No Dokumen : SOP.03/107/PKM-
KUALIN/I/2019
S No. Revisi : 00
O Tanggal Terbit : 03 Januari 2019
P
Halaman : 1/8
A. Pengertian Gastroenteritis (GE) adalah peradangan mukosa lambung dan usus halus yang
ditandai dengan diare dengan frekuensi 3 kali atau lebih dalam waktu 24 jam.
Apabila diare > 30 hari disebut kronis. WHO (World Health Organization)
mendefinisikan diare akut sebagai diare yang biasanya berlangsung selama 3 – 7 hari
tetapi dapat pula berlangsung sampai 14 hari. Diare persisten adalah episode diare
yang diperkirakan penyebabnya adalah infeksi dan mulainya sebagai diare akut
tetapi berakhir lebih dari 14 hari, serta kondisi ini menyebabkan malnutrisi dan
berisiko tinggi menyebabkan kematian.
Gastroenteritis lebih sering terjadi pada anak-anak karena daya tahan tubuh yang
belum optimal. Diare merupakan salah satu penyebab angka morbiditas dan
mortalitas yang tinggi pada anak di bawah umur lima tahun di seluruh dunia, yaitu
mencapai 1 milyar kesakitan dan 3 juta kematian per tahun. Penyebab gastroenteritis
antara lain infeksi, malabsorbsi, keracunan atau alergi makanan dan psikologis
penderita.
Infeksi yang menyebabkan GE akibat Entamoeba histolytica disebut disentri, bila
disebabkan oleh Giardia lamblia disebut giardiasis, sedangkan bila disebabkan oleh
Vibrio cholera disebut kolera.
B. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk penatalaksanaan pasien dengan
gastroenteritis termasuk kolera dan giardiasis
C. Kebijakan SK Kepala Puskesmas Kualin Nomor SK.03/42/PKM-KUALIN/I/2019 tentang
Kebijakan Pelayanan Klinis Puskesmas Kualin
D. Referensi Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2014 tentang
Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat
Pertama
E. Prosedur Anamnesis (Subjective)
Keluhan
Pasien datang ke dokter karena buang air besar (BAB) lembek atau cair, dapat
bercampur darah atau lendir, dengan frekuensi 3 kali atau lebih dalam waktu 24 jam.
Dapat disertai rasa tidak nyaman di perut (nyeri atau kembung), mual dan muntah
serta tenesmus.
Setiap kali diare, BAB dapat menghasilkan volume yang besar (asal dari usus kecil)
atau volume yang kecil (asal dari usus besar). Bila diare disertai demam maka
diduga erat terjadi infeksi.
Bila terjadinya diare didahului oleh makan atau minum dari sumber yang kurang
higienenya, GE dapat disebabkan oleh infeksi. Riwayat bepergian ke daerah dengan
wabah diare, riwayat intoleransi laktosa (terutama pada bayi), konsumsi makanan
iritatif, minum jamu, diet cola, atau makan obat-obatan seperti laksatif, magnesium
hidroklorida, magnesium sitrat, obat jantung quinidine, obat gout (kolkisin),
diuretika (furosemid, tiazid), toksin (arsenik, organofosfat), insektisida, kafein, metil
xantine, agen endokrin (preparat pengantian tiroid), misoprostol, mesalamin,
antikolinesterase dan obat-obat diet perlu diketahui.
Selain itu, kondisi imunokompromais (HIV/AIDS) dan demam tifoid perlu
diidentifikasi.
1. Perjalanan penyakit diare yaitu lamanya diare berlangsung, kapan diare muncul
(saat neonatus, bayi, atau anak-anak) untuk mengetahui, apakah termasuk diare
kongenital atau didapat, frekuensi BAB, konsistensi dari feses, ada tidaknya darah
dalam tinja
2. Mencari faktor-faktor risiko penyebab diare
3. Gejala penyerta: sakit perut, kembung, banyak gas, gagal tumbuh.
4. Riwayat bepergian, tinggal di tempat penitipan anak merupakan risiko untuk diare
infeksi.
Pada dewasa
Pada Anak-anak
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis (BAB cair lebih dari 3 kali sehari) dan
pemeriksaan fisik (ditemukan tanda-tanda hipovolemik dan pemeriksaan konsistensi
BAB). Untuk diagnosis defenitif dilakukan pemeriksaan penunjang.
Diagnosis Banding
Demam tifoid, Kriptosporidia (pada penderita HIV), Kolitis pseudomembran
Komplikasi
Syok hipovolemik
2. Pasien diare yang belum dehidrasi dapat diberikan obat antidiare untuk
mengurangi gejala dan antimikroba untuk terapi definitif.
Pemberian terapi antimikroba empirik diindikasikan pada pasien yang diduga
mengalami infeksi bakteri invasif, traveller’s diarrhea, dan imunosupresi.
Antimikroba: pada GE akibat infeksi diberikan antibiotik atau antiparasit, atau
antijamur tergantung penyebabnya.
Obat antidiare, antara lain:
1. Turunan opioid: Loperamid atau Tinktur opium.
2. Obat ini sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan disentri yang disertai
demam, dan penggunaannya harus dihentikan apabila diare semakin berat walaupun
diberikan terapi.
3. Bismut subsalisilat, hati-hati pada pasien immunokompromais, seperti HIV,
karena dapat meningkatkan risiko terjadinya bismuth encephalopathy.
4. Obat yang mengeraskan tinja: atapulgit 4x2 tablet/ hari atau smectite 3x1 sachet
diberikan tiap BAB encer sampai diare stop.
5. Obat antisekretorik atau anti enkefalinase: Racecadotril 3x1
Pada diare akut awal yang ringan, tersedia cairan oralit yang hipotonik dengan
komposisi 29 gr glukosa, 3,5 gr NaCl, 2,5 gr Natrium bikarbonat dan 1,5 KCl setiap
liter. Cairan ini diberikan secara oral atau lewat selang nasogastrik. Cairan lain
adalah cairan ringer laktat dan NaCl 0,9% yang diberikan secara intravena.
2.Menentukan jumlah cairan yang akan diberikan
a. Dua jam pertama (tahap rehidrasi inisial): jumlah total kebutuhan cairan skor
Daldiyono diberikan langsung dalam 2 jam ini agar tercapai rehidrasi optimal
secepat mungkin.
Kondisi yang memerlukan evaluasi atau rujukan lebih lanjut pada diare apabila
ditemukan:
ANAK
Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita adalah LINTAS
DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan Dokter Anak
Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya cara untuk
mengatasi diare tetapi memperbaiki kondisi usus serta mempercepat
penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah anak kekurangan gizi akibat diare
juga menjadi cara untuk mengobati diare.
Untuk anak dibawah umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan sendok dengan
cara 1 sendok setiap 1 sampai 2 menit. Pemberian dengan botol tidak boleh
dilakukan. Anak yang lebih besar dapat minum langsung dari gelas. Bila terjadi
muntah hentikan dulu selama 10 menit kemudian mulai lagi perlahan-lahan misalnya
1 sendok setiap 2-3 menit. Pemberian cairan ini dilanjutkan sampai dengan diare
berhenti.
4. Antibiotik Selektif
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare pada
balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita
diare dengan darah (sebagian besar karena Shigellosis) dan suspek kolera
Obat-obatan anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita diare
karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak dianjurkan kecuali muntah
berat. Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi
anak, bahkan sebagian besar menimbulkan efek samping yang berbahaya dan bisa
berakibat fatal. Obat anti protozoa digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh
parasit (amuba, giardia)
Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi nasehat tentang:
a. Cara memberikan cairan dan obat di rumah
b. Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila
• Diare lebih sering
• Muntah berulang
• Sangat haus
• Makan/minum sedikit
• Timbul demam
• Tinja berdarah
• Tidak membaik dalam 3 hari.
1. Pemberian ASI
2. Pemberian makanan pendamping ASI
3. Menggunakan air bersih yang cukup
4. Mencuci tangan
5. Menggunakan jamban
6. Membuang tinja bayi dengan benar
7. Pemberian imunisasi campak
Kriteria Rujukan
1. Anak diare dengan dehidrasi berat dan tidak ada fasilitas rawat inap dan
pemasangan intravena.
2. Jika rehidrasi tidak dapat dilakukan atau tercapai dalam 3 jam pertama
penanganan.
3. Anak dengan diare persisten
4. Anak dengan syok hipovolemik
Prognosis
Prognosis sangat tergantung pada kondisi pasien saat datang, ada/tidaknya
komplikasi, dan pengobatannya, sehingga umumnya prognosis adalah dubia ad
bonam. Bila kondisi saat datang dengan dehidrasi berat, prognosis dapat menjadi
dubia ad malam.
F. Diagram Alir
melakukan vital sign menegakan diagnose
Melakukan dan pemeriksaan fisik berdasarkan hasil pemeriksaan
anamnesis pada
pasien