Disusun Oleh:
Nama : Zukri Fauza
NIM : P2002065
B. Etiologi
Gastroenteritis dapat disebabkan oleh infeksi virus. Ada dua jenis
virus yang menjadi penyebab utama gastroenteritis, yaitu Norovirus dan
Rotavirus. Selain kedua jenis virus ini, gastroenteritis juga bisa disebabkan
oleh Adenovirus dan Astrovirus.
Penularannya dapat terjadi melalui kontak langsung, misalnya saat
berjabat tangan dengan penderita atau tidak sengaja menghirup cipratan air
liur yang keluar saat penderita bersin. Virus juga dapat menular melalui
makanan, minuman, dan benda yang telah terkontaminasi virus.
Kebiasaan tidak mencuci tangan setelah buang air atau sebelum
makan juga dapat meningkatkan risiko terjadinya gastroenteritis. Oleh
karena itu, usahakan untuk selalu mencuci tangan sebelum makan atau
setelah beraktivitas di luar ruangan.
Selain virus, gastroenteritis juga dapat disebabkan oleh:
1. Bakteri, seperti Campylobacter bacterium.
2. Parasit, seperti Entamoeba histolytica dan Crystosporidium.
3. Obat-obatan tertentu, seperti antibiotik, antasida, atau obat kemoterapi.
4. Logam berat, seperti timbal, arsen, atau merkuri, yang terhirup dari
udara atau terkandung dalam air mineral.
C. Manifestasi Klinis
Gejala utama gastroenteritis adalah diare dan muntah. Gejala ini
akan muncul 1-3 hari setelah terinfeksi. Gejala biasanya berlangsung
selama 1-2 hari, namun juga bisa berlangsung hingga 10 hari. Selain
muntah dan diare, penderita gastroenteritis juga berisiko mengalami gejala
tambahan, berupa:
1. Demam dan menggigil
2. Sakit kepala
3. Mual
4. Tidak nafsu makan
5. Sakit perut
6. Nyeri otot dan sendi
D. Komplikasi
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik atau hipertonik)
2. Renjatan hipovolemik
3. Hypokalemia (dengan gejala mekorismus, hiptoni otot, lemah, bradikardi,
perubahan pada elektrokardiagram)
4. Hipoglikemia
5. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim lactase karena
kerusakan vili mukosa, usus halus
6. Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik
7. Malnutrisi (akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik)
E. Patofisiologi
Peradangan pada gastroentistinak disebabkan oleh infeksi dangen
melakukan invasi pada mukosa, memproduksi enterotoksin dan atau
memproduksi sitotoksin. Mekanisme ini menghasilkan peningkatan sekresi
cairan dan menurunkan absrobsi cairan sehingga akan terjaddi dehidrasi dan
hilangnya nutrisi dan elektrolit. Mekanisme dasar yang menyebabkan diare,
mekanisme dasar yang menyebabkan diare, meliputi:
1. Gangguan osmotic, kondisi ini berhubungan dengan asupan makanan atau
zat yang sulit diserap oleh mukosa intestinal dan akan menyebabkan
peningkatan tekanan osmotic dalam rongga usus. Isi rongga usus yang
berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul
diare.
2. Respons inflamasi mukosa, terutama pada seluruh permukaan intestinal
akibat produksi eterotoksin dari agen infeksi memberikan respons
peningkatan aktivitas sekresi air dan elektrolit oleh dinding usus ke dalam
rongga usus dan selanjutnya timbul diare karena peningkatan isi rongga
usus.
3. Gangguan motilitas usus, terjadinya peningkatan peristaltic usus akan
mengakibatkan kesempatan usus berkurang untuk menyerap makanan
sehingga timbul diare, sebaliknya bila peristaltic usus menurun akan
mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya dapat
menimbulkan diare pula.
F. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada gastroenteritis ditujukan untuk mengetahui
organisme kausal, dan menyingkirkan diagnosis banding. Dapat dilakukan
pemeriksaan laboratorium darah, feses, maupun CT scan apabila diperlukan.
1. Pemeriksaan Laboratorium Darah
Pada pemeriksaan darah, dapat diperiksa kadar elektrolit karena dapat
terjadi hipernatremia maupun hiponatermia pada keadaan dehidrasi,
terutama pada bayi dan anak. Pemeriksaan kadar gula darah juga dapat
dilakukan karena dehidrasi pada bayi dan anak meningkatkan risiko
terjadinya hipoglikemia. Selain itu, hipoalbuminemia dapat terjadi pada
infeksi Pseudomembranous colitis.
Pada keadaan yang berat, dapat terjadi asidosis metabolik, sehingga
analisis gas darah sebaiknya dilakukan pada keadaan ini. Seorang dikatakan
mengalami asidosis metabolik jika serum bikarbonat ≤16 mmol/L dan pada
kapnografi didapatkan end-Tidal CO2 ≤31 mmHg. Apabila dehidrasi sangat
berat, dapat terjadi gagal ginjal akut, sehingga fungsi ginjal sebaiknya
diperiksa, yaitu menggunakan pengukuran kadar serum ureum dan
kreatinin.
2. Pemeriksaan Laboratorium Feses
Pemeriksaan sampel feses cukup andal dalam menentukan etiologi
yang definitif. Pada infeksi Entamoeba histolytica dapat ditemukan
tropozoit dan sel-sel darah merah. Pada infeksi Clostridium difficile dapat
ditemukan leukosit fekal >5/lapang pandangan, dan tampak basil gram
positif dengan spora-spora oval subterminal. Pada Pseudomembranous
colitis bisa ditemukan fekal lekosit.
3. CT Scan
CT Scan pada gastroenteritis jarang diperlukan. CT scan dapat
dilakukan pada kasus dimana nyeri abdomen sangat berat, dan dicurigai
adanya perforasi, obstruksi usus, ataupun megakolon toksik. CT scan
abdomen pada pasien dengan gastroenteritis akan menunjukkan penebalan
dinding usus yang abnormal yaitu > 3mm dan pertumbuhan lapisan mukosa.
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medik primer diarahkan pada pengontrolan dan
penyembuhan penyakit yang mendasar.
1. Diare ringan, tingkatkan masukan cairan peroral, mungkin diresepkan
glukosa oral dan larutan elektrolit
2. Diare sedang, obat-obatan non spesifik, difenoksilat (lomotif) dan
loperamit (imodium) untuk menurunkan motilitas dari sumber non-
infeksius
3. Diresepkan antimicrobial jika telah teridentifikasi preparat infeksius atau
diare memburuk
4. Terapi intravena untuk hidrasi cepat (diberi cairan), terutama untuk pasien
yang muda atau lansia.
Pemberian banyaknya cairan yang harus diberikan tergantung dari berat
badan atau berat ringannya hidrasi, yang diperhitungkan kehilangan cairan
sesuai dengan umur dan berat badannya.
a. Dehidrasi ringan
1 jam pertama 25-50 ml/KgBB/hari, kemudian 125 ml/KgBB/hari
b. Dehidrasi sedang
1 jam pertama 50-100 ml/KgBB/oral, kemudian 125 ml/Kg/hari
c. Dehidrasi berat
1) Untuk anak umur 1 bulan – 2 bulan dengan berat badan 3-10 kg
a) 1 jam pertama: 40 ml/KgBB/jam = 10 tetes/kgBB/menit (infus set
1 ml = 15 tetes atau 13 tetes/kgBB/menit).
b) 7 jam berikutnya 12 ml/kgBB/jam = 3 tetes/kgBB/menit (infus set
1 ml = 20 tetes).
c) 16 jam berikutnya 125 ml/kgBB oralit per oral bila anak mau
minum, teruskan dengan intra vena 2 tetes/kgBB/menit atau 3
tetes/kgBB/menit.
2) Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg.
a) 1 jam pertama 30 ml/kgBB/jam atau 8 tetes/kgBB/menit (infus set
1 ml = 15 tetes) atau 10 tetes/kgBB/menit (1 ml = 20 tetes).
b) 7 jam kemudian 127 ml/kgBB oralit per oral, bila anak tidak mau
minum dapat diteruskan dengan intravena 2 tetes/kgBB/menit
atau 3 tetes/kgBB/menit.
3) Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25 kg
a) 1 jam pertama 20 ml/kgBB/jam atau 5 tetes/kgBB/menit (infus set
1 ml = 20 tetes).
b) 16 jam berikutnya 105 ml/kgBB oralit per oral
H. Manajemen Keperawatan
1. Pengkajian focus
a. Identitas klien
b. Riwayat keperawatan
Awal serangan : Gelisah, suhu tubuh meningkat, anoreksia disertai diare
Keluhan utama : feses semakin cair, muntah, kehilangan banyak air dan
elektrolit terjadi gejala dehidrasi, BB menurun, tonus dan turgor kulit
berkurang, selaput lender mulut dan bibir kering, frkeunsi BAB lebih dari 4x
dengan konsistensi encer.
c. Riwayat Kesehatan masa lalu
Riwayat penyakit yang pernah diderita pasien.
d. Kebutuhan dasar
1) Pola Eliminasi
Mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4x sehari
2) Pola Nutrisi
Diawali dengan mual, muntah, dan anoreksia.
2. Data fokus
Data subjektif
a. Kelemahan
b. Diare lunak sampai dengan cair
c. Anoreksia mual dan muntah
d. Tidak toleran terhadap diit
e. Perut mules sampai dengan nyeri (nyeri pada kuadran bawah, abdomen tengah
bawah)
f. Haus, kencing menurun
g. Nadi meningkat, tekanan darah menurun, respirasi rate turun cepat dan dalam
Data obejktif
a. Lemah, gelisah
b. Penurunan lemak atau masa otot, penurunan tonus
c. Penurunan turgor, pucat, mata cekung
d. Nyeri tekan abdomen
e. Urine kurang dari normal
f. Hipertermi
g. Hipoksia
h. Mukosa kering
i. Peristaltik usus lebih dari normal
3. Diagnosa Kerawatan
a. Diare b/d Faktor-faktor infeksi, makanan, psikologis
b. Risiko Hipovolemia d.d kehilangan cairan secara aktif.
c. Risiko defisit nutrisi d.d ketidakmampuan mencerna makanan
d. Risiko ketidakseimbangan elektrolit b/d Ketidakseimbangan
MANAJEMAN
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN GASTROENTRITIS
FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
mengalami mual dan muntah > 3 kali, nafsu makan pasien meburun. Pasien mengatakan
bokong lecet dan kemerahan.
Pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi 2 bulan yang lalu dan pasien 1 bulan yang lalu
juga mengalami BAB cair >5 kali.
Genogram:
Tn A
38 tahun
: Klien : Serumah
: Meninggal
4. Diagnosa medik pada saat MRS, pemeriksaan penunjang dan tindakan yang telah
dilakukan:
Tindakan yang dilakukan : IVFD NaCl 0,9% 20 tpm, Loperamid 3x1, Ranitidine 2x1,
Cotrimazole 3x1.
III. Pengkajian saat ini (mulai hari pertama saudara merawat klien)
Intake makanan:
Sebelum sakit: Sebelum sakit pasien makan 3 kali sehari pada pagi, siang dan
malam hari, menu makan sehari-hari nasi, ayam dan sayur-sayuran.
Saat sakit: Pasien selama sakit hanya makan sekali dalam sehari dan hanya sedikit
makanan yang di makan pasien.
Intake cairan:
Sebelum sakit: Pasien mengatakan minum air putih lebih dari 1,5 liter dalam sehari.
Saat sakit: Pasien selama sakit minum air putih kurang dari 1,5 liter dalam sehari .
3. Pola eliminasi
keluhan.
Saat sakit: Pasien mengatakan BAB >5 kali dengan konsistensi cair.
Saat sakit: Pasien BAK 2-3 kali dalam sehari tidak terpasang DC.
Makan/minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Berpindah √
Ambulasi/ROM √
0: mandiri, 1: alat Bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat, 4: tergantung
total
Oksigenasi:
Saturasi oksigen pasien 98% dan pasien tidak menggunakan bantuan oksigen
5. Pola tidur dan istirahat (lama tidur, gangguan tidur, perawasan saat bangun tidur)
Sebelum sakit: Pasien tidak mengalami gangguan tidur, pada malam hari pasien tidur 7-8
jam/hari.
Saat sakit: Selama sakit pasien tidur malam hanya 3-4 jam karena distensi abdomen dan
6. Pola persepsual
c. Pengecap dan penciuman pasien berfungsi dengan baik. Sensori pasien masih mampu
membedakan sensori tajam dan tumpul.
selama sakit.
a. Persepsi pasien tentang perannya: Pasien saat dirumah mampu menjalankan perannya
b. Komunikasi: Pasien memiliki komunikasi yang baik dengan istri dan anaknya, serta
komunikasi pasien dengan tetangganya juga baik. Pasien sehari-hari menggunakan
Bahasa Indonesia dan jawa
c. Hubungan dengan orang lain : Pasien memiliki hubungan yang baik dengan
Pasien merasa sedikit khawatir dengan penyakit yang dideritanya, namun pasien percaya
bahwa penyakit yg dialaminya ini merupakan ujian dari tuhan dan pasien berharap dirinya
BB/TB: 54 kg / 168 cm
Kepala:
Inspeksi: Tidak ada lesi, simetris, rambut pendek, rambut bersih tidak ada ketombe.
Kornea : jernih/keruh/berbintik
Alat bantu : tidak ada/lensa kontak/kaca mata
b. Pendengaran
Pasien mengatakan masih dapat mendengarkan dengan jelas dan saat diberikan respon
dengan bisikan klien mampu mendengarkan dengan baik dan jelas.
Hidung:
Inspeksi: Simetris, tidak ada massa, lobang hidung 2, tidak ada pernapasan cuping hidung, tidak
ada secret ataupun benda asing.
Palpasi: Tidak ada benjolan, tidak ada massa, tidak ada nyeri tekan.
Mulut/Gigi/Lidah:
Inspeksi
Palpasi : Terdapat palatum berwarna pink, Refelks muntah baik, tidak ada pembengkakan
amandel.
Leher:
Repiratori
a. Dada :
Inspeksi : Gerakan dada simetris, kedua dada mengembang sama besar, bentuk dada
b. Batuk : ya/tidak
c. Napas bunyi : vesikuler/lainnya, jelaskan
Sianosis : (ya/tidak)
Keluhan lain : Tidak ada
Kardiovaskular
Frekuensi : Normal
Irama : Teratur
Hematoma, lokasi
Neurologis
Rasa ingin pingsan/pusing : Pusing saat berpindah posisi
Dextra : + / - cepat/lambat
Bicara : Artikulasi bicara pasien jelas
Keluhan lain
Integumen
Warna kulit
Abdomen
Nyeri tekan : Tidak ada nyeri tekan
Lunak/keras : Lunak
Massa : Tidak ada massa
Ukuran/Lingkar Perut : 80 cm
Bising usus : 45 x/menit
Asites : Tidak
Muskuloskeletal
Nyeri otot/tulang, lokasi : Tidak ada
Seksualitas
Aktif melakukan hubungan seksual : Tidak
V. Program terapi:
2. Loperamid 3x1
3. Ranitidine 2x1
4. Cotrimazole 3x1.
Samarinda,........................2019
Perawat
(..............................................
)
Analisa Data
No Data Etiologi Problem
1 Data Subjektif: Diare
Malabsorbsi
a. Pasien mengatakan BAB
cair >5 kali
b. Klien mengatakan nyeri
abdomen Pergeseran air dan
elektrolit ke rongga usus
Data Objektif:
a. Bising usus 45 x/menit
b. BAB cair
Diare
NO ITEM REVIEW
A. IDENTITAS PASIEN
1. Initial pasien : Tn. A
2. Usia : 38 thn
3. Diagnosa medis : GEA
4. Pemenuhan kebutuhan : Cairan dan Nutrisi
5. Diagnosa keperawatan : Diare
6. Tindakanyang dilakukan : Pemasangan Infus
7. : 22-01-2020
Tanggal tindakan
8. : 18.00
Waktu
B STANDAR PROSEDUR PEMASANGAN INFUS
OPERASIONAL
1. Pengertian Pemasangan infus untuk memberikan cairan atau obat melalui parenteral atau
intravena
2. Tujuan tindakan 1. Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan
3. Prinsip tindakan Steril
(rasional) (agar tidak terjadi kejadian infeksi)
4. Indikasi 1. Pasien yang tidak mampu atau sulit mendapatkan asupan cairan secara
normal
2. Kondisi umum pasien lemah
3. Kondisi pasien dehidrasi
5. Kontraindikasi 1. Phlebitis vena
2. Sclerosis vena
3. Infeksi kulit sekitar
4. Cedera traumatis proximal dari lokasi pemasangan
5. Infiltrasi intravena sebelumnya
6. Alat 1. Cairan infus sesuai program (NaCl 0,9%)
2. Jarum/ kateter intravena/abocat (ukuran bervariasi)
3. Set infus (selang mikrodrip untuk bayi dan anak dengan tetesan 60
tetes/ml, dewasa selang makrodrip dengan tetesan 15 tetes/ml atau 20
tetes/ml)
4. Selang ekstension
5. Alkohol atau povidone-iodine swabs atau sticks
6. Handschoon disposibel
7. Tourniquet
8. Spalk untuk tangan
9. Kasa
10. Plester/hipavik
11. Perlak dan pengalas
12. Bengkok
13. Tiang infus
7. Pra interaksi 1. Identifikasi kebutuhan/indikasi pasien
2. Cuci tangan
3. Siapkan alat
8. Interaksi 1. Beri salam, panggil klien dengan namanya
2. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan
3. Beri kesempatan pada klien untuk bertanya
9. Kerja 1. Anjurkan pasien memakai baju yang mudah untuk masuk dan keluarnya
lengan.
(Memudahkan perawat melakukan tindakan)
2. Buka set steril dengan teknik aseptik.
(Agar tidak terjadi kejadian resiko masuknya mikroorganisme kedalam
tubuh)
3. Cek cairan dengan menggunakan prinsip 6 benar dalam pemberian obat.
(agar tidak terjadi kesalahan dalam pemberian obat dan agar pasien
safety)
4. Buka set infus, letakkan klem 2-4 cm di bawah tabung drip dalam
keadaan off / terkunci.
(agar cairan dari botol tidak ngucur kebawah melalui selang)
5. Buka tutup botol, lakukan desinfeksi tutup botol cairan, dan tusukkan set
infus ke botol / kantong cairan dengan benar.
(agar tidak terjadi kontaminasi antara tusukan ke botol)
6. Gantungkan botol cairan infus pada tiang infus, isi tabung drip infus ⅓-½
penuh.
(agar cairan mudah masuk kedalam ruang teresn untuk mencegah udara
masuk kedalam selang)
7. Buka penutup jarum dan buka klem untuk mengalirkan cairan sampai ke
ujung jarum hingga tidak ada udara dalam selang, klem kembali, dan
tutup kembali jarum.
(agar tidak ada udara yang nantinya masuk kepembuluh darah)
8. Pilih jarum intravena / abbocath.
(agar sesuai dengan pembuluh darah klien, tidak kebesaran abocatnya)
9. Atur posisi pasien dan pilih vena.
(pilih vena yang lurus agar tidak terjadi emboli)
10. Pasang perlak dan pengalas
(agar darah yang keluar tidak mengotori tempat tidur klien)
11. Bebaskan daerah yang akan diinsersi, letakkan tourniquet 10-15 cm
proksimal tempat insersi.
(agar tidak terkontaminasi, dan untuk memudahkan vena terlihat)
12. Pakai handschoon
(untuk menjaga kesterilan penusukan jarum infus)
13. Bersihkan kulit dengan kapas alkohol (melingkar dari dalam ke luar).
(agar tidak terkontaminasi)
14. Pertahankan vena pada posisi stabil
(agar memudahkan perawat melakukan penusukan pada vena agar tidak
goyang)
15. Pegang IV kateter (abbocath) dengan sudut 20-30º, tusuk vena dengan
lubang jarum menghadap ke atas, dan pastikan IV kateter masuk intavena
dengan tanda darah masuk ke abbocath, kemudian tarik mandrin ± 0.5 cm
(untuk mengetahui indikator tempat penusukan vena sudah tepat karena
ketika tidak ditarik jarum tidak masuk ke abocatnya)
16. Masukkan IV kateter secara perlahan, tarik mandrin, dan sambungkan IV
kateter dengan selang infus
(untuk mengetahui apakah abocat telah masuk ke dalam pembuluh darah)
17. Lepas tourniquet, kemudian alirkan cairan infus
(untuk mengetahui tidak ada sumbatan)
18. Lakukan fiksasi IV kateter, kemudian beri desinfektan daerah tusukan dan
tutup dengan kasa
(agar tidak lepas dan tidak hematum)
19. Atur tetesan sesuai program
(agar tidak terjadi kelebihan cairan yang masuk)
20. Lepaskan sarung tangan
(agar tidak mengkontaminasi area yang lain)
11. Referensi Rahayu, S dan Harnanto, AM. 2016. Praktikum kebutuhan dasar manusia 2.
Kementrian republik indonesia
C ANALISA
KETERAMPILAN
1. Bahaya yang mungkin 1. Phlebitis
terjadi dan cara kondisi peradangan (inflamasi) yang terjadi pada pembuluh darah vena.
pencegahan Cara pencegahan : gunakan tekhnik aseptik selama melakukan tindakan
2. Iritasi vena
Iritasi vena bisa terjadi karena cairan dengan pH tinggi, pH rendah atau
osmolaritas yang tinggi (misal: phenytoin, vancomycin, eritromycin, dan
nafcillin). Cara pencegahan : tidak duduk atau berdiri dalam waktu yang
lama, sesekali menggerakan tangan untuk membantu menjaga aliran
darah.
3. Hematoma
Hal ini disebabkan oleh pecahnya dinding vena yang berlawanan selama
penusukan vena, jarum keluar vena, dan tekanan yang tidak sesuai yang
diberikan ke tempat penusukan setelah jarum atau kateter dilepaskan.
Cara pencegahan :menganjurkan pasien beristirahat, pengopres area
hematoma dengan es batu.
4. Spasme vena
Spasme vena bisa disebabkan oleh pemberian darah atau cairan yang
dingin, iritasi vena oleh obat atau cairan yang mudah mengiritasi vena dan
aliran yang terlalu cepat. Cara pencegahan : jika cairan dingin sebaiknya
sebelum diberikan dihangatkan dulu dan diatur kecepatan alirannya.
Identikasi tindakan 1. lakukan observasi setelah pemasangan infus
keperawatan lainnya 2. Ganti lokasi penusukan setiap 3 harisekali
untukmengatasi 3. Observasi tanda-tanda sistemik local seperti rubor, kalor, dollor, edema
masalahtersebut dan penurunanfungsi.
2. Identifikasi masalah 1. Resiko infeksi b.d phlebitis
keperawatan lain yang 2. Nyeri akut b.d insufisiensi vena
mungkinmuncul (rasional)
3. Evaluasi diri Praktek berjalan dengan lancar, tindakan dilakukan dengan keyakinan dan
waktu yang lebih efisien. Tidak ada kendala selama dilakukannya
pemasangan infus pada klien.
4. Rencana tindak lanjut 1. Lebih memantau lagi kebersihan dan kesiapan alat.
5 Referensi Dougherty L, Bravery K, Gabriel J, Kayley J, Malster M, Scales K, et al.
Standards for infusion therapy (third edition). Royal College of Nursing;
2010