Anda di halaman 1dari 5

GASTROENTERITIS

No. Dokumen : SPO/UKPP/134/01/2023


No. Revisi :
Tgl. Terbit : 03-01-2023
Halaman : 4 Halaman

SPO

Tanda Tangan : dr. SUCI NUR HIDAYATI, M.PH


UPTD PUSKESMAS
NIP. 198102262009042005
WANADADI 1 ...................................

1. Pengertian Gastroenteritis adalah peradangan mukosa lambung dan


usus halus yang ditandai dengan diare dengan frekuensi 3
kali atau lebih dalam waktu 24 jam, dan disertai dengan
muntah, demam, rasa tidak enak di perut dan menurunnya
nafsu makan
2. Tujuan Sebagai pedoman penatalaksanaan Gastroenteritis di UPTD
Puskesmas Wanadadi 1
3. Kebijakan Keputusan Kepala UPTD Puskesmas Wanadadi 1 Nomor :
445.4/004/Wnd.1/01/2023 Tentang Pelayanan Klinis
4. Referensi 1. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor HK.01.07/MENKES/1936/2022 Tentang
Perubahan atas
2. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
HK.01.07/MENKES/1186/2022 tentang Panduan
Praktek Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Tingkat Pertama
5. Prosedur 1. Petugas melakukan anamnesa kepada pasien
 Buang air besar (BAB) lembek atau cair
 Frekuensi 3x atau lebih dalam waktu 24 jam
 Bercampur darah atau lendir
 Disertai rasa tidak nyaman di perut (nyeri atau
kembung)
 Mual dan muntah
 Tenesmus
 Faktor risiko (higiene pribadi dan sanitasi
lingkungan yang kurang; riwayat intoleransi
laktosa; riwayat alergi obat; infeksi HIV atau
infeksi menular seksual)
2. Petugas melakukan pemeriksaan fisik kepada pasien
 Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat
badan, suhu tubuh, frekuensi denyut jantung
1
[Type here]

dan pernapasan serta tekanan darah


 Mencari tanda-tanda utama dehidrasi:
kesadaran, rasa haus dan turgor kulit abdomen
dan tanda-tanda tambahan lainnya: ubun-ubun
besar cekung atau tidak; mata cekung atau
tidak; ada atau tidaknya air mata; bibir, mukosa
mulut dan lidah kering atau basah
 Pernapasan yang cepat indikasi adanya asidosis
metabolic
 Bising usus yang lemah atau tidak ada bila
terdapat hypokalemia
 Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi
dan capillary refill dapat menentukan derajat
dehidrasi yang terjadi
 Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat
ditentukan dengan cara: obyektif yaitu dengan
membandingkan berat badan sebelum dan
selama diare. Subyektif dengan menggunakan
kriteria.
3. Petugas menentukan diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Untuk diagnosis definitif dilakukan
pemeriksaan penunjang.
4. Petugas melakukan pemeriksaan penunjang yang
diperlukan yaitu darah rutin (lekosit) untuk
memastikan adanya infeksi

5. Petugas memberikan penatalaksanaan kepada


pasien.

 Memberikan cairan dan diet adekuat

 Pasien tidak dipuasakan dan diberikan


cairan yang adekuat untuk rehidrasi

 Hindari susu sapi karena terdapat defisiensi


laktase transien

 Hindari juga minuman yang mengandung


alkohol atau kafein, karena dapat
meningkatkan motilitas dan sekresi usus

 Makanan yang dikonsumsi sebaiknya yang


tidak mengandung gas dan mudah dicerna

 Pasien diare yang belum dehidrasi dapat


diberikan obat anti diare untuk mengurangi
gejala dan anti mikroba untuk terapi
definitive.

 Pemberian terapi antimikroba empirik


diindikasikan pada pasien yang diduga mengalami
infeksi bakteri invasif, traveller’s diarrhea dan
imunosupresi. Antimikroba: pada gastroenteritis
akibat infeksi diberikan antibiotik atau anti parasit

2
[Type here]

atau anti jamur tergantung penyebabnya.

 Obat anti diare antara lain:

 Obat yang mengeraskan tinja: Atapulgit


4x2/hari atau Smectite 3x1 sachet diberikan
tiap BAB encer sampai diare stop

 Antimikroba, antara lain: Golongan kuinolon


yaitu ciprofloksasin 2x500mg/hari selama 5-7
hari atau Trimetroprim/Sulfametoksazol
480mg 2x1/hari. Apabila diare diduga
disebabkan oleh Giardia, Metronidazol dapat
digunakan dengan dosis 3x500mg/hari selama
7 hari.

 Apabila terjadi dehidrasi, setelah ditentukan


derajat dehidrasinya, pasien ditangani dengan
langkah sebagai berikut:

 Menentukan jenis cairan yang akan


digunakan. Pada diare akut awal yang
ringan, tersedia cairan oralit yang hipotonik
dengan komposisi 29g Glukosa, 3,5g NaCl,
2,5g Natrium bikarbonat dan 1,5 KCl setiap
liter. Cairan ini diberikan secara oral atau
lewat selang nasogastrik. Cairan lain adalah
cairan Ringer Laktat dan NaCl 0,9% yang
diberikan secara intravena
 Menentukan jumlah cairan yang akan
diberikan. Prinsip dalam menentukan jumlah
cairan inisial yang dibutuhkan adalah: BJ
plasma dengan rumus: Defisit cairan : (BJ
plasma - 1,025)/0,001 X Berat badan X 4ml
Kebutuhan cairan = Skor/15 X 10% X kgBB
X 1 liter
 Menentukan jadwal pemberian cairan:
 Dua jam pertama (tahap rehidrasi inisial):
jumlah total kebutuhan cairan menurut BJ
plasma atau skor Daldiyono diberikan
langsung dalam 2 jam ini agar tercapai
rehidrasi optimal secepat mungkin
 Satu jam berikutnya/jam ke 3 (tahap ke 2)

3
[Type here]

pemberian diberikan berdasarkan kehilangan


selama 2 jam pemberian cairan rehidrasi
inisial sebelumnya. Bila tidak ada syok atau
skor Daldiyono kurang dari 3 dapat diganti
cairan per oral
 Jam berikutnya pemberian cairan diberikan
berdasarkan kehilangan cairan melalui tinja
dan insensible water loss.
6. Petugas memberikan konseling dan edukasi kepada
pasien dan keluarganya yaitu pada kondisi yang
ringan, diberikan edukasi kepada keluarga untuk
membantu asupan cairan. Edukasi juga diberikan
untuk mencegah terjadinya GE dan mencegah
penularannya
7. Petugas merujuk pasien diare yang memenuhi
kriteria rujukan
8. Tanda dehidrasi berat
 Terjadi penurunan kesadaran
 Nyeri perut yang signifikan
 Pasien tidak dapat minum oralit
6. Unit 1. UGD
Terkait 2. Rawat Inap

7. Rekaman Historis Perubahan

Tgl. Mulai
No Yang Diubah Isi Perubahan
Diberlakukan

4
[Type here]

Unit : ..................................................................................
Nama Petugas : ..................................................................................
Tgl. Pelaksanaan : ..................................................................................

NO URAIAN KEGIATAN YA TIDAK


APAKAH
1. Petugas menerima korban/ pasien di ruang tindakan,
2. Petugas melakukan anamnesa dan pemeriksaan singkat
dan cepat (selintas)
3. Petugas menentukan derajat kegawatan korban/ pasien,
4. Jika jumlah korban/ pasien lebih dari 50 orang maka
petugas melakukan triase di luar ruang tindakan,
5. Petugas mengidentifikasi korban ;
a. Segera-Immediate (I) MERAH ; cedera mengancam jiwa
yang kemungkinan besar dapat hidup bila ditolong
segera, misalnya : Tension Pneumothorax, Distress
Pernafasan (RR < 30 kali/menit), Perdarahan internal
vasa besar, dsb.
b. Tunda-Delayed (II) KUNING ; pasien memerlukan
tindakan definitif tetapi tidak ada ancaman jiwa
segera, misalnya ; perdarahan laserasi terkontrol,
fraktur tertutup pada ekstremitas dengan perdarahan
terkontrol, luka bakar < 25% luas permukaan tubuh,
dsb.
c. Minimal (III) HIJAU ; pasien mendapat cedera minimal,
dapat berjalan dan menolong diri sendiri atau mencari
pertolongan, misalnya; laserasi minor, memar, lecet,
luka bakar superfisial, dst.
d. Expextant (0) HITAM ; pasien mengalami cedera
mematikan dan akan mati meski mendapat
pertolongan, misalnya; luka bakar derajat 3 hampir di
seluruh tubuh, kerusakan organ vital, dsb.
6. Petugas memberikan pelayanan berdasarkan prioritas
berdasarkan urutan warna triase,
7. Petugas melakukan rujukan pada korban dengan
kategori triase merah,
8. Petugas memberikan tindakan medis pada korban
dengan kategori triase kuning dan hijau,

CR : ……………………
Pelaksana/Auditor

NIP. ……………...........………..

Anda mungkin juga menyukai