Anda di halaman 1dari 5

PENATALAKSANAAN

GASTROENTRITIS
No. : SOP/UKP/
Dokumen BP/016/2017
No. Revisi : 00
SOP Tanggal : 05 Juni 2017
Terbit

Halaman : 1/5

PUSKESMAS MUCHTAR EFFENDY, SKM, MKP


JARAKKULON NIP. 197103132000031004

1. Pengertian Gastroenteritis (GE) adalah peradangan mukosa lambung dan usus halus
yang ditandai dengan diare dengan frekuensi 3 kali atau lebih dalam
waktu 24 jam. Apabila diare > 30 hari disebut kronis.
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah – langkah untuk penatalaksanaan
Gastroenteritis di Puskesmas Jarakkulon.
3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas Nomor: 188.4/130.1/415.17.24/2017 tentang
Standar Operasional Prosedur Puskesmas Jarakkulon.
4. Referensi Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02
/Menkes/514/2015 Tentang Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama
5. Alat dan Alat :
Bahan 1. Stetoskop
2. Tensimeter
3. Senter
4. Termometer
Bahan :
ATK
6. Prosedur 1. Pasien dipanggil di ruang pemeriksaan umum;
2. Petugas mencuci tangan sebelum kontak dengan pasien;
3. Petugas melakukan anamnesa ( subyektif ) :
Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan
Pasien datang ke dokter karena buang air besar (BAB) lembek atau
cair, dapat bercampur darah atau lendir, dengan frekuensi 3 kali atau
lebih dalam waktu 24 jam. Dapat disertai rasa tidak nyaman di perut
(nyeri atau kembung), mual dan muntah serta tenesmus.
Setiap kali diare, BAB dapat menghasilkan volume yang besar (asal
dari usus kecil) atau volume yang kecil (asal dari usus besar). Bila

1
diare disertai demam maka diduga erat terjadi infeksi.
Bila terjadinya diare didahului oleh makan atau minum dari sumber
yang kurang higienenya, GE dapat disebabkan oleh infeksi.
Selain itu, kondisi imunokompromais (HIV/AIDS) dan demam tifoid
perlu diidentifikasi.
Pada pasien anak ditanyakan secara jelas gejala diare:
1. Perjalanan penyakit diare yaitu lamanya diare berlangsung, kapan
diare muncul (saat neonatus, bayi, atau anak-anak) untuk
mengetahui, apakah termasuk diare kongenital atau didapat,
frekuensi BAB, konsistensi dari feses, ada tidaknya darah dalam
tinja
2. Mencari faktor-faktor risiko penyebab diare
3. Gejala penyerta: sakit perut, kembung, banyak gas, gagal tumbuh.
4. Riwayat bepergian, tinggal di tempat penitipan anak merupakan
risiko untuk diare infeksi.
Faktor Risiko
1. Higiene pribadi dan sanitasi lingkungan yang kurang.
2. Riwayat intoleransi laktosa, riwayat alergi obat.
3. Infeksi HIV atau infeksi menular seksual.
4. Petugas melakukan pemeriksaan fisik ( obyektif ) dan penunjang;
Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik :
1. Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh,
frekuensi denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah.
2. Mencari tanda-tanda utama dehidrasi: kesadaran, rasa haus, dan
turgor kulit abdomen dan tanda-tanda tambahan lainnya: ubun-
ubun besar cekung atau tidak, mata: cekung atau tidak, ada atau
tidaknya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah.
3. Pernapasan yang cepat indikasi adanya asidosis metabolik.
4. Bising usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemia.
5. Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill
dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi.
6. Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan
cara: obyektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum
dan selama diare. Subyektif dengan menggunakan kriteria. Pada
anak menggunakan kriteria WHO 1995.
5. Petugas menegakkan diagnosa ( assessment ):
Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis Klinis

2
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis (BAB cair lebih dari 3
kali sehari) dan pemeriksaan fisik (ditemukan tanda-tanda hipovolemik
dan pemeriksaan konsistensi BAB). Untuk diagnosis defenitif
dilakukan pemeriksaan penunjang.
Diagnosis Banding
Demam tifoid, Kriptosporidia (pada penderita HIV), Kolitis
pseudomembran, dan Komplikasi Syok hipovolemik
6. Penatalaksanaan komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan pada Pasien Dewasa
Pada umumnya diare akut bersifat ringan dan sembuh cepat dengan
sendirinya melalui rehidrasi dan obat antidiare, sehingga jarang
diperlukan evaluasi lebih lanjut.
Terapi dapat diberikan dengan:
1. Memberikan cairan dan diet adekuat
a. Pasien tidak dipuasakan dan diberikan cairan yang adekuat
untuk rehidrasi.
b. Hindari susu sapi karena terdapat defisiensi laktase transien.
c. Hindari juga minuman yang mengandung alkohol atau kafein,
karena dapat meningkatkan motilitas dan sekresi usus.
d. Makanan yang dikonsumsi sebaiknya yang tidak mengandung
gas, dan mudah dicerna.
2. Pasien diare yang belum dehidrasi dapat diberikan obat antidiare
untuk mengurangi gejala dan antimikroba untuk terapi definitif.
Pemberian terapi antimikroba empirik diindikasikan pada pasien
yang diduga mengalami infeksi bakteri invasif, traveller’s diarrhea,
dan imunosupresi. Antimikroba: pada GE akibat infeksi diberikan
antibiotik atau antiparasit, atau antijamur tergantung penyebabnya.
Obat antidiare, antara lain:
1. Turunan opioid: Loperamid atau Tinktur opium.
2. Obat ini sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan disentri
yang disertai demam, dan penggunaannya harus dihentikan
apabila diare semakin berat walaupun diberikan terapi.
3. Bismut subsalisilat, hati-hati pada pasien immunokompromais,
seperti HIV, karena dapat meningkatkan risiko terjadinya bismuth
encephalopathy.
4. Obat yang mengeraskan tinja: atapulgit 4x2 tablet/ hari atau
smectite 3x1 sachet diberikan tiap BAB encer sampai diare stop.
5. Obat antisekretorik atau anti enkefalinase: Racecadotril 3x1
Antimikroba, antara lain:

3
1. Golongan kuinolonyaitu Siprofloksasin 2 x 500 mg/hari selama 57
hari, atau
2. Trimetroprim/Sulfametoksazol 160/800 2x 1 tablet/hari
3. Apabila diare diduga disebabkan oleh Giardia, Metronidazol dapat
digunakan dengan dosis 3x500 mg/ hari selama 7 hari.
4. Bila diketahui etiologi dari diare akut, terapi disesuaikan dengan
etiologi.
Apabila terjadi dehidrasi, setelah ditentukan derajat dehidrasinya,
pasien ditangani dengan langkah sebagai berikut:
1. Menentukan jenis cairan yang akan digunakan
Pada diare akut awal yang ringan, tersedia cairan oralit yang
hipotonik dengan komposisi 29 gr glukosa, 3,5 gr NaCl, 2,5 gr
Natrium bikarbonat dan 1,5 KCl setiap liter. Cairan ini diberikan
secara oral atau lewat selang nasogastrik. Cairan lain adalah
cairan ringer laktat dan NaCl 0,9% yang diberikan secara
intravena.
2. Menentukan jumlah cairan yang akan diberikan
3. Menentukan jadwal pemberian cairan:
a. Dua jam pertama (tahap rehidrasi inisial): jumlah total
kebutuhan cairan menurut BJ plasma atau skor Daldiyono
diberikan langsung dalam 2 jam ini agar tercapai rehidrasi
optimal secepat mungkin.
b. Satu jam berikutnya/jam ke-3 (tahap ke-2) pemberian diberikan
berdasarkan kehilangan selama 2 jam pemberian cairan
rehidrasi inisial sebelumnya. Bila tidak ada syok atauskor
Daldiyono kurang dari 3 dapat diganti cairan per oral.
c. Jam berikutnya pemberian cairan diberikan berdasarkan
kehilangan cairan melalui tinja dan insensible water loss.
Kondisi yang memerlukan evaluasi lebih lanjut pada diare akut apabila
ditemukan:
1. Diare memburuk atau menetap setelah 7 hari, feses harus
dianalisa lebih lanjut
2. Pasien dengan tanda-tanda toksik (dehidrasi, disentri, demam ≥
38,5oC, nyeri abdomen yang berat pada pasien usia di atas 50
tahun
3. Pasien usia lanjut
4. Muntah yang persisten
5. Perubahan status mental seperti lethargi, apatis, irritable
6. Terjadinya outbreak pada komunitas

4
7. Pada pasien yang immunokompromais.
7. Petugas memberikan Konseling dan Edukasi
Pada kondisi yang ringan, diberikan edukasi kepada keluarga untuk
membantu asupan cairan.
Edukasi juga diberikan untuk mencegah terjadinya GE dan mencegah
penularannya.
8. Petugas merujuk pasien apabila terjadi :
1. Tanda dehidrasi berat
2. Terjadi penurunan kesadaran
3. Nyeri perut yang signifikan
4. Pasien tidak dapat minum oralit
5. Tidak ada infus set serta cairan infus di fasilitas pelayanan
7. Hal-hal yang
perlu -
diperhatikan

8. Unit terkait 1. Ruang Pemeriksaan Umum;


2. Ruang Pemeriksaan Lansia;
3. Ruang Tindakan;
4. Ruang Pemeriksaan KIA/KB;
5. Ruang Farmasi;
6. Pustu;
7. Polindes.
9. Dokumen Rekam medis
terkait
10. Rekaman No Yang diubah Isi perubahan Tanggal mulai diberlakukan
historis
perubahan

Anda mungkin juga menyukai