Anda di halaman 1dari 7

PORTOFOLIO 2

BRONKOPNEUMONIA

Oleh:
dr. Nublah Permata Lestari

Pembimbing:
dr. I Nyoman Marsel Rama Grandhita Baktiyasa
dr. Wiwin Sri Niscahyawati

2019
Portofolio Kasus-2

Nama Peserta : dr. Nublah Permata Lestari


Nama Wahana : RSU PTPN XII Bhakti Husada
Topik : Bronkopneumonia
Tanggal (kasus): 05 Februari 2019
Nama Pasien: An. NM No RM: 09.34.73
Pembimbing 1: dr. I Nyoman Marsel Rama Pembimbing 2: dr. Wiwin Sri Niscahyawati
Grandhita Baktiyasa
Obyektif Presentasi:
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi: Anak perempuan, 2 tahun, batuk berdahak, sesak, & demam sejak 3 hari.
Tujuan: mengenali gejala bronkopneumonia dan penanganan bronkopneumonia
Bahan bahasan Tinjauan Riset Kasus Audit
Pustaka
Cara membahas Diskusi Presentasi dan diskusi E-mail Pos

Data pasien Nama:An. NM (2 tahun) No RM:


Nama RS: RSU PTPN XII Telp - 09.34.73
Bhakti Husada
Data utama untuk bahan diskusi
1. Diagnosis/ Gambaran Klinis/Laboratoris/Radiologis: Bronkopneumonia
ANAMNESIS
Pasien datang ke IGD RSU Bhakti Husada dibawa oleh orang tuanya dengan keluhan batuk
berdahak, sesak dan demam sejak 3 hari SMRS. batuk yang dirasakan pasien seperti berdahak
namun tidak dapat dikeluarkan dahaknya. Sesak yang dirasakan pasien terus menerus, dan
memberat ketika berbaring, nafas menjadi cepat, saat bernafas terdengar suara ‘grok-grok’
seperti adanya cairan di dalam saluran nafas. Pasien menjadi sulit tidur karena keluhan
sesak yang dialaminya. Sempat terlihat kebiruan dibagian ujung-ujung jari kaki sejak 1
hari saat sesak memberat. Pilek juga dirasakan os saat masuk rumah sakit. Keluhan juga
disertai demam, sifat demam terus menerus tinggi hingga pasien terlihat rewel dan demam
tidak sampai menimbulkan kejang. Saat ini os menjadi sulit untuk makan, karena mual.
Sempat muntah 1 kali, muntahan berisi cairan, tidak berwarna kehitaman atau kemerahan,
sifat muntah tidak menyembur. BAB seperti biasanya dengan konsistensi padat dan
frekuensi kurang dari 3 kali dalam 1 hari. BAK seperti biasanya dengan warna urin jernih,
tidak pekat.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : GCS 456 compos mentis
Tekanan darah : -/- mmHg
Suhu badan : febris, 38,5oC
Pernapasan : 40x/menit
Nadi : 110x/menit, teratur, dan kuat angkat
BB : 8,5 kg
1
Kepala & leher : anemia (-), icterus (-), cyanosis (-), dyspnea (+), pKGB (-),
Thorax : simetris, bentuk normal, deformitas (-)
Cor: S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-), extra systole (-)
Pulmo: vesikuler/vesikuler, wheezing -/-, rhonchi +/+ basah halus basal
Abdomen : flat, soepel, BU (+)Normal, hepar/lien tidak teraba
Extremitas : akral hangat,kering, merah, CRT<2detik, edema tungkai -/-

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah Rutin:
 Hb: 10,1 gr/dl
 HT: 32,2 %
 Leukosit: 21,900/mm
 Trombosit: 444.000/mm
 Lym/mid/gra 46,7/4,8/48,5
GDA: 99 mg/dl

PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
Tidak dilakukan
2. Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah berobat sebelumnya
3. Riwayat Kesehatan/ Penyakit
Riwayat penyakit jantung dan hipertensi disangkal,
Riwayat diabetes disangkal
4. Riwayat Keluarga
Keluarga yang sakit seperti ini tidak ada
5. Riwayat Psikososial
Pasien tinggal di banyuwangi, anak kedua dari 2 bersaudara, memiliki kakak perempuan usia
5 tahun.
6. Riwayat Gizi
Kesan gizi pasien cukup.

Penatalaksanaan:
IVFD Kaen 3B 8 tpm makro
Inj. Amphicilin 3x300 mg
Inj. Gentamicin 1x40 mg
P/o: Pamol 3x3/4 cth
Laprosin 2x1 cth
Comtusin 3x1/2 cth

Tinjauan Pustaka
Definisi:
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru
dimana asinus terisi dengan cairan radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang ke
dalam interstitium. Bronkopneumonia adalah infeksi saluran pernapasan yang terjadi pada bronkus
sampai dengan alveolus paru. Saluran pernapasan tersebut tersumbat oleh eksudat yang mukopurulen,
yang membentuk bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang berdekatan.

Klasifikasi:
Secara anatomis pneumonia dibagi 3, yaitu :
2
a. pneumonia lobaris
b. pneumonia intertitialis (bronkiolitis)
c. pneumonia lobularis (bronkopneumonia)

WHO memberikan pedoman klasifikasi pneumonia, sebagai berikut :


 Usia kurang dari 2 bulan
o Pneumonia berat
- Chest indrawing (subcostal retraction)
- Bila ada napas cepat (> 60 x/menit)
o Pneumonia sangat berat
- tidak bisa minum
- kejang
- kesadaran menurun
- hipertermi / hipotermi
- napas lambat / tidak teratur

 Usia 2 bulan-5 tahun


o Pneumonia
- bila ada napas cepat
o Pneumonia Berat
- Chest indrawing
- Napas cepat dengan laju napas
 >50 x/menit untuk anak usia 2 bulan – 1 tahun
 >40 x/menit untuk anak > 1 – 5 tahun
o Pneumonia sangat berat
- tidak dapat minum
- kejang
- kesadaran menurun
- Malnutrisi.

Etiologi:
Virus merupakan penyebab tersering pneumonia pada bayi usia 1 bulan sampai 2 tahun. Pola kuman
penyebab pneumonia biasanya berubah sesuai dengan distribusi umur pasien.

Umur Bakteri Patogen


Neonatus E. Coli, Streptococcus group B, Listeria
monocytogenes
Klebsiella sp, Enterobacteriaceae
1-3 bulan Chlamydia trachomatis
Usia Chlamydia pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae
prasekolah Haemophillus influenzae B, Streptococcus
pneumoniae
Staphylococcus aureus
Usia sekolah Chlamydia pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae
Streptococcus pneumoniae

Manifestasi Klinis:
Gejala dan tanda pneumonia meliputi gejala infeksi pada umumnya demam, menggigil, sefalgia,
rewel, dan gelisah. Beberapa pasien mungkin mengalami gangguan gastrointestinal seperti muntah,
kembung, diare, atau sakit perut.
3
Walaupun tanda pulmonal paling berguna, namun mungkin tanda-tanda itu tidak muncul sejak awitan
penyakit. Tanda-tanda itu meliputi nafas cuping hidung (neonetus), takipneu, dipsneu, dan apneu.
Otot bantu nafas interkosta dan abdominal mungkin digunakan. Batuk umumnya dijumpai pada anak
besar, tapi pada neonatus bisa tanpa batuk. Tanda pneumonia berupa retraksi (penarikan dinding dada
bagian bawah ke dalam saat bernafas bersama dengan peningkatan frekuensi nafas), perkusi redup,
fremitus melemah, suara nafas melemah dan ronkhi.
Frekuensi nafas merupakan indeks paling sensitif untuk mengetahui beratnya penyakit. Hal ini
digunakan untuk mendukung diagnosis dan memantau tatalaksana. Pengukuran frekwensi nafas
dilakukan dalam keadaan anak tenang atau tidur. Perkusi thorak tidak bernilai diagnostik karena
umumnya kelainan patologisnya menyebar. Suara redup pada perkusi biasanya karena adanya efusi
pleura.
WHO menetapkan kriteria takipneu berdasarkan usia, sebagai berikut :
- usia kurang dari 2 bulan : ≥ 60 kali per menit
- usia 2 bulan -1 tahun : ≥ 50 kali per menit
- usia 1 – 5 tahun : ≥ 40 kali per menit.
Suara nafas yang melemah seringkali ditemukan pada auskultasi. Ronkhi basah halus khas untuk
pasien yang lebih besar, mungkin tidak terdengar pada bayi. Pada bayi dan anak kecil karena kecilnya
volume thorak biasanya suara nafas saling berbaur dan sulit diidentifikasi.
Patofisiologi:
Proses radang dapat dibagi atas 4 stadium yaitu :
1. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru
yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat
infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah
pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama
dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan
permeabilitas kapiler paru.
Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi
pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan
alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka
perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi
oksigen hemoglobin.
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin
yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena
menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru
menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat
minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama
48 jam.
3. Stadium III (3 – 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang
terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi
fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat
karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi
mengalami kongesti.
4. Stadium IV (7 – 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel
fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

Diagnosis:
4
Dasar diagnosis pneumonia menurut Henry Gorna dkk tahun 1993 adalah ditemukannya paling sedikit
3 dari 5 gejala berikut ini :
a. Sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada
b. Sanas badan
c. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles) atau halus.
d. Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus
e. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit
predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)

Terapi :
Tatalaksana pasien pneumonia meliputi terapi suportif dan terapi etiologik.
Terapi suportif yang diberikan pada penderita pneumonia adalah :
1. Pemberian oksigen 2-4 L/menit melalui kateter hidung atau nasofaring. Jika penyakitnya berat
dan sarana tersedia, alat bantu napas mungkin diperlukan terutama dalam 24-48 jam
2. Pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat. Cairan yang diberikan mengandung gula dan
elektrolit yang cukup.
3. Koreksi kelainan elektrolit atau metabolik yang terjadi.
4. Mengatasi penyakit penyerta.
5. Pemberian terapi inhalasi dengan nebulizer bukan merupakan tata laksana rutin yang harus
diberikan.

Tatalaksana pneumonia sesuai dengan kuman penyebabnya. Namun karena berbagai kendala
diagnostik etiologi, untuk semua pasien pneumonia diberikan antibiotik secara empiris. Walaupun
sebenarnya pneumonia viral tidak memerlukan antibiotik, tapi pasien tetap diberi antibiotik karena
kesulitan membedakan infeksi virus dengan bakteri.

Usia Rawat jalan Rawat Inap Bakteri Patogen


0-2 minggu 1. Ampisillin + - E. Coli
Gentamisin - Streptococcus B
2. Ampisillin + - Nosokomial
Cefotaksim enterobacteria
>2-4 minggu 1. Ampisillin + - E. Coli
Cefotaksim atau - Nosokomial
Ceftriaxon Enterobacteria
2. Eritromisin - Streptococcus B
- Klebsiella
- Enterobacter
- C. trachomatis
>1-2 bulan 1. Ampisillin + - E. Coli and other
Gentamisin Enterobacteria
2. Cefotaksim atau - H. influenza
Ceftriaxon - S. pneumonia
- C. trachomatis
>2-5 bulan 1. Ampisillin 1. Ampisillin - H. influenza
2. Sefuroksim 2. Ampisillin + - S. pneumonia
sefiksim Kloramfenikol
Sefuroksim
Ceftriaxon
>5 tahun 1. Penisillin A 1. Penisillin G - S. pneumonia
2. Amoksisilin 2. Sefuroksim - Mycoplasma

5
Eritromisin Seftriakson
Vankomisin

Antibiotik parenteral diberikan sampai 48-72 jam setelah panas turun, dilanjutkan dengan pemberian
per oral selama 7-10 hari. Bila diduga penyebab pneumonia adalah S. Aureus, kloksasilin dapat segera
diberikan. Bila alergi terhadap penisilin dapat diberikan cefazolin, klindamisin, atau vancomycin.
Lama pengobatan untuk stafilokokkus adalah 3-4 minggu.
Komplikasi:
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam rongga thorax (seperti
efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran bakteremia dan hematologi. Meningitis,
artritis supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi.

Prognosis:
Pada era sebelum ada antibiotik, angka mortalitas pada bayi dan anak kecil berkisar dari 20% sampai
50% dan pada anak yang lebih tua dari 3% sampai 5%. 13 Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan
adekuat, mortalitas dapat diturunkan sampai kurang dari 1%, anak dalam keadaan malnutrisi energi
protein dan yang datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.

Daftar Pustaka
1. Pusponegoro HD, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Ikatan Dokter Anak
Indonesia: Jakarta. 2009.
2. Hasan R, dkk. Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.
2002.
3. Mansjoer A, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: Jakarta. 2000.
4. Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. EGC: Jakarta. 2000.
5. Price SA, Wilson LM, 1995, Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease Processes
(Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Prose Penyakit), Edisi 4, Penerbit EGC, Jakarta, hal:
709-712.
6. Behrman RE, Vaughan VC, 1992, Nelson Ilmu Kesehatan Anak, Bagian II, Edisi 12, Penerbit
EGC, Jakarta, hal: 617-628.

Anda mungkin juga menyukai