Anda di halaman 1dari 7

Gastroenteritis

No. Dokumen : /SOP/PKM-MNS/I/2023


SOP No. Revisi :0
Tanggal Terbit : 02 Januari 2023
Halaman : 1 dari 7
UPT Alimin, S.ST
PUSKESMAS Nip 19630612 198503
MANISA 1 036
1. Pengertian 1.1. Gastroenteritis (GE) adalah peradangan mukosa lambung dan usus halus
yang ditandai dengan diare, yaitu buang air besar lembek atau cair,
dapat bercampur darah atau lendir, dengan frekuensi 3 kali atau lebih dalam
waktu 24 jam, dan disertai dengan muntah, demam, rasa tidak enak di
perut dan menurunnya nafsu makan. Apabila diare > 30 hari disebut kronis.
1.2. Gastroenteritis lebih sering terjadi pada anak-anak karena daya tahan tubuh
yang belum optimal. Hal ini biasanya terjadi berhubungan dengan
tingkat pendidikan dan pendapatan yang rendah yang terkait dengan
perilaku kesehatan yang kurang
1.3. Penyebab gastroenteritis antara lain infeksi, malabsorbsi, keracunan atau
alergi makanan dan psikologis penderita. Infeksi yang menyebabkan GE
akibat Entamoeba histolytica disebut disentri, bila disebabkan oleh Giardia
lamblia disebut giardiasis, sedangkan bila disebabkan oleh Vibrio cholera
disebut kolera.
2. Tujuan 2.1. Sebagai acuan penerapan langkah-langkah penatalaksanaan gastroenteritis
di Puskesmas Manisa.
3. Kebijakan 3.1. SK Kepala Puskesmas Nomor tahun 2023 tentang Pelayanan Klinis di
Puskesmas Manisa
4. Referensi 4.1. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
HK.01.07/Menkes/1186/2022 tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter
di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama
5. Prosedur / 5.1 Anamnesis
Langkah- 5.1.1. Petugas menanyakan apakah buang air besar (BAB) lembek atau cair,
langkah bercampur darah atau lendir, frekuensi 3 kali atau lebih dalam waktu
24 jam, rasa tidak nyaman di perut (nyeri atau kembung), mual dan
muntah serta tenesmus. Bila disertai demam maka diduga erat terjadi
infeksi.
5.1.2. Petugas juga dapat menanyakan riwayat makan atau minum dari
sumber yang kurang higienis sebelumnya. Riwayat bepergian ke
daerah dengan wabah diare, riwayat intoleransi laktosa (terutama
pada bayi), konsumsi makanan iritatif, minum jamu, diet cola, atau
makan obat-obatan seperti laksatif, magnesium hidrochlorida,

1
magnesium citrate, obat jantung quinidine, obat gout
(colchicides), diuretika (furosemid, tiazid), toksin (arsenik,
organofosfat), insektisida, kafein, metil xantine, agen endokrin
(preparat pengantian tiroid), misoprostol, mesalamin,
antikolinesterase dan obat-obat diet perlu diketahui.
5.1.3. Petugas juga dapat menanyakan riwayat adanya penyakit (HIV/AIDS)
imunokompromais dan demam tifoid.

5.2 Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana


5.2.1 Pemeriksaan Fisik
Petugas menentukan tingkat/derajat dehidrasi akibat diare.
Tanda-tanda dehidrasi yang diperhatikan adalah turgor kulit
menurun, akral dingin, penurunan tekanan darah, peningkatan
denyut nadi, tangan keriput, mata cekung, penurunan kesadaran,
nyeri tekan abdomen, kualitas bising usus hiperperistaltik. Pada

anak kecil ubun-ubun kepala cekung.


Pada tanda vital lain dapat ditemukan suhu tubuh yang tinggi
(hiperpireksi), nadi dan pernapasan cepat.

2
5.2.2 Pemeriksaan penunjang
Pada kondisi pasien yang telah stabil (dipastikan hipovolemik
telah teratasi), dapat dilakukan pemeriksaan:
5.2.2.1 Darah rutin (lekosit) untuk memastikan adanya infeksi.
5.2.2.2 Feses lengkap (termasuk analisa mikrobiologi) untuk
menentukan penyebab.

5.3 Penegakan Diagnosis (Assessment)


Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis (BAB cair lebih dari 3
kali sehari) dan pemeriksaan fisik (ditemukan tanda-tanda
hipovolemik dan pemeriksaan konsistensi BAB).
5.3.1 Diagnosis Banding
5.3.1.1 Demam tifoid
5.3.1.2 Kriptosporidia (pada penderita HIV)
5.3.1.3 Kolitis pseudomembran
5.3.2 Komplikasi: Syok hipovolemik

5.4 Penatalaksanaan
5.4.1 Memberikan cairan dan diet adekuat dengan cara
5.4.1.1 Pasien tidak dipuasakan dan diberikan cairan yang
adekuat untuk rehidrasi.
5.4.1.2 Hindari susu sapi karena terdapat defisiensi laktase
transien.
5.4.1.3 Hindari juga minuman yang mengandung alkohol atau
kafein, karena dapat meningkatkan motilitas dan
sekresi usus.
5.4.1.4 Makanan yang dikonsumsi sebaiknya yang tidak
mengandung gas, dan mudah dicerna.
5.4.1.5 Pasien diare yang belum dehidrasi dapat diberikan obat
anti diare untuk mengurangi gejala dan antimikroba
untuk terapi definitif.
5.4.2 Pasien yang belum dehidrasi dapar diberikan obat antidiare untuk
mengurangi gejala dan antimikroba untuk terapi definitif.
Pemberian terapi antimikroba empirik diindikasikan pada pasien
yang diduga mengalami infeksi bakteri invasif, traveller’s
diarrhea, dan imunosupresi. Antimikroba: pada GE akibat infeksi
diberikan antibiotik atau antiparasit, atau anti jamur tergantung

3
penyebabnya.

5.4.3 Obat anti diare antara lain :


5.4.3.1 Turunan opioid: loperamide, difenoksilat atropine,
tinktur opium.
5.4.3.2 Obat ini sebaiknya tidak diberikan pada pasien
dengan disentri yang disertai demam, dan
penggunaannya harus dihentikan apabila diare
semakin berat walaupun diberikan terapi.
5.4.3.3 Bismutsubsalisilat, hati-hati pada pasien
immunocompromised, seperti HIV, karena dapat
meningkatkan risiko terjadinya bismuth
encephalopathy.
5.4.3.4 Obat yang mengeraskan tinja: atapulgit 4x2 tablet/ hari
atau smectite 3x 1 sachet diberikan tiap BAB encer
sampai diare stop.
5.4.3.5 Obat anti sekretorik atau anti enkefalinase: Hidrasec 3x
1/ hari

5.4.4 Antimikroba, antara lain :


5.4.4.1 Golongan kuinolon yaitu Ciprofloxacin 2 x 500
mg/hari selama 5-7 hari, atau
5.4.4.2 Trimetroprim/Sulfamethoxazole 160/800 2x 1
tablet/hari.
5.4.4.3 Apabila diare diduga disebabkan oleh Giardia,
Metronidazole dapat digunakan dengan dosis 3x500
mg/ hari selama 7 hari.
5.4.4.4 Bila diketahui etiologi dari diare akut, terapi
disesuaikan dengan etiologi.
5.4.4.5 Terapi probiotik dapat mempercepat penyembuhan
diare akut.

5.4.5 Apabila terjadi dehidrasi, setelah ditentukan derajat


dehidrasinya, pasien ditangani dengan langkah sebagai berikut:
5.4.5.1 Menentukan jenis cairan yang akan digunakan
Pada diare akut awal yang ringan, tersedia cairan oralit
yang hipotonik dengan komposisi 29 g glukosa,
3,5g NaCl, 2,5g Natrium bikarbonat dan 1.5 KCl
setiap liter. Cairan ini diberikan secara oral atau
lewat selang nasogastrik. Cairan lain adalah cairan

4
ringer laktat dan NaCl 0,9% yang diberikan secara
intravena.
5.4.5.2 Menentukan jumlah cairan yang akan diberikan
Prinsip dalam menentukan jumlah cairan inisial
yang dibutuhkan adalah: BJ plasma dengan rumus:
Defisit cairan : Bj plasma ̶ 1,025 x Berat badan X 4 ml
0,001
Kebutuhan cairan = Skor x 10% X kgBB X 1 liter
15
5.4.5.3 Menentukan jadwal pemberian cairan:
5.4.5.3.1 Dua jam pertama (tahap rehidrasi
inisial): jumlah total kebutuhan cairan
menurut BJ plasma atau skor
Daldiyono diberikan langsung dalam 2
jam ini agar tercapai rehidrasi optimal
secepat mungkin.
5.4.5.3.2 Satu jam berikutnya/ jam ke-3 (tahap
ke-2) pemberian diberikan berdasarkan
kehilangan selama 2 jam pemberian
cairan rehidrasi inisial sebelumnya.
Bila tidak ada syok atau skor
daldiyono kurang dari 3 dapat diganti
cairan per oral.
5.4.5.3.3 Jam berikutnya pemberian cairan
diberikan berdasarkan kehilangan cairan
melalui tinja dan insensible water loss.

5.5 Kondisi yang memerlukan evaluasi lebih lanjut pada diare akut
apabila ditemukan:
5.5.1 Diare memburuk atau menetap setelah 7 hari, feses harus dianalisa
lebih lanjut.
5.5.2 Pasien dengan tanda toksik (dehidrasi,disentri,demam ≥ 38,5 0C,
Nyeri abdomen yang berat pada pasien usia di atas 50 tahun
5.5.3 Pasien usia lanjut
5.5.4 Muntah yang persisten
5.5.5 Perubahan status mental seperti lethargi, apatis, irritable.
5.5.6 Terjadinya outbreak pada komunitas
5.5.7 Pada pasien yang immunocompromised.

5
5.6 Penatalaksanaan pada pasien anak
4.1.1. Rehidrasi menggunakan oralit osmolalitas rendah
5.6.1.1 Diare tanpa dehidrasi
4.1.1.1.1. Umur < 1 tahun : ¼ ̶ ½ gelas tiap kali
mencret (50-100ml)
4.1.1.1.2. Umur 1-4 tahun : ½ ̶ 1 gelas tiap kali
mencret (100-200ml)
4.1.1.1.3. Umur diatas 5 tahun : 1 ̶ 1½ gelas tiap
kali mencret (200-300ml)
5.6.1.2 Diare dengan dehidrasi sedang
Memberikan oralit dengan dosis yang diberikan dalam
3 jam pertama 75 ml/kgBB dan selanjutnya diteruskan
dengan pemberian oralit pada diare tanpa dehidrasi.
5.6.1.3 Diare dengan dehidrasi berat
Petugas memasang infus dan dipersiapkan untuk
dirujuk ke Rumah sakit terdekat.
5.6.2 Pemberian Zinc selama 10 hari dengan dosis :
5.6.2.1 Umur < 6 bulan : ½ tablet (10mg) perhari
5.6.2.2 Umur > 6 bulan : 1 tablet (20mg) perhari
5.6.3 Teruskan pemberian ASI dan makanan
5.6.4 Memberikan edukasi pada orang tua tentang :
5.6.4.1 Cara memberikan cairan dan obat dirumah
5.6.4.2 Kapan harus membawa kembali balita ke puskesmas
jika: diare lebih sering, muntah berulang, sangat haus,
makan/minum sedikit, timbul demam, tinja
berdarah,tidak membaik dalam 3 hari.
5.7 Kriteria pasien dirujuk
5.7.1 Anak diare dengan dehidrasi berat dan tidak ada fasilitas rawat
inap dan pemasangan intravena.
5.7.2 Jika rehidrasi tidak dapat dilakukan atau tercapai dalam 3 jam
pertama penanganan.
5.7.3 Anak dengan diare persisten.
5.7.4 Anak dengan syok hipovolemik.

6
6. Diagram
Alir

7. Hal-hal yang 7.1. Kesiapan alat


perlu
diperhatikan
8. Unit terkait 8.1. Poli Umum
8.2. UGD
8.3. Apotek
9. Rekaman Tanggal
historis No. Yang diubah Isi perubahan mulai
perubahan diberlakukan
1. Nama Kepala Puskesmas Nama Kepala Puskesmas 02 Januari
yang baru yaitu Alimin, 2023
S.ST
2. Referensi yang digunakan Keputusan Menteri 02 Januari
yaitu dari Keputusan Menteri Kesehatan Republik 2023
Kesehatan Republik Indonesia Nomor
Indonesia Nomor HK.01.07/Menkes/1186/2
HK.02.02/Menkes/514/2015 022 tentang Panduan
tentang Panduan Praktik Praktik Klinis Bagi
Klinis Bagi Dokter di Dokter di Fasilitas
Fasilitas Pelayanan Pelayanan Kesehatan
Kesehatan Tingkat Pertama Tingkat Pertama

Anda mungkin juga menyukai