Anda di halaman 1dari 8

PORTOFOLIO 4

KEJANG DEMAM SEDERHANA

Oleh:
dr. Nublah Permata Lestari

Pembimbing:
dr. I Nyoman Marsel Rama Grandhita Baktiyasa
dr. Wiwin Sri Niscahyawati

2019
Portofolio Kasus-4

Nama Peserta : dr. Nublah Permata Lestari


Nama Wahana : RSU PTPN XII Bhakti Husada
Topik : Kejang Demam Sederhana
Tanggal (kasus): 17 Februari 2019
Nama Pasien: An. PPB No RM: 08.34.98
Pembimbing 1: dr. I Nyoman Marsel Rama Pembimbing 2: dr. Wiwin Sri Niscahyawati
Grandhita Baktiyasa
Obyektif Presentasi:
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi: Anak Laki-laki, 21 bulan, demam sejak 1 hari SMRS, kejang 1 jam SMRS.
Tujuan: mengenali gejala penanganan kejang demam sederhana
Bahan bahasan Tinjauan Riset Kasus Audit
Pustaka
Cara membahas Diskusi Presentasi dan diskusi E-mail Pos

Data pasien Nama: An. PBB (21 bulan) No RM:


Nama RS: RSU PTPN XII Telp - 08.34.98
Bhakti Husada
Data utama untuk bahan diskusi
1. Diagnosis/ Gambaran Klinis/Laboratoris/Radiologis: Kejang Demam Sederhana
ANAMNESIS
Pasien datang ke IGD RSU Bhakti Husada dibawa oleh orang tuanya dengan keluhan kejang
kurang lebih 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Kejang terjadi seluruh tubuh. Tangan dan kaki
pasien kaku, mata melirik ke atas. Kejang berlangsung 1 kali selama 4 menit. Setelah kejang
berhenti, pasien menangis. Sebelumnya, 1 hari sebelum masuk rumah sakit pasien panas, panas
mendadak tinggi. Panas disertai batuk, tidak ada pilek, tidak disertai muntah dan sesak napas.
Di IGD pasien tidak kejang tetapi masih panas. Buang air besar 1 kali/hari, lembek,
berwarna kuning. Buang air kecil warna kuning jernih terakhir 4 jam SMRS.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : GCS 456 compos mentis
Tekanan darah : -/- mmHg
Suhu badan : febris, 38,5oC
Pernapasan : 28x/menit
Nadi : 110x/menit, teratur, dan kuat angkat
BB : 12 kg
Kepala & leher : anemia (-), icterus (-), cyanosis (-), dyspnea (-), pKGB (-),
Thorax : simetris, bentuk normal, deformitas (-)
Cor: S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-), extra systole (-)
Pulmo: vesikuler/vesikuler, wheezing -/-, rhonchi -/- basah halus basal
Abdomen : flat, soepel, BU (+) Normal, hepar/lien tidak teraba
Extremitas : akral hangat,kering, merah, CRT<2detik, edema tungkai -/-

1
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah Rutin:
 Hb: 9,7 gr/dl
 HT: 30,2 %
 Leukosit: 17,600/mm
 Trombosit: 351.000/mm
 Lym/mid/gra 23,0/4,2/72,8
GDA: 138 mg/dl

PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
Tidak dilakukan
2. Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah berobat sebelumnya
3. Riwayat Kesehatan/ Penyakit
Riwayat penyakit jantung dan hipertensi disangkal,
Riwayat diabetes disangkal
4. Riwayat Keluarga
Keluarga yang sakit seperti ini tidak ada
5. Riwayat Psikososial
Pasien tinggal di banyuwangi, anak kedua dari 2 bersaudara, memiliki kakak laki-laki usia 7
tahun.
6. Riwayat Gizi
Kesan gizi pasien cukup.
Penatalaksanaan:
IVFD Kaen 3B 10 tpm makro
Inj. Amphicilin 3x300 mg
Inj. Diazepam 3 mg (IV pelan, Bila Kejang)
P/o: Pamol 3x1 cth

Tinjauan Pustaka
Definisi:
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas
38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam adalah kejang yang
berhubungan dengan demam (suhu diatas 39oC per rektal) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat
atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada anak berusia 1 bulan dan tidak ada riwayat kejang tanpa
demam sebelumnya.
Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980), kejang demam adalah suatu kejadian pada
bayi dan anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi
tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang pernah kejang
tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai
demam pada bayi berumur kurang dari 4 minggu (1 bulan) tidak termasuk kejang demam.

Epidemiologi:
Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-kira 20% kasus merupakan kejang demam kompleks. Umumnya
kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17-23 bulan). Kejang demam sedikit lebih sering
pada laki-laki. Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan samapi 5 tahun. Menurut
IDAI, kejadian kejang demam pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun hampir 2 - 5%.

Klasifikasi:
Kejang demam diklasifikasikan menjadi dua :
2
a. Kejang Demam Sederhana ( Simple Febrile Seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya akan berhenti
sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak
berulang dalam 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80 % diantara seluruh kejang
demam.
b. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure)
Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini :
1.) Kejang lama > 15 menit
2.) Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahului kejang parsial
3.) Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

Manifestasi Klinis:
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu
badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan saraf pusat, misalnya
tonsilitis, otitis media akut, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi
dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk
tonik – klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot
menyeluruh yang biasanya berlangsung selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi
otot yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi
atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya),
gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan.
Kejang umumnya berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun
untuk sejenak, tetapi beberapa detik/menit kemudian anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa
kelainan saraf. Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama (> 15 menit) sangat berbahaya dan
dapat menimbulkan kerusakan permanen dari otak.

Patofisiologi:
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau otak diperlukan energi yang didapat dari
metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa dan melalui suatu
proses oksidasi. Dalam proses oksidasi tersebut diperlukan oksigen yang disediakan melalui
perantaraan paru-paru. Oksigen dari paru-paru ini diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskular.
Suatu sel, khususnya sel otak atau neuron dalam hal ini, dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri
dari membran permukaan dalam dan membran permukaan luar. Membran permukaan dalam bersifat
lipoid, sedangkan membran permukaan luar bersifat ionik.
Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dengan mudah dilalui ion Kalium (K +) dan
sangat sulit dilalui oleh ion Natrium ( Na + ) dan elektrolit lainnya, kecuali oleh ion Klorida (Cl -).
Akibatnya konsentrasi K+ dalam neuron tinggi dan konsentrasi Na + rendah, sedangkan di luar neuron
terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar neuron,
maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang
terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran tadi dapat berubah karena adanya :
perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler, rangsangan yang datang mendadak seperti
rangsangan mekanis, kimiawi, atau aliran listrik dari sekitarnya, dan perubahan patofisiologi dari
membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal
10-15% dan meningkatnya kebutuhan oksigen sebesar 20%. Pada seorang anak usia 3 tahun, sirkulasi
otak mencapai 65% dari seluruh sirkulasi tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%.
Jadi kenaikan suhu tubuh pada seorang anak dapat mengubah keseimbangan membran sel neuron dan
dalam waktu singkat terjadi difusi ion Kalium dan ion Natrium melalui membran tersebut sehingga
mengakibatkan terjadinya lepas muatan listrik. Lepasnya muatan listrik ini demikian besar sehingga
3
dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel lain yang ada didekatnya dengan perantaraan
neurotransmitter sehingga terjadilah kejang.

Diagnosis:
a. Anamnesis
1.) Adanya kejang , jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu sebelum/saat kejang, frekuensi,
interval, pasca kejang, penyebab demam diluar susunan saraf pusat.
2.) Riwayat perkembangan, kejang demam dalam keluarga, epilepsi dalam keluarga.
3.) Singkirkan penyebab kejang lainnya.
b. Pemeriksaan fisik : kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsal meningeal, tanda peningkatan tekanan
intrakranial, tanda infeksi di luar SSP.
c. Pemeriksaan Penunjang
1.) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat
dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya
gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan
misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.
2.) Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6%-6,7%. Pada
bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena
manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada ; bayi kurng
dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan, bayi antara 12-18 bulan dianjurkan, bayi > 19
bulan tidak rutin. Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi
lumbal.
3.) Elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya
kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh
karenanya tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan
kejang demam tidak khas misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun
atau kejang demam fokal.
4.) Pencitraan
Foto X- ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-scan) atau
magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas
indikasi seperti ; kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis), paresis nervus VI,
papil edema.

Terapi :
a. Penatalaksanaan saat kejang
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang sudah
berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk menghentikan
kejang adalah diazepam intravena adalah 0,3 -0,5 mg/kg perlahan –lahan dengan kecepatan 1-2
mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan
dapat diberikan oleh orang tua atau dirumah adalah diazepam rektal. Diazepam rektal adalah 0,5-
0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10
mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau Diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak
dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun.
Bila setelah pemberian Diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan cara
dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian Diazepam
rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan Diazepam
intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara
intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari
50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam
4
setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di
ruang rawat intensif. Bila kejang berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis
kejang demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.

b. Pemberian obat pada saat demam


1. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya kejang
demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis
Paracetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih
dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Meskipun jarang, asam
asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan,
sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan.
2. Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam menurunkan resiko
berulangnya kejang pada 30% -60% kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5
mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5 oC. Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan
ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus. Fenobarbital, karbamazepin
dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.

c. Pemberian Obat Rumat


1. Indikasi Pemberian obat Rumat
Pengobatan rumat diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut (salah
satu):
- Kejang lama > 15 menit
- Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya
hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrocephalus.
- Kejang fokal
Pengobatan rumat dipertimbangkan bila ; kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam,
kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan, kejang demam ≥ 4 kali per tahun. 5
2. Jenis Antikonvulsan untuk Pengobatan Rumat
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan risiko
berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan
penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat hanya diberikan
terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek. Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat
menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat
ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2
tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15-40
mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam 1-2 dosis. Pengobatan
rumat diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-
2 bulan.

Komplikasi:
Gangguan-gangguan yang dapat terjadi akibat dari kejang demam anak antara lain :
 Kejang Demam Berulang
Kejang demam berulang adalah kejang demam yang timbul pada lebih dari satu episode
demam. Beberapa hal yang merupakan faktor risiko berulangnya kejang demam yaitu :
a. Usia anak < 15 bulan pada saat kejang demam pertama
b. Riwayat kejang demam dalam keluarga
c. Kejang demam terjadi segera setelah mulai demam
d. Riwayat demam yang sering

5
e. Kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks.
 Kerusakan Neuron Otak.
Kejang yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai dengan apnea, meningkatnya
kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot yang akhirnya menyebabkan hipoksemia,
hiperkapnia, asidosis laktat karena metabolisme anaerobik, hipotensi arterial, denyut jantung
yang tak teratur, serta suhu tubuh yang makin meningkat sejalan dengan meningkatnya
aktivitas otot sehingga meningkatkan metabolisme otak. Proses di atas merupakan faktor
penyebab terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsung kejang lama. Faktor
terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga
meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan
neuron otak.
 Retardasi Mental, terjadi akibat kerusakan otak yang parah dan tidak mendapatkan
pengobatan yang adekuat.
 Epilepsi, terjadi karena kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat
serangan kejang yang berlangsung lama. Ada 3 faktor risiko yang menyebabkan kejang
demam menjadi epilepsi dikemudian hari, yaitu :
o Riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung.
o Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama.
o Kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks.
Menurut American National Collaborative Perinatal Project, 1,6% dari semua anak yang
menderita kejang demam akan berkembang menjadi epilepsi, 10% dari semua anak yang
menderita kejang demam yang mempunyai dua atau tiga faktor risiko di atas akan
berkembang menjadi epilepsi.
 Hemiparesis, yaitu kelumpuhan atau kelemahan otot-otot lengan, tungkai serta wajah pada
salah satu sisi tubuh. Biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama
(kejang demam kompleks). Mula-mula kelumpuhan bersifat flaksid, setelah 2 minggu timbul
spasitas.

Prognosis:
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. 8 Perkembangan
mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain
secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini
biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal.
Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.

Daftar Pustaka
1. Arif Mansjoer., d.k.k,. 2000. Kejang Demam di Kapita Selekta Kedokteran. Media
Aesculapius FKUI. Jakarta.
2. Behrem RE, Kliegman RM,. 1992. Nelson Texbook of Pediatrics. WB Sauders.Philadelpia.
3. Hardiono D. Pusponegoro, Dwi Putro Widodo dan Sofwan Ismail. 2006. Konsensus
Penatalaksanaan Kejang Demam. Badan Penerbit IDAI. Jakarta
4. Hardiono D. Pusponegoro, dkk,.2005. Kejang Demam di Standar Pelayanan Medis Kesehatan
Anak. Badan penerbit IDAI. Jakarta
5. Staf Pengajar IKA FKUI. 1985. Kejang Demam di Ilmu Kesehatan Anak 2. FKUI. Jakarta.

6
7

Anda mungkin juga menyukai