Anda di halaman 1dari 22

Diare Akut dengan Dehidrasi Berat pada Anak

Ni Putu Yudiartini Putri


102011135

Mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta
Alamat Korespondensi: Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510 , Indonesia
Telephone: (021) 5694-2061 (hunting), Fax: (021) 563-1731
Email: niputu_yp@yahoo.com

Pendahuluan
Seorang anak laki-laki usia 5 tahun, mengalami diare sejak 5 hari yang lalu, disertai
demam 38,5C. Selama sakit anak ini hanya meminum obat penurun panas dan tidak berobat
ke dokter. Frekuensi diare 10x/hari, konsistensi cair, dan tidak ada darah dan lendir. Sejak 3
hari yang lalu anak menjadi tidak nafsu makan dan asupan cairan berkurang. Beberapa jam
sebelum minum berobat, anak menjadi lemas dan hanya terbaring di tempat tidur, sehingga
ibunya membawa ke UGD terdekat. Berdasarkan kasus, anak tersebut diduga menderita
diare akut dengan dehidrasi. Diare akut dengan dehidrasi merupakan penyebab kesakitan di
dunia dan pada beberapa negara berkembang sebagai

penyebab utama kematian.

Diperkirakan 2 sampai 2,5 juta kematian yang berhubungan dengan diare terjadi pada anak
kurang dari 5 tahun, terkonsentrasi pada daerah miskin di dunia. Perkiraan pada tahun 1990an sekitar 1,4 juta episode diare terjadi setiap tahun pada anak kurang dari 5 tahun di negara
berkembang. Pada populasi ini menunjukkan median 3,2 episodik diare pada anak tiap tahun.
Pada daerah yang masih dijumpai malnutrisi berat, 6-8 episode diare terjadi pada anak
setiap tahun. Penyebab diare akut umumnya infeksi gastrointestinal, dengan infeksi virus
merupakan penyebab tersering.
Tinjauan pustaka ini bertujuan untuk memberi gambaran dasar diare akut dengan
dehidrasi. Adapun area yang akan dibahas meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan
penunjang, , diagnosis, etiologi, epidemiologi, patofisiologi, penatalaksanaan, komplikasi,
prognosis diare dan dehirasi pada anak.

Anamnesis
Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan
cara melakukan serangkaian wawancara dengan pasien atau keluarga pasien atau dalam
keadaan tertentu dengan penolong pasien.2 Berbeda dengan wawancara biasa, anamnesis
dilakukan dengan cara yang khas, berdasarkan pengetahuan tentang penyakit dan dasar-dasar
pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu penyakit serta bertolak dari masalah yang
dikeluhkan oleh pasien.2
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis, dari keluhan-keluhan tersebut dan dasar
teori dari anamnesis, maka dapat kita ketahui data-data sebagai berikut:2,3
1. Identitas Pasien
Berupa nama, umur, jenis kelamin, alamat, tanggal pemeriksaan.2
2. Keluhan Utama
Anak lemas dan hanya terbaring di tempat tidur.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Diare dengan frekuensi 10x/hari, konsistensi cair, tidak ada darah dan lendir, anak tidak
nafsu makan, asupan cairan berkurang.
4. Keluhan Penyerta
Hal-hal yang perlu ditanyakan antara lain: Adanya darah dalamn tinja, durasi diare,
jumlah kotoran berair per hari, adanya muntah, adanya demam, batuk, atau masalahmasalah penting lainnya (misalnya kejang-kejang, baru-baru ini campak), jenis dan
jumlah cairan (termasuk ASI) dan makanan yang diberikan selama sakit.
5. Riwayat penyakit Dahulu
Hal-hal yang perlu ditanyakan antara lain: Apakah anak pernah menderita diare
sebelumnya, campak (morbili), rubella, varisela, polio.
6. Riwayat Penyakit Keluarga
Hal-hal yang perlu ditanyakan antara lain: Apakah ada keluarga anda yang mengalami
masalah yang sama? Apakah terdapat kelainan familial yang diwariskan?

7. Riwayat Alergi
Apakah pasien menderita alergi terhadap obat-obatan tertentu, makanan tertentu, atau
faktor lain. 2,3
8. Riwayat Sosial-Ekonomi
Hal-hal yang perlu ditanyakan antara lain: Apakah pekerjaan orang tua pasien?
Bagaimana kebiasaan pasien sehari-hari? Bagaimanakah lingkungan tempat tinggal
pasien? 2,3
9.

Riwayat pengobatan
Hal-hal yang perlu ditanyakan antara lain: Apakah pasien sedang menjalani
pengobatan? Obat apa yang dipakai? Bagaimana perkembangannya? 2,3

Pemeriksaan
Pemeriksaan Fisik
Dalam pemeriksaan fisik, dilihat keadaan umum pasien, status kesadaran dan
tanda-tanda vital (tekanan darah, frekuensi nadi, suhu, dsb) yang dapat memberikan petunjuk
tentang berat ringannya penyakit pasien. Kelainan kelainan

yang ditemukan

pada

pemeriksaan fisik sangat berguna dalam menentukan penyebab diare. Status volume dinilai
dengan memperhatikan perubahan ortostatik pada tekanan darah dan nadi, temperature tubuh
dan tanda toksisitas. Pemeriksaan abdomen yang seksama merupakan hal yang penting.
Adanya dan kualitas bunyi usus dan adanya atau tidak adanya distensi abdomen dan nyeri
tekan merupakan tanda bagi penentuan etiologi. Pemeriksaan fisik umum yang dilakukan
antara lain:3
1. Keadaan umum: somnolen
2. Tekanan darah: 80/60 mm/Hg
3. Frekuensi nadi: 140x/menit
4. Frekuensi napas: 50x/menit, cepat dan dalam
5. Suhu tubuh: 39C

6. Kelopak mata cekung


7. Bibir kering dan pecah-pecah
8. Turgor kulit menurun
9. Palpasi kandung kemih kososng
10. Akral dingin dan lembab

Pemeriksaan penunjang
Pada pasien yang mengalami diare atau toksisitas berat atau diare berlangsung lebih
dari beberapa hari, diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan tersebut antara
lain pemeriksaan darah tepi lengkap (Hb, Ht, leukosit, hitung jenis leukosit), kadar elektrolit
serum, dan pemeriksaan tinja. Pasien dengan diare karena virus, biasanya memiliki jumlah
dan hitung jenis leukosit yang normal atau limfositosis. Pasien dengan infeksi bakteri,
terutama pada infeksi bakteri yang invasif ke mukosa, memiliki leukositosis dengan kelebihan
darah putih muda. Neutropenia dapat timbul pada salmonellosis. Pemerisaan tinja dilakukan
untuk melihat adanya leukosit dalam tinja yang menunjukkan infeksi bakteri, adanya telur
cacing dan parasit dewasa.
Berbeda dengan orang dewasa, perhitungan kadar kadar urea dan nitrogen darah/
rasio kreatinin tidak berguna jika di gunakan sebagai pemeriksaan penunjang dehidrasi pada
anak. Walaupun kadar normal urea dan nitrogen darah pada anak dan orang dewasa sama,
kadar kreatinin serum normal berubah seiring dengan usia (0.2 mg per dL [17.68 mol per L]
pada bayi sampai 0.8 mg per dL [70.72 mol per L] pada orang dewasa). Kadar bikarbonat
serum yang kurang dari 17 mEq per L (17 mmol per L) dapat meningkatkan sensitivitas
identifikasi anak dengan hipovolemia ringan sampai berat. Sebagai tambahan, apabila kadar
bikarbonat serum

kurang dari 13 mEq per L (13 mmol per L) berhubungan dengan

peningkatan risiko gagalnya usaha rehidrasi pada pasien.

Diagnosis
Work Diagnosis
Diare Akut dengan Dehidrasi Berat
Diare pada anak didefenisikan sebagai perubahan kebiasaan buang air besar yang
normal yakni peningkatan volume (>10mL/kgbb/hari)

pada bayi dan anak dan/atau

penurunan konsistensi feses (>3 kali dalam sehari). Diare akut pada umumnya terjadi
kurang dari 7 hari dan tidak lebih dari 14 hari. Tingkat keparahannya dapat berhubungan
dengan usia anak, status nutrisi, dan penyebab yang mendasari terjadinya diare. Diare
merupakan mekanisme pertahanan tubuh, mengeliminasi organismee infeksius dengan
cepat, namun dapat menimbulkan komplikasi yang serius, khususnya pada anak malnutrisi
atau keadaan imunosupresi.
Pasien dengan diare akut datang dengan berbagai gejala klinik tergantung penyebab
penyakit dasarnya. Keluhan diarenya berlangsung kurang dari 15 hari. Diare karena penyakit
usus halus biasanya berjumlah banyak, diare air, dan sering berhubungan dengan malabsorbsi,
dan dehidrasi sering didapatkan. Diare karena kelainan kolon sering berhubungan dengan
tinja berjumlah kecil tetapi sering, bercampur darah dan ada sensasi ingin ke belakang.
Pasien dengan diare akut infektif datang dengan keluhan khas yaitu: nausea, muntah, nyeri
abdomen, demam, dan tinja yang sering, bisa air, malabsorbtif, atau berdarah tergantung
bakteri pathogen yang spesifik. Secara umum, pathogen usus halus tidak invasive, dan
patogen ileokolon lebih mengarah ke invasive. Pasien yang memakai toksin atau pasien yang
mengalami infeksi toksigenik secara khas mengalami nausea dan muntah sebagai gejala
prominen bersamaan dengan diare air tetapi jarang mengalami demam. Muntah yang mulai
beberapa jam dari masuknya makanan mengarahkan kita pada keracunan makanan karena
toksin yang diahsilkan. Parasit yang tidak menginvasi mukosa usus, seperti Giardia lamblia
dan Cryptosporidium, biasanya menyebabkan rasa tidak nyaman di abdomen yang ringan.
Giardiasis mungkin berhubungan dengan steatorea ringan, perut bergas dan kembung.
Bakteri invasif seperti Campylobacter, Salmonella, dan Shigella, dan organisme
yang menghasilkan sitotoksin seperti Clostridium difficile dan enterohemorragic E.coli
(serotype O157:H7) menyebabkan inflamasi usus yang berat. Organisme Yersinia seringkali
menginfeksi ileum terminal dan caecum dan memiliki gejala nyeri perut kuadran kanan
bawah, menyerupai apendisitis akut. Infeksi Compylobacter jejuni sering bermanifestasi

sebagai diare, demam dan kadangkali kelumpuhan anggota badan dan (GBS). Kelumpuhan
lumpuh pada infeksi usus ini sering disalah tafsirkan sebagai malpraktek dokter karena
ketidaktahuan masyarakat.
Diare air merupakan gejala tipikal dari organisme yang menginvasi epitel usus
dengan inflamasi minimal, seperti virus enteric, atau organisme yang menempel tetapi tidak
menghancurkan epitel, seperti enteropathogenic E.coli, protozoa, dan helminthes. Beberapa
organisme sperti Campylobacter, Aeromonas, Shigella, dan Vibrio spesies (missal, V
parahaemolyticus) menghasilkan enterotoksin dan juga menginvasi mukosa usus; pasien
karena itu menunjukkan gejala diare air diikuti diare berdarah dalam beberapa jam atau hari.
Sindrom Hemolitik-uremik dan purpura trombositopenik trombotik (TTP) dapat
timbul pada infeksi dengan bakteri E.coli enterohemorrhagik dan Shigella, terutama anak
kecil dan orang tua. Infeksi Yersinia dan bakteri enteric lain dapat disertai sindrom Reiter
(arthritis, uretritis, dan konjungtivitis), tiroiditis, perikarditis, atau glomerulonefritis. Demam
enteric, disebabkan Salmonella parathypi, merupakan penyakit sistemik yang berat yang
bermanifestasi sebagai demam tinggi yang lama, prostrasi, bingung, dan gejala respiratorik,
diikuti nyeri tekan abdomen, diare dan kemerahan (rash).
Gejala tambahan yang berhubungan dengan diare akut yakni nyeri perut, demam, dan
muntah. Dehidrasi dapat timbul jika diare berat dan auspan oral terbatas karena nausea dan
muntah, terutama pada anak kecil dan lanjut usia. Dehidrasi bermanifestasi sebagai rasa haus
yang meningkat, berkurangnya jumlah buang air kecil dengan warna urin gelap, tidak
mampu berkeringat, dan perubahan ortostatik. Pada keadaan berat, dapat mengarah ke gagal
ginjal akut dan perubahan status mental seperti kebingungan dan pusing kepala. Anak
dengan gastroenteritis atau penyakit lain yang menyebabkan muntah, diare, atau asupan
makanan yang rendah berisiko mengalami dehidrasi.
Evaluasi klinis pada umumnya difokuskan pada penilaian keparahan dehidrasi serta
identifikasi penyebab berdasarkan riwayat dan temuan klinis. Standar emas untuk
mendiagnosis dehidrasi adalah dengan mengukur kehilangan berat badan akut tetapi oleh
karena berat badan sebelum sakit pada umumnya tidak diketahui, maka perkiraan kehilangan
cairan dilakukan berdasarkan penilaian klinis. Kriteria penilaian tingkat keparahan dehidrasi
menggunakan kriteria World Health Organization (WHO), mencakup penilaian keadaan
umum, mata cekung, air mata, mukosa mulut dan lidah, rasa haus, serta turgor kulit.

Tabel 1 . Penilaian Derajat Dehidrasi

Ringan <5%

Sedang 5-9%

Berat 10%
Mengantuk; lemah

Status Mental

Haus; sadar; gelisah

Haus; gelisah tetapi

lunglai, dingin,

iritabel atau

berkeringat,

mengantuk

ekstremitas sianosis;
dapat menjadi koma

Takikardia

Nadi Teraba

Kuat

Lemah

Menurun

Tekanan Darah

Normal

Hipotensi ortostatik

Hipotensi

Perfusi Kulit

Normal

Normal

Menurun/ tak teratur

Turgor kulit

Normal

Sedikit menurun

Menurun

Fontanel

Normal

Sedikit cekung

Cekung

Membrana Mukosa

Basah

Kering

Sangat kering

Air Mata

Ada

Ada/tidak ada

Tidak ada

Pernapasan

Normal

Dalam, dapat cepat

Dalam dan cepat

Curah Urin

Normal

Oligouria

Anuria dan oligouria


berat

Differential Diagnosis
Disentri
Disentri merupakan salah satu penyebab kesakitan dan kematian terutama pada
anak usia di bawah 5 tahun. Penyebab tersering disentri adalah Shigella spp. Shigellosis
merupakan penyakit infeksi saluran pencernaan yang ditandai dengan diare cair akut dan/
atau disentri (tinja bercampur darah, lender, dan nanah), pada umumnya disertai demam,
nyeri perut, dan tenesmus. Komplikasi shigelosis berat menjadi fatal adalah perforasi

usus, megakolon toksik, prolapsus rekti, kejang, anemia septik, sindrom hemolitik uremia,
dan hiponatremi. Penyakit ini ditularkan melalui rute fekal-oral dengan masa inkubasi 17 hari, untuk terjadinya penularan tersebut diperlukan dosis minimal penularan 200 bakteri
shigella.
Berdasarkan aspek biokimia dan serologi, Shigella spp di bagi atas dari 4 spesies,
yaitu S.dysenteriae (serogroup A), S.flexneri (serogroup B), S.boydii (serogroup C), dan
S.sonnei (serogroup D). Dari keempat spesies tersebut, S.dysenteriae serotipe 1 (diketahui
sebagai Shiga bacillus) dapat menyebabkan penyakit yang berat dan dapat menyebar cepat
sehingga terjadi epidemi. Penyebaran masing-masing spesies ini sangat bervariasi di
seluruh dunia; sebagai contoh di Amerika Serikat, shigellosis lebih sering disebabkan oleh
S.sonnei (60-80%)

dan

S.flexneri. Untuk

membiakkan

shigella diperlukan media

pembiakan khusus seperti Mac Conkey, Shigella Salmonella (SS) agar, atau xylose lysine
deoxycholate(XLD). Pembiakan ini sulit dilakukan di negara berkembang karena fasilitas
laboratorium yang tidak memadai di samping membutuhkan waktu beberapa hari, dan
shigella mempunyai batas waktu hidup di luar tubuh manusia.
Shigella termasuk dalam family Enterobacteriacae, gram negatif berbentuk
batang, tidak bergerak, tidak berkapsul, dan lebih tahan asam dibanding enteropatogen
lain. Shigella mampu menginvasi permukaan sel epitel kolon, jarang menembus sampai
melewati mukosa, sehingga tidak ditemukan pada biakan darah walaupun ada gejala
hiperpireksia dan toksemia. Setelah menginvasi enterosit kolon, terjadilah perubahan
permukaan mikrovili dari brush border yang menyebabkan pembentukan vesikel pada
membran mukosa. Selanjutnya dapat

menghancurkan vakuola fagositik intraselular,

memasuki sitoplasma untuk memperbanyak diri dan menginvasi sel yang berdekatan.
Kemampuan menginvasi sel epitel ini dihubungkan dengan adanya plasmid besar (120140 Mdal) yang mampu mengenali bagian luar membran protein seperti plasmid antigen
invasions (Ipa). Sel epitel akan mati dan terjadi ulserasi serta inflamasi mukosa. Dari
bagian yang

mengalami inflamasi tersebut shigella menghasilkan ekso-toksin yang

berdasarkan cara kerja toksin dikelompokkan menjadi neurotoksik, enterotoksik, dan


sitotoksik. Toksin yang terbentuk inilah yang menimbulkan berbagai gejala shigellosis, seperti
demam, malaise, dan nyeri otot.
Shigella dysenteriae

tipe 1 menghasilkan suatu sitotoksin protein poten

dikenal dengan toksin Shiga yang terdiri dari dua struktur sub unit, yaitu

yang

1. Subunit fungsional. Pada sitoplasma subunit fungsional akan mengkatalisasi dan


menghidrolisis RNA 28S dari subunit 60S ribosom, sehingga menyebabkan
hambatan pada sintesis protein yang bersifat permanen sehingga mengakibatkan
kematian sel.
2. Sub unit

pengikat. Bagian sub unit pengikat

merupakan suatu glikolipid Gb3

(globotriaosilseramid) yang berfungsi untuk mengikat reseptor seluler spesifik.


Pengikatan ini akan diikuti oleh pengaktifan mediator reseptor endositosis dari
toksin yang dihasilkan.
Shiga toksin dapat menyebabkan terjadinya sindrom

hemolitik uremik dan

trombotik trombo-sitopenik purpura. Kejadian tersebut sering dihubungkan dengan reaksi


silang akibat infeksi serotipe E.coli yang juga dapat menghasilkan toksin yang mirip
dengan toksin Shiga. Mekanisme dari efek patogenisitas ini mungkin melibatkan suatu
toksin pengikat sel endotel (binding toxin endothelial cell), yang dapat menyebabkan
mikroangiopati hemolisis dan lesi pada glomerulus.
Tata laksana shigelosis sama dengan tata laksana diare pada umumnya, walaupun
WHO (pada akhir tahun 1970 dan awal 1980)

merekomendasikan trimetoprim

sulfametoksazol sebagai pilihan utama. Trimetoprim-Sulfametoksazol sampai sekarang masih


digunakan karena mudah didapat, harganya murah, aman untuk anak, dan tersedia dalam
kemasan oral. Dari berbagai penelitian dilaporkan bahwa pemberian antimikroba dapat
mengurangi morbiditas, mengurangi lama sakit, penyebaran organismee, dan mencegah
komplikasi sekunder, dan menurunkan angka kematian. Diare disentri yang disebabkan
S.sonnei dan S.flexneri pada umumnya ringan dan sembuh sendiri, sehingga terapi suportif
dan simtomatis lebih diutamakan. Kehilangan cairan pada shigelosis tidak sehebat diare
sekretori sehingga dehidrasi yang terjadi r ingan dan dapat diatasi dengan pemberian cairan
rehidrasi oral. Pemberian antimikroba disesuaikan dengan pola resistensi shigela di daerah
tersebut karena beberapa penelitian melaporkan telah terjadi resistensi trimetoprim
sulfametoksazol pada shigellosis. Laporan mengenai resistensi trimetoprim-sulfametoksazol
dijumpai di Asia, Afrika, Amerika Tengah, dan Eropa. Terjadinya resistensi akan
meningkatkan risiko epidemi shigelosis, tidak terkecuali di Indonesia.
Keracunan Makanan

10

Diare yang ditularkan melalui makanan dapat terjadi sekunder akibat ingesti agen
infeksius atau

ingesti toksin yang belum terbentuk. Sejumlah patogen bakteri dapat

ditransmisikan melalui makanan atau air yang terkontaminasi atau melalui orang yang
memegang makanan. Agen yang menyebabkan diare melalui toksin yang belum terbentuk
adalah Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, Clostridium perfringens, ikan Scombroid, dan
Ciguatera. Jika gejala dimulai pada hari yang sama dengan ingesti, hal ini memberi kesan
bahwa toksin yang belum terbentuk merupakan agen penyebabnya. Umumnya penyakit ini
berlangsung kurang dari 24 jam. Gejala yang dimulai 24 jam sampai beberapa hari setelah
ingesti memberi kesan disebabkan oleh pathogen enteric, muntah merupakan gejala yang
menonjol dan biasanya muntah terjadi sebelum diare.
Staphylococcus

aureus,

penyakit

yang

ditularkan

melalui

makanan

yang

terkontaminasi S.aureus biasanya terjadi setelah ingesti produk daging yang terkontaminasi.
Gejala dimulai dalam waktu 1-6 jam setelah ingesti dan sering terjadi muntah hebat.
Clostridium perfringens, penyakit yang ditularkan melalui makanan yang terkontaminasi
C.perfringens dapat terjadi setelah ingesti daging atau ungags yang terkontaminasi. Gejala
biasanya terlihat 12 jam setelah ingesti dan meliputi diare sekretorik tanpa muntah. Ciguatera,
penyakit yang ditularkan melalui makanan yang diperantarai ciguatera dapat terjadi setelah
ingesti ikan karang besar yang telah terkontaminasi. Selain diare, ciguatera dapat
menyebabkan paresthesia, badan panas dingin, lemah, kejang, dan vertigo.
Scombroid, penyakit yang ditularkan melalui makanan yang dimediasi scombroid
dapat terjadi setelah ingesti scombroid, tuna, makarel, atau ikan lain yang terkontaminasi.
Keracunan scombroid dapat terjadi dengan gejala keracunan histamine, meliputi kemerahan
pada wajah, mukosa mulut melepuh, urtikaria, angioedema, dan bronkospasme. Bacillus
cereus, sumber B.cereus adalah nasi, buah-buahan kering, dan susu bubuk. Gejala dimulai 16 jam setelah ingesti.
Ingesti agen infeksius dapat melalui makanan yang terkontaminasi Escherichia
coli setelah ingesti produk daging yang terkontaminasi. Penyakit yang ditularkan melalui
makanan yang terkontaminasi Salmonella terjadi setelah ingesti telur, ungags, kerang, atau
susu mentah yang terkontaminasi. Kerang juga dapat mengandung organisme Vibrio
parahaemolyticus, Vibrio cholera, dan virus Norwalk. Pada susu yang tidak dipateurisasi
dapat ditemukan Campylobacter dan Yersinia. Keracunan makanan umunya merupakan
diagnosis klinis. Kultur tinja dilakukan untuk mendeteksi pathogen enteric. Infeksi B.cereus

11

atau C.perfringen dapat dipastikan dengan melakukan kultur sumber makanan yang
terkontaminasi. Umumnya, hanya diperlukan perawatan suportif, pemberian antimikroba
direkomendasikan untuk patogen enteric spesifik.

Epidemiologi
Penyakit diare merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortilitas pada
anak di seluruh dunia, menyebabkan satu biliun kejadian sakit dan 3-5 juta kematian setiap
tahun. Di Amerika Serikat, 20-35 juta kejadian diare setiap tahub, pada 16,5 juta anak
sebelum usia 5 tahun, menghasilkan 2,1-3,7 juta kunjungan dokter, 220.000 penginapan di
rumah sakit, 924.000 hari rumah sakit, dan 400-500 kematian.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, didapatkan bahwa
penyebab kematian bayi (usia 29 hari-11 bulan) yang terbanyak adalah diare (31,4%) dan
pneumonia (23,8%). Hasil Survei Morbiditas Diare dari tahun 2000- 2010 didapatkan
angka kesakitan diare balita Tahun 2000-2010 tidak menunjukkan pola kenaikan maupun
pola penurunan (berfluktuasi). Pada tahun 2000 angka kesakitan balita 1.278 per 1000,
sedikit menurun di tahun 2003 (1.100 per 1000), agak meningkat pada tahun 2006 (1.330
per 1000), dan di tahun 2010 angka morbiditas kembali menurun (1.310 per 1000). Dilihat
dari distribusi umur balita penderita diare di tahun 2010 didapatkan proporsi terbesar
adalah kelompok umur 6-11 bulan yaitu sebesar 21,65%, lalu kelompok umur 12-17
bulan sebesar 14,43%, kelompok umur 24-29 bulan sebesar 12,37%, sedangkan proporsi
terkecil pada kelompok umur 54-59 bulan yaitu 2,06%.

Etiologi
Lebih dari 20 virus, bakteri dan parasit enteropatogen dapat menyebabkan diare.
Penyebab

lainnya yang telah diketahui adalah

obat-obatan, alegi makanan, gangguan

absorbsi dan pencernaan, defisiensi vitamin atau tertelan logam berat. Virus yang
dihubungkan dengan gastroenteritis pada bayi adalah

rotavirus, kalisvirus, adenovirus

enterik, astrovirus, dan anggota virus Norwalk. Rotavirus merupakan penyebab diare yang
paling sering selama musism dingin. Rotavirus menginvasi epitel usus kecil bagian atas; pada
kasus yang berat dapat meluas ke seluruh usus kecil dan kolon.

12

Untuk diare yang disebabkan oleh bakteri, penyebab terseringnya ialah E. Coli,
Salmonella, Shigella, Campylobacter jejuni, Yersinia enterocolitica, Clostridium difficile. E.
Coli, hanya strain E.coli tertentu yang menyebabkan diare yaitu strain: enteropatogenik
(EPEC), enterotoksigenik (ETEC), enteroinvasif (EIEC), enteroadheren (EAEC), dan
enterohemoragik (EHEC). Salmonella ditularkan melalui kontak dengan binatang yang
terinfeksi (ayam, reptil peliharaan atau kura-kura) atau dari produk makanan yang
terkontaminasi. Organisme ini menimbulkan penyakit dengan menginvasi mukosa usus.
Shigella dapat menyebabkan penyakit dengan menghasilkan toksin, baik hanya
toksin atau kombinasi dengan invasi jaringan. C. Jejuni menyebar melalui kontak orang ke
orang dan melalui makanan yang terkontaminasi. Yersinia enterocolitica menyebabkan lesi
akut pada ileum terminal atau

limfadenitis

mesenterika akut. Clostridium difficile

merupakan penyebab lazim diare akibat-antibiotik. Parasit yang menyebabkan diare antara
lain Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Cryptosporidium. Entamoeba histolytica
menginvasi kolon, walaupun dapat melewati dinding usus dang menginvasi hati, paru, dan
otak. G. Lamblia melekat pada mirovilli epitel duodenum dan yeyunum. Cryptosporodium
menyebabkan diare pada bayi yang imunokompeten yang mendatangi tempat penitipan anak.

Patofisiologi
Terdapat enam mekanisme yang menjelaskan patofisiologi diare (Tabel. ). Lebih dari
satu mekanisme dapat timbul pada waktu yang sama. Diare dapat bersifat sekretorik, osmotik,
atau malabsorptif

bergantung pada dasar patofisiologis yang menyebabkan gangguan

homeostatis cairan usus. Diare osmotik disebabkan oleh malabsorpsi nutrien atau elektrolit
yang kurang diserap yang menahan air di lumen. Diare sekretorik terjadi jika terdapat
secretagogues yang mempertahankan transpor cairan keluar sel epitel yang deras menuju
lumen saluran cerna. Diare malabsorbtif terjadi jika kemampuan usus mencerna atau
menyerap nutrien tertentu terganggu dan dapat disebabkan oleh gangguan motilitas, gangguan
pencernaan, maupun gangguan penyerapan.
Sejumlah proses penyakit secara langsung mengenai fungsi sekretori dan absorbsi
enterosit. Beberapa dari proses ini bekerja melalui peningkatan kadar adenosin monofosfat
siklik (cAMP) (Vibrio cholera, Escherichia coli, heat-labile

toxin, vasoactive intestinal

peptide-producing tumors) ; proses lain (toksin shigella, congenital chloridorrhea)

13

menyebabkan diare sekretorik dengan memengaruhi saluran ion atau dengan mekanisme
yang belum diketahui. Aktivasi produksi cAMP intestinal menyebabkan diare sekretorik
dengan menghambat absorbsi natrium klorida mukosa bebas dan merangsang sekresi klorida
mukosa. Stimulasi guanosin monofosfat siklik oleh heat-stabile toxin E.coli menghasilkan
pengaruh yang sama. Reseksi intestinal, peradangan, dan infeksi mengurangi luas permukaan
mukosa, yang mengganggu proses pencernaan dan absorpsi. Gangguan motilitas usus
mengurangi waktu kontak dengan mukosa, menurunkan proses pencernaan dan absorpsi.

Tabel 2. Mekanisme Diare


Mekanisme

Pemeriksaan
Defek

Contoh

Primer

Keterangan

Tinja
Menetap selama
Penurunan
absorpsi,

Sekretorik

peningkatan
sekresi; transpor
elektrolit

Encer,
osmolalitas
normal; osmol=
2 x (Na++K+)

Kolera, E.coli

puasa;

toksigenik;

malabsorbsi

karsinoid,

garam empedu

neuroblastoma,

juga dapat

kongenital,

meningkatkan

Clostridium

sekresi air; tidak

difficile, AIDS

ada leukosit
pada tinja
Hentikan dengan

Osmotik

Maldigesti,

Encer, asam, dan

defek

mereduksi

trasportasi,

bahan;

penelanan zat

peningkatan

terlarut yang

osmolalitas;

tidak dapat

osmol; 2 x (Na+

diserap

+K+)

Defisiensi

puasa, hidrogen

laktase,

pernapasan

malabsorbsi

meningkat

glukosa-

disertai

galaktosa,

malabsorbsi

laktulosa,

karbohidrat;

penyalahgunaan

tidak ada

laksatif

leukosit pada
tinja

14

Bentuk tinja
lembek atau
Peningkatan
motilitas

Infeksi juga

Penurunan

normal,

IBS, dumping

dapat

waktu transit

dirangsang oleh

syndrome

meningkatkan

refleks

motilitas

gastrokolik
Defek pada unit
neuromuskular,
Penurunan
motilitas

Kemungkinan

statis

Tinja lembek

Pseudoobstruksi, pertumbuhan

(pertumbuhan

sampai normal

lengkung buntu

bakteri

bakteri
berlebihan

berlebihan)
Mungkin
Penurunan luas
permukaan
(motilitas,
osmotik)

Penurunan
kapasitas

Cair

fungsional

Short bowel

memerlukan diet

syndrome,

elemental

enteritis

ditambah

rotavirus

alimentasi
parenteral

Peradangan,

Invasi mukosa

penurunan

Darah dan

reabsorpsi

peningkatan

kolon,

leukosit dalam

peningkatan

tinja

motilitas

Salmonella,
Shigella,
amebiasis,
Yersinia,

Disentri = darah,
mukus, leukosit

Campylobacter

Faktor Risiko
1. Tidak memberikan ASI sampai 2 tahun. ASI mengandung antibodi yang dapat
melindungi bayi terhadap berbagai kuman
Vibrio cholerae.

penyebab diare seperti: Shigella dan

15

2. Kurang gizi. Beratnya penyakit, lama dan risiko kematian karena diare meningkat
pada anak-anak yang menderita gangguan gizi, terutama pada penderita gizi buruk.
3. Campak, diare dan disentri sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak yang
sedang menderita campak dalam 4 minggu terakhir. Hal ini sebagai akibat dari
penurunan kekebalan tubuh penderita.
4. Imunodefisiensi/imunosupresi. Keadaan ini mungkin hanya berlangsung sementara,
misalnya sesudah infeksi virus (seperti campak) atau mungkin yang berlangsung lama
seperti pada penderita AIDS. Pada anak imunosupresi berat, diare dapat terjadi karena
kuman

yang

tidak patogen dan

mungkin juga berlangsung lama. Secara

proporsional, diare lebih banyak terjadi pada golongan balita.

Penatalaksanaan
Medika mentosa

Non medika mentosa


Rehidrasi
Terdapat dua elemen esensial dalam penatalaksanaan diare pada anak, yaitu terapi
rehidrasi dan pemberian nutrisi berkesinambungan. Anak yang menderita diare akut dengan
dehidrasi berat memerlukan rehidrasi cepat intravena (IV) dengan pengawasan ketat yang
diikuti dengan rehidrasi oral apabila keadaan umumnya mulai membaik. Mulailah dengan
pemberian cairan IV dengan segera, saat tetesan sudah teratur pemberian larutan rehidrasi
oral dapat dilakukan jika anak dapat minum. Tujuan pemberian terapi IV ialah untuk
mencegah atau menangani syok melalui penambahan cepat volumke vaskular dengan larutan
elektrolit. Pilihan cairan IV yang utama adalah larutan Ringer laktat, jika tidak tersedia, dapat
digunakan larutan saline fisiologis (NaCl 0,9%). Larutan ini diberikan segera, bahkan
sebelum nilai elektrolit diketahui, karena cairan ini sesuai untuk rehidrasi isonatremik,
hiponatremik, maupun hipernatremik dan biasanya mengembalikan kadar natrium menuju

16

normal. Pemberian larutan dextrosa 5% tidak efektif dan dapat berbahaya jika diberikan
secara cepat.

Tabel 3. Pemberian Cairan IV (100ml) pada Anak dengan Dehidrasi Berat


Pemberian pertama,

Pemberian berikutnya,

30 ml/kgbb dalam waktu

70 ml/kgbb dalam waktu

<12 bulan

1 jam *

5 jam

=/> 12 bulan

30 menit*

2,5 jam

Umur

*Ulangi pemberian bila denyut nadi masih sangat lemah atau tidak teraba

Pengawasan dilakukan denngan melakukan penilaian pada anak tiap 15-30 menit
sampai denyut nadi teraba kuat. Jika hidrasi tidak berpengaruh, maka pemberian larutan IV
dilakukan lebih cepat. Kemudian, nilai status anak dengan memeriksa turgor kulit, tingkat
kesadaran, dan kemampuan untuk minum, setidaknya tiap jam, untuk mengkonfirmasi bahwa
keadaan membaik. Mata yang cekung pulih lebih lambat daripada tanda-tanda lainnya dan
tidak banyak berguna untuk pengawasan. Anak harus mulai untuk menerima larutan Oral
Rehydration Solution (ORS) (5ml/kgbb/jam) dengan cangkir saat mereka bisa minum tanpa
kesulitan (biasanya dalam 3-4 jam pada bayi, atau 1-2 jam pada anak yang lebih tua). Hal ini
dapat menyediakan tambahan kalium, yang mungkin tidak dapat dipenuhi secara adekuat oleh
cairan IV. Apabila masih terdapat tanda-tanda dehidrasi berat pada anak, infus cairan IV dapat
diulangi seperti sebelumnya. Dehidrasi berat yang menetap setelah rehidrasi IV merupakan
hal yang tidak biasa; hal tersebut biasanya terjadi hanya pada anak yang buang air dengan
konsistensi encer dalam jumlah yang besar selama masa rehidrasi.
Jika keadaan anak membaik namun masih menunjukan tanda-tanda dehidrasi sedang,
hentikan terapi IV dan beri larutan ORS untuk 4 jam berikutnya berdasarkan berat anak (atau
umur anak jika berat tidak diketahui). Bagaimanapun, jika anak menginginkan lebih banyak
minum, dapat diberikan lebih banyak. Ibu perlu diberi edukasi bagaimana cara memberi
larutan ORS untuk anak, satu sendok teh penuh tiap 1-2 menit jika anak dibawah 2 tahun atau
dengan sering meneguk dari cangkir pada anak yang lebih tua. Untuk melihat apakah terjadi

17

masalah dapat dilakukan pengecekan berkala. Jika anak muntah, tunggu sepuluh menit,
kemudian pemberian larutan ORS dapat dilanjutkan dengan lebih lambat. Apabila kelopak
mata anak menjadi bengkak, hentikan pemberian larutan ORS dan beri air tawar atau ASI.

Tabel 4. Pemberian ORS dalam 4 Jam Pertama pada Anak dengan Dehidrasi
Sedang
Jumlah ORS
Berat Badan

Umur
dalam 4 Jam Pertama

< 5 kg

<4 bulan

200-400 ml

5 - < 8 kg

4- < 12 bulan

400-600 ml

8 - < 11 kg

12 bulan - < 2 tahun

600-800 ml

11 - < 16kg

2- < 5 tahun

800-1200 ml

16 - 50 kg

5 - 15 tahun

1200-2200 ml

Rehidrasi dapat dipertimbangkan dan ibu harus diberi edukasi mengenai


penatalaksanaan di rumah. Anjuran untuk menyusui kapanpun saat bayi mau harus
diberitahukan pada ivu. Bayi dibawah 6 bulan yang tidak menyusu harus diberikan 100-200
ml air minum sebagai tambahan larutan ORS selama 4 jam pertama. Jika ibu harus pergi
sebelum 4 jam, maka dapat diberikan edukasi cara menyiapkan paket ORS dan beri ibu paket
lengkap ORS lebih untuk 2 hari. Penilaian keadaan anak dilakukan setelah 4 jam, periksa
tanda-tanda dehidrasi. Penilaian keadaan anak sebelum 4 jam dapat dilakukan apabila anak
tidak mendapat larutan ORS atau terlihat semakin memburuk.
Jika pada penilaian anak tidak mengalami dehidrasi, ajari ibu tiga aturan perawatan
rumah. Tiga aturan perawatan rumah terdiri dari:
1. Pemberian cairan tambahan
2. Pemberian makanan berkesinambungan
3. Kembali bila anak menunjukan gejala sedikit minum atau tidak bisa minum atau
menyusu, menjadi lebih sakit, terdapat demam, dan terdapat darah pada feses.

18

Apabila anak masih dehidrasi sedang, ulangi terapi untuk 4 jam berikutnya dengan larutan
ORS dan mulai dapat diberikan makanan atau jus dan ASI sesering mungkin. Apabila terdapat
tanda-tanda dehidrasi berat, penanganan terhadap dehidrasi berat harus segera dilakukan.

Pemberian Nutrisi Berkesinambungan


Pemberian

makanan bernutrisi secara berkesinambungan sangat enting dalam

penatalaksanaan diare. Selama 4 jam masa rehidrasi inisial, pemberian makanan apapun
kecuali ASI pada anak tidak boleh dilakukan. Anak yang menyusu harus melanjutkan
menyusu lebih sering sepanjang pperistiwa diare. Setelah 4 jam, bila anak masih dehidrasi
sedang dan ORS masih terus diberikan, pemberian makanan dapat dilakukan tiap 3-4 jam.
Seluruh anak yang berumur di atas 4-6 bulan harus diberikan makanan sebelum pulang ke
rumah. Hal ini berguna untuk menekankan kepada perawat, pentingnya pemberian makanan
yang berkesinambungan selama diare.

Komplikasi
1. Demam enterik yang disebabkan oleh S. typhi. Sindroma tersebut mempunyai gejala
seperti malaise, demam, nyeri perut, dan bradikardia. Diare dan rash (rose spots) akan
timbul setelah 1 minggu gejala awa l timbul. Bakteri akan menyebar keseluruh tubuh pada
saat

itu dan pengobatan untuk mencegah komplikasi sistemik seperti hepatitis,

miokarditis, kolesistitis atau perdarahan saluran cerna diperlukan.


2. Hemolytic uremic syndrome (HUS) disebabkan oleh kerusakan endothelialvascular oleh
verotoksin yang dihasilkan oleh enterohemoragik E.coli dan Shigella sp. Trombositopenia,
anemia hemolitik mikroangiopati, dan gagal ginjal akut merupakan tanda-tanda dari
HUS. Gejala biasanya timbul setelah 1 minggu sejak diare pertama kali timbul.
3. Reiter syndrome (RS) dapat menyebabkan komplikasi infeksi akut dari diare ini dan hal
tersebut ditandai dengan adanya arthritis, uretritis, konjungtivitis, dan lesi pada
mukokutan. Individu dengan
secara keseluruhan saja.

RS biasanya tidak menampilkan gejala-gejala tersebut

19

4. Pasien yang mengalami diare akut dikemudian hari dapat menjadi seorang karier jika
disebabkan oleh organisme tertentu.
5. Setelah terinfeksi oleh Salmonella, 1-4% pasien diare akut non tifoid dapat menjadi
karier. Keadaan

karier dari Salmonella ini terutama terjad ipada wanita, bayi, dan

individu-individu yang mempunyai penyakit saluran kandung empedu.


6. Karier C.difficile biasanya asimptomatik dan dapat ditemukan pada 20% pasien yang
dirawat di rumah sakit yang mendapatkan terapi antibiotikadan 50% pada bayi.

Pencegahan
Pengobatan penyakit diare sangat efektif dalam mencegah kematian, tetapi tidak
memiliki dampak pada insidensi diare. Staf kesehatan yang bekerja di fasilitas perawatan
dapat mengedukasi anggota keluarga dan memotivasi mereka tentang langkah-langkah
pencegahan. Ibu dari anak-anak yang dirawat karena diare cenderung sangat menerima
pesan-pesan tersebut. Diare mudah dicegah antara lain dengan cara:
a) Pemberian ASI
Selama 6 bulan pertama kehidupan, bayi harus mendapatkan ASI eksklusif. Ini berarti
bahwa bayi yang sehat harus diberi ASI dan tidak boleh menerima makanan atau cairan
lainnya, seperti air, teh, jus, sereal minuman, susu hewan atau formula. Bayi dengan ASI
eksklusi f sangat

keci l kemungkinannya untuk mendapatkan diare atau meninggal

karena diare daripada bayi yang tidak mendapatkan ASI atau ASI sebagian. Menyusui
juga melindungi bayi terhadap risiko alergi pada awal kehidupan, memberikan jarak dan
perlindungan terhadap infeksi selain diare (misalnya pneumonia). Menyusui harus terus
diberikan

sampai

minimal 2 tahun. Cara terbaik untuk

praktek adalah

dengan

meletakkan bayi ke payudara segera setelah lahir dan tidak memberikan cairan lain
b) Memperbaiki cara mempersiapkan makanan
Makanan pelengkap biasanya harus dimulai ketika anak berusia 6 bulan. Hal ini dapat
dimulai setiap saat setelah berusia 4 bulan. Namun, jika anak tidak tumbuh memuaskan.
Memberikan makanan yang baik, memilih makanan bergizi dan menggunakan cara yang
higienis ketika mempersiapkan makanan. Pilihan makanan pelengkap akan tergantung

20

pola diet lokal dan pertanian, serta pada kepercayaan dan praktek-praktek yang ada. Selain
ASI (atau susu hewan), makanan lunak (seperti sereal) harus diberikan. Bila mungkin,
telur, daging , ikan dan buah-buahan harus diberikan juga. Makanan lain, seperti kacangkacangan matang dan sayuran harus diberikan, terutama yang ditambahkan beberapa
minyak nabati (5-10 ml / porsi)
c) Penggunaan air bersih
Risiko diare dapat dikurangi dengan menggunakan air bersih yang tersedia dan
melindunginya

dari

kontaminasi. Keluarga harus mengumpulkan air dari sumber

terbersih yang tersedia. Tidak mandi, mencuci, atau buang air besar di dekat sumbernya.
WC harus ditempatkan lebih jauh 10 meter dan menuruni bukit. Jauhkan binatang dari
sumber air. Mengumpulkan dan menyimpan air ke dalam wadah yang bersih; kosongkan
dan bilas wadah setiap hari, menjaga penyimpanan dengan wadah tertutup dan tidak
membiarkan anak-anak atau hewan untuk minum dari tempat tersebut, mengambil air
menggunakan gagang yang panjang dengan tujuan agar tangan tidak menyentuh air.
Masak air yang digunakan untuk membuat makanan atau minuman untuk anak-anak

d) Cuci tangan
Semua agen penyebab diare dapat ditularkan melalui tangan yang telah terkontaminasi
oleh feses. Risiko diare secara substansial berkurang jika anggota keluarga melakukan
praktek cuci

tangan dengan benar. Semua anggota keluarga harus

mencuci tangan

dengan bersih setelah buang air besar, setelah membersihkan anak yang buang air besar,
setelah membuang feses anak, sebelum menyiapkan makanan, dan sebelum makan.
Cuci tangan yang baik memerlukan penggunaan sabun dan air yang cukup untuk mencuci
tangan dengan bersih.
e) Kebersihan makanan
Makanan dapat terkontaminasi oleh penyebab diare pada semua tahapan produksi dan
persiapan, termasuk: selama masa pertumbuhan bahan makanan (dengan menggunakan
pupuk hewani), di tempat-tempat umum seperti pasar, selama persiapan di rumah atau di
restoran, dan setelah terus disiapkan tanpa didinginkan. Masing-masing praktek-praktek
keselamatan makanan juga harus ditekankan. Jangan makan makanan mentah, kecuali
buah-buahan dan sayuran yang dikupas dan dimakan langsung. Masak makanan sampai

21

matang, jauhkan makanan yang dimasak

dan peralatan bersih secara terpisah dari

makanan mentah dan alat-alat yang berpotensi terkontaminasi.


f) Penggunaan jamban dan pembuangan kotoran
Lingkungan yang

tidak sehat memberikan kontribusi terhadap penyebaran penyebab

diare. Karena patogen yang menyebabkan diare diekskresikan ke dalam kotoran orang
yang

terinfeksi atau

penyebaran

hewan, pembuangan kotoran yang tepat dapat memotong

infeksi. Feses dapat mencemari air tempat anak-anak bermain, tempat

mencuci pakaian, dan tempat sumber air untuk pemakaian keperluan rumah tangga. Setiap
keluarga harus mempunyai jamban yang bersih dan berfungsi dengan baik. Jika tidak
tersedia, keluarga harus buang air besar di tempat yang ditunjuk dan menguburkan
kotoran segera. Kotoran anak-anak cenderung mengandung patogen diare, kotoran
tersebut harus dikumpulkan segera setelah buang air besar dan dibuang di jamban atau
dikubur.
g) Imunisasi campak
Imunisasi campak secara substansial dapat mengurangi insiden dan tingkat keparahan
penyakit diare. Setiap bay harus diimunisasi terhadap campak pada usia yang dianjurkan.

Prognosis
Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi
antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya sangat baik dengan
morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan penyakit, morbiditas dan
mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut usia. Kematian biasanya terjadi
akibatdari dehidrasi dan malnutrisi yang terjadi secara sekunder akibat dari diare itu sendiri.
Apabila terjadi dehidrasi yang berat maka perlu dilakukan pemberian cairan secara
parenteral. Bila terjadi keadaan malnutrisi akibat gangguan absorpsi makanan maka
pemberian nutrisi secara parenteral pun perlu dilakukan karena bila terjadi gangguan dari
absorpsi makanan (malabsorpsi) maka kemungkinan untuk jatuh kedalam keadaan dehidrasi
yang lebih berat lagi akan semakin lebih besar.

22

Kesimpulan
Diare akut merupakan masalah yang sering terjadi baik di negara berkembang
maupun negara maju. Sebagian besar bersifat self limiting sehingga hanya perlu diperhatikan
keseimbangan cairan dan elektrolit. Bila ada tanda dan gejala diare akut karena infeksi
bakteri dapat diberikan terapi

antimikrobial secara empirik, yang kemudian

dapat

dilanjutkan dengan terapi spesifik sesuai dengan hasil kultur. Pengobatan simtomatik dapat
diberikan karena efektif dan cukup aman bila diberikan sesuai dengan aturan. Prognosis
diare akut infeksi bakteri baik, dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Dengan
higiene dan sanitasi yang baik merupakan pencegahan untuk penularan diare infeksi bakteri.

Daftar Pustaka
1. Corwim EJ. Buku saku patofisiologi. Ed-3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2009.h. 111-3.
2. Jonathan G. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga
Medical Series;2008. h.176-7.
3. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2010. h.182,188.
4. Djuanda A, Utama H. Ilmu

penyakit kulit. Ed-5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;

2007.h.189-95, 395.
5.

Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ. Fitzpatricks
dermatology in general medicine. 7th ed. San Fransisco: Mc Graw Hill Companies;

2008.p.146-58, 169-93.
6. Graham-Brown R, Tony Burns. Lecture notes: Dermatologi. Ed-8. Jakarta: Penerbit
Erlangga Medical Series;2005. h.66-7, 73-5, 78-81, 85-7.
7. McPhee SJ, Ganong WF. Patofisiologi penyakit: Pengantar menuju kedokteran klinis.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2011.h.209-13.
8. Cunliffe T, Bourke J, Graham-Brown R. Dermatologi dasar: Untuk praktek dan
klinik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2011.p.172-77, 184-90.
9. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Letures notes: Kedokteran klinis. Ed-6. Jakarta:
Penerbit Erlangga Medical Series;2007.h.342-4.

Anda mungkin juga menyukai