Anda di halaman 1dari 19

Portofolio Kasus Gastro Enteritis Akut dengan Dehidrasi Ringan-Sedang

No. ID dan Nama Peserta : dr. Monika Ayuningrum


No. ID dan Nama Wahana : RSUD Bayung Lencir, Sumatera Selatan
Topik : Gastro Enteritis Akut dengan Dehidrasi Ringan-Sedang
Tanggal (kasus) : 19 Desember 2016
Nama Pasien : An. K Pembimbing: dr. Hedi Mulyadora
Tanggal Presentasi : 10 Januari 2016
Objektif Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi : Anak-anak, 6 tahun dengan keluhan utama mencret 8 kali dalam 1 hari ini
Menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan Gastroenteritis dengan dehidrasi
Tujuan :
ringan-sedang
Bahan
Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Bahasan :
Cara
Diskusi Presentasi dan Diskusi E-mail Pos
Membahas :

Nama : An. K Umur : 6 Tahun No. Reg : 04.52.88


Data Pasien :
Alamat : Bayung Lencir Agama : Islam Bangsa : Indonesia
Nama RS : RSUD
Bayung Lencir
Data Utama untuk Bahan Diskusi :

1. Diagnosis / Gambaran Klinis: GE akut dengan dehidrasi ringan-sedang / Keadaan umum : tampak
sakit sedang
2. Riwayat Pengobatan : -
3. Riwayat Kesehatan / Penyakit : Pasien anak 6 tahun sejak 2 hari SMRS mencret. Mencret sekitar
8 kali sehari, sebanyak gelas belimbing setiap kalinya. Mencret berupa feses cair berwarna
kekuningan disertai ampas. Disertai lendir tetapi tidak disertai darah. Bau feses seperti feses
biasanya. Keluhan baru pertama kali. Belum pernah berobat. Keluhan disertai muntah sebanyak 1
kali dalam sehari. Anak merasa haus dan mau minum. Demam sudah dialami pasien 2 hari, bersifat
naik turun.
4. Riwayat Keluarga : Tidak ditemukan anggota keluarga lain yang mengalami gejala ataupun
riwayat gejala yang sama dengan pasien.
5. Riwayat Pekerjaan : Ayah pasien bekerja sebagai buruh, ibu pasien tidak bekerja.

Daftar Pustaka:

1. Soebagyo B. (2008). Diare Akut Pada Anak. UNS Press. Surakarta.


2. Umar Z., Khalid H.S., dan Josia G. (2004). Diare Akut Disebabkan Bakteri.
http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam-umar5.pdf
3. Irwanto, 2008. Ilmu Penyalit Anak; Diagnosa dan Penatalaksanaan. Salemba Medika.
Jakarta, hal : 73 79.

4. IDAI, 2004. Standar Pelayanan Medis. Badan Penerbit IDAI. Jakarta. Hal :49-52
5. WHO, 2004. Diarrhoea : Water, Sanitation and Hygiene Links to Health.

6. Rusepno H dan Husein A. Ilmu Kesehatan Anak. FKUI. Infomedika. Jakarta.


7. Cahyadi E. (2006). Gastroenteritis. http://fkuii.org/tiki-
read_article.php?articleId=17&comzone=show
8. Pudjiadi, A., Hegar.B., DKK. Pedoman Pelayanan Medis IDAI. 2009. IDAI. Jakarta

Hasil Pembelajaran
1. Penegakan diagnosis GEA (Gastro Enteritis Akut) dengan dehidrasi ringan-sedang
2. Komunikasi efektif dengan pasien dan keluarganya akan pentingnya penanganan penyakit dan
pencegahan serangan berulang serta pencegahan komplikasi lanjut.
3. Pentingnya penanganan kasus dan pengendalian faktor resiko berkesinambungan
1. Subjektif :
Pasien anak 6 tahun dengan status gizi baik dibawa ke rumah sakit dengan keluhan utama mencret.
a. Mencret 2 hari, 8 kali sehari kekuningan , ampas, lendir, darah (-).
b. Demam 2 hari
c. Muntah 1 kali dalam sehari.
d. Bibir sedikit kering, sering merasa haus, menangis, rewel, mata sedikit cekung
2. Objektif :
Gejala Klinis :
Keadaan umum tampak sakit sedang, febris
Status gizi baik
Mata sedikit cekung
Ubun-ubun tidak cekung
Bibir sedikit kering
Bising usus meningkat
Turgor kembali lambat

Hasil pemeriksaan fisik :


Keadaan Umum
Keadaan sakit : tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 124 kali per menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Pernafasan : 20 kali per menit
Suhu : 38,3 C (aksila)

Status Lokalisata
Kepala :
Bentuk : Bulat simetris
Rambut : hitam, halus, tidak mudah rontok
Ubun-ubun : ubun-ubun anterior tidak cekung
Mata : Letak normal, anemis (-), icteric (-), edema palpebra (-), cekung (+)
Telinga : letak normal, sekret (-)
Hidung : Letak normal, deviasi septum (-), sekret (-)
Mulut : bibir sedikit kering
Leher :
Kelenjar tiroid : Tidak ada pembesaran
KGB : Tidak ada pembesaran
Thoraks :
Inspeksi : bentuk normal, pergerakan simetris, retraksi intercostal (-)
Palpasi : Pergerakan dada normal
Perkusi : Normal
Auskultasi : Vesikuler (+) normal kanan=kiri, ronkhi (-) kedua paru, wheezing (-)
Abdomen :
Inspeksi : cembung, distensi (-)
Palpasi : liver&lien tidak teraba, turgor normal
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) meningkat
Ekstremitas :
Atas : simetris, akral hangat, CRT >2 detik
Bawah : simetris, akral hangat, CRT >2 detik

Pemeriksaan Penunjang :
Belum di lakukan.
Pemeriksaan anjuran :
Darah lengkap
Urinalisa
Kultur feces
Elektrolit
3.Assessment :
Sebagian besar diare akut disebabkan oleh infeksi. Banyak dampak yang terjadi karena infeksi
seluran cerna antara lain pengeluaran toksin yang dapat menimbulkan gangguan sekresi dan
reabsorpsi cairan dan elektrolit dengan akibat dehidrasi, gangguan keseimbangan elektrolit dan
keseimbangan asam basa. Bila tidak mendapatkan penanganan yang adekuat pada akhirnya
dapat mengalami invasi sistemik.
Secara umum penanganan diare akut ditujukan untuk mencegah/menanggulangi dehidrasi serta
gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa, kemungkinan terjadinya intolerasi,
mengobati kausa diare yang spesifik, mencegah dan menanggulangi gangguan gizi serta
mengobati penyakit penyerta. Untuk melaksanakan terapi diare secara komprehensif, efisien
dan efekstif harus dilakukan secara rasional. Pemakaian cairan rehidrasi oral secara umum
efektif dalam mengkoreksi dehidrasi. Pemberian cairan intravena diperlukan jika terdapat
kegagalan oleh karena tingginya frekuensi diare, muntah yang tak terkontrol dan terganggunya
masukan oral oleh karena infeksi. Hal ini sesuai dengan keluhan pasien, didukung dari
anamnesa dan gejala klinis pasien yang memperlihatkan perlunya terapi untuk penyakit diare
akut. Pada pasien perlu di terapkan juga rehidrasi cairan karna gejala klinis pasien
menggambarkan kemungkinan pasien menderita dehidrasi ringan-sedang, sehingga pasien
membutuhkan terapi cairan.
4. Plan :
Diagnosis : Gastro Enteritis Akut dengan Dehidrasi Ringan-Sedang
Penatalaksanaan :
Penatalaksanaan di IGD bertujuan untuk memperbaiki keadaan umum pasien, adapun
penatalaksanaannya meliputi:
Penatalaksanaan :

Non Farmakologi :

1. Menjaga kebersihan anak

2. Memberikan makanan yang bersih dan sehat

3. Banyak minum dan mengkonsumsi air yang bersih & masak


4. Observasi TTV dan tanda-tanda dehidrasi berat

Farmakologi :

o IVFD RL 8 gtt/menit
o Inj. Ondansetron 2 mg/8 jam
o Paracetamol Syr 250 mg, 3x cth 1
o Zinc tab 1x20 mg
o Oralit (setiap kali mencret)

Prognosis :

Ad vitam : ad bonam

Ad fungsionam : ad bonam

Ad Sanationam : ad bonam

Edukasi keluarga :

Seorang anak biasa terkena diare dikarenakan kurangnya perhatian orang tua terhadap kebersihan
anak, oleh karena itu orang tua harus lebih memperhatikan kebersihan anak. Penyakit ini dapat
berulang. Langkah promotif/preventif : (1) Kebersihan perorangan (2) Kebersihan lingkungan (3)
Penyediaan air minum yang bersih (4) Memasak makanan dengan benar. Untuk pengobatan diare
yang penting juga adalah pergantian cairan atau rehidrasi, tablet zinc dan pemberian makan. Orangtua
diminta untuk membawa kembali anak nya ke Pusat Pelayanan Kesehatan bila ditemukan sebagai
berikut: demam, tinja berdarah, makan atau minum sedikit, sangat haus, dan diare semakin sering.
TINJAUAN PUSTAKA

DIARE AKUT
2. Pengertian Umum
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah
padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau 200 ml/24 jam. Definisi
lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar
encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah.1 Ada juga yang memberi batasan diare akut pada
anak yaitu buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam dengan konsistensi cair dan berlangsung
kurang dari 1 minggu2.
Diare akut diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 14 hari, sedang diare
kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari. 1

3. Epidemiologi
Diare akut merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak-anak di berbagai
negara berkembang termasuk di Indonesia. Terdapat 60 juta episode diare akut setiap tahunnya di
Indonesia dimana 1-5 % daripadanya akan menjadi diare kronik dan bila sampai terjadi dehidrasi berat
yang tidak segera ditolong, 50-60% diantaranya dapat meninggal dunia.
Berbagai faktor yang mempengaruhi kejadian diare antara lain :
a. Faktor lingkungan
b. Gizi
c. Kependudukan
d. Pendidikan
e. Keadaan sosial ekonomi
f. Perilaku masyarakat
Faktor lingkungan yang dimaksud adalah kebersihan lingkungan dan perorangan seperti kebersihan
puting susu ibu saat menyusui, kebersihan botol dan dot susu, maupun kebersihan air yang digunakan
untuk mengolah susu dan makanan. Faktor gizi misalnya adalah tidak diberikannya makanan tambahan
meskipun anak telah berusia 4-6 bulan. Faktor pendidikan yang utama adalah pengetahuan ibu tentang
masalah kesehatan. Faktor kependudukan menunjukkan bahwa insiden diare lebih tinggi pada
penduduk perkotaan yang padat dan miskin atau kumuh. Sedangkan faktor perilaku orangtua dan
masyarakat misalnya adalah kebiasaan ibu yang tidak mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan,
setelah buang air besar atau membuang tinja anak. Faktor-faktor di atas terkait erat dengan faktor
ekonomi masing-masing keluarga.2

4. Etiologi
Diare dapat disebabkan infeksi maupun non infeksi. Dari penyebab diare yang terbanyak adalah
diare infeksi. Diare infeksi dapat disebabkan virus, bakteri, dan parasit. 1
Etiologi diare akut dapat dihubungkan dengan bakteri, viral atau parasit yang telah dikenal sebagai
penyebab enteritis sbb:
a. Bakteri
Aeromonas, Bacillus cereus, Campylobacter jejuni, Clostridium perfringens, Clostridium difficile,
Escherichia coli, Plesiomonas shigelloides, Salmonella, Shigella, Staphylococcus aureus, Vibrio
cholerae 01 and 0139, Vibrio parahaemolyticus, Yersinia enterocolitica.
b. Virus
Astroviruses, Caliciviruses, Norovirus, Enteric adenoviruses, Rotavirus, Cytomegalovirus, Herpes
simplex viruses.
c. Parasit
Balantidium coli, Blastocystis hominis, Cryptosporidium parvum, Cyclospora cayetanensis,
Encephalitozoon intestinalis, Entamoeba histolytica, Enterocytozoon bieneusi, Giardia lamblia,
Isospora belli, Strongyloides stercoralis, Trichuris trichiura.

Juga ada penyebab diare noninfeksi sbb:


a. Defek Anatomik
Malrotasi, duplikasi intestinal, penyakit Hirschsprung, impaksi fecal, sindrom usus pendek, atrofi
microvillus, striktur.
b. Malabsorpsi
Defisiensi disakaridase, malabsorsi glukosa-galaktosa, insuffisiensi pancreas, fibrosis kistik,
Sindrom Shwachman, penurunan garam empedu intraluminal, cholestasis, Penyakit Hartnup,
abetalipoproteinemia, Penyakit Celiac.
c. Endokrinopati
Thyrotoxicosis,Penyakit Addison,Sindrom Adrenogenital.
d. Keracunan
Logam berat, Scombroid, Ciguatera, jamur.
e. Neoplasma
Neuroblastomas, Ganglioneuromas, feokromositomas, Karsinoid, Sindrom Zollinger-Ellison,
Sindrom vasoaktif invasif intestinal.
f. Lain-Lain
Infeksi Nongastrointestinal, Alergi susu, Penyakit Crohn (regional enteritis), Familial
Dysautonomia, Penyakit defisiensi imun, Protein-Losing Enteropati, Kolitis Ulseratif , Enteropatika
Acrodermatitis, Penyalahgunaan Laxative, Gangguan Motilitas, Pellagra (kekurangan vitamin B
kompleks).

Diare kronik atau persisten lebih dari 14 hari dapat karena :


(1) Agen infeksiosa seperti Giardia lamblia, Cryptosporidium parvum, enteropatogenik Escherichia
coli;
(2) Setiap enteropatogen yang menginfeksi pejamu yang immunocompromised ; atau
(3) Gejala residual setelah kerusakan intestinal setelah infeksi akut.6

5. Patogenesis
Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi diare non inflamasi dan
diare inflamasi. Diare inflamasi disebabkan invasi bakteri dan sitotoksin di kolon dengan manifestasi
sindroma disentri dengan diare yang disertai lendir dan darah. Gejala klinis yang menyertai keluhan
abdomen seperti mulas sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala dan
tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja rutin secara makroskopis ditemukan lendir dan/atau darah,
serta mikroskopis didapati sel leukosit polimorfonuklear. 1
Pada diare non inflamasi, diare disebabkan oleh enterotoksin yang mengakibatkan diare cair
dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah. Keluhan abdomen biasanya minimal atau tidak ada
sama sekali, namun gejala dan tanda dehidrasi cepat timbul, terutama pada kasus yang tidak mendapat
cairan pengganti. Pada pemeriksaan tinja secara rutin tidak ditemukan leukosit. 1
Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun yang kronik dapat dibagi menjadi kelompok
osmotik, sekretorik, eksudatif, dan gangguan motilitas. Diare osmotik terjadi bila ada bahan yang tidak
dapat diserap meningkatkan osmolalitas dalam lumen yang menarik air dari plasma sehingga terjadi
diare. Contohnya adalah malabsorbsi karbohidrat akibat defisiensi laktase atau akibat garam
magnesium. 1
Diare sekretorik bila terjadi gangguan transport elektrolit baik absorbsi yang berkurang ataupun
sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat toksin yang dikeluarkan bakteri misalnya toksin
kolera atau pengaruh garam empedu, asam lemak rantai pendek, atau laksantif non osmotik. Beberapa
hormon intestinal seperti gastrin vasoactive intestinal polypeptide (VIP) juga dapat menyebabkan diare
sekretorik. 1
Diare eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik usus halus maupun usus
besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi bakteri atau bersifat non infeksi seperti gluten
sensitive enteropathy, inflamatory bowel disease (IBD) atau akibat radiasi. 1
Kelompok lain adalah akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan waktu transit usus menjadi
lebih cepat. Hal ini terjadi pada keadaan tirotoksikosis, sindroma usus iritabel atau diabetes melitus. 1
Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi bakteri paling tidak ada dua
mekanisme yang bekerja peningkatan sekresi usus dan penurunan absorbsi di usus. Infeksi bakteri
menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan toksin yang menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri
yang invansif mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit damam feses. 1
Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen meliputi penempelan
bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan produksi enterotoksin
atau sitotoksin. Satu bakteri dapat menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat
mengatasi pertahanan mukosa usus. 1

Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah :


a. Gangguan osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan
osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam
rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya
sehingga timbul diare.
b. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan
sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat
peningkatan isi rongga usus.
c. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan,
sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri
tumbuh berlebihan yang selanjutnya akan menimbulkan diare pula.
Patogenesis diare akut :
a. Masuknya jasad renik yang masih hidup ke dalam usus halus setelah berhasil melewati rintangan
asam lambung.
b. Jasad renik tersebut berkembang biak (multiplikasi) di dalam usus halus.
c. Oleh jasad renik dikeluarkan toksin/toksin diaregenik).
d. Akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.
Sebagai akibat diare baik akut maupun kronis akan terjadi :
a. Kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan
asam basa (asidosis metabolik, hipokalemia, dan sebagainya).
b. Gangguan gizi sebagai akibat masukan makanan kurang dan pengeluaran bertambah.
c. Hipoglikemia.
d. Gangguan sirkulasi darah.5

Virus
Beberapa jenis virus seperti Rotavirus, berkembang biak dalam epitel vili usus halus,
menyebabkan kerusakan sel epitel dan pemendekan vili. Hilangnya sel-sel vili yang secara normal
mempunyai fungsi absorbsi dan penggantian sementara oleh sel epitel berbentuk kripta yang belum
matang, menyebabkan usus mensekresi air dan elekrolit. Kerusakan vili dapat juga dihubungkan
dengan hilangnya enzim disakaridase terutama laktase. Penyembuhan terjadi bila vili mengalami
regenerasi dan epitel vilinya menjadi matang.
Bakteri
Penempelan di mukosa. Bakteri yang berkembang biak dalam usus halus pertama-tama harus
menempel mukosa untuk menghindarkan diri dari penyapuan. Penempelan terjadi melalui antigen yang
menyerupai rambut getar, disebut pili atau fimbria yang melekat pada reseptor di permukaan usus. Hal
ini terjadi misalnya pada E. coli enterotoksigenik dan V. Cholera. Pada beberapa keadaan, penempelan
di mukosa dihubungkan dengan perubahan epitel usus yang menyebabkan pengurangan kapasitas
penyerapan atau menyebabkan sekresi cairan.
Toksin yang menyebabkan sekresi. E. coli enterotoksigenik, V. cholerae dan beberapa bakteri
lain mengeluarkan toksin yang menghambat fungsi sel epitel. Toksin ini mengurangi absorbsi natrium
melalui vili dan mungkin meningkatkan sekresi chlorida dari kripta, yang menyebabkan sekresi air dan
elektrolit. Penyembuhan terjadi bila sel yang sakit diganti dengan sel yang sehat setelah 2-4 hari.
Invasi mukosa. Shigella, C. Jejuni, E. coli enteroinvasife dan Salmonella dapat menyebabkan
diare berdarah melalui invasi dan perusakan sel epitel mukosa. Ini terjadi sebagian besar di colon dan
bagian distal ileum. Invasi mungkin diikuti dengan pembentukan mikroabses dan ulkus superfisial yang
menyebabkan adanya sel darah merah dan sel darah putih atau terlihat adanya darah dalam tinja. Toksin
yang dihasilkan oleh kuman ini menyebabkan kerusakan jaringan dan kemungkinan juga sekresi air dan
elektrolit dari mukosa.
Parasit
Penempelan mukosa. G. Lamblia dan Cryptosporodium menempel pada epitel usus halus dan
menyebabkan pemendekan vili yang kemungkinan menyebabkan diare.
Invasi mukosa. E. histolytica menyebabkan diare dengan cara menginvasi epitel mukosa di kolon
atau ileum yang menyebabkan mikroabses dan ulkus. Namun hal ini baru terjadi bila strainnya sangat
ganas.

Obat-obatan
Beberapa macam obat terutama antibiotika dapat juga menjadi penyebab diare. Antibiotika
agaknya membunuh flora normal usus sehigga organisme yang tidak biasa atau yang kebal terhadap
antibiotik itu sendiri akan berkembang bebas. Disamping itu sifat farmakokinetika dari antibiotika itu
sendiri juga memegang peran penting. Sebagai contoh ampisilin dan klindamisin adalah antibiotik yang
dikeluarkan di dalam empedu yang merubah flora tinja secara intesif walaupun diberikan secara
parental. Antibiotik juga bisa menyebabkan malabsorbsi, misalnya tetrasiklin, kanamisin, polmiksin,
dan neomisin.3

6. Manifestasi Klinis
Awalnya anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan meningkat, nafsu makan berkurang atau
tidak ada, kemudian timbul diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum dan atau sesudah diare. Bila
telah banyak kehilangan air dan elektrolit terjadilah dehidrasi. Berat badan turun. Pada bayi, ubun-ubun
besar cekung. Tonus dan turgor kulit berkurang. Selaput lendir bibir dan mulut kering.5
Cara praktis penatalaksanaan diare yaitu berdasarkan tipe klinis diare itu sendiri. Terdapat 4
macam tipe klinis diare, dimana tiap macam menggambarkan kelainan yang mendasari dan perubahan
fisiologi yang berbeda-beda :
a. Diare cair akut (termasuk kolera) yang berlangsung beberapa jam sampai dengan beberapa hari.
Pada diare ini perlu diwaspadai bahaya terjadinya dehidrasi, juga dapat terjadi penurunan berat
badan apabila intake makanan kurang.
b. Diare akut dengan pendarahan (disentri) , dimana pada diare ini bahaya utamanya adalah kerusakan
usus, sepsis, dan malnutrisi serta dehidrasi.
c. Diare persisten (berlangsung selama 14 hari atau lebih), dimana bahaya utamanya adalah malnutrisi
dan infeksi non intestinal berat serta dehidrasi.
d. Diare dengan malnutisi berat (marasmus atau kwashiorkor) dengan bahaya utamanya antara lain
infeksi sistemik berat, dehidrasi, gagal jantung, dan defisiensi mineral dan vitamin.4

7. Penegakan Diagnosis
a. Anamnesis
1) Riwayat diare sekarang:
a) Sudah berapa lama diare berlangsung
b) Total diare dalam 24 jam, diperkirakan dari frekuensi diare dan jumlah tinja
c) Keadaan klinis tinja (warna, konsistensi, ada lendir atau darah tidak)
d) Muntah (frekuensi dan jumlah)
e) Demam
f) Buang air kecil terakhir
g) Anak lemah, rewel, rasa haus, kesadaran menurun
h) Jumlah cairan yang masuk selama diare
i) Tindakan yang telah diambil (diberi cairan, ASI, makanan, obat,oralit)
j) Apakah ada yang menderita diare di sekitarnya
2) Riwayat makanan sebelum diare : ASI, susu formula, makan makanan yang tidak biasa.3

b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik harus diperhatikan tanda utama yaitu, kesadaran, rasa haus, turgor
kulit abdomen. Perhatikan juga tanda tambahan, yaitu ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata
cekung atau tidak, ada atau tidaknya air mata, kering atau tidaknya mukosa mulut, bibir dan lidah.
Jangan lupa menimbang berat badan.
Penilaian derajat dehidrasi menurut IDAI (2004) dilakukan sesuai dengan kriteria berikut :
1. Tanpa dehidrasi (kehilangan cairan < 5% berat badan)
a) Tidak ditemukan tanda utama dan tanda tambahan
b) Keadaan umum baik dan sadar
c) Tanda vital dalam batas normal
d) Ubun-ubun besar tidak cekung, mata tidak cekung, air mata ada, mukosa mulut dan bibir
basah
e) Turgor abdomen baik, bising usus normal
f) Akral hangat
2. Dehidrasi ringan sedang (kehilangan cairan 5-10% berat badan)
a) Apabila didapatkan dua tanda utama ditambah dua atau lebih tanda
Tambahan
b) Keadaan umum gelisah dan cengeng
c) Ubun-ubun besar sedikit cekung, mata sedikit cekung, air mata kurang, mukosa mulut dan
bibir kering
d) Turgor kurang
e) Akral hangat
f) Pasien harus rawat inap

3. Dehidrasi berat (kehilangan cairan > 10% berat badan)


a) Apabila didapatkan dua tanda utama ditambah dua atau lebih tanda tambahan
b) Keadaan umum lemah, letargi atau koma
c) Ubun-ubun besar sangat cekung, mata sangat cekung, air mata tidak ada, mukosa mulut dan
bibir sangat kering
d) Turgor buruk
e) Akral dingin
f) Pasien harus rawat inap. 3

Penilaian dehidrasi :
Terdapat 2 atau lebih dari tanda-tanda
berikut ini :
Letargis atau tidak sadar
Mata cekung
Tidak bisa minum atau malas Dehidrasi berat
minum
Cubitan kulit perut kembalinya
sangat lambat
Terdapat 2 atau lebih tanda-tanda berikut
ini:
Gelisah, rewel
Mata cekung Dehidrasi ringan/sedang
Haus, minum dengan lahap
Cubitan kulit perut kembalinya
lambat
Tidak cukup tanda-tanda untuk
diklasifikasikan dehidrasi berat atau Tanpa dehidrasi
ringan/sedang

c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan tinja
1) makroskopis : bau, warna, lendir, darah, konsistensi
2) mikroskopis : eritrosit, lekosit, bakteri, parasit
3) kimia : pH, clinitest, elektrolit (Na, K, HCO3)
4) biakan dan uji sensitivitas3

Evaluasi laboratorium pasien tersangka diare infeksi dimulai dari pemeriksaan feses adanya
leukosit. Kotoran biasanya tidak mengandung leukosit, jika ada itu dianggap sebagai penanda
inflamasi kolon baik infeksi maupun non infeksi. Karena netrofil akan berubah, sampel harus
diperiksa sesegera mungkin. Sensitivitas leukosit feses terhadap inflamasi patogen (Salmonella,
Shigella, dan Campylobacter) yang dideteksi dengan kultur feses bervariasi dari 45%-95%
tergantung dari jenis patogennya. 1
Pasien dengan diare berat, demam, nyeri abdomen, atau kehilangan cairan harus diperiksa
kimia darah, natrium, kalium, klorida, ureum, kreatinin, analisa gas darah, dan pemeriksaan darah
lengkap. 1
Pemeriksaan radiologis seperti sigmoidoskopi, kolonoskopi, dan lainnya biasanya tidak
membantu untuk evaluasi diare akut infeksi. 1

8. Pengobatan
Terapi A :Tanpa dehidrasi
ORALIT
< 2 Tahun = 50-100 ml/ kali mencret
> 2 Tahun = 100-200 ml/kali mencret
Berikan anak cairan lebih sering dari biasa
Berikan tablet zinc 10-20 mg selama 10 hari berturut
Terapi B : Dehidrasi Ringan-Sedang
Berikan oralit per oral sebanyak
ORALIT 75 ml/kgBB/3-4 jam
Jika anak muntah tunggu 10 menit, kemudian diberikan lagi perlahan-lahan
Terapi C : Dehidrasi Berat

usia Fase awal Fase lanjutan


<1 tahun 30 cc /kg BB dalam 1 jam 70 cc /kg BB dalam 5
jam
>1 tahun 30 cc /kg BB dalam jam 70 cc/kg BB dalam 2.5
jam
a. Pemakaian antibiotik
Bila ada indikasi seperti pada Shigella dan Cholera. Antibiotik sesuai dengan hasil
pemeriksaan penunjang. Sebagai pilihan adalah kotrimoksazol, amoksisilin dan atau sesuai hasil uji
sensitivitas.
b. Diet
Anak tidak boleh dipuasakan, makanan diberikan sedikit-sedikit tapi sering, rendah serat,
buah-buahan diberikan terutama pisang.
c. Jangan menggunakan spasmolitika
d. Koreksi elektrolit : koreksi bila terjadi hipernatremia, hiponatremia, hiperkalemia atau hipokalemia.
e. Probiotik

Pendidikan orangtua : penyuluhan tentang penanganan diare dan cara-cara pencegahan diare.3

9. Pemantauan
a. Terapi
Setelah pemberian cairan rehidrasi harus dinilai ulang derajat dehidrasi, barat badan, gejala
dan tanda dehidrasi. Jika masih dehidrasi maka dilakukan rehidrasi ulang sesuai dengan
dehidrasinya. Jika setelah 3 hari pemberian antibiotik klinis dan laboratorium tidak ada perubahan
maka dipikirkan penggantian antibiotik sesuai hasil uji sensitivitas.
b. Tumbuh Kembang
c. Timbang berat badan sebelum dan sesudah rehidrasi, 2 minggu setelah sembuh dan seterusnya
secara periodik sesuai umur.
10. Komplikasi
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi berbagai macam
komplikasi seperti :
a. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik).
b. Syok hipovolemik
c. Hipokelemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemeh, bradikardi, perubahan pada EKG).
d. Hipoglikemia.
e. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena kerusakan vili mukosa
usus halus.
f. Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik
g. Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami kelaparan. 5

11. Prognosis
Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi antimikrobial
jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya sangat baik dengan morbiditas dan mortalitas
yang minimal.6

12. Pencegahan
a. Upayakan ASI tetap diberikan pada bayi.
b. Kebersihan perorangan, cuci tangan sebelum makan.
c. Kebersihan lingkungan.
d. Imunisasi campak.
e. Memberikan makanan yang bersih dan sehat
f. Penyediaan air minum yang bersih
g. Selalu memasak makanan. 3
DAFTAR PUSTAKA

1. Soebagyo B. (2008). Diare Akut Pada Anak. UNS Press. Surakarta.


2. Umar Z., Khalid H.S., dan Josia G. (2004). Diare Akut Disebabkan Bakteri.
http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam-umar5.pdf
3. Irwanto, 2008. Ilmu Penyalit Anak; Diagnosa dan Penatalaksanaan. Salemba Medika. Jakarta,
hal : 73 79.

4. IDAI, 2004. Standar Pelayanan Medis. Badan Penerbit IDAI. Jakarta. Hal :49-52
5. WHO, 2004. Diarrhoea : Water, Sanitation and Hygiene Links to Health.

6. Rusepno H dan Husein A. Ilmu Kesehatan Anak. FKUI. Infomedika. Jakarta.


7. Cahyadi E. (2006). Gastroenteritis. http://fkuii.org/tiki-
read_article.php?articleId=17&comzone=show
8. Pudjiadi, A., Hegar.B., DKK. Pedoman Pelayanan Medis IDAI. 2009. IDAI. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai