Anda di halaman 1dari 26

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT APRIL 2019

LAPORAN MANAJEMEN

PROGRAM PENGENDALIAN (P2) ISPA


DI PUSKESMAS KALEKE

Disusun Oleh :

NUR EVAYANTI
N 111 17 140

PembimbingKlinik:

dr. Diah Mutiarasari,MPH


dr. Aherry A Pongga

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Infeksi Saluran Pernafasan Akut sering disingkat dengan ISPA, istilah ini
diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections(ARI). Istilah
ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernafasan dan akut.1
Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh
manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. Saluran
pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya
seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Saluran pernapasan bagian atas
mulai dari rongga hidung sampai faring, saluran pernafasan bagian bawah terdiri dari
organ laring, trakea, bronkus hingga paru-paru.1
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah penyakit terbanyak yang
dilaporkan kepada pelayanan kesehatan. World Health Organization (WHO)
memperkirakan insidensi Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara
berkembang dengan angka kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah
15%-20% pertahun pada golongan usia balita. Menurut WHO ± 13 juta anak balita di
dunia meninggal setiap tahun dan sebagian besar kematian tersebut terdapat di negara
berkembang dan ISPA merupakan salah satu penyebab utama kematian dengan
membunuh ± 4 juta anak balita setiap tahun.2
Berdasarkan hasil laporan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun
2007, prevalensi ISPA di Indonesia sekitar 25,5% dengan prevalensi tertinggi terjadi
pada bayi dua tahun (>35%). Jumlah balita dengan ISPA di Indonesia pada tahun
2011 adalah lima diantara 1.000 balita yang berarti sebanyak 150.000 balita
meninggal pertahun atau sebanyak 12.500 balita perbulan atau 416 kasus sehari atau
17 balita perjam atau seorang balita perlima menit. Dapat disimpulkan bahwa
prevalensi penderita ISPA di Indonesia adalah 9,4%. Sedangkan survei mortalitas

1
yang dilakukan oleh Subdit ISPA 2005, menempatkan ISPA sebagai penyebab
kematian bayi terbesar di Indonesia dengan persentase 22,30% dari seluruh kematian
balita.2
Prevalensi penderita ISPA di Sulawesi Tengah berada di atas prevalensi
nasional yaitu sebesar 28,36%. Penyakit ISPA selalu menduduki peringkat teratas
setiap tahunnya dan berdasarkan data yang diperoleh yaitu pada tahun 2010 jumlah
penderita ISPA sebanyak 29.257 anak.
Penyakir ISPA perlu diperhatikan lebih serius, karena penyakit ini selalu
menempati urutan pertama pada 10 (sepuluh) besar penyakit rawat jalan yang ada di
Puskesmas Kaleke. Ada banyak faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA baik
secara langsung maupun tidak langsung, menurut Sutrisna (1993) faktor resiko yang
menyebabkan ISPA pada balita adalah sosio-ekonomi (pendapatan, perumahan,
pendidikan orang tua), status gizi, tingkat pengetahuan ibu dan faktor lingkungan
(kualitas udara). Sedangkan Depkes (2002) menyebutkan bahwa faktor penyebab
ISPA pada balita adalah berat badan bayi lahir rendah (BBLR), status gizi buruk,
imunisasi yang tidak lengkap, kepadatan tempat tinggal dan lingkungan fisik.3

1.2. Rumusan Masalah


Pada laporan manajemen kali ini, yang akan dibahas adalah mengenai
“Program Pengendalian ISPA”. Adapun masalah yang akan dibahas kali ini yaitu :
1. Bagaimana ketersediaan sarana dan prasarana dalam menunjang pelaksanaan
program pengendalian ISPA di Puskesmas Baluase ?
2. Apa saja hambatan dalam pelaksanaan program pengendalian ISPA di
Puskesmas Baluase?
3. Bagaimana pelaporan dan pencapaian target ISPA di Puskesmas Baluase?

2
BAB II
PERMASALAHAN

2.1 ISPA
2.1.1 Definisi
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) diadaptasi dari istilah dalam
bahasa Inggris, yaitu Acute Respiratory Infections (ARI) yang mempunyai
pengertian sebagai berikut :
- Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh
manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
- Saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli
beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan
pleura.
- Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari.
Dengan demikian, ISPA adalah penyakit infeksi akut yang menyerang
salah satu bagian atau lebih dari saluran napas mulai dari hidung (saluran atas)
hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya sinus rongga
telinga tengah dan pleura, yang berlangsung sampai dengan 14 hari.1.4

2.1.2 Etiologi
Infeksi saluran pernapasan akut merupakan kelompok penyakit yang
komplek dan heterogen, yang disebabkan oleh berbagai etiologi. Etiologi
ISPA terdiri dari 300 lebih jenis virus, bakteri dan ricetsia serta jamur.4
Bakteri penyebabnya antara lain dari genus Streptococcus,
Stafilococcus, Pnemococcus, Hemofilus, Bordetella dan Corinebakterium
Virus penyebabnya antara lain golongan Micsovirus, Adenovirus,
Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus. Jamur yang sering

3
menyebabkan ISPA madalah aspergillus. Sedangkan riketsia dari kelompok
bakteri Rickettsiae, Ehrlichia, Orientia, dan Coxiella.4

Gambar 2.1. Penyebab Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

2.1.3 Klasifikasi Penyakit ISPA


Berdasarkan Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA dalam
penentuan klasifikasi penyakit ISPA dibedakan atas 2 kelompok yaitu untuk
umur kelompok umur < 2 bulan dan 2 bulan sampai <5 tahun. Untuk
kelompok umur < 2 bulan klasifikasi dibagi atas pneumonia berat dan bukan
pneumonia. Sedangkan untuk kelompok umur 2 bulan sampai < 5 tahun
klasifikasi dibagi atas pneumonia berat, pneumonia dan batuk bukan
pneumonia.5

4
1. Pneumonia Berat
Pneumonia ialah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-
macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur, dan benda asing.
Pembagiannya ditentukan atas dasar anatomis dan etiologis.6
a. Umur < 2 bulan
Didasarkan adanya nafas cepat (fast breathing) yaitu frekuensi
pernapasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, pernapasan cuping
hidung, tampakan lemah, adanya tarikan yang kuat pada dinding dada
bagian bawah ke dalam(severe chest indrawing).
Tanda- tanda bahaya pada umur < 2 bulan adalah sebagaiberikut:
1. Berhenti minum susu
2. Kejang
3. Rasa kantuk yang tidak wajar atau sulit bangun
4. Stridor saat anak tenang
5. Demam atau suhu tubuh yang rendah. 5,6
b. Umur 2 bulan sampai < 5 tahun
Didasarkan adanya batuk atau kesukaran bernapas disertai nafas sesak,
pernapasan cuping hidung, tampakan lemah, atau tarikan dinding dada
bagian bawah ke dalam (chest indrawing). Sementara itu, untuk
pengklasifikasikan terhadap penyakitsangat berat didasarkan atas tanda-
tanda bahaya sebagai berikut :5,6
1. Tidak dapat minum
2. Kejang
3. Rasa kantuk yang tidak wajar atau sulit bangun
4. Stridor pada anak yang tenang
5. Kurang gizi berat

5
2. Pneumonia
a. Umur 2 bulan sampai < 1 tahun
Didasarkan pada adanya batuk batuk atau kesukaran bernapas disertai
adanya frekuensi napas dengan batas napas cepat (fastbreathing 50
kali per menit), pernapasan cuping hidung, tampakan lemah, adanya
suara napas tambahan atau ronkhi. 5,6
b. Umur 1 sampai < 5 tahun
Didasarkan pada adanya batuk atau kesulitan bernapas disertai adanya
frekuensi napas dengan batas napas cepat (fastbreathing 40 kali per
menit), pernapasan cuping hidung, tampakan lemah, adanya suara
napas tambahan atau ronkhi. 5,6
3. Batuk Bukan Pneumonia
Klasifikasi bukan pneumonia mencakup kelompok penderita bayi dan
balita dengan batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi
napas dan tidak menunjukkan adanya tarikan dinding dada bagian bawah
ke dalam. Dengan demikian klasifikasi bukan pneumonia mencakup
penyakit-penyakit ISPA lain di luar Pneumonia seperti batuk pilek bukan
pneumonia (common cold, nasofaringitis, faringitis, sinusitis, tonsilitis).
Beberapa jenis penyakit batuk bukan pneumonia antara lain seperti: 5,6
a. Common cold
Common cold adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan gejala
seperti bersin-bersin, batuk, sakit tenggorokan, malaise, demam, dan
sakit kepala. Commoncold disebabkan oleh Pikornavirus, Koronavirus,
Miksovirus, Paravirus, Adenovirus dan Rhinovirus. Berlangsung selama
5 sampai 14 hari.4
b. Nasopharingitis
Nasofaraingitis (setara dengan common cold) disebabkan oleh sejumlah
virus, biasanya Rhinovirus, Adenovirus, Virusinfluenza, atau Virus

6
parainfluenza. Gejala pada umumnyaadalah demam. Pada anak 3 bulan
sampai 3 tahun, demam tiba-tiba terjadi dan berkaitan dengan mudah
marah, gelisah, nafsu makan menurun, dan penurunan aktivitas.
Peradangan hidung dapat menyebabkan sumbatan saluran, sehingga
harus membuka mulut ketika bernapas. Muntah dan diare mungkin juga
bisa muncul.4
c. Faringitis
Faringitis atas menunjukkan keterlibatan utama pada tenggorokan.
Penyakit ini tidak lazim pada anak di bawah umur 1 tahun. Insidennya
kemudian naik sampai puncak pada umur 4 sampai 7 tahun. Tetapi
berlanjut sampai masa kanak-kanak dan dewasa. Faringitis atas dapat
disebabkanoleh virus dan streptokokus.4
1) Faringitis virus
Faringitis virus biasanya dianggap sebagai penyakit yang awal
mulainya relatif bertahap, yang biasanya mempunyai tanda awal
seperti demam, malaise, den anoreksia, dengan nyeri tenggorokan
sedang. Nyeri mulai timbul sekitar sehari sesudah mulainya gejala,
mencapai puncaknya pada hari ke-2 sampai ke-3. Suara parau dan
batuk sudah pasti ada.Komplikasi yang berarti jarang terjadi.1,4
2) Faringitis streptokokus
Faringitis streptokokus pada anak di atas umur 2 tahun mulai dengan
keluhan nyeri kepala, nyeri perut, dan muntah. Gejala-gejala ini dapat
disertai dengan demam setinggi 40°C, terkadang kenaikan suhu tidak
tampak selama 12 jam atau lebih. Beberapa jam sesudah keluhan
awal, tenggorokan dapat menjadi nyeri dan pada sepertiga penderita
ditemukan pembesaran tonsil. 1,4
d. Sinusitis
Sinusitis merupakan peradangan pada rongga sinus. Sinusitis bisa
disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri yang memicu peradangan.

7
Peningkatan produksi lendir, hidung tersumbat, rasa tidak nyaman di
dahi, pipi atau sekitar mata dan sakit kepala adalah gejala umum
sinusitis. 4
2.1.4 Cara penularan
Infeksi saluran pernapasan akut dapat ditularkan melalui air ludah, darah,
cipratan bersin, dan udara yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang
sehat ke saluran\ pernapasannya (Erlien, 2008). Salah satu penularan ISPA
adalah melalui udara yang tercemar dan masuk ke dalam tubuh melalui
saluran pernapasan. Adanya bibit penyakit di udara umumnya berbentuk
aerosol yakni suatu suspensi yang melayang di udara. Bentuk aerosol dari
penyebab penyakit tersebut berupa dropletnuclei (sisa dari sekresi saluran
pernapasan yang dikeluarkan tubuh secara droplet dan melayang di udara) dan
dust (campuran antara bibit penyakit yang melayang di udara) (Mairusnita,
2007). Sekitar 3.000 droplets keluar dalam sekali batuk dengan kecepatan
sekitar 80 km per jam. Sekitar 40.000 droplets keluar dalam sekali bersin
dengan kecepatan sekitar 321 km per jam. 1,4

2.1.5 Faktor Risiko


Beberapa faktor risiko yang dapat mempengaruhi terjadinya ISPA antara
lain faktor individu (balita), faktor lingkungan, dan faktor perilaku.
1. Faktor Individu
a. Umur
Faktor usia merupakan salah satu risiko untuk terjadinya kematian
karena pneumonia. Semakin tua usia balita yang sedang menderita
pneumonia, semakin kecil risiko meninggal akibat pneumonia
dibandingkan balita berusia muda.1,6
Anak berumur di bawah 2 tahun mempunyai risiko terserang ISPA
lebih besar dari pada anak di atas 2 tahun sampai 5 tahun, keadaan ini

8
karena pada anak di bawah umur 2 tahun imunitasnya belum sempurna
dan lumen saluran nafasnya relatif sempit (Daulay, 2008).1,6
b. Jenis Kelamin
Berdasarkan pada Pedoman Rencana Kerja Jangka Menengah
Nasional Penanggulangan Pneumonia Balita Tahun 2005-2009, anak
laki-laki memiliki risiko lebih tinggi daripada anakperempuan untuk
terkena ISPA. Meskipun secara keseluruhan di negara yang sedang
berkembang seperti Indonesia masalah ini tidak terlalu di perhatikan,
namun banyak penelitian yang menunjukan perbedaan prevalensi
penyakit ISPA terhadap jenis kelamin tertentu.1,6
c. Berat Badan Lahir
Berat badan lahir menentukan pertumbuhan dan perkembangan
fisik dan mental pada masa balita. Bayi dengan Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR) mempunyai risiko kematian yang lebih besar
dibandingkan dengan berat badan lahir normal, terutama pada bulan-
bulan pertama kelahiran karena pembentukan imun yang belum
sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi, terutama
pneumonia dan infeksi saluran pernapasan lainnya.1,6
d. Bayi Lahir Prematur
Pada bayi yang prematur alat tubuh bayi tersebut belum berfungsi
dengan baik. Oleh sebab itu, bayi prematur akan mengalami kesulitan
untuk hidup di luar uterus. Pada bayi prematur juga akan mengalami
kesulitan bernapas. Selanjutnya bayi prematur akan lebih mudah
terserang suatu penyakit infeksi termasuk infeksi saluran pernapasan
sehingga akan lebih sering sakit dan sakitnya lebih parah serta lama.
Sedangkan pada bayi matur pada umumnya memiliki maturitas
fisiologik yang sesuai dengan gestasinya, sehingga keadaan dan daya
tahan tubuhnya ebih baik daripada prematur dengan berat badan yang
sama. Semakin dekat waktu kelahiran dengan usia kehamilan 37

9
minggu maka semakin baik perkembangan bayi dan semakin sedikit
pula mendapatkan masalah-masalah yang serius1,6
e. Status gizi
Secara umum kekurangan gizi akan berpengaruh terhadap
kekuatan daya tahan tubuh dan respon imunologis terhadap berbagai
penyakit. Penyakit dengan infeksi akan menyebabkan penurunan nafsu
makan dan kekurangan gizi pada balita. Status gizi kurang atau buruk
pada anak balita mempunyai risiko pneumonia 2,5 kali lebih besar
dibandingkan dengan anak yang bergizi lebih baik dan normal.1,6
f. Status imunisasi
Sebagian kematian karena ISPA berasal dari penyakit sejenis
ISPA yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti difteri, pertusis dan
campak. Program imunisasi yang lengkap dapat mengurangi faktor
risiko pada mortalitas karena ISPA. Bayi dan balita yang mendapat
imunisasi secara lengkap apabila terserang ISPA diharapkan
perkembangan penyakitnya tidak lebih berat dan lama. Kini pemberian
imunisasi campak dan pertusis (DPT) terbukti efektif mengatasi risiko
kejadian ISPA.1,6
g. Pemberian Asi secara Eksklusif
Pada umumnya bayi belum dapat membentuk kekebalan sendiri
secara sempurna. ASI merupakan substansi bahan yang hidup dengan
kompleksitas biologis yang luas dan mampu memberikan daya
perlindungan baik secara aktif maupun melalui pengaturan imunologis.
ASI tidak hanya menyediakan perlindungan terhadap infeksi dan alergi
tetapi juga menstimulasi perkembangan yang memadai dari sistem
imunologi bayi sendiri. ASI memberikan zat-zat kekebalan yang
belum dibuat oleh bayi. Sehingga bayi yang mengonsumsi ASI 4x
lebih tahan terhadap penyakit infeksi. Kejadian ISPA 4x lebih tinggi
pada bayi yang tidak diberi ASI.1,6

10
h. Pemberian makanan pengganti/ Tambahan ASI sebelum waktunya
Pada bayi yang mendapatkan makanan pengganti ASI/PASI
sebelum waktunya mempunyai angka yang tinggi menderita ISPA
dibanding bayi yang mendapatkan ASI, karena tidak semua nutrisi
yang dibutuhkan bayi ada di dalam makanan pengganti ASI tersebut.1,6
2. Faktor Lingkungan
a. Rumah
Rumah merupakan stuktur fisik, dimana orang menggunakannya
untuk tempat berlindung yang dilengkapi dengan fasilitas dan
pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk
kesehatan jasmani, rohani dan keadaan sosialnya yang baik untuk
keluarga dan individu.7,8
b. Kepadatan Hunian.
Kepadatan hunian seperti luas ruang per orang, jumlah anggota
keluarga, dan masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA.
Penelitian oleh Koch et al (2003) membuktikan bahwa kepadatan
hunian (crowded) mempengaruhi secara bermakna prevalensi ISPA
berat. 7,8
c. Status sosioekonomi
Telah diketahui bahwa kepadatan penduduk dan tingkat
sosioekonomi yang rendah mempunyai hubungan yang erat dengan
kesehatan masyarakat. 7,8
d. Polusi Udara
Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit
gangguan pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara didalam
rumah ataupun diluar rumah baik secara biologis, fisik maupun kimia.
Salah satu bentuk polusi udara adalah asap rokok. Pada keluarga yang
merokok, secara statistik anaknya mempunyai kemungkinan terkena
ISPA 2 kali lipat dibandingkan dengan anak dari keluarga yang tidak

11
merokok. Selain itu dari penelitian lain didapat bahwa episode ISPA
7,8
meningkat 2 kali lipat akibat orang tua merokok.
3. Pelayanan Kesehatan
Keluarga perlu mengetahui serta mengamati tanda keluhan dini
pneumonia dan kapan mencari pertolongan dan rujukan pada sistem
pelayanan kesehatan agar penyakit anak balitanya tidak menjadi lebih
berat. 7,8

2.1.6 Distribusi Penyakit ISPA Berdasarkan Tempat


ISPA, diare dan kurang gizi merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas pada anak di negara maju dan berkembang. ISPA merupakan
penyebab morbiditas utama pada negara maju sedangkan di negara
berkembang morbiditasnya relatif lebih kecil tetapi mortalitasnya lebih tinggi
terutama disebabkan oleh ISPA bagian bawah atau pneumonia. 7,8
Menurut penelitian Djaja, dkk (2001) didapatkan bahwa prevalensi ISPA
di perkotaan (11,2%), sementara di pedesaan (8,4%); di Jawa-Bali (10,7%),
sementara di luar Jawa-bali (7,8%).Berdasarkan klasifikasi daerah prevalensi
ISPA untuk daerah tidak tertinggal (9,7%), sementara di daerah tertinggal
(8,4%).2

2.2 Profil Puskesmas Kaleke


2.2.1 Keadaan Umum Puskesmas Kaleke
A. KEADAAN GEOGRAFIS
Puskesmas mempunyai wilayah kerja di Kecamatan Dolo Barat yang terdiri dari12
desa dengan luas wilayah 112,18 Km². Kondisi geografis berupa 63 % dataran, 27.2 %
Perbukitan, 9,2 % pegunungan, oleh karena keadaan geografis wilayah kerja tersebut
diatas maka ada beberapa desa maupun dusun yang wilayahnya sulit dijangkau dengan
kendaraan bermotor sehingga hanya dicapai dengan berjalan kaki.
Batas wilayah kerja Puskemas , yaitu:

12
Sebelah Utara : Puskesmas Marawola Kec. Marawola
Sebelah Selatan : Puskesmas Baluase Kec. Dolo Selatan
Sebelah Timur : Puskesmas Dolo Kec. Dolo
Sebelah Barat : Kecamatan Pinembani Kab. Donggala
Secara geografis Puskesmas mempunyai letak pada lokasi yang strategis, yaitu akses
jalan yang memadai

B. KEADAAN DEMOGRAFIS
Wilayah Dolo Barat dibagi menjadi 12 Desa. Jumlah penduduk sebanyak 13.577
jiwa (Laki-laki 6884 jiwa dan perempuan 6693 jiwa) dengan jumlah kepala keluarga 4226
KK. Dari Piramida penduduk wilayah puskesmas di bawah ini, golongan umur terbanyak
adalah usia 0-4 tahun baik laki-laki maupun perempuan.

Grafik 2.2.
Grafik Piramida Penduduk Dolo Barat Tahun 2017

1400
1200
1000
800
600
400
200 LAKI-LAKI
0
KALEKE

PESAKU
LUKU
SIBONU

BOBO
BALAMOA
BALUMPEWA
PEWUNU

RARAMPADENDE
KALUKUTINGGU

MANTIKOLE
BALAROA PEWUNU

PEREMPUAN

Sumber: Data Desa Kecamatan sigi desa Kaleke 2017

13
2.2.2. Alur Penanggulangan ISPA di Puskesmas Baluase
Program pengendalian ISPA di puskesmas Baluase dikelola oleh
seorang perawat yang bekerjasama dengan dokter. Kegiatan awalnya berupa
penemuan kasus yang bersifat pasif (penemuan kasus berdasarkan pasien yang
datang ke puskesmas yang memiliki gejala utama seperti batuk dan
pernafasan yang cepat) pasien yang memiliki gejala tersebut akan dilakukan
pemeriksaan tanda-tanda vital khususnya pemeriksaan pernafasan dan tanda-
tanda sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam yang kuat
(TDDK).
Selanjutnya pasien diklasifikasikan oleh perawat yang telah mengikuti
pelatihan MTBS, kemudian dengan tanda dan gejala yang didapatkan, pasien
dapat diklasifikasikan berdasarkan acuan pada Manajemen Terpadu Balita
Sakit (MTBS) yaitu batuk bukan pneumonia, pneumonia dan pneumonia
berat. Dokter pada puskesmas bertindak sebagai konsulen apabila terdapat
masalah dalam pengklasifikasian pasien oleh perawat yang terlatih.

Jika ditemukan penderita pneumonia dilakukan tatalaksana sebagai


berikut:
 Pengobatan dengan menggunakan antibiotik: amoksisilin selama 3 hari dan
obat simptomatis yang diperlukan seperti parasetamol, salbutamol (dosis
dapat dilihat pada bagan terlampir).
 Tindak lanjut bagi penderita yang kunjungan ulang yaitu penderita 2 hari
setelah mendapat antibiotik di fasilitas pelayanan kesehatan.
 Setelah pasien mendapatkan obat yang telah diberikan, petugas puskesmas
memberikan konseling mengenai penyakitnya, seperti menghindari asap
rokok, asap pembakaran sampah, mengurangi penggunaan obat nyamuk
bakar, membersihkan lingkungan rumah dari kotoran debu, mengatur jarak
lokasi rumah dengan peternakan hewan piaraan seperti unggas.

14
 Rujukan bagi penderita pneumonia berat.
 Apabila didapatkan pasien dengan kunjungan kedua kalinya dengan
keluhan yang tidak berkurang, maka petugas puskesmas akan melakukan
kunjungan rumah pada pasien tersebut untuk mengetahui lebih lanjut
faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit yang diderita pasien tersebut
seperti kondisi rumah pasien, keadaan lingkungan sekitar tempat tinggal
pasien, serta penduduk di sekitar pasien.

2.2.3 Pendataan Kasus ISPA


Penyakir ISPA perlu diperhatikan lebih serius, karena penyakit ini
selalu menempati urutan pertama pada 10 (sepuluh) besar penyakit rawat jalan
yang ada di Puskesmas Baluase.3
Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak.
Episode penyakit batuk pilek pada balita diperkirakan sebesar 3 sampai 6 kali
pertahun. Ini berarti seorang balita rata-rata mendapat serangan batuk pilek
sebanyak 3-6 kali setahun.3
Banyaknya penderita ISPA dikalangan anak-anak disebabkan oleh
beberapa hal yaitu pengobatan yang terlambat dan kurangnya tingkat
pengetahuan orangtua mengenai ISPA pada anaknya yang mana mereka
menganggap ISPA sebagai penyakit yang biasa saja. Selain itu keadaan gizi
yang kurang hingga penyakitnya lebih berat karena daya tahan tubuh yang
lemah.3
Program P2 ISPA dititikberatkan pada penanggulangan pneumonia
balita. World Health Organization (WHO) memperkirakan insiden pneumonia
adalah 15-20% pada balita. Di indonesia program P2 ISPA Nasional
menetapkan angka 10% balita sebagai target penemuan penderita per tahun
disuatu wilayah kerja.3

15
Berdasarkan laporan program P2 ISPA UPTD Puskesmas Baluase
Jumlah penderita ISPA pada tahun 2017 sebanyak 252 kasus.

16
BAB III

PEMBAHASAN

3. 1 INPUT

Adapun manajemen pelayanan dalam menunjang pelaksanaan program


pengendalian ISPA di Puskesmas BKaleke mulai dari sumber daya manusia (SDM),
sarana prasarana, akses, metode, sasaran, pedoman pelaksanaan, dana, serta waktu
pelaksanaannya disusun dalam tabel berikut ini:
No. Input Keterangan
1 SDM Pada puskesmas Baluase hanya terdapat 1 orang
perawat yang menjalankan program pengendalian
ISPA tersebut. Untuk melakukan kunjungan
rumah pada pasien ISPA, petugas yang turun yaitu
2 orang perawat penanggung jawab program.
2 Sarana & a) Obat-obatan
Prasarana Obat-obatan yang tersedia di Puskesmas
Baluase cukup lengkap untuk mendukung
program pengendalian ISPA. Sesuai dengan
pembagian kewenangan antara pusat dan daerah
maka pusat akan menyediakan prototipe atau
contoh logistik yang sesuai standard (spesifikasi)
untuk pelayanan kesehatan. Selanjutnya
pemerintah daerah berkewajiban memenuhi
kebutuhan logistik sesuai kebutuhan. Logistik
yang tersedia di puskesmas Baluase antara lain:
- Ambroxol
- Amoksisilin
- Paracetamol sirup

17
- Paracetamol tablet 100 mg
- GG (Glyseril guaiacolate)
Obat-obat tersebut di atas merupakan obat
yang umum digunakan di Puskesmas Kaleke
untuk menangani pasien penderita penyakit ISPA.
b) Alat pemeriksaan
Menurut Pedoman Pengendalian Infeksi
Saluran Napas Akut Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia tahun 2011, alat yang dapat
digunakan adalah sebagai berikut :2
- Acute Respiratory Infection Soundtimer
Digunakan untuk menghitung
frekuensi napas dalam1 menit. Alat ini
memiliki masa pakai maksimal 2 tahun
(10.000 kali pemakaian). Jumlah yang
diperlukan minimal:
i. Puskesmas
• 3 buah di tiap Puskesmas
• 1 buah di tiap Pustu
• 1 buah di tiap bidan desa, Poskesdes,
Polindes, Ponkesdes
ii. Kabupaten
• 1 buah di dinas kesehatan kabupaten/kota
• 1 buah di rumah sakit umum di ibukota
kabupaten/kota
iii. Provinsi
• 1 buah di dinas kesehatan provinsi
• 1 buah di rumah sakit umum di ibu kota

18
provinsi.
- Oksigen konsentrator
Untuk memproduksi oksigen dari udara
bebas. Alat ini diperuntukkan khususnya bagi
fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan rawat inap dan unit gawat
darurat yang mempunyai sumber daya energi
(listrik/ generator).
- Oksimeter denyut (Pulseoxymetry)
Sebagai alat pengukur saturasi
oksigen dalam darah diperuntukan bagi
fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki
oksigen konsentrator.
Alat pemeriksaan yang tersedia di puskesmas
Kaleke yaitu seperti stetoskop anak dan stetoskop
dewasa, termometer, dan tabung oksigen. Hal ini
dikarenakan alat tersebut diperuntukkan bagi
fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan rawat inap dan unit gawat
darurat yang mempunyai sumber daya energi
(listrik/ generator), sementara di Puskesmas
Kaleke belum terdapat ruangan khusus seperti itu.

3 Akses Akses keluar masuk dilingkungan puskesmas kaleke dapat


dijangkau baik itu dengan kendaraan roda dua dan roda
empat.
4 Pedoman Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Napas Akut
Pelaksanaan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2011

19
5 Sumber Dana Sumber dana yang diberikan dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Sigi
6 Waktu Setiap jam kerja puskesmas

Serta terdapat juga pelatihan pengendalian ISPA bagi petugas kesehatan.


Pelatihan pengendalian ISPA bagi petugas kesehatan diikuti oleh petugas
penanggung jawab program di puskesmas Kaleke yang dilaksanakan dengan waktu
yang tidak tentu. Pelatihan ini kurang berjalan efektif.
Tuntutan pelayanan kesehatan yang prima dari puskesmas sebagai alternatif
utama tujuan berobat masyarakat semakin tinggi. Untuk memenuhi tuntutan itu
puskesmas juga harus memiliki sarana dan prasarana kesehatan yang lengkap atau
setidaknya dapat mencukupi pelayanan kesehatan yang diharapkan masyarakat.
Peningkatan sarana dan prasarana yang termasuk adalah sebagai berikut:
 Peningkatan ketersediaan peralatan medis
 Peningkatan sarana pendukung, seperti: kursi ruang tunggu, penyejuk ruangan
di ruang tindakan, perluasan gedung puskesmas dan peningkatan ketersediaan
jumlah dan jenis obat-obatan

3.2 PROSES
Prosespelaksanaan program pengendalian ISPA di Puskesmas Kaleke ditinjau
dari model manajemen POAC yakni Planning (perencanaan),
Organizing(pengorganisasian), Actuating (pelaksanaan) dan Controlling
(pemantauan).1
Secara umum hambatan untuk program penanggulan ISPA menurut
pemegang progam tidak ada masalah signifikan namun ada beberapa hal yang
menjadi kendala seperti kurangnya partisipasi dari masyarakat itu sendiri yang
didapatkan pada saat petugas puskesmas melakukan kunjungan rumah dimana masih

20
didapatkan masyrakat yang masih enggan melakukan pemeriksaan lebih lanjut
dipuskesmas atas himbauan petugas.
Kurangnya sumber daya manusia atau tenaga kerja juga merupakan salah satu
hambatan dalam program pengendalian ISPA yang mana pada program ini hanya
dijalankan oleh dua orang yang juga bekerja merangkap sebagai perawat pelaksana di
bagian perawatan pada Puskesmas Kaleke, sehingga terkadang mengalami kesulitan
dalam membagi waktu untuk melaksanakan program kerjanya dan melaksanakan
kewajibannya sebagai perawat di bagian perawatan.. Peran serta masyarakat itu
sendiri juga masih kurang, sedangkan Keberhasilan Pengendalian ISPA itu sangat
ditentukan oleh peran serta masyarakat baik untuk menggerakkan masyarakat
dalam melaksanakan program maupun dalam menggerakkan masyarakat untuk
memanfaatkan sarana dan pelayanan kesehatan.

3.3 OUTPUT
Pelaporan dan pencapaian target ISPA di Puskesmas Kaleke sebagai berikut :
- Pelaporan :
 Pelaporan data dan evaluasi program dari penanggung jawab program
ISPA ke pihak Puskesmas Kaleke dilaksanakan tiap akhir bulan berjalan
pada saat rapat evaluasi semua program yang ada di Puskesmas Kaleke.
 Pada pelaporan rutin berjenjang dari puskesmas ke Dinas Kesehatan
Kabupaten Sigi juga rutin dilakukan setiap bulan dan tahun. Semua data-
data yang telah terkumpul diolah dan dicatat untuk kemudian dilaporkan ke
pusat.

21
- Pencapaian target :
Untuk pencapaian target P2 ISPA di Puskesmas Kaleke

No Tahun Target Capaian Target Capaian


1 2017 132 252 100% 100%
2 2018 69 22 100% 31%

22
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
ISPA adalah penyakit yang disebabkan oleh kurang lebih 300 jenis virus,
bakteri dan parasit yang menyerang masyarakat dari berbagai latar belakang,
pengaruh geografis, sanitasi, status gizi dan beberapa faktor resiko lainnya.
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah penyakit terbanyak yang
dilaporkan kepada pelayanan kesehatan. World Health Organization (WHO)
memperkirakan insidensi Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara
berkembang dengan angka kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah
15%-20% pertahun pada golongan usia balita.
Program Pengendalian Penyakit ISPA (P2 ISPA) di Puskesmas Kaleke sudah
berjalan dengan baik. Namun masih memiliki beberapa kendala misalnya peran aktif
dari masyarakat dalam pengendalian ISPA masih kurang dan petugas pemegang
program pengendalian ISPA yang hanya berjumlah 2 orang dan juga merangkap
sebagai perawat pelaksana pada bagian perawatan di Puskesmas Baluase.

4.2. Saran
1) Bekerjasama dengan instansi dan dinas setempat untuk penanggulangan faktor
risiko dalam hal ini kemitraan. Kemitraan merupakan faktor penting untuk
menunjang keberhasilan program pembangunan. Kemitraan dalam
program Pengendalian ISPA diarahkan untuk meningkatkan peran serta
masyarakat, lintas program, dan lintas sektor terkait. Dengan demikian
pembangunan kemitraan diharapkan dapat lebih ditingkatkan, sehingga
pendekatan pelaksanaan pengendalian ISPA khususnya Pneumonia dapat
terlaksana secara terpadu dan komprehensif. Intervensi pengendalian
ISPA tidak hanya tertuju pada penderita saja tetapi terhadap faktor risiko
(lingkungan dan kependudukan) dan faktor lain yang berpengaruh melalui

23
d
ukungan peran aktif sektor lain yang berkompeten. Kegiatan kemitraan
meliputi pertemuan berkala dengan:
• lintas program dan sektor terkait;
• organisasi kemasyarakatan,
• lembaga swadaya masyarakat,
• tokoh masyarakat,
• tokoh agama,
• perguruan tinggi,
• organisasi profesi kesehatan,
• sektor swasta

2) Mengamanahkan program pengendalian ISPA pada petugas kesehatan yang


tidak memiliki pekerjaan tambahan di luar jam kerja Puskesmas, sehingga
dapat focus dalam melaksanakan program pengendalian ISPA

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman ER,dkk, 2000, Ilmu kesehatan anak vol.2, 15th edn, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
2. Kementerian Kesehatan RI, 2012, Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran
Pernapasan Akut, dalam Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan, diakses 21 Januari 2017, dari
http://pppl.depkes.go.id/_asset/_download/FINAL%20DESIGN%20PEDOMA
N%20PENGENDALIAN%20ISPA.pdf
3. UPTD Puskesmas kaleke , 2017. Profil Kesehatan Puskesmas Kaleke. Depkes
RI, Palu.
4. Erlien, 2008, Penyakit Saluran Pernapasan, Sunda Kelapa Pustaka, Jakarta.
5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2015, Manajemen Terpadu Balita
Sakit (MTBS), Depkes RI, Jakarta.
6. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009, Buku Kesehatan Ibu dan
Anak, Depkes RI, Jakarta.
7. Maisrunita, 2007, Karakteristik Balita Penderita Infeksi Saluran Pernapasan
Akut (ISPA) pada Balita yang Berobat ke Badan Pelayanan Kesehatan Rumah
Sakit Umum Daerah Kota Langsa Tahun 2006-2007, diakses 21 Januari
2017,<http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14737/1/08E
01512.pdf>.
8. Daulay, Ridwan, 2008, Kendala penanganan infeksi saluran pernapasan akut
(ispa), FK-USU, Medan.

25

Anda mungkin juga menyukai