Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi


buang air besar lebih dari biasanya (3 atau lebih per hari) yang disertai perubahan
bentuk dan konsisten tinja dari penderita.
Selama anak diare, terjadi peningkatan hilangnya cairan dan elekrolit
(natrium, kalium dan bikarbonat) yang terkandung dalam tinja cair anak.
Dehidrasi terjadi bila hilangnya cairan dan elektrolit ini tidak diganti secara
adekuat, sehingga timbullah kekurangan cairan dan eletrolit. Derajat dehidrasi
diklasifikasikan sesuai dengan gejala dan tanda yang mencerminkan jumlah cairan
yang hilang. Rejimen rehidrasi dipilih sesuai dengan derajat dehidrasi yang ada.
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kejadian penyakit diare
diantaranya tingkat pengetahuan, sikap, perilaku, kualitas air yang dikonsumsi
serta fasilitas sanitasi yang memenuhi syarat khususnya buang air besar.
Penyakit diare masih termasuk dalam 10 penyakit terbanyak di Poliklinik
Puskesmas Kawatuna tahun 2015, yaitu menempati urutan ke 4 dari 10 penyakit
terbanyak. Jumlah kasus tahun 2015 yaitu berjumlah 328 orang, tahun 2014 yaitu
390 orang, tahun 2013 yaitu 404 orang, tahun 2012 486 orang dan pada tahun
2011 sebanyak 489 orang. Dengan melihat angka tersebut terlihat adanya
penurunan dari tahun ke tahun. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat kesadaran
masyarakat akan pentingnya hygiene perseorangan, dan cuci tangan dengan sabun
sebelum makan.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk menurunkan angka kejadian diare,
seperti penyuluhan tentang diare dan PHBS. Upaya ini dapat menurunkan
kejadian diare di setiap tahunnya, namun belum dapat menekan kejadian diare
secara optimal.

1
BAB II
KASUS

A. IDENTITAS
Nama : An. F------
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 19 Februari 2012 / 4 tahun 11 bulan
Agama : Islam
Tanggal Pemeriksaan : 17 Januari 2017
Alamat : Jl. Swadaya No. 19 Palu

B. ANAMNESIS
Keluhan utama :
Buang air besar cair

Riwayat penyakit sekarang :


Pasien datang ke Puskesmas dengan keluhan buang air besar cair dengan
ampas sedikit, banyak kali (lebih dari 5 kali sehari), berwarna kuning,
bercampur lendir, tidak bercampur darah, bau busuk tidak spesifik. Keluhan ini
dikeluhkan sejak 2 hari yang lalu.
Pasien juga mengeluh sakit perut yang dirasakan ketika akan buang air
besar dan ingin muntah. Nafsu makan baik, minum seperti biasa (tidak seperti
kehausan sekali ataupun malas minum).
Pasien tidak mengalami batuk, sesak atau beringus. Pasien panas, terus-
menerus, meskipun telah mengkonsumsi obat penurun panas, tidak kejang,
tidak sakit kepala, maupun pusing. Pasien tidak rewel, buang air kecil lancar,
berwarna kuning, tidak terasa nyeri saat berkemih.

Riwayat penyakit sebelumnya :


Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa ataupun riwayat
penyakit lainnya.

2
Riwayat penyakit keluarga :
Pasien tinggal bertiga dirumahnya, yaitu nenek, ayah, dan pasien. Tidak
ada keluarga pasien yang sering mengalami buang air besar cair sebelumnya.

Riwayat sosial-ekonomi :
Pasien berasal dari keluarga ekonomi menengah kebawah.

Riwayat kebiasaan dan lingkungan :


Tante pasien tidak mengetahui apakah anak-anak tetangga ada yang
mengalami buang air besar cair atau tidak. Pasien sering bermain di luar rumah
bersama anak-anak tetangga. Pasien sering juga bermain dengan ayam.
Rumah pasien berada di pinggir jalan, terdiri dari 2 kamar tidur, ruang
tamu, ruang keluarga, dapur, dan kamar mandi. Ruang tamu, ruang keluarga,
dan dapur memiliki pencahayaan dan ventilasi udara yang cukup. Namun
kamar tidur memiliki jendela yang jarang dibuka dan tidak ada ventilasi
sehingga walau siang harus menyalakan lampu. Semua ruangan berdinding
kayu, beratap seng, dan berlantai semen, kecuali dapur berlantai tanah.
Di depan rumah terdapat halaman yang cukup luas. Tidak tampak adanya
tanaman hias, dan kadang terdapat ayam yang berkeliaran, tepat diseberang
jalan didepan rumah terdapat tumpukan sampah dan tampak banyak lalat yang
berterbangan. Di samping rumah terdapat gudang.
Pada bagian dapur tampak agak kurang nyaman karena berlantaikan
tanah dan kadang terdapat kotoran kucing. Bagian dapur bersebelahan dengan
bagian belakang rumah yang tampak agak berantakan dan tampak adanya
tumpukan sampah dan ayam yang berkeliaran juga lalat yang berterbangan.

3
Halaman depan rumah

Tampak rumah dari depan

4
Halaman samping rumah

Ruang tamu

5
Ruang keluarga

Ruang makan

6
Dapur

7
Halaman Belakang

Anamnesis makanan :
Minum ASI sejak usia 0 hari sampai 2 tahun. Tidak pernah diberikan
susu formula. Makan pisang sejak usia 6 bulan sampai 8 bulan, dilanjutkan
bubur saring hingga usia 1 tahun, dilanjut makan nasi sampai sekarang.
Makanan dan minuman diolah oleh nenek pasien. Air untuk mencuci
bahan makanan dan memasak berasal dari air dari sumur yang ditarik dengan
mesin. Kemudian air tersebut dimasak untuk digunakan. Air untuk minum juga
berasal dari air yang sama dan ditampung di ember dan diletakkan di dapur.
Sebelum mengolah makanan dan memberi makan ke pasien, nenek
pasien mencuci tangan terlebih dahulu. Namun tangan pasien terkadang hanya
dicuci dengan air (tidak menggunakan sabun) dan terkadang tidak dicuci.
Peralatan makan dicuci menggunakan air mengalir dan menggunakan sabun.
Orang tua pasien mengatakan bahwa pasien sering jajan makanan
sembarangan.

Riwayat imunisasi :
Imunisasi dasar lengkap, yaitu Hepatitis B 1 kali, Polio 4 kali, DPT/HB-
Hib 3 kali, BCG 1 kali, campak 1 kali

8
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis
Berat badan : 22 kg
Panjang badan : 90 cm
Status Gizi : Z score -1SD sampai -1 sampai -2SD  Gizi baik

Tanda Vital :
Denyut Nadi : 110 kali/menit
Respirasi : 28 kali/menit
Suhu : 38,1°C

Kulit :
Ruam : -
Turgor : Kembali kurang dari 2 detik

Kepala :
Bentuk : Normocephale
Ubun-ubun : Menutup
Mata : Anemis -/-, ikterik -/-, mata cekung -/-
Hidung : Rhinorrhea -/-
Mulut : Mulut tidak kering, tonsil sulit dinilai, faring hiperemis –
Telinga : Otorrhea -/-

Leher :
Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Pembesaran kelenjar tiroid (-)

9
Paru-paru :
Inspeksi = Pengembangan paru simetris bilateral, retraksi -/-
Palpasi = Vocal fremitus kanan dan kiri sama
Pengembangan paru ± 2cm
Perkusi = Sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi = Bronkovesikular +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-

Jantung :
Inspeksi = Ictus cordis tidak tampak
Palpasi = Ictus cordis teraba di SIC V linea midclavikula sinistra
Perkusi = Pekak
Auskultasi = Bunyi jantung I/II murni regular

Abdomen :
Inspeksi = Kesan cembung
Auskultasi = Peristaltik kesan meningkat
Perkusi = Hipertimpani di seluruh kuadran abdomen
Palpasi = Nyeri tekan sulit dinilai

Anggota gerak :
Ekstremitas atas = Akral hangat tanpa edema
Ekstremitas bawah = Akral hangat tanpa edema

D. RESUME
Pasien anak laki-laki mengalami buang air besar cair, ampas sedikit,
warna kuning, bercampur lendir, tidak bercampur darah, berbau busuk tidak
spesifik, lebih dari 5 kali sehari yang dikeluhkan sejak 2 hari yang lalu. Pasien
mengeluh sakit perut ketika ingin buang air besar dan ingin muntah. Pasien
demam, terus-menerus, meskipun telah mengonsumsi obat penurun panas.
Pasien tidak malas minum ataupun kehausan sekali. Pasien tidak rewel. Buang
air kecil biasa.

10
Tanda-tanda vital : nadi 110 kali/menit, respirasi 28 kali/menit, suhu
38,1°C. Pemeriksaan fisik : keadaan umum sakit sedang, kesadaran
komposmentis, turgor baik, mata tidak cekung, mulut tidak kering, abdomen
kesan cembung, peristaltik kesan meningkat, perkusi abdomen hipertimpani
dan nyeri tekan abdomen sulit dinilai. Akral ekstremitas atas dan bawah
hangat. Skor dehidrasi 6, kesan tanpa dehidrasi.

E. DIAGNOSIS
Diare akut tanpa dehidrasi

F. PENATALAKSANAAN
Non medikamentosa :
 Beri makanan lunak/seperti biasa lebih sedikit dan lebih sering dari biasanya
 Beri minum lebih banyak dari biasanya
 Menganjurkan agar segera ke fasilitas kesehatan rawat inap jika :
 Gelisah, rewel, lesu, atau tidak sadar
 Buang air besar cair lebih sering
 Muntah
 Sangat haus
 Tidak mau atau sangat sedikit makan dan minum
 Buang air besar disertai darah
 Tidak membaik dalam 3 hari perawatan di rumah

Medikamentosa :
 Zink 1 x 20mg (selama 10 hari)
 Oralit 100 – 200cc/diare
 Paracetamol syrup 125mg/5ml 3 x 1cth

11
BAB III
DISKUSI

ASPEK KLINIS
Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan
konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih
sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari.
Penyakit diare masih termasuk dalam 10 penyakit terbanyak di Poliklinik
Puskesmas Kawatuna tahun 2015, yaitu menempati urutan ke 4 dari 10 penyakit
terbanyak. Jumlah kasus tahun 2015 yaitu berjumlah 328 orang, tahun 2014 yaitu
390 orang, tahun 2013 yaitu 404 orang, tahun 2012 486 orang dan pada tahun
2011 sebanyak 489 orang. Dengan melihat angka tersebut terlihat adanya
penurunan dari tahun ke tahun. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat kesadaran
masyarakat akan pentingnya hygiene perseorangan, dan cuci tangan dengan sabun
sebelum makan.
Jenis diare ada 2 yaitu diare akut dan diare persisten atau diare
kronik.4WHO/UNICEF (1987) mendefinisikan diare akut sebagai kejadian akut
dari diare yang biasanya berlangsung selama 3 – 7 hari tetapi dapat pula
berlangsung sampai 14 hari. Diare persisten adalah episode diare yang
diperkirakan penyebabnya adalah infeksi dan mulainya sebagai diare akut tetapi
berakhir lebih dari 14 hari, serta kondisi ini menyebabkan malnutrisi dan berisiko
tinggi menyebabkan kematian. Pada kasus ini, pasien mengalami diare yang
berlangsung selama 3 hari, sehingga dikategorikan sebagai diare akut.
Dasar pengobatan diare akut adalah rehidrasi dan memperbaiki
keseimbangan cairan dan elektrolit. Oleh karena itu langkah pertama adalah
tentukan derajat dehidrasi.
Ada 3 derajat dehidrasi yaitu diare tanpa dehidrasi, diare dengan dehidrasi
ringan/sedang, dan diare dengan dehidrasi berat.

12
Untuk menilai derajat dehidrasi (kekurangan cairan) dapat digunakan skor WHO
modifikasi berikut :

Interpretasi skor derajat dehidrasi yaitu skor 6 = diare tanpa dehidrasi, 7 – 12 =


diare dehidrasi ringan-sedang, dan ≥13 = diare dehidrasi berat.
Pada kasus ini, keadaan umum pasien baik dan sadar, nafsu makan baik,
minum seperti biasa (tidak seperti kehausan sekali ataupun malas minum), mata
tidak cekung, mulut tidak kering, pernapasan 28 kali/menit, turgor kembali segera,
serta nadi 110 kali/menit. Sehingga pasien masuk kriteria diare tanpa dehidrasi.
Pada penderita diare tanpa dehidrasi (rencana terapi A), jelaskan pada ibu
tentang 4 aturan perawatan di rumah, yaitu :
1. Beri cairan tambahan (sebanyak anak mau)
 Jelaskan pada ibu :
 Beri ASI lebih sering dan lebih lama pada setiap kali pemberian.

13
 Jika anak memperoleh ASI eksklusif, berikan oralit atau air matang
sebagai tambahan.
 Jika anak tidak memperoleh ASI eksklusif, berikan 1 atau lebih cairan
berikut ini : Oralit, cairan makanan (kuah sayur, air tajin) atau air
matang. Sejak akhir tahun 1970-an, larutan rehidrasi oral (oralit) telah
menjadi perawatan yang paling sering direkomendasikan untuk
dehidrasi yang disebabkan oleh diare. Lebih dari 90% dari semua
kematian diare berpotensi dapat dihindari dengan cakupan larutan
rehidrasi oral.
 Anak harus diberi larutan oralit di rumah jika :
 Anak telah diobati dengan Rencana Terapi B atau C dalam kunjungan
ini.
 Anak tidak dapat kembali ke klinik jika diarenya bertambah parah.
 Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit. Beri ibu 6 bungkus
oralit (200 ml) untuk digunakan di rumah.
 Tunjukkan kepada ibu berapa banyak oralit/cairan lain yang harus
diberikan pada anak setiap kali buang air besar :
 Sampai umur 1 tahun : 50 – 100 ml setiap kali buang air besar.
 Umur 1 sampai 5 tahun : 100 – 200 ml setiap kali buang air besar.
 Katakan kepada ibu :
 Agar meminumkan sedikit-sedikit tapi sering dari mangkuk/cangkir/
gelas.
 Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian lanjutkan lagi dengan
lebih lambat.
 Lanjutkan pemberian cairan tambahan sampai diare berhenti.
2. Beri tablet Zinc selama 10 hari
 Dosis tablet Zinc ( 1 tablet = 20 mg )
 Berikan dosis tunggal selama 10 hari :
 Umur 2 – 6 bulan : ½ tablet
 Umur ≥ 6 bulan : 1 tablet

14
 Cara pemberian tablet Zinc :
 Larutkan tablet dengan sedikit air atau ASI dalam sendok teh (tablet
akan larut ± 30 detik) , segera berikan kepada anak.
 Apabila anak muntah sekitar setengah jam setelah pemberian tablet
Zinc, ulangi pemberian dengan cara memberikan potongan lebih kecil
dilarutkan beberapa kali hingga satu dosis penuh.
 Ingatkan ibu untuk memberikan tablet Zinc setiap hari selama10 hari
penuh, meskipun diare sudah berhenti.
 Bila anak menderita dehidrasi berat dan memerlukan cairan infus, tetap
berikan tablet Zinc segera setelah anak bisa minum atau makan.
3. Lanjutkan pemberian makanan

4. Kapan harus kembali


Jika anak diare, kembali jika :
 Berak campur darah
 Malas minum
Pada kasus ini pasien diterapi dengan oralit 100 – 200cc/diare. Juga diberikan
terapi Zinc 1 x 20mg selama 10 hari.
Anak yang mengalami diare selalu memiliki risiko mengalami dehidrasi.
Oleh karena itu, setiap kehilangan cairan melalui buang air besar, cairan harus

15
diganti. Jika anak muntah, tunggu 10 menit, baru kemudian diberikan kembali
cairan secara perlahan. Sehingga pada kasus ini jika anak muntah, 10 menit
kemudian diberikan kembali cairan secara perlahan, dan tidak menjadi indikasi
pemberian cairan secara intravena.
Tidak semua kasus diare memerlukan antibiotik. Antibiotik hanya diberikan
jika ada indikasi, seperti diare berdarah atau diare karena kolera, atau diare
dengan disertai penyakit lain. Selain bahaya resistensi kuman, pemberian
antibiotik yang tidak tepat bisa membunuh flora normal yang justru dibutuhkan
tubuh. Efek samping dari penggunaan antibiotik yang tidak rasional adalah
timbulnya gangguan fungsi ginjal, hati dan diare yang disebabkan oleh antibiotik.
Sehingga pada kasus ini tidak diberikan antibiotik, karena diare tidak berdarah,
diare bukan karena kolera, ataupun tidak disertai penyakit lain.
Ketika terkena diare, tubuh akan memberikan reaksi berupa peningkatan
motilitas atau pergerakan usus untuk mengeluarkan kotoran atau racun. Perut akan
terasa banyak gerakan dan berbunyi. Anti diare akan menghambat gerakan itu
sehingga kotoran yang seharusnya dikeluarkan, justru dihambat keluar. Selain itu
anti diare dapat menyebabkan komplikasi yang disebut prolapsus pada usus.
Sehingga pada kasus ini tidak diberikan obat anti diare.

ASPEK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


Menurut H.L Blum, ada 4 faktor yang bersama-sama mempengaruhi tingkat
kesehatan masyarakat, yaitu kesehatan lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan,
dan genetik/keturunan. Keempat faktor tersebut di samping berpengaruh langsung
kepada kesehatan, juga saling berpengaruh satu sama lainnya. Diare menjadi
masalah di masyarakat disebabkan oleh karena faktor-faktor berikut :
1. Kesehatan Lingkungan
Pengalaman di beberapa Negara membuktikan bahwa upaya
penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan risiko
terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus
membuat jamban, dan keluarga harus buang air besar di jamban.

16
Yang harus diperhatikan oleh keluarga adalah keluarga harus
mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai oleh seluruh
anggota keluarga, bersihkan jamban secara teratur, gunakan alas kaki bila
akan buang air besar.
Mengingat bahwa ada beberapa penyakit yang dapat ditularkan melalui
air antara lain adalah diare, kolera, disentri, hepatitis, penyakit kulit, dan
penyakit mata, maka penyediaan air bersih baik secara kuantitas dan kualitas
mutlak diperlukan dalam memenuhi kebutuhan air sehari-hari termasuk untuk
menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
Sampah merupakan sumber penyakit dan tempat berkembang biaknya
vektor penyakit seperti lalat, nyamuk, tikus, kecoa, dsb. Oleh karena itu
pengelolaan sampah sangat penting untuk mencegah penularan penyakit.
Tempat sampah harus disediakan, sampah harus dikumpulkan setiap hari, dan
dibuang ke tempat penampung sementara. Bila tidak terjangkau oleh
pelayanan pembuangan sampah ke tempat pembuangan akhir dapat dilakukan
pemusnahan sampah dengan cara ditimbun atau dibakar.
Pada kasus ini terlihat kurang nyaman untuk lingkungan rumah pasien
sendiri. Terlihat mulai dari depan rumah pasien adanya tumpukan sampah
yang bisa menjadi sumber penyakit seperti yang di jelaskan di atas.
Kemudian pada bagian dapur pasien yang dimana lantainya hanya tanah dan
kadang terdapat kotoran kucing. Ini juga menjadi sumber penyakit dan dapur
merupakan tempat mengolah makanan yang seharusnya menjadi tempat yang
bersih sehingga makanan yang diolah sehat.

2. Perilaku
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perseorangan yang
penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci
tangan dengan sabun dan air bersih saat sebelum makan, sebelum mengolah,
dan menghidangkan makanan serta setelah buang air besar dan kecil.
Pengolahan makanan dan minuman yang tidak higienis berperan dalam
penularan diare misalnya makanan yang tercemar dengan debu, sampah,

17
dihinggapi lalat dan air minum yang tidak dimasak. Pengelolaan makanan
sesuai standar WHO :
a. Jaga kebersihan : cuci tangan sebelum memasak dan keluar dari toilet,
cuci alat masak dan alat makan, dapur harus bersih, jangan ada binatang,
serangga, dan lain-lain.
b. Pisahkan bahan makanan matang dan mentah. Gunakan alat dapur dan
makanan yang berbeda.
c. Masak makanan hingga matang ; terutama daging, ayam, telur, seafood.
d. Simpan makanan pada suhu aman ; jangan simpan makanan terlalu lama
di suhu ruangan, masukkan kulkas bila ingin disimpan dan sebelum
dihidangkan panaskan hingga lebih 85°C.
e. Gunakan air bersih dan bahan makanan yang baik.
Pada kasus ini pasien memiliki perilaku yang kurang baik, dimana pasien
sering mencuci tangan tidak menggunakan sabun dan juga kadang tidak
mencuci tangan. Kebiasaan pasien yang sering bermain di luar rumah dan
sering bermain dengan ayam peliharaannya sangat beresiko untuk membuat
pasein terkena penyakit seperti diare. Sehingga sangat diperlukan peranan
orang tua dalam menasehati anak untuk selalu mencuci tangan menggunakan
sabun agar terhindar dari penyakit.

3. Pelayanan Kesehatan
Sejak tahun 2007, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dalam
KEPMENKES RI No: 1216/MENKES/ SK/XI/2001 Edisi ke-5 tahun 2007
memperbaharui tatalaksana diare sesuai rekomendasi Joint Statement
WHO/UNICEF tahun 2004 dan meluncurkan LINTAS DIARE (Lima
Langkah Tuntaskan Diare) sebagai salah satu strategi pengendalian penyakit
diare di Indonesia dengan mencantumkan penggunaan/pemberian Zinc dan
Oralit sebagai paduan obat diare. Studi WHO membuktikan bahwa pemberian
Zinc kepada penderita diare dapat mengurangi prevalensi diare sebesar 34%,
mengurangi jangka waktu diare akut sebesar 20%, mengurangi jangka waktu

18
diare persisten sebesar 24% dan dapat mencegah kegagalan terapi atau
kematian akibat terapi diare persisten sebesar 42%.
Selama ini masyarakat telah mengenal Oralit sebagai obat diare yang
sudah diperkenalkan di Indonesia sejak tahun 1970-an dan dengan
diperbaharuinya tatalaksana diare dengan menggunakan Zinc tentunya perlu
mensosialisasikan Zinc kepada masyarakat agar mereka menggunakan Zinc
dan Oralit sebagai obat diare.
Untuk pelayanan kesehatan di puskesmas kawatuna untuk mencegah
terjadinya diare pada anak sudah sangat baik. Petugas puskesmas sering
mengadakan penyuluhan mengenai PHBS dan juga diare. Di poloklinik
puskesmas sendiri, pasien sering di ajarkan bagaimana mencuci tangan
dengan sabun dengan baik dan benar. Hal inilah yang membuat angka
kejadian diare di puskesmas Kawatuna menurun tiap tahunnya.

19
BAB IV
KESIMPULAN

1. Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan
konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya
lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari.
2. Diare menempati urutan ke empat dari 10 penyakit terbanyak di Poliklinik
Anak Puskesmas Kawatuna tahun 2015, dengan total keseluruhan yaitu 328
kasus.
3. Pada penderita diare tanpa dehidrasi (rencana terapi A) : jelaskan pada Ibu
tentang 4 aturan perawatan di rumah yaitu beri cairan tambahan (sebanyak
anak mau), beri tablet Zinc selama 10 hari, lanjutkan pemberian makan, dan
kapan harus kembali.
4. Ada 4 faktor yang bersama-sama mempengaruhi tingkat kesehatan masyarakat
(termasuk penyakit diare) yaitu : kesehatan lingkungan, perilaku, pelayanan
kesehatan, dan genetik/keturunan.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNHAS. Standar Pelayanan Medis

Kesehatan Anak. Makassar : SMF Anak RS Dr Wahidin Sudirohusodo. 2012

2. World Health Organization. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.

Jakarta : WHO Indonesia. 2009

3. Puskesmas Kawatuna. Laporan Tahunan Data Kesakitan (LB1) Puskesmas

Kawatuna tahun 2015. Palu : Puskesmas Kawatuna. 2015

4. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Buku

Saku Petugas Kesehatan – Lintas Diare. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.

2011

5. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis Edisi II. Jakarta :

Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2011

6. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007.

Jakarta : Departemen Kesehatan RI. 2007

7. Departemen Kesehatan RI. Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit.

Jakarta : Departemen Kesehatan RI. 2008

8. Notoatmojo. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. 2003

9. Helvi Nurzaini. Faktor-faktor penggunaan pelayanan kesehatan bagi bayi

gejala diare di kota depok. E-Journal WIDYA Kesehatan dan Lingkungan :

Volume 1, Nomor 2 : 96 – 101. 2015

21

Anda mungkin juga menyukai