Anda di halaman 1dari 19

REFLEKSI KASUS JANUARI 2018

DISENTRI

DISUSUN OLEH:

Nama : Nurul Aulia Abdullah

Stambuk : N 111 15 019

PEMBIMBING :

Dr. dr. Ketut Swarayasa., M. Kes

PEMBIMBING LAPANGAN :
Dr. Intje Norma

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2018
BAB I
PENDAHULUAN

Diare merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas


pada anak di negara berkembang. Anak usia 0-3 tahun rata-rata mengalami tiga
kali diare pertahun. 1 Menurut WHO (2009) diare adalah suatu keadaan buang air
besar (BAB) dengan konsistensi lembek hingga cair dan frekuensi lebih dari tiga
kali sehari. Diare akut berlangsung selama 3-7 hari, sedangkan diare persisten
terjadi selama ≥ 14 hari. Secara klinis penyebab diare terbagi menjadi enam
kelompok, yaitu infeksi, malabsorbsi, alergi, keracunan makanan, imunodefisiensi
dan penyebab lainnya, misal: gangguan fungsional dan malnutrisi.2
Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi bakteri
paling tidak ada dua mekanisme yang bekerja peningkatan sekresi usus dan
penurunan absorbsi di usus. Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan
mengeluarkan toksin yang menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri yang
invasif mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit dalam feses. Disentri,
yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat dari disentri adalah
anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, kemungkinan terjadi komplikasi
pada mukosa.2
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kejadian penyakit diare
diantaranya tingkat pengetahuan, sikap, perilaku, kualitas air yang dikonsumsi
serta fasilitas sanitasi yang memenuhi syarat khususnya buang air besar.3
Penyakit diare masih termasuk dalam 10 penyakit terbanyak di Poliklinik
Puskesmas Tipo tahun 2016, yaitu menempati urutan ke 4 dari 10 penyakit
terbanyak. Jumlah kasus tahun 2016 yaitu berjumlah 422 orang, tahun 2015 yaitu
486 orang, tahun 2014 yaitu 479 orang, tahun 2013 yaitu 486 orang dan pada
tahun 2011 sebanyak 773 orang. Dengan melihat angka tersebut terlihat adanya

1
Bagian IKA FK UNHAS, Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak (Makassar: 2012).
2
WHO, Pelayanan Kesehatan Anak di RS (Jakarta: 2009).
3
IDAI, Pedoman Pelayanan Medis II (Jakarta: 2011).
4
Puskesmas Tipo, Profil Kesehatan (Palu: 2015).
5
Depkes RI, Buku Saku Petugas Kesehatan – Lintas Diare (Jakarta: 2011).
penurunan dari tahun ke tahun. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat kesadaran
masyarakat akan pentingnya hygiene perseorangan, dan cuci tangan dengan sabun
sebelum makan.4
Berbagai upaya telah dilakukan untuk menurunkan angka kejadian diare,
seperti penyuluhan tentang diare dan PHBS. Upaya ini dapat menurunkan
kejadian diare di setiap tahunnya, namun belum dapat menekan kejadian diare
secara optimal.5
BAB II
KASUS

A. IDENTITAS
Nama : An. K
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 6 April 2015 / 2 tahun
Agama : Kristen
Tanggal Pemeriksaan : 3 Januari 2018
Alamat : Lekatu

B. ANAMNESIS
Keluhan utama :
Buang air besar cair dan berdarah

Riwayat penyakit sekarang :


Pasien datang ke Puskesmas Tipo dengan keluhan buang air besar cair
dan berdarah yang dialami sejak kemarin malam, ibu pasein mengaku anaknya
sering buang air besar sejak 3 hari sebelumnya, dan dalam sehari bisa sampai
2-3 kali. Kotoran yang keluarpun encer dengan sedikit berampas. Kemarin
malam, anaknya sempat mengeluh sakit perut, kemudian saat buang air terlihat
kotoran yang bercampur dengan darah sekitar jam 10 malam, sebelumnya
anaknya jg sudah buang air besar sekitar jam 8 pagi tapi kotorannya belum
bercampur darah dan berlendir.
Nafsu makan baik, minum seperti biasa (tidak seperti kehausan sekali
ataupun malas minum). Pasien tidak mengalami batuk, sesak atau beringus.
Orang tua pasien mengaku anaknya sempat panas setelah buang air besar
semalam, dan turun setelah dikompres air hangat. Tidak ada kejang, tidak sakit
kepala, maupun pusing. Pasien tidak rewel, buang air kecil lancar, berwarna
kuning, tidak terasa nyeri saat berkemih.
Riwayat penyakit sebelumnya :
Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa ataupun riwayat
penyakit lainnya.

Riwayat penyakit keluarga :


Pasien tinggal berlima dirumahnya, yaitu ayah, ibu kakak, dan dan dua
kakak pasien. Tidak ada keluarga pasien yang sering mengalami buang air
besar cair sebelumnya.

Riwayat sosial-ekonomi :
Pasien berasal dari keluarga ekonomi menengah kebawah.

Riwayat kebiasaan dan lingkungan :


Ibu pasien tidak mengetahui apakah anak-anak tetangga ada yang
mengalami buang air besar cair atau tidak. Pasien sering bermain di luar rumah
bersama anak-anak tetangga. Akhir-akhir ini pasien sering bermain kelerang di
depan halam rumah dengan teman-temannya
Rumah pasien berada di dalam lorong, terdiri dari 2 kamar tidur, ruang
tamu, ruang keluarga, dapur, dan kamar mandi. Ruang tamu memiliki
pencahayaan dan ventilasi udara yang cukup. Sedangkan ruang keluarga, dan
kamar tidur memiliki jendela yang jarang dibuka dan tidak ada ventilasi
sehingga walau siang harus menyalakan lampu. Di dapur pun tidak memiliki
ventilasi dan pencahayaan yang baik, hanya terlihat celah antara loteng dengan
dinding yang ukurannya kira kira 1 m. Dari ruang tamu, kamar, ruang keluarga
berdinding beton, beratap plafon tripleks, dan berlantai tehel. Sedngakan pada
bagian dapaur hanya berdining papan dan berlantai semen. Kamar mandi 1,
dan tidak memisahkan antara closet dan tempat mandi, baskom mandi pun juga
sangat berdekatan dengan closet. Kamar mandi juga digunakan untuk temapt
menyuci piring maupun baju karena kamar mandinya cukup luas.
Di depan rumah terdapat halaman yang cukup luas. Terdapat beberapa
tanaman hias kecil yang tertanan di pot di bagian teras rumah, dan kadang
terdapat anjing maupun ayam yang berkeliaran. Sumber air yang digunakan
berasal dari pegunungan, penggunaan air tersebut digunakan untuk keperluan
mandi, dan memasak. Tetapi untuk air minum pasien sering mengguanakan air
galon.

Halaman depan rumah Halaman samping rumah

Ruang tamu Atap ruang tamu

Kamar tidur
Dapur

Kamar Mandi
Anamnesis makanan :
Minum ASI sejak usia 0 hari sampai sekarang. Tidak pernah diberikan
susu formula. Makan pisang sejak usia 6 bulan sampai 8 bulan, dilanjutkan
bubur saring hingga usia 1 tahun, dilanjut makan nasi sampai sekarang.
Makanan dan minuman diolah oleh ibu pasien. Air untuk mencuci bahan
makanan dan memasak berasal dari air dari pegunungan. Kemudian air tersebut
dimasak untuk digunakan. Air untuk minum selalu menggunakan air galon.
Sebelum mengolah makanan dan memberi makan ke pasien, ibu pasien
jarang mencuci tangan terlebih dahulu. Dan setelah bermain pun pasien jarang
mencuci tangan sebelum makan atau pun mau tidur siang. Peralatan makan
dicuci menggunakan air mengalir dan menggunakan sabun.
Orang tua pasien mengatakan bahwa pasien sering jajan makanan
sembarangan.
Riwayat imunisasi :
Imunisasi dasar lengkap, yaitu Hepatitis B 1 kali, Polio 4 kali, DPT/HB-
Hib 3 kali, BCG 1 kali, campak 1 kali

C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Berat badan : 13 kg
Panjang badan : 82 cm
Status Gizi : Z score 2 SD sampai -2 SD  Gizi baik

Tanda Vital :
Denyut Nadi : 100 kali/menit
Respirasi : 28 kali/menit
Suhu : 37,2°C
Kulit :
Ruam : -
Turgor : Kembali kurang dari 2 detik
Kepala :
Bentuk : Normocephale
Ubun-ubun : Menutup
Mata : Anemis -/-, ikterik -/-, mata cekung -/-
Hidung : Rhinorrhea -/-
Mulut : Mulut tidak kering, tonsil sulit dinilai, faring hiperemis –
Telinga : Otorrhea -/-

Leher :
Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Pembesaran kelenjar tiroid (-)
Paru-paru :
Inspeksi = Pengembangan paru simetris bilateral, retraksi -/-
Palpasi = Vocal fremitus kanan dan kiri sama
Pengembangan paru ± 2 cm
Perkusi = Sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi = Bronkovesikular +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-

Jantung :
Inspeksi = Ictus cordis tidak tampak
Palpasi = Ictus cordis teraba di SIC V linea midclavikula sinistra
Perkusi = Pekak
Auskultasi = Bunyi jantung I/II murni regular

Abdomen :
Inspeksi = Kesan datar
Auskultasi = Peristaltik kesan meningkat
Perkusi = Hipertimpani di seluruh kuadran abdomen
Palpasi = Nyeri tekan sulit dinilai
Anggota gerak :
Ekstremitas atas = Akral hangat tanpa edema
Ekstremitas bawah = Akral hangat tanpa edema

D. RESUME
Pasien anak laki-laki mengalami buang air besar cair dan berdarah sejak
kemarin malam, sebelumnya pasien setiap hari BAB cair 2-3 kali sehari.
Kotorang yang keluar cair, beradarah dan sedikit berampas. Pasien juga
mengeluhkan perut terasa kembung dan kurang nyaman ketika ingin buang air
besar dan ingin muntah. Pasien demam setelah BAB kemarin malam dan turun
setelah di kompres air hangat. Pasien tidak malas minum ataupun kehausan
sekali. Pasien tidak rewel. Buang air kecil biasa.
Tanda-tanda vital: nadi 100 kali/menit, respirasi 28 kali/menit, suhu
37,2°C. Pemeriksaan fisik: keadaan umum sakit sedang, kesadaran compos
mentis, turgor baik, mata tidak cekung, mulut tidak kering, abdomen kesan
datar, peristaltik kesan meningkat, perkusi abdomen hipertimpani dan nyeri
tekan abdomen sulit dinilai. Akral ekstremitas atas dan bawah hangat. Skor
dehidrasi 6, kesan tanpa dehidrasi.

E. DIAGNOSIS
Disentri

F. PENATALAKSANAAN
Non medikamentosa :
 Beri makanan lunak/seperti biasa lebih sedikit dan lebih sering dari biasanya
 Beri minum lebih banyak dari biasanya
 Menganjurkan agar segera ke fasilitas kesehatan rawat inap jika :
 Gelisah, rewel, lesu, atau tidak sadar
 Buang air besar cair lebih sering
 Muntah
 Sangat haus
 Tidak mau atau sangat sedikit makan dan minum
 Buang air besar disertai darah
 Tidak membaik dalam 2 hari perawatan di rumah
 Kunjungan ulang dalam 5 hari jika tidak ada perbaikan.62
Medikamentosa :
 Paracetamol syrup 125mg/5ml 3 x 1 cth
 Kotrimoxazol syrup 240 mg/5 ml 2 x 1 cth
 Oralit sachet 3x1 sachet
 Zinc 1 x 20 mg
 Truvit syrup 5 ml 1 x 1 cth

G. PROGNOSIS
Ad bonam

6
Depkes RI, Manajemen Terpadu Balita Sakit (Jakarta: 2008).
BAB III

PEMBAHASAN

Pada kasus ini, pasien adalah anak laki-laki umur 2 tahun yang diantar
oleh ibunya dengan keluhan utamanya adalah BAB cair bercampur darah. BAB
cair dengan frekuensi 2-3/hari yang dialami sejak 3 hari. Dan BAB berdarah sejak
kemarin malam dengan konsistensi cair dengan lendir. Berdasarkan keadaan
tersebut, pasien di diagnosis awal dengan disentri. Disentri merupakan kumpulan
gejala penyakit seperti diare berdarah, lendir dalam tinja, dan nyeri saat
mengeluarkan tinja. Praktisnya, diare berdarah dapat digunakan sebagai petanda
kecurigaan terhadap disentri.

Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik tidak didapatkan


adanya tanda-tanda dehidrasi pada pasien ini, keadaan umum pasien sedang, mata
cekung tidak ada, mukosa mulut terlihat basah, denyut nadi 100 x/menit, kuat
angkat, isi cukup, pernapasan 28 kali/menit, suhu tubuh normal yaitu 37,2ºC,
pemeriksaan turgor kulit kembali normal. Dari pemeriksaan abdomen juga
didapatkan peristaltik usus meningkat.

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan diagnosis


disentri. Pada kasus tidak dilakukan pemeriksaan penunjang karena ketidak
tersedianya pemeriksaan tinja di Puskesmas Tipo. Namun, berdasarkan dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik mengarahkan bahwa diare ini bersifat akut dan
berdasarkan literatur menunjukkan disentri. Hal ini didukung oleh adanya keluhan
yang khas yaitu, nyeri abdomen, demam dan tinja yang cair disertai adanya darah
dan lendir.

ORT (Oral Rehydration Therapy) merupakan hal yang paling penting


untuk mencegah dan mengobati kekurangan cairan dan elektrolit. Di Indonesia
telah dibuat ORS yang diberi nama Oralit, yang berisi NaCl 0,7 g, KCl 0,3 g,
trinatrium sitrat dihidrat 2,9 g serta glukosa anhidrat yang berbentuk serbuk dalam
sachet, dimana setiap sachet untuk 200 ml air. Glukosa menstimulasi secara aktif
transport Na dan air melalui dinding usus sehingga resorbsi air dalam usus halus
meningkat 25 kali. Penggunaan ORS dengan formula WHO yang dilaksanankan
dengan benar, dapat mengatasi dehidrasi akibat semua jenis diare pada semua
kelompok umur.

Pemberian makanan harus diteruskan selama diare dan ditingkatkan


setelah sembuh. Meneruskan pemberian makanan akan mempercepat kembalinya
fungsi usus yang normal termasuk kemampun menerima dan mengabsorbsi
berbagai nutrien.

Pada kasus ini, faktor yang paling berperan dalam penularan diare ialah
faktor perilaku dan lingkungan. Dari anamnesa diketahui bahwa pasien Pasien
merupakan anak yang aktif, sering bermain di lingkungan luar rumah, pasien
sering bermain dan kontak dengan tanah dan setelahnya jarang mencuci tangan.

Untuk itu, selain menatalaksanai pasien dengan terapi sesuai tatalaksana


diare tanpa dehidrasi, keluarga pasien juga diberi informasi mengenai cara
penularan diare melalui perilaku mereka yang salah selama ini serta cara
mencegahnya muncul lagi dikemudian hari.

Suatu penyakit dapat terjadi oleh karena ketidakseimbangan faktor-faktor


utama yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Paradigma hidup
sehat yang diperkenalkan oleh H.L. Blum mencakup 4 faktor yaitu faktor
genetik/biologis, faktor perilaku individu atau masyarakat, faktor lingkungan dan
faktor pelayanan kesehatan (jenis, cakupan dan kualitasnya). Berdasarkan kasus di
atas, jika dilihat dari segi konsep kesehatan masyarakat, maka ada beberapa yang
menjadi faktor risiko yang mempengaruhi derajat kesehatan Diare, yaitu:

1. Faktor genetik
Berdasarkan teori diare bukanlah penyakit keturunan.

2. Faktor Perilaku
 Kebiasaan tidak mencuci tangan menggunakan sabun
Keefektifan mencuci tangan pada saat sebelum makan, sesudah
makan, sebelum mempersiapkan makanan, sesudah BAK dan BAB pada
pasien masih kurang, pasien tetap melakukan rutinitas cuci tangan,
namun pasien tidak menggunakan sabun. Hal ini dapat memudahkan
penyebaran penyakit. Budaya cuci tangan yang benar adalah kegiatan
terpenting. Kegiatan ini sangat penting baik bagi pasien, penyaji
makanan, atau warung serta orang-orang yang merawat dan mengasuh
anak. Setiap tangan kontak dengan feses, urin atau dubur harus dicuci
dengan sabun dan kalau perlu disikat, hal ini diperlukan untuk
memutuskan rute transmisi penyakit
 Mengolah makanan dengan tidak higienis
Pengolahan makanan yang tidak higienis bisa menjadi salah satu
penyebab, misalnya makanan yang tercemar debu, sampah, dihinggapi
lalat dan air yang kurang masak. Pengelolaan makanan sesuai WHO
yakni 1) jaga kebersihan, 2) pisahkan bahan makanan matang dan
mentah, 3) masak makanan hingga matang, 4) simpan makanan pada
suhu aman, 5) gunakan air bersih dan bahan makanan yang baik

3. Faktor Lingkungan
 Sosio-ekonomi menengah
Pasien termasuk dalam keluarga dengan sosio-ekonomi yang
menengah. Walaupun dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, pasien
terkadang tidak memikirkan kualitas makanan yang dipilih. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh budaya setempat yang hanya mencuci
dengan air tanpa memakai sabun, terkadang hanya terkena air dianggap
sudah bersih. Dari segi pengetahuan cukup baik sebab masing-masing
orang butuh perhatian dan usaha yang lebih untuk memperhatikan
bagaimana pencegahan diare tersebut.
 Tempat pembuangan kotoran tepat berada disamping tempat cuci piring
dan juga tidak terdapat pintu untuk memisahkannya
 Tempat pembuangan sampah dapur yang ditaruh bersampingan dengan
tempat memasak

4. Faktor Pelayanan Kesehatan


a. Pelayanan UKP
Pelayanan kesehatan masyarakat terkait kinerja puskesmas untuk
menanggulangi Diare mulai dari pelayanan UKP berbasis pelayanan di
polik MTBS, melakukan pengukuran TB, BB, menilai status gizi serta
penyuluhan terkait diagnosa penyakit pasien, melakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan diagnosa, apotik sebagai penyedia obat yang sesuai
dengan diagnosa, juga pelayanan UGD jika ditemukan kondisi buruk
terkait komplikasi diare seperti dehidrasi dan lain sebagainya, perlunya
juga ditingkatan mengenai pelayanan kesehatan lingkungan yang sangat
berperan penting dalam mengendalikan masalah diare di lingkungan kerja
Puskesmas Tipo.
b. Pelayanan UKM
Dari pelayanan UKM, berbasis pelayanan Kesling yang
berhubungan dengan diare melakukan kegiatan pokok pengawasan rumah
yang berfungsi meningkatan pengetahuan, keterampilan, kesadaran,
kemampuan masyarakat dalam mewujudkan perumahan dan lingkungan
sehat. Menurut penangungjawab program kesehatan lingkungan program
pengawasan rumah turun lapangan diadakan satu kali dalam setiap bulan
dengan mengunjungi kelurahan yang berbeda tiap bulan, untuk kunjungan
ke rumah pasien jarang dilakukan oleh petugas, hal ini dikarenakan
kurangnya SDM untuk dapat menjangkau pemukiman penduduk di
wilayah kerja Puskesmas Tipo, dimana satu orang dapat memegang lebih
dari satu program, sehingga dalam pelaksanaannya kunjungan masih
kurang maksimal
Menurut penangungjawab program diare ini, kasus disentri ini adalah
kasus yang pertama kali ditemukan selama 2 tahun terakhir. Tetapi hal ini
belum dijadikan sebuah landasan untuk mengungkapkan bahwa kasus pada
pasien ini masuk dalam KLB, karena belum memenuhi indikatornya.
Penanggung jawab program tetap memasukkan kasus disetri ini pada kasus-
kasus diare dengan komplikasi, seperti diare dengan dehidrasi. Sehingga
pencatatatnnya dimasukkan kedalam diare dengan komplikasi.
Pada kasus ini, faktor yang berperan dalam penularan diare ialah faktor
perilaku, lingkungan dan pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, sangat penting
bagi kita untuk waspada dengan jalan menjaga perilaku hidup bersih dan sehat
untuk meminimalisir resiko tertular diare serta untuk pelayanan kesehatan
agar lebih meningkatkan koordinasi antara bagian konseling dengan bagian
pelayanan kesehatan terutama dalam melakukan sosialisasi berupa penyuluhan
yang berkaitan dengan sanitasi lingkungan dan perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS).
Kuman penyebab penyakit diare, keluar dari tubuh penderita bersama tinja
atau muntahan dan menular dengan perantaraan makanan dan minuman yang
telah terkontaminasi oleh bibit penyakitnya. Pengotoran (kontaminasi) ini dapat
terjadi karena:
 Makanan / minuman dimasak kurang matang atau sengaja dimakan
mentah misalnya sayur
 Makanan / alat-alat makan dihinggapi lalat yang memindahkan bibit
penyakitnya (vektor)
 Tidak mencuci tangan dengan sabun sebelum makan.
Pada pasien ini tempat memasak cukup lumayan higienis. Namun
penyimpanan alat-alat makan kurang baik, karena ada beberapa alat makan yang
disimpan di bawah lantai. Penyimpanan makanan kurang baik, karena sisa
makanan tidak ditutup dengan penutup makanan sehingga dihinggapi lalat.
Pada Kasus ini, penggunaan yang masih disatukan dengan tempat lain
seperti tempat mencuci peralatan makan dan penyimpanan air yang digunakan
untuk masak. Pengelolaan sampah yang buruk yang berada di depan rumah dan
terbiarkan begitu saja. Dan sarana pembuangan limbah yang tergenang dan
pengaliran kakus yang hanya ditutupi ban yang diarahkan ke halaman dekat
dengan tempat bermain dan tungku untuk memasak.
Rumah pasien belum memenuhi kriteria rumah sehat dimana tempat
tinggal pasien yang terletak di lorong berukuran 4x7 meter persegi. Rumah pasien
terdiri dari teras, ruang tamu, ruang keluarga dan ruang tv, 1 Kamar tidur, 1 dapur
dan 1 WC sekaligus tempat mencuci dan penyimpanan air. Ventilasi udara rumah
pasien cukup, lantai rumah ditehel dan disemen kasar pada dapur dan sebagian wc
yang sekaligus tempat mencuci dan menyimpan air, sisanya masih berupa tanah.
Dinding rumah berupa batako dan tidak ada plafon.

Pasien

Poli MTBS
Apotik
(ukur TB,
Memberikan BB,Tanda
obat sesuai Vital)
resep dokter

Poli Umum
(Anamnesis-penatalaksanaan
Pojok Oralit hingga edukasi terhadap
orang tua pasien)

Alur Pelayanan Puskesmas Tipo


BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari laporan refleksi kasus ini adalah diare masih
menempati posisi ke empat dari 10 Penyakit Terbanyak di Puskesmas Tipo.
Disentri Diare merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan pemberian
ASI ekslusif, imunisasi lengkap, penerapan gaya hidup sehat,
mengaplikasikan perilaku hidup bersih dan sehat, serta menjaga kebersihan
rumah agar tetap sehat. Kejadian penyakit diare pada kasus ini di pengaruhi
faktor perilaku faktor lingkungan dan faktor pelayanan kesehatan.

5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut.
1. Promosi kesehatan (health promotion)
 Penyediaan makanan sehat dan cukup (kualitas maupun kuantitas)
 Perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan, misalnya penyediaan
air bersih, pembuangan sampah, pembuangan tinja dan limbah.
 Edukasi tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, salah satunya
pentingnya mencuci tangan dengan sabun.
 Pendidikan kesehatan
Dalam hal ini perlu untuk memberikan promosi kesehatan tentang
makanan sehat dan cukup, bagaimana menjaga higinitas dan
sanitasi lingkungan serta penyuluhan kesehatan tentang diare di
tingkat masyarakat dan sekolah-sekolah di wilayah Puskesmas
Tipo.

2. Perlindungan umum dan khusus terhadap penyakit-penyakit


tertentu (general and specific protection)
 Pembuangan tinja di tempat yang aman, terutama yang berasal dari
penderita diare, baik penderita bayi, anak ataupun dewasa;
 Cuci tangan setelah buang air besar, setelah membersihkan kotoran
bayi/anak, sebelum makan, menyuapi atau menyiapkan makanan;
 Menjaga agar air minum terbebas dari pencemaran, baik di rumah
maupun di sumbernya.
 Memastikan kebersihan tempat penyimpanan makanan sehingga
tidak dihinggapi serangga ataupun tercemari oleh debu.
3. Penegakkan diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan
tepat(early diagnosis and prompt treatment)
Jika ada didapatkan penderita diare segera dilakukan penegakkan
diagnosa dan pengobatan yang cepat dan tepat.
4. Pembatasan kecacatan (dissability limitation)
Pengobatan dan perawatan yang sempurna agar penderita sembuh dan
tak terjadi komplikasi, sehingga apabila telah ditegakkan diagnosa diare
diberikan pengobatan sesuai dengan gejala dan dianjurkan untuk ke
faskes terdekat untuk mendapatkan penanganan awal apabila
didapatkan diare dengan dehidrasi.
5. Pemulihan kesehatan (rehabilitation)
Pada tingkat ini, pasien diberikan konseling tentang jika munculnya
gejala baru atau bertambah parah agar segera dibawa kepuskesmas,
misalnya BAB cair lebih banyak, lebih sering, disertai darah, muntah,
anak rewel/gelisah, tidak mau minum, dan sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai