Oleh:
Nur Evayanti
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) masih menjadi
salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting untuk
diperhatikan, karena merupakan penyakit akut dan bahkan dapat
menyebabkan kematian pada balita di berbagai negara
berkembang termasuk negara Indonesia.
• ISPA masih merupakan masalah kesehatan
yang penting karena menyebabkan kematian
bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-
kira 1 dari 4 kematian yang terjadi. Setiap
anak diperkirakan mengalami 3 – 6 episode
ISPA setiap tahunnya.
• Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Sigi tahun 2013 jumlah balita
sebanyak 22.006 balita dan penderita ISPA
sebanyak 16.660 balita. Sedangkan pada
tahun 2014 dari bulan Januari sampai bulan
September jumlah balita sebanyak 22.006 dan
penderita ISPA sebanyak 9.932 balita.
• IDENTITAS
• Nama : An. M
• Umur : 1 tahun
• Jenis kelamin : laki-laki
• Agama : Islam
• Alamat : desa balamoa
• Tanggal Pemeriksaan : 26 Maret 2019
• ANAMNESIS
• Keluhan Utama :Batuk berlendir
• Riwayat Penyakit Sekarang:
• Pasien datang dengan keluhan batuk berlendir
yang dialami sejak 1 hari yang lalu, lendir
berwarna putih, yang disertai pilek. Pasien tidak
mengalami sesak napas maupun mual-muntah.
Pasien juga mengalami demam yang naik turun
sejak 1 hari yang lalu tanpa disertai menggigil
maupun kejang. Nafsu makan berkurang. BAB
lancar, biasa. BAK lancar.
• Riwayat Penyakit Dahulu :
• Pasien sudah beberapa kali mengalami
keluhan yang sama.
• Riwayat Neonatal :
• Tidak ada kelainan
• Asupan Makanan:
• Asi sejak lahir sampai pasien berumur 1 tahun tanpa susu formula
• Nasi dan lauk pauk mulai usia 6 bulan sampai sekarang
• Riwayat Imunisasi:
• Ibu pasien rutin membawa pasien untuk
mendapatkan imunisasi.
• Diagnosis Kerja
• ISPA non pneumonia
• Diagnosis Banding
• ISPA pneumonia
• Terapi
• Medikamentosa :
• PCT syr ¾ cth
• Ctm, GG, Dexametason,Bcom (pulvis)
• Nonmedikamentosa :
• Menganjurkan ibu untuk melakukan kompres untuk
membantu menurunkan demam
• Memberi makanan bergizi pada anak secara teratur untuk
membantu meningkatkan daya tahan tubuh anak.
• Mengurangi minum yang dingin-dingin, dan
memperbanyak minum air putih ataupun sari buah untuk
membantu mengencerkan dahak.
• Istirahat yang cukup.
• Menganjurkan orang tua untuk berhenti merokok, dan jika
sulit, sebaiknya merokok diluar rumah dan tidak disekitar
anak kecil.
Apa yang dimaksud dengan
ISPA?
KURANG GIZI
4. Nafsu makan
menurun
1. Batuk pilek
3. Demam 6. Sakit
tenggorokan
ASPEK KLINIS
• Status gizi
Interaksi antara infeksi dan Kekurangan Kalori Protein (KKP) telah lama dikenal, kedua keadaan ini
sinergistik, saling mempengaruhi, yang satu merupakan predisposisi yang lainnya. Pada KKP,
ketahanan tubuh menurun dan virulensi patogen lebih kuat sehingga menyebabkan
keseimbangan yang terganggu dan akan terjadi infeksi, sedangkan salah satu determinan utama
dalam mempertahankan keseimbangan tersebut adalah status gizi anak. Pada kasus ini pasien
tergolong gizi kurang sehingga lebih rentan menderita infeksi.
• Status imunisasi
Pada sebuah penelitian mendapatkan bahwa imunisasi yang lengkap dapat memberikan peranan
yang cukup berarti dalam mencegah kejadian ISPA. Pasien ini mendapatkan imunisasi lengkap.
• Pemberian air susu ibu (ASI)
ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi terutama pada bulan-bulan pertama kehidupannya.
ASI bukan hanya merupakan sumber nutrisi bagi bayi tetapi juga sebagai sumber zat anti
mikroorganisme yang kuat, karena adanya beberapa faktor yang bekerja secara sinergis
membentuk sistem imunologis.
• Faktor lingkungan
• Rumah
• Rumah sehat adalah proporsi rumah yang
memenuhi kriteria sehat minimum
komponen rumah dan sarana sanitasi dari
tiga komponen (rumah, sarana sanitasi
dan perilaku) di satu wilayah kerja pada
kurun waktu tertentu.
• Kepadatan hunian (crowded)
• Kepadatan hunian seperti luas ruang per
orang, jumlah anggota keluarga, dan
masyarakat diduga merupakan faktor
risiko untuk ISPA. Penelitian oleh Koch et
al (2003) membuktikan bahwa kepadatan
hunian (crowded) mempengaruhi secara
bermakna prevalensi ISPA berat. Pada
kasus jarak rumah passion ke rumah yang
lain hanya sekitar 2-3 meter.
• Status sosioekonomi
• Telah diketahui bahwa kepadatan
penduduk dan tingkat sosioekonomi yang
rendah mempunyai hubungan yang erat
dengan kesehatan masyarakat dimana
pasien ini tinggal di daerah dengan
penduduk padat dan tergolong ekonomi
lemah. Pasien tinggal ditempat peduduk
padat penghuni, dimana rumah saling
berdekatan dan berhadapan.
• Kebiasaan merokok
Pada keluarga yang merokok, secara statistik anaknya mempunyai
kemungkinan terkena ISPA 2 kali lipat dibandingkan dengan anak
dari keluarga yang tidak merokok. Selain itu dari penelitian lain
didapat bahwa episode ISPA meningkat 2 kali lipat akibat orang tua
merokok. Di tempat tinggal pasien 2 anggota keluarga, yaitu ayah
dan pamannya adalah perokok aktif sehingga pasien lebih mudah
terserang ISPA.
• Polusi udara
• Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan
pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara didalam rumah
ataupun diluar rumah baik secara biologis, fisik maupun kimia.
Adanya ventilasi rumah yang kurang sempurna dan asap tungku di
dalam rumah seperti yang terjadi di Negara Zimbabwe akan
mempermudah terjadinya ISPA anak. Pada kasus pasien bertempat
tinggal di pinggir jalan dan jalanan depan rumah pasien sangat
berdebu akibat terletak pada daerah konstruksi sehingga sering
lewat angkutan besar. Tetangga pasien masih menggunakan kayu
bakar untuk memasak.
Faktor prilaku
• Faktor perilaku yang dapat diambil dari kasus ini adalah
• ayah dan kakek pasien merupakan perokok aktif dan terkadang
merokok didekat pasien.
• Dari pemaparan ibunya, pasien mendapatkan ASI eksklusif saat
bayi 6 bulan pasien diberikan MPASI.
• Kemudian, perilaku keluarga yang mengumpulkan sampah di
depan rumah untuk dibakar sehingga asap yang ditimbulkan sering
masuk ke dalam rumah terutama ruang tamu dan ruang keluarga.
Hal tersebut juga dilakukan oleh sebagian besar masyarakat di
lingkungan tempat tinggal pasien.
• Kurangnya pengetahuan tentang makanan yang bergizi untuk
mencegah penyakit ISPA. Pasien sering jajan snack dan sehari
tidka teratur makan nasi. Pasien terpapar dari ibunya yang juga
menderita ISPA.
• Pada Puskesmas Kawatuna
• pasien yang didiagnosis menderita ISPA akan diberikan
terapi simptomatik serta edukasi dari dokter.
• Setiap pasien yang menderita ISPA akan dilakukan
pencatatan identitas
• Jumlah pasien ISPA didapatkan dari kunjungan pasien
langsung ke Puskesmas ataupun informasi dari bidan
desa setempat. Pasien yang menderita ISPA pneumonia
akan dilakukan kunjungan rumah untuk melihat faktor
resiko apa saja yang menjadi penyebab pneumonia
tersebut, pasien juga akan diberikan edukasi saat
dilakukan kunjungan tersebut
• Kesimpulan
• Angka kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Kawatuna masih tinggi
sebagai peringkat pertama dari sepuluh penyakit terbanyak dalam 2 tahun
terakhir, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor resiko yaitu :
• Perilaku masyarakat yang masih kurang terhadap kebersihan diri dan
lingkungannya.
• Lingkungan fisik (perumahan) maupun sosial (kondisi masyarakat sekitar
pasien) yang masih kurang guna mendukung pencapaian kondisi sehat dari
masyarakat.
• Kurangnya tenaga kesehatan dan pelayanan kesehatan yang belum
maksimal dan kurang menjangkau masyarakat akan terpenuhinya
kesadaran dan kemauan masyarakat untuk merubah pola pikir serta
perilakunya dalam hal kesehatan pribadinya maupun keluarganya.
saran
• Upaya pencegahan (preventif) terhadap penyakit ISPA dapat dilaksanakan dengan
mengaplikasikan lima tingkat pencegahan penyakit
• (five level prevention), sebagai berikut :
• Promosi kesehatan
• Promosi kesehatan dalam mencegah terjadinya ISPA dapat dilakukan dengan cara :
• Meningkatkan penyuluhan mengenai kebutuhan nutrisi anak terutama pemberian ASI eksklusif.
• Meningkatkan penyuluhan mengenai tumbuh kembang anak.
• Meningkatkan penyuluhan perilaku hidup bersih dan sehat.
• Meningkatkan penyuluhan mengenai ISPA
• Perlindungan khusus
• Perlindungan khusus dalam mencegah terjadinya penyakit ISPA dapat dilakukan dengan cara :
• Perbaikan status gizi perorangan/masyarakat seperti mengkonsumsi bahan makanan yang
mengandung zat gizi seimbang.
• Pemberian ASI eksklusif kepada bayi yang baru lahir.
• Diagnosis dini dan pengobatan segera
• Diagnosis dini dan pengobatan segera dengan tujuan untuk mencegah terjadinya penyakit yang
lebih berat. Upaya yang dapat dilakukan, yaitu :
• Mencari kasus sedini mungkin.
• Penatalaksanaan yang tepat pada puskesmas melalui MTBS