedalam [ CITATION PUR16 \l 1057 ]
1.5 Upaya Pencegahan ISPA
Pencegahan dapat dilakukan dengan :
 Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
 Immunisasi.
 Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.
 Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.
Prinsip perawatan ISPA antara lain :
 Menigkatkan istirahat minimal 8 jam perhari
 Meningkatkan makanan bergizi
 Bila demam beri kompres dan banyak minum
 Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung dengan sapu
tangan yang bersih
 Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang cukup tipis tidak
terlalu ketat.
 Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI bila anak tersebut
masih menyusui.
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA pada
anak antara lain :
a Mengusahakan agar anak memperoleh gizi yang baik, diantaranya dengan
cara memberikan makanan kepada anak yang mengandung cukup gizi.
b Memberikan imunisasi yang lengkap kepada anak agar daya tahan tubuh
terhadap penyakit baik.
c Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan agar tetap bersih.
d Mencegah anak berhubungan dengan klien ISPA. Salah satu cara adalah
memakai penutup hidung dan mulut bila kontak langsung dengan anggota
keluarga atau orang yang sedang menderita penyakit ISPA.
Pemberantasan ISPA yang dilakukan adalah :
a. Penyuluhan kesehatan yang terutama di tujukan pada para ibu.
b. Pengelolaan kasus yang disempurnakan.
c. Immunisasi
[ CITATION PUR16 \l 1057 ]

BAB 2
KONSEP ASUHAN PADA ANAK DENGAN ISPA

2.1 Langkah I: Pengkajian (Pengumpulan Data Dasar)


Pengumpulan data dasar dilakukan dengan melakukan pengkajian melalui
proses pengumpulan data yang diperlukan untuk mengevaluasi keadaan
pasien secara lengkap. Teknik pengumpulan data ada 3, yaitu observasi,
wawancara, dan pemeriksaan. Data diklasifikasikan menjadi data subyketif
dan data obyektif (Sari, 2012).
1) Data Subyektif
Data subyektif berupa data fokus yang dibutuhkan untuk menilai keadaan
pasien sesuai dengan kondisinya (Romauli, 2011).
Data subyektif terdiri dari:
a) Identitas
Identitas diperlukan untuk memastikan bahwa yang diperiksa
benar-benar anak yang dimaksud, dan tidak keliru dengan anak lain
(Matondang, 2013),. Kesalahan identifikasi pasien dapat berakibat
fatal, baik secara medis, etika, maupun hukum. Identitas tersebut
meliputi:
(1) Nama bayi
Identitas. dimulai dengan nama pasien, yang harus jelas dan
dilengkap (Matondang, 2013).
(2) Umur
Dikaji untuk mengingat periode anak yang mempunyai
kekhasannya sendiri dalam morbiditas dan mortalitas, usia anak
juga diperlukan untuk menginterpretasikan apakah data
pemeriksaan klinis anak tersebut sesuai umurnya (Matondang,
2013).
(3) Jenis Kelamin
Dikaji untuk membedakan dengan balita lain, juga untuk
penilaian data pemeriksaan klinis (Matondang, 2013).
(4) Anak ke
Dikaji untuk mengetahui jumlah keluarga pasien (Matondang,
2013).
(5) Nama orang tua
Dikaji agar dituliskan dengan jelas agar tidak keliru dengan
orang lain mengingat banyak nama yang sama (Matondang,
2013).
(6) Umur orang tua
Sebagai tambahan identitas, dapat menggambarkan kakuratan
data yang akan diperoleh serta dapat ditentukan pola pendekatan
dalam anamnesis (Matondang, 2013).
(7) Agama
Agama dikaji untuk mengetahui keyakinan pasien tersebut
untuk membimbing atau mengarahkan pasien dalam berdoa
(Ambarwati dan Wulandari, 2010).
(8) Pendidikan
Dikaji untuk memperoleh keakuratan data yang diperoleh
serta dapat ditentukan pola pendekatan anamnesis. Tingkat
pedidikan orang tua juga berperan dalam pemeriksaan penunjang
pasien selanjutnya, sehingga bidan dapat memberikan konseling
sesuai dengan pendidikannya (Ambarwati dan Wulandari, 2010).
(9) Pekerjaan
Dikaji untuk mengetahui kemampuan orang tua untuk
membiayai perawatan anaknya, selain itu juga mempengaruhi
dalam gizi pasien tersebut (Ambarwati dan Wulandari, 2010).
(10) Alamat
Alamat dikaji untuk kejelasan, misalnya pasien menjadi
sangat gawat dan perlu tindakan segera sehingga sewaktu-waktu
dapat dihubungi. Disamping itu, setelah pasien pulang mungkin
diperlukan kunjungan rumah (Matondang, 2013).
b) Data Subyektif
Anamnesa adalah data yang didapatkan dari pasien sebagai suatu
pendapat terhadap situasi dan kejadian (Nursalam, 2013).
(1) Keluhan datang
Dikaji untuk mengetahui keluhan klien datang ke tempat
pelayanan kesehatan (Matondang (2013). Pada kasus ISPA, ibu
klien mengatakan bahwa ingin memeriksakan anaknya karena
demam, batuk, hidung tersumbat dan sakit tenggorokan (Marni,
2014).
(2) Riwayat kesehatan yang lalu
(a) Imunisasi
Status imunisasi klien diperlukan untuk mengetahui
status perlindungan pediatrik yang diperoleh dan juga
membantu menentukan diagnosis, dan untuk memperoleh
data balita tentang imunisasi apakah yang sudah didapat oleh
anak (Matondang, 2013).
(b) Riwayat kesehatan keluarga
Dikaji untuk memperoleh gambaran keadaan sosial,
ekonomi, budaya dan kesehatan keluarga pasien. Berbagai
penyakit bawaan dan penyakit keturunan seperti terdapat
riwayat hipertensi, riwayat kembar, dan penyakit seperti
asma, hepatitis, jantung dan lain-lain karena penyakit-
penyakit tersebut mempunyai pengaruh negatif pada balita,
misalnya dapat mengganggu metabolisme endokrin dan
karbohidrat yang menunjang permasalahan makanan balita
(Matondang, 2013).
(3) Riwayat sosial
Menurut Matondang (2013), riwayat sosial dapat diketahui
dari:
(a) Yang mengasuh
Dikaji untuk mengetahui aktifitas balita dalam
kesehariannya.
(b) Hubungan dengan anggota keluarga
Dikaji untuk mengetahui hubungan balita dengan
anggota keluarga.
(c) Hubungan dengan teman sebaya
Dikaji untuk mengetahui keharmonisan balita dengan
teman sebayanya.
(d) Lingkungan rumah
Dikaji untuk mengetahui hubungan balita dengan
lingkungan sekitar rumah.
(4) Pola kebiasaan sehari-hari
(a) Pola nutrisi
Pola nutrisi menggambarkan tentang pola
makan dan minum, frekuensi, banyaknya, jenis
makanan, makanan pantangan (Ambarwati dan
Wulandari, 2010). Pasien dengan ISPA biasanya
nafsu makannya berkurang (Maryunani, 2013).
(b) Pola istirahat/tidur
Pola istirahat/tidur menggambarkan pola
istirahat dan tidur pasien, berapa jam pasien tidur,
kebiasaan sebelum tidur misalnya membaca,
mendengarkan musik, kebiasaan tidur siang,
penggunaan waktu luang (Ambarwati dan
Wulandari, 2010). Pasien dengan ISPA cenderung
anak gelisah dan menyebabkan anak susah tidur
(Maryunani, 2013).
(c) Pola hygiene
Pola hygiene dikaji untuk mengetahui apakah
selalu menjaga kebersihan tubuh dengan baik
(Ambarwati dan Wulandari, 2010).
(d) Pola aktivitas
Pola aktivitas menggambarkan pola aktivitas
pasien sehari-hari. Pada pola ini perlu dikaji
pengaruh aktivitas tehadap kesehatannya
(Ambarwati dan Wulandari, 2010). Pasien dengan
ISPA pola aktivitasnya terganggu karena terdapat
anak cenderung rewel dan gelisah (Maryunani,
2013).
(e) Pola eliminasi
Pengkajian tentang pola eliminasi
menggambarkan pola fungsi sekresi ayitu
kebiasaan buang air besar meliputi frekuensi,
jumlah, konsistensi dan bau serta kebiasaan buang
air kecil (Ambarwati dan Wulandari, 2010). Pada
kasus ISPA pola eliminasi tidak terganggu
(Maryunani, 2013)

2) Data Obyektif
Data objektif diperlukan untuk melengkapi data subyektif dalam
menegakkan diagnosis (Romauli, 2011).
a) Keadaan umum
Penilaian keadaan umum pasien mencakup kesan keadaan sakit,
kesadaran, dan kesan status gizi (Matondang, 2013). Pada kasus ISPA
keadaan umum tergantung dengan kondisi pasien baik dan sedang
(Maryunani, 2013).
b) Kesan Keadaan sakit
Kesan keadaan saki dilihat dari apakah pasien tidak tampak sakit,
sakit ringan, sakit sedang, ataukah sakit berat (Matondang, 2013).
c) Kesadaran
Penilaian kesadaran dinyatakan sebagai composmentis, apatis,
somnolen, soper, koma, delirium. Pasien dengan ISPA kesadarannya
composmentis. Pasien dengan ISPA ringan kesadarannya
composmentis (Matondang, 2013).
d) Kesan status gizi
Kesan status gizi dapat dilihat dari bagaimana proporsi atau
postur tubuhnya, apakah baik, kurus, atau gemuk (Matondang, 2013).
e) Tanda-tanda vital meliputi :
(1) Denyut jantung
Pemeriksaan denyut jantung dinilai dari frekuensi atau laju
nadi, irama, isi atau kualitas dan ekualitas nadi. Denyut jantung
normal pada anak adalah 80-115 x/menit. Denyut jantung pada
pasien dengan ISPA biasanya cepat 120 x/menit (Matondang,
2013).
(2) Pernafasan
Pemeriksaan pernafasan mencakup laju pernafasan, irama
atau keteraturan, kedalama, dam tipe atau pola pernafasan. Tipe
pernafasan anak dalam keadaan normal adalah abdominal atau
diafragmatik (Matondang, 2013). Respirasi normal antara 40 – 60
x / menit (Setiadi, 2012). Pasien dengan ISPA pernafasannya
cepat, yaitu dari 60 x/menit (Wijayaningsih, 2013).
(3) Temperatur
o
Suhu tubuh yang normal adalah 36-37,5 C. Suhu tubuh lebih
o
dari 37 C perlu diwaspadai adanya infeksi (Romauli, 2011).
Temperatur pada pasien dengan ISPA mengalami peningkatan
diatas 38,3°C (Hartono dan Rahmawati, 2012).
f) Pemeriksaan Antropometri
Pemeriksaan atropometri meliputi :
(1) (1) Berat badan : Parameter pertumbuhan yang
Paling sederhana, mudah diukur
dan diulang, merupakan indeks
nutrisi sesaat (Matondang, 2013).
)(2) Panjang badan : Untuk mengukur tinggi badan,
hasilnya dikaitkan dengan berat
Badan memberikan informasi
Terkait status nutrisi dan
pertumbuhan fisik anak
(Matondang, 2013).
()3) Lingkar kepala : Dipengaruhi oleh status gizi anak
Hingga usia 3 tahun, pengukuran
Untuk mengetahui Pertumbuhan
otak (Matondang, 2013).
g) Pemeriksaan sistematis
(1) Kulit
Pemeriksaan kulit meliputi warna kulit, turgor kulit,
kelembaban kulit, dan tekstur kulit. Pada pasien ISPA
kulitnya terasa hangat (Matondang, 2013).
(2) Kepala
Pemeriksaan kepala meliputi bentuk dan ukuran kepala,
kontrol kepala, rambut, dan kulit kepala (Matondang, 2013).
(3) Muka
Pemeriksaan muka meliputi apakah wajah simetri, terjadi
pembengkakan atau tidak, normal atau tidak (Matondang,
2013).

(4) Mata
Adakah kotoran di mata, konjungtiva merah muda, sklera
putih, kelopak mata tidak cekung, pasien dengan dermatitis
tampak merah muda, kelopak mata tidak cekung
(Matondang, 2013).
(5) Telinga
Adakah cairan atau kotoran, bagaimana keadaan tulang
rawannya (Matondang, 2013).
(6) Hidung
Adakah kotoran yang membuat jalan nafas sesak dan
terganggu (Matondang, 2013). Pasien dengan ISPA,
hidungnya tersumbat dan berair (Marni, 2014).
(7) Mulut
Bibir berwarna kemerahan, lidah kemerahan sedangkan
pada pasien dengan ISPA pucat (Matondang, 2013).
(8) Leher
Adakah pembesaran kalenjar tiroid, kalenjar limfe dan
kalenjar gondok (Matondang, 2013).
(9) Dada
Adakah retraksi pada dada atau tidak, simetris atau tidak
(Matondang, 2013).
(10) Perut
Untuk menilai perut kembung atau tidak, turgornya baik
atau buruk, pasien dengan ISPA ringan biasanya tidak
kembung (Matondang, 2013).
(11) Ekstremitas
Berbagai kelainan congenital dapat terjadi pada
ekstremitas superior maupun inferior, diantaranya Amelia
(tidak terdapatnya semua anggota gerak), ekstromelia (tidak
ada salah satu anggota gerak), fokomelia (anggota gerak
bagian proksimal yang pendek), sindaktili (bergabungnya
jari-jari), atau polidaktili (jumlah jari lebih dari normal)
(Matondang, 2013).
(12) Anogenital
Pemeriksaan genitalia pada anak dilakukan dengan cara
inspeksi dan palpasi. Pemeriksaan genitalia pada neonates
sangat penting untuk deteksi dini beberapa kelainan bawaan
(Matondang, 2013).
3) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang adalah pemeriksaan yang
dilakukan di luar pemeriksaan fisik. Pemeriksaan penunjang
dimaksudkan untuk alat diagnostik, petunjuk tata laksana,
dan petunjuk prognosis (Matondang, 2013). Pada kasus
ISPA, pemeriksaan foto rongent: Thorak, laboratorium darah
lengkap Marni, 2014).

3) Analisa Data
NO Diagnosa Masalah Data Dasar
1. Diagnosa Kebidanan misal : Data Subyektif :
By. F umur 5 bulan, jenis Anak mengeluh demam, batuk,
kelamin laki-laki dengan ISPA. hidung tersumbat dan sakit
tenggorokan (Marni, 2014).
Data Obyektif :
Pemeriksaan foto rongent:Thorak,
laboratorium darah lengkap
(Marni, 2014).
Data yang telah terkumpul diolah, disesuaikan dengan kebutuhan
pasien kemudian dilakukan pengolahan data, yaitu menggabungkan
data satu dengan yang lainnya sehingga menunjukkan fakta. Tujuan dari
pengolahan data adalah untuk menunjukan fakta bedasarkan kumpulan
data. Data yang telah diolah dianalisis dan hasilnya didokumentasikan. [
CITATION Wil11 \l 1057 ]

3.2 Langkah II : Diagnosa keperawatan


Interpretasi data dasar dilakukan dengan mengidentifikasi data secara
benar terhadap diagnosa atau masalah kebutuhan pasien (Sari, 2012). Pada
langkah ini data yang telah dikumpulkan diinterpretasikan menjadi
diagnosa kebidanan, masalah, dan kebutuhan.
1) Diagnosa kebidanan
Diagnosa kebidanan adalah pengolahan atau analisa data yaitu
menggabungkan dan menghubungkan data satu dengan lainnya
sehingga tergambar fakta. Diagnosa untuk anak dengan ISPA ringan
adalah sebagai berikut (Hidayat dan Sujiyatini, 2010):
An. X umur X jenis kelamin X dengan ISPA.

3.3 Langkah III : Perencanaan


Berdarkan diagnosis yang ditegakkan bidan dalam mencatat rencana
kegiatannya, maka rencana kegiatan mencakup tujuan dan langkah – langkah
yang akan dilakukan bidan dalam melakukan intervensi dalam rangka
memecahkan masalah termasuk rencana evaluasi. Berdasarkan hasil tersebut,
maka langkah penulisan rencana kegiatan sebagai berikut:
1) Tujuan
Mencatat tujuan tindakan yang akan dilakukan. Contoh tujuan dalam kasus
ISPA adalah : Bayi sehat. [ CITATION Wil11 \l 1057 ]
2) Kriteria Hasil
Mengemukakan sasaran dan hasil yang akan dicapai di dalam tujuan
tersebut. Kriteria Hasil dalam penanganan kasus ISPA:
1. Demam turun
2. Batuk dan pilek mereda
3. Kebersihan terjaga
4. Tanda – tanda vital dalam rentang normal
[ CITATION Wil11 \l 1057 ]
3) Langkah – langkah Perencanaan
Mencatat langkah – langkah tindakan yang sesuai dengan masalah
dan tujuan yang akan dicapai. Langkah-langkah ini ditentukan oleh
langkah-langkah sebelumnya yang merupakan lanjutan dari masalah atau
diagnosa yang telah diidentifikasi atau diantisipasi.
Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang
sudah dilihat dari kondisi pasien atau dari setiap masalah yang berkaitan
(Ambarwati dan Wulandari, 2010).Perencanaan yang dilakukan untuk
penanganan ISPA ringan dapat dilakukan dengan (Marni, 2014):
1) Beritahu kondisi anak kepada keluarganya
Rasional :
Keluarga dapat mengetahui kondisi anak dan dapat merawat dengan
baik sesuai kondisi si anak.
2) Kolaborasi dengan dokter untuk penanganan kasus ISPA yaitu
pemberian multivitamin, beri obat penurun panas seperti paracetamol
500 mg, asetaminofen 3 x ½ sendok teh.
Rasional :
1. Menurunkan demam, sebagai antibiotik dan meningkatkan
kekebalan tubuh serta mencegah kehilangan cairan karena
demam.
2. Mencegah bayi dehidrasi dan meningkatkan nutrisi pada bayi.
3) Beri obat Glyceryl Guaiacolate 100 mg (GG) untuk meredakan
batuk berdahak, untuk dosis anak umur 2- 6 tahun 1/2-1 tablet
setiap 4 jam maksimum 6 tablet sehari.
Rasional :
1. Mencegah penularan penyakit lainnya.
2. Mengantisipasi tanda-tanda bahaya ISPA agar segera dapat
ditangani.
3. Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan
perkembangan perawatan selanjutnya.

3.4 Langkah IV : Pelaksanaan


Tahap ini merupakan tahap pelaksanaan dari semua rencana
sebelumnya, baik terhadap masalah pasien ataupun diagnosis yang ditegakkan
(Wildan dan Hidayat, 2011).
Pelaksanaan penanganan ISPA dilakukan sesuai dengan perencanaan
(Marni, 2014) yaitu:
1) Beritahu kondisi anak kepada keluarganya
2) Kolaborasi dengan dokter untuk penanganan kasus ISPA yaitu pemberian
multivitamin, beri obat penurun panas seperti paracetamol 500 mg,
asetaminofen 3 x ½ sendok teh.
3) Beri obat Glyceryl Guaiacolate 100 mg (GG) untuk meredakan batuk
berdahak, untuk dosis anak umur 2- 6 tahun 1/2-1 tablet setiap 4 jam
maksimum 6 tablet sehari.

3.5 Langkah V : Evaluasi

Merupakan tahap terakhir dalam manajemen kebidanan, yakni dengan


melakukan evaluasi dari perencanaan maupun pelaksanaan yang dilakukan
bidan (Wildan dan Hidayat, 2011).
Hasil yang diharapkan setelah melakukan asuhan kebidanan pada balita
sakit dengan ISPA adalah :
1) Anak tidak demam dan tidak pilek
2) Keadaan anak membaik
3) Keluarga pasien sudah mengetahui kondisi anaknya dalam keadaan baik.
4) Sudah dilakukan kolaborasi dengan dokter untuk penanganan kasus ISPA
yaitu pemberian multivitamin, beri obat penurun panas seperti
paracetamol 500 mg, asetaminofen 3 x ½ sendok teh.
5) Sudah diberikan obat Glyceryl Guaiacolate 100 mg (GG) untuk
meredakan batuk berdahak, untuk dosis anak umur 2- 6 tahun 1/2-1 tablet
setiap 4 jam maksimum 6 tablet sehari.
Data perkembangan

Menurut Rismalinda (2014), metode pendokumentasian yang digunakan


dalam asuhan kebidanan pada balita dengan ISPA ringan adalah SOAP, adalah
sebagai berikut:
S : Subjektif
Data yang berhubungan/masalah dari sudut pandang pasien. Ekspresi pasien
mengenai kekhawatiran dan keluhan yang dicatat sebagai kutipan langsung
atau ringkasan yang akan berhubungan langsung dengan diagnosis
(Rismalinda, 2014).
O : Objektif
Data obyektif hasil observasi yang jujur, hasil pemeriksaan fisik pasien,
pemeriksaan laboratorium/pemeriksaan diagnostik lain (Rismalinda, 2014).
A : Assesment
Merupakan pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi dari data subyektif
dan obyektif (Rismalinda, 2014).
P : Planning
Planning adalah membuat rencana asuhan saat ini dan akan datang untuk
mengusahakan tercapainya kondisi pasien yang sebaik mungkin atau
menjaga/mempertahankan kesejahteraannya (Rismalinda, 2014)
BAB 3
TINJAUAN KASUS

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Pengkajian pasien ISPA dengan melibatkan ibu dan keluarga serta
diperlukan pengkajian yang teliti pada daerah yang berhubungan
langsung dengan saluran pernapasan atas yaitu pada daerah hidung,
tenggorokan, dan dada. Dari data subjektif didapatkan hasil Ibu
mengatakan alasan datang ke RSU Assalam pada tanggal 19 Februari
2019 dengan keluhan anaknya panas kurang lebih 3 hari, perut
kembung, mual muntah, batuk pilek (+), sejak tadi malam rewel
karena pilek dan ibu juga mengatakan anaknya belum diberi obat
apapun sejak semalam. Data objektif keadaan bayi lemah, S 37,5 0C, R
33x/menit, N 110x/menit.
2. Perencanaan dilakukan dengan memberikan anjuran kepada ibu untuk
memberikan terapi obat dan ditekankan untuk memberikan nutrisi
yang cukup pada pasien.
3. Pelaksanaan tindakan asuhan kebidanan pada By. F dengan ISPA
dapat dilakukan dengan baik sesuai dengan perencanaan yang telah
disusun dan mendapatkan hasil yang maksimal karena adanya
dukungan keluarga.

3.2 Saran
Kami menyadari bahwa makalah di atas banyak sekali kesalahan dan
jauh dari kesempurnaan. Kami akan memperbaiki makalah tersebut
dengan berpedoman pada banyak sumber yang dapat
dipertanggungjawabkan. Maka dari itu, kamu mengharapkan kritik dan
saran mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan di atas.

DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati, E.R., dan D. Wulandari. 2010. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Hartono, R. dan D. Rahmawati. 2012. ISPA: Gangguan Pernafasan pada
Anak,Panduan bagi Tenaga Kesehatan dan Umum. Yogyakarta: Nuha
Medika
Kementrian Kesehatan RI. (2009). Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan .
Marmi, dan K. Rahardjo. 2015. Asuhan Neonatus. Bayi. Balita. dan Anak Pra
sekolah.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Maryunani, A. 2013. Ilmu Kesehatan Anak dalam Kebidanan. Jakarta : Trans Info
Media
Matondang, CS. dkk. 2013. Diagnosis Fisis pada Anak. Edisi ke 2.Jakarta : CV.
Sagung Seto WHO. (2013). Call to Action. Battle against Respiratory
Viruses Initiative.
http://www.who.int/influenza/patient_care/clinical/brave/en di akses 6
November 2016 .

Muslihatun, Mudlilah dan Setiyawati, 2009.


DokumentasiKebidanan.Yogyakarta, : Fitramaya
Purnama, S. G. (2016). Buku Ajar Penyakit Berbasis Lingkungan . Jakarta: EGC.
Riski, S.R. 2014. Analisis Faktor-Faktor Risiko Kejadian ISPA pada Pekerja di
Bagian Produksi Black Rubber PT. Sri Trang Lingga Indonesia Tahun
2014. Skripsi : Universitas Sriwijaya
Rismalinda, P.H. 2014. Dokumentasi Kebidanan. Jakarta: Penerbit In Media.
Romauli, S. 2011. Asuhan Kebidanan 1: Konsep Dasar Asuhan Kehamilan.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Rusnaini. 2013. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Penyakit ISPA pada
Masyarakat. Skripsi : UTU. Aceh Barat.
Sari, R.N. 2012. Konsep Kebidanan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Wijayaningsih, K.S. 2013. Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta: Trans Media Info.
Wildan, M. dan Hidayat, A.A.A. 2011. Dokumentasi Kebidanan. Jakarta: Salemba
Medika.

Anda mungkin juga menyukai