Anda di halaman 1dari 7

Kualitas Air

Pengumpulan data kualitas air baik fisik maupun kimia selain dilakukan dengan
cara pengamatan/pengukuran langsung di lapangan (in situ), juga dilakukan
analisis di laboratorium.

Untuk mengetahui kualitas air tanah (air bersih penduduk) dan air permukaan (air
rawa dan air laut), maka dilakukan pengamatan dan pengukuran terhadap
kualitas air di lokasi kegiatan. Pengambilan contoh air dilakukan dengan
menggunakan metode grab sampling, yaitu pengambilan contoh sesaat dimana
contoh diambil di lokasi kegiatan.

Pengambilan sampel air tanah difokuskan pada air yang digunakan penduduk
yang berada di sekitar lokasi kegiatan. Secara umum masyarakat memanfaatkan
air tanah tersebut untuk keperluan mandi dan mencuci. Dari hasil pengamatan di
lapangan menunjukkan bahwa pengamatan secara fisik kondisi air yang ada di
lokasi dalam keadaan alami. Air tanah atau sumber air bersih warga dalam
keadaaan tidak berbau dan tidak berasa. Begitupun halnya dengan air laut,
masih dalam kondisi alami.

Untuk mengetahui kualitas air yang berada di sekitar lokasi kegiatan, maka
dilakukan pengukuran terhadap kualitas air. Pengukuran parameter kualitas air
dilakukan dengan menggunakan instrumen spektrofotometer.

1. Air Tanah

Cara pengukuran dan evaluasi kualitas air tanah berpedoman pada Permenkes
RI No. 416 Tahun 1990 tentang Persyaratan Kualitas Air Bersih. Hasil analisis
laboratorium untuk kualitas air tanah disajikan pada Tabel ….

Tabel … Hasil analisis laboratorium tentang kualitas air bersih


No. Parameter Satuan Hasil Analisis# Baku Mutu *
Fisika O
C
1 Temperatur 30,01 Deviasi 3
Kimia
mg/L
2 pH 7,83 6,5-9
mg/L
3 NH3-N <0,04 -
mg/L
4 DO 9,664 -
mg/L
5 BOD 26,85 -
mg/L
6 Seng <0,01 15
mg/L
7 Tembaga <0,01 0,05
Mikrobiologi
sel/100ml
8 Fecal coli 20(2,0x10) -
sel/100ml
9 Total coli 27(2,7x10) 50
Sumber: Hasil analisis Laboratorium Lingkungan DLH Donggala, 201.

Keterangan:
* = Baku mutu air bersih berdasarkan Permenkes Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990
Th. 1990.
# = Air Tanah di Desa Surumana, Kec, Banawa Selatan
Titik Koordinat: S: 00o50’58’’
E: 119o34’05”

Hasil analisis sifat fisik air tanah seperti temperatur air yaitu 30,010C. Temperatur
tersebut masih berada pada kondisi temperatur alami di daerah pengamatan.
Temperatur yang terlalu tinggi dapat menurunkan nilai oksigen terlarut dalam air
yang juga berpengaruh terhadap BOD air. Pengukuran suhu menjadi sangat
penting dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan karena suhu air sangat
berpengaruh terhadap nilai dan besaran parameter kimia yang menjadi target
pengamatan. Oleh karena itu, parameter suhu menjadi tolak ukur dalam analisis
dan interpretasi hasil pengamatan atau pengukuran.

Pengaruh pH terhadap kualitas air, mempengaruhi baku mutu air untuk layak
dikonsumsi. Sesuai dengan Permenkes RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang
Persyaratan Kualitas Air Minum, kisaran pH normal adalah pH netral hingga
basa, yaitu 6,5 sampai 8,5. Begitu pula untuk Permenkes RI No. 416 Tahun 1990
tentang tentang Persyaratan Kualitas Air Bersih mempersyaratkan pH 6-9. pH air
tanah hasil pengamatan berada pada kisaran pH yang dipersyaratkan sebgai air
minum dan air bersih, yakni pH 7,83. Kondisi air tanah tersebut berada kisaran
pH alkali atau kondisi pH yang dibutuhkan oleh tubuh manusia.

Kebutuhan Oksigen Biokimia (BOD) didefenisikan sebagai banyaknya oksigen


yang diperlukan oleh organisme pada saat penguraian bahan organik, pada
kondisi aerobik. BOD yang tinggi masuk ke dalam suatu badan air akan
mengakibatkan terjadinya deplesi oksigen di dalam air. Hasil analisis
laboratorium menunjukkan kandungan BOD air tanah yang rendah, yaitu 26,85
mg/L. Kandungan oksigen terlarut (DO) sangat penting diperairan karena sangat
menentukan proses biokimia air yang akan mempertahankan tingkat kualitas air.
Oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan, karena
oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan
anorganik. Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa kandungan oksigen
terlarut pada air tanah, yaitu 9,664 mg/L.

Nitrogen di perairan dapat berupa nitrogen anorganik dan organik. Nitrogen


anorganik terdiri atas amoniak (NH3), ammonium (NH4), nitrit (NO2), nitrat (NO3),
dan molekul nitrogen (N2) dalam bentuk gas. Amonium dapat bersumber dari
buangan industri dan sangat mudah terlarut dalam air. Keberadaan amonia
dalam air dalam jumlah tinggi dapat membahayakan kesehatan manusia, karena
memiliki sifat karsinogenik sebagai penyebab utama penyakit kanker. Hasil
analisis di laboratorium menunjukkan kandungan amonia pada air tanah sangat
rendah, yaitu <0,04 mg/L.
Komponen alami lain yang ada di air adalah logam berat, namun konsentrasinya
sangat rendah sehingga unsur ini termasuk ke dalam unsur “trace”. Air sering
tercemar oleh berbagai komponen anorganik, diantaranya berbagai jenis logam
berat berbahay. Logam-logam berat tersebut diketahui dapat terakumulasi dalam
tubuh suatu organisme dan tetap tinggal dalam tubuh dalam jangka waktu lama
sebagai racun. Logam tembaga (Cu) merupakan logam yang cukup melimpah di
alam dan seringkali mencemari air tanah. Nilai ambang batas logam tembaga
yang terlarut dalam air tanah sesuai Permenkes RI No. 416 Tahun 1990 tentang
tentang Persyaratan Kualitas Air Bersih adalah 0,05 mg/L. Hasil analisis
laboratorium menunjukkan bahwa pada air tanah yang digunakan sebagai
sumber air bersih oleh masyarakat memiliki kadar logam Cu <0,01 mg/L. Logam
berat lainnya yang biasa mencemari air yaitu, Seng (Zn). Logam tersebut juga
masih sangat rendah dalam air tanah yang dianalisis, yaitu <0,01 mg/L.

2. Air Laut

Pengukuran parameter kualitas air laut berpedoman pada Kep. Menteri


Lingkungan Hidup RI No. 51/MENLH/2004 tentang Baku Mutu Air Laut. Hasil
analisis laboratorium untuk kualitas air laut disajikan pada Tabel …

Tabel … Hasil analisis laboratorium tentang kualitas air laut.


Hasil
No. Parameter Satuan Baku Mutu *
Analisis#
O
Fisika C
Alami
1 Suhu 29,8 Coral: 28-30
Hutan Bakau: 28-32
Kimia mg/L
2 pH mg/L 8 7-8,5
3 DO mg/L 9,664 >5
4 BOD mg/L 67,1 20
5 N-NH3 0,073 0,3
6 Surfaktan/ detergen sel/100ml <0,025 1
Mikrobiologi sel/100ml
7 Fecal coli 15 (1,5x10) 1000
8 Total coli 21 (2,1x10) 1000
Sumber: Hasil analisis Laboratorium Lingkungan DLH Donggala, 2018.

Keterangan:
* = Baku mutu air laut berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup RI No.
51/MENLH/2004.
# = Air Tanah di Desa Surumana, Kec, Banawa Selatan
Titik Koordinat: S: 00o50’56’’
E: 119o34’13”

Nilai pH menjadi salah satu parameter penting pada kualitas air laut. pH rendah
akan meningkatkan potensi kelarutan logam berat, sedangkan pH tinggi hingga
satu angka dari batas normal akan meningkatkan konsentrasi ammonia di dalam
air. Hasil analisis laboratorium menunjukkan pH air laut dalam keadaan normal,
yaitu 8. Parameter lainnya yang berpengaruh pada kualitas air adalah suhu air
tersebut. Suhu air laut yang meningkat dapat menyebabkan penurunan kadar
oksigen terlarut. Dilain pihak, akan diperparah dengan meningkatnya konsumsi
oksigen oleh organisme laut yang meningkat. Suhu air laut hasil pengukuran
menunjukkan suhu air laut pada titik yaitu 29,8oC atau berada pada kisaran alami
yang dipersyaratkan dalam Kep. Menteri Lingkungan Hidup RI No.
51/MENLH/2004 tentang Baku Mutu Air Laut, yaitu 28-30OC.

Oksigen terlarut (DO) merupakan parameter yang sangat penting dalam air laut.
Sebagian besar makhluk hidup dalam air laut membutuhkan oksigen untuk
mempertahankan hidupnya, baik tanaman maupun hewan air. Nilai DO hasil
analisis laboratorium telah melewati batas minimum nilai DO (>5 mg/L), yaitu
6,378 mg/L. Peningkatan nilai BOD merupakan petunjuk adanya penurunan
kandungan oksigen pengurai dan meningkatnya laju penguraian pengairan yang
mempunyai nilai BOD tinggi dan tidak mempunyai kemampuan meningkatkan
kandungan oksigen terlarutnya akan sangat berbahaya bagi kehidupan biota
akuatik yang ada. Pada air laut, sebagaimana dalam Kep. Menteri Lingkungan
Hidup RI No. 51/MENLH/2004 tentang Baku Mutu Air Laut, baku mutu BOD
untuk perairan bagi keperluan wisata bahari adalah 10 mg/L, sedangkan bagi
biota laut baku mutu BOD adalah 20 mg/L. Nilai BOD air laut di lokasi
pengamatan cukup tinggi, yaitu 67,1 mg/L.

Senyawa nitrogen dalam air laut terdapat dalam tiga bentuk utama yang berada
dalam keseimbangan, yaitu amoniak, nitrit dan nitrat. Keseimbangan tersebut
sangat dipengaruhi oleh kandungan oksigen bebas dalam air. Pada saat kadar
oksigen rendah, keseimbangan bergerak menuju amoniak, sedangkan pada saat
kadar oksigen tinggi keseimbangan bergerak menuju nitrat sehingga nitrat
merupakan hasil akhir dari oksidasi nitrogen dalam air laut. Amoniak (NH 3) pada
suatu perairan berasal dari urin dan feses yang dihasilkan oleh ikan. Kandungan
amoniak ada dalam jumlah yang relatif kecil jika dalam perairan dengan
kandungan oksigen terlarut tinggi. Sehingga kandungan amonia dalam perairan
bertambah seiring dengan bertambahnya kedalaman. Pada dasar perairan
kemungkinan terdapat amonia dalam jumlah yang lebih banyak dibanding
perairan di bagian atasnya karena oksigen terlarut pada bagian dasar relatif lebih
kecil. Konsentrasi amoniak yang tinggi pada permukaan air akan menyebabkan
kematian ikan yang terdapat pada perairan tersebut. Konsentrasi amoniak dalam
air laut pada dasarnya rendah dan inilah yang dimanfaatkan oleh fitoplankton
sehingga terjadi oksidasi amoniak yang menghasilkan nitrit dan nitrat oleh bakteri
nitrifikasi. Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa di lokasi kegiatan
kadar amoniak tergolong rendah, yaitu 0,073 mg/L atau dibawah ambang batas
maksimum 1 mg/L.

Berdasarkan seluruh hasil analisis parameter di laboratorium menunjukkan


bahwa kondisi air laut di lokasi kegiatan masih dalam keadaan yang cukup alami.
Merujuk pada kadar mikrobiologi (fecal coli dan total coli) yang masih sangat
rendah.

3. Air Rawa
Cara pengukuran dan evaluasi kualitas air rawa berpedoman pada Peraturan
Pemerintah RI No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air untuk mutu air kelas II. Hasil analisis laboratorium
untuk kualitas air rawa disajikan pada Tabel …
Tabel … Hasil analisis laboratorium tentang kualitas air rawa
Hasil
No. Parameter Satuan Baku Mutu *
Analisis#
Fisika O
C
1 Temperatur 28 Deviasi 3
mg/L
2 Residu terlarut 593 1000
mg/L
3 Residu tersuspensi <2 50
NTU
4 Turbiditas 0
µS/cm
5 DHL 865 -
%
6 Salinitas 0,18 -
Kimia
7 pH 7,76 6-9
mg/L
8 BOD 2,418 3
mg/L
9 DO 10,421 4
mg/L
10 Total fosfat sebagai P 0,028 0,2
mg/L
11 NO2-N 0,020 0,06
mg/L
12 Besi <0,02 -
mg/L
13 Sulfat 41,298 -
mg/L
14 Seng <0,01 15
mg/L
15 Timbal <0,01 0,05
Mikrobiologi
sel/100mL
16 Fecal Coli 16(1,6x10) 1000
sel/100mL
17 Total Coli 114(11,4x10) 5000
Sumber: Hasil analisis Laboratorium Lingkungan DLH Donggala, 2018.

Keterangan:
* = Baku mutu air rawa berdasarkan PP RI No. 82 Tahun 2001 Kelas II.
# = Air rawa di Desa Surumana, Kec. Banawa Selatan

Air rawa merupakan jenis air memiliki kandungan logam besi (Fe) yang cukup
tinggi dengan tingkat kekeruhan yang tinggi. Kadar Fe dari air rawa di lokasi
pengamatan, yaitu <0,02 mg/L, tetapi air rawa cenderung lebih jernih karena
tingkat kekeruhan 0 NTU dan padatan tersuspensi <2 mg/L. Namun demikian,
kadar padatan terlarut dalam air rawa cukup tinggi, yaitu 593 mg/L. Sementara
itu, kadar logam berat dalam air rawa juga masih dibawah ambang batas.
Logam besi, seng, dan timbal yang terukur masing-masing <0,02, <0,01, dan
<0,01 mg/mL. Rendahnya kadar logam tersebut, sehingga ikan dan udang dalam
air sangat layak dikonsumsi.
Hasil analisis sifat fisik air seperti temperatur air di lokasi pengamatan berada
pada suhu 28OC. Temperatur tersebut masih dalam kondisi alami sesuai
temperatur lokasi kegiatan. pH air rawa secara teori memiliki derajat keasaman
yang cukup tinggi, akan tetapi hasil analisis menunjukkan bahwa pH air rawa di
lokasi kegiatan berada pada kisaran pH netral (7,76). Namun demikian, pH
tersebut masih berada kisaran pH yang dipersyaratkan dalam PP RI No. 8 Tahun
2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air untuk
mutu air kelas II adalah pH 6-9.
Peranan oksigen terlarut (DO) dalam air rawa sangat penting untuk kebutuhan
hidup organisme rawa, seperti ikan dan udang. Hasil analisis laboratorium
menunjukkan kandungan oksigen terlarut 10,421 mg/L atau di atas batas
minimum nilai DO yang persyaratkan, yaitu 4 mg/L. Begitupula kadar BOD dalam
air rawa masih di bawah ambang batas maksimum (3 mg/L), yaitu 2,418 mg/L.
Fakta tersebut menunjukkan bahwa air rawa sangat layak digunakan untuk
budidaya ikan air rawa.
Kandungan fosfat yang tinggi pada perairan akan menyebabkan pertumbuhan
tumbuhan air yang sangat pesat sehingga mengurangi jumlah oksigen terlarut
yang selanjutnya mempengaruhi kehidupan makhluk hidup di dalamnya. Hasil
analisis laboratorium menunjukkan kadar fosfat pada air rawa adalah 0,028 mg/L
atau di bawah nilai ambang batas 0,2 mg/L. Sementara itu, sumber nitrogen
dalam air sungai ataupun rawa dapat berupa nitrat, nitrit, dan amoniak. Hasil
analisis di laboratorium menunjukkan kandungan nitrit (N-NO 2) air rawa cukup
rendah, yaitu 0,02 mg/L atau berada di bawah ambang batas prasyarat PP RI
No. 82 Th. 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air untuk mutu air kelas II.

Merujuk pada hasil analisis mikrobiologi yang juga masih dalam kondisi layak,
maka air rawa sangat layak digunakan untuk budidaya ikan air tawar ataupun
udang.

Kualitas Udara

Pengumpulan data kualitas udara dilakukan dengan cara pengamatan/


pengukuran langsung di lapangan dengan menggunakan “air pump sampling”.
Kemudian sampel tersebut dianalisis di laboratorium.

Pengambilan sampel udara bertujuan untuk mengetahui kondisi udara di sekitar


lokasi pengamatan. Ada beberapa parameter kualitas udara yang diukur, antara
lain SO2, NO2, CO, Pb, dan debu. Dimana parameter tersebut sangat
berpengaruh terhadap kondisi kualitas udara ambien yang ada di lokasi.
Demikian juga akan berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat, antara lain
gangguan pernafasan.
Untuk mengetahui kualitas udara di sekitar lokasi pengamatan, maka diperlukan
analisis tentang kandungan SO2, NO2, CO, Pb, dan debu agar dapat diketahui
kemungkinan terjadinya pencemaran. Parameter yang diteliti, cara pengambilan
sampel, dan metode analisis dilakukan sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI
No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Hasil analisis
laboratorium untuk kualitas udara disajikan pada Tabel …

Tabel… Hasil analisis laboratorium tentang kualitas udara


Parameter Udara Ambien Unit Hasil Analisa# Baku Mutu*
Nitrogen Dioksida (NO2) μg/Nm3 0,675 400
Sulfur Dioksida (SO2) μg/Nm3 0,375 900
Debu μg/Nm3 90,415 230
Sumber: Hasil analisis Laboratorium Lingkungan DLH Donggala, 2018.

Keterangan:
* = Baku mutu udara berdasarkan PP RI No. 41 Tahun 1999.
# = Udara di Desa Surumana, Kec. Banawa Selatan
Titik Koordinat: S: 00o51’04’’
E: 119o34’14”
Nitrogen dioksida (NO2) merupakan senyawa nitrogen sebagai polutan kimia
yang memiliki sifat toksik yang cukup berbahaya. Dapat bersumber dari
pembakaran dan asap kendaraan bermotor. Kadar NO2 dalam udara di lokasi
kegiatan cukup rendah, yaitu 0,675 μg/Nm3, yang berarti masih di bawah
ambang batas, yaitu 400 μg/Nm3.

Sulfur dioksida (SO2) merupakan pencemar yang paling umum, terutama


ditimbulkan akibat pembakaran bahan bakar fosil yang mengandung sulfur tinggi
dalam bentuk sulfur organik dan anorganik. Hasil analisis laboratorium
menunjukkan kandungan SO2 di lokasi kegiatan masih berada di bawah ambang
batas, yaitu 0,375 μg/Nm3.

Sumber artifisial debu adalah pembakaran minyak bumi, batu bara dan lain-lain
yang dapat menghasilkan gejala yaitu partikulat yang terdiri atas karbon dan zat-
zat lain yang melekat padanya. Akibat lingkungan yang berdebu akan berdampak
pada penimbunan debu dalam paru-paru manusia yang bekerja dan bertempat
tinggal di sekitar lokasi tersebut. Gangguan kesehatan akibat debu tergantung
pada lamanya kontak, kandungan debu dalam udara, jenis debu, dan lain-lain.
Kandungan debu di lokasi pengamatan masih tergolong rendah, yaitu 90,415
μg/Nm3, dimana ambang batas debu di udara sesuai dengan PP No. 41 Tahun
1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara adalah 230 μg/Nm3.

Berdasarkan hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa tidak ada parameter


yang melebihi ambang batas yang dipersyaratkan dalam PP No. 41 Tahun 1999
tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Dengan kata lain, kondisi udara di
sekitar lokasi pengamatan masih dalam keadaan alami.

Anda mungkin juga menyukai