Anda di halaman 1dari 8

Pemeriksaan dan Tatalaksana Disentri pada Anak

Muhammad Nugra Anggono P – 102014227


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
muhammad.2014fk227@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak
Disentri merupakan penyakit radang usus yang disertai dengan gejala klinis berupa diare
dengan darah dan lendir, demam dan nyeri perut. Disentri basiler adalah istilah yang sering digunakan
untuk membedakan disentri yang disebabkan oleh Shigella dan disenteri yang disebabkan oleh
Entamoeba histolytica dinamakan disentri amuba. Penularannya mudah terjadi ke orang lain, biasanya
ditemukan pada tempat yang padat, sosial ekonomi rendah dan sanitasi yang kurang. Hal ini yang
menyebabkan insiden dan mortalitasnya tinggi. Pencegahan seperti menjaga sanitasi lingkungan dan
diri sendiri dapat memperkecil penularan disentri.
Kata Kunci : Disentri, Diare, Bakteri, Amuba

Abstract
inflammation of the intestine that causes widespread symptoms with symptoms of defecation with
bloody stool, watery diarrhea with little volume, bowel movements with stool mixed with mucus and
pain during bowel movements. Based on the cause, dysentery is divided into two, namely amoebic
dysentery and bacillary dysentery.
Keywords: Dysentery, Diarrhea, Bacteria, Amoeba

Pendahuluan
Disentri merupakan penyakit radang usus yang menimbulkan gejala meluas dengan gejala
buang air besar dengan tinja berdarah, diare encer dengan volume sedikit, buang air besar dengan tinja
bercampur lendir dan nyeri saat buang air besar. Bedasarkan penyebabnya, disentri dibagi menjadi
dua, yaitu disentri amuba dan disentri basiler. Diare didefinisikan sebagai buang air besar (BAB)
dengan volume, frekuensi, atau kecairan yang berlebihan dan terkadang dapat disertai lender dan/atau
darah. Umumnya, untuk volume pada orang yang terkena diare dapat bermacam-macam dan untuk
frekuensinya biasanya ≥ 3 kali sehari dengan bentuk feses yang cair. Penyebab kecairan bentuk feses
dikarenakan karena penyerapan air dan mineral yang tidak cukup merupakan dan penyerapan laktosa
yang tidak terjadi/ kurangnya laktase, menyebabkan laktosa menarik air dari tubuh karena sifatnya
yang osmotik. Disentri banyak terjadi pada anak kecil di negara berkembang yang sanitasi
lingkungannya kurang. Penyebarannya bisa melalui manusia ataupun vektor yang mengkontaminasi
makanan dan minuman. Pencegahan seperti menjaga kebersihan perorang dan lingkungan dapat
memperbaik kasus disentri ini.1-2
Pada makalah ini saya akan membahas skenario tentang seorang anak perempuang berusia 2
tahun dibawa ibunya berobat ke klinik karena diare sejak 5 hari yang lalu. Tujuan dari pembuatan
makalah ini adalah supaya kita dapat mengetahui informasi tentang apa itu disentri, intoleransi
laktosa, dehidrasi, serta pemeriksaan dan tatalaksana mengenai skenario diatas.

Anamnesis
Anamnesis merupakan suatu komunikasi antara dokter dengan pasien. Anamnesis dapat
langsung dilakukan terhadap pasien (auto-anamnesis) atau terhadap wali seperti keluarga atau kerabat
terdekat (alo-anamnesis) bila keadaan pasien tidak memungkinkan untuk diwawancarai. Tujuan dari
anamnesis ini untuk mengetahui keluhan utama dari pasien serta informasi mengenai riwayat penyakit
pasien tersebut sehingga dapat membantu menentukan langkah pemeriksaannya berikutnya, termasuk
pemeriksaan fisik dan penunjang. Anamnesis yang baik terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat
penyakit Sekarang (RPS), riwayat penyakit dahulu (RPD), riwayat penyakit dalam keluarga (RPK),
dan riwayat pribadi.3
Pada identitas pasien kita hanya mengetahui bahwa pasien tersebut berusia 2 tahun dengan
jenis kelamin perempuan. Karena pasien masih belum dapat berbicara sendiri, untuk kasus ini
dilakukan alo-anamnesis dimana ibunya yang mewakilkan keadaan pasien. Keluhan utama pasien
dilaporkan oleh ibunya bahwa ia sudah diare sejak 5 hari yang lalu. Karakteristik diarenya berbau
busuk, frekuensi 5-10 kali/ hari, jumlahnya tidak begitu banyak, terdapat lendir, dan terdapat darah.
Anak juga sering menangis saat buang air besar (BAB) karena perutnya sakit. Untuk riwayat penyakit
sekarang (RPS), dilaporkan bahwa anak juga memiliki demam yang hilang timbul sejak 3 hari yang
lalu. Untuk riwayat pribadi, ibu pasien juga mengaku bahwa ia sudah membawa anaknya ke klinik,
namun tidak ada gejala-gejala yang membaik. Selain itu, kita dapat menanyakan lagi, seperti: 3
1. Apakah ibu mengetahui penyebab diare tersebut? Seperti makanan, minuman, atau obat-
obatan?
2. Apakah ada riwayat berpergian sebelumnya? Atau ada kontak dengan orang lain yang
menderita diare?
3. Kapan terakhir kali buang air kecil?
4. Apakah ibu ingat berat badan anak sebelum terkena diare?
5. Apakah pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya? Atau penyakit pada saluran
pencernaan?
6. Apakah di keluarga ada yang mempunyai sakit seperti ini?
7. Apakah ada keluhan lain?
Namun, tidak diberikan keterangan lebih lanjut mengenai pertanyaan-pertanyaan diatas. Setelah
itu kita dapat bertanya beberapa hal mengenai riwayat penyakit dahulu (RPD), dan riwayat penyakit
dalam keluarga (RPK) untuk menunjang pemeriksaan yang akan dilakukan berikutnya. Namun untuk
skenario ini data-data tersebut tidak diberitahu.

Pemeriksaan Fisik
Tujuan dari pemeriksaan fisik adalah untuk mengetahui adanya perubahan patologis secara
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Sebelum melakukan inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi, kita akan mengecek terlebih dahulu kesadaran, keadaan umum, dan tanda-tanda vital
(TTV) pasien terlebih dahulu. Kesadaran pasien compos mentis, keadaan umum pasien tampak sakit
sedang dan pasien rewel dan sulit ditenangkan oleh ibunya. Untuk TTV, didapatkan suhu pasien
febris, yaitu 38,2oC, dan selebihnya masih dalam batas normal.3
Setelah melakukan pemeriksaan TTV, kita akan melakukan pemeriksaan fisik dari head to
toe dan fokus di abdomen. Inspeksi pada skenario ini bertujuan untuk melihat apakah ada kelainan.
Pada kasus ini didapatkan kelopak mata pasien cekung, tidak ada air mata, mukosa mulut kering, dan
terdapat ruam perianal. Palpasi pada skenario ini bertujuan untuk meraba apakah ada kelainan pada
pasien, namun pada skenario ini tidak diberitahu data untuk palpasi. Perkusi pada skenario ini
bertujuan untuk mengetuk apakah ada kelainan pada pasien, didapatkan hipertimpani pada bagian
abdomen pasien. Auskultasi pada skenario ini bertujuan untuk mendengar kelainan pada abdomen
pasien, didapatkan bising usus menurun.3

Pemeriksaan Penunjang
Tujuan dari pemeriksaan penunjang adalah untuk mengetahui lebih pasti lagi ada atau
tidaknya penyakit tertentu dengan secara mikroskopis ataupun makroskopis. Pada kasus ini dapat
dilakukan beberapa pemeriksaan seperti untuk mendeteksi disentri seperti: 4,5
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah tepi lengkap (hemoglobin, hematokrit, leukosit, hitung jenis
leukosit). Pasien yang diarenya disebabkan oleh virus, biasanya memiliki jumlah
dan hitung jenis leukosit yang normal atau limfositosis. Pasien dengan diare
akibat bakteri terutama pada infeksi bakteri yang invasif ke mukosa, memiliki
leukositosis dengan kelebihan sel darah putih muda.
b. Kadar elektrolit serum
c. Pemeriksaan ureum dan kreatinin untuk memeriksa adanya kekurangan volume
cairan dan mineral tubuh.
d. Pemeriksaan tinja dilakukan untuk melihat adanya leukosit dalam tinja yang
menunjukkan adanya infeksi bakteri atau adanya telur cacing dan parasit dewasa.
2. Pemeriksaan ELISA untuk mendeteksi giardiasis dan test serologic amebiasis.
3. Endoskopi kolon (kolonoskopi) untuk melihat ada atau tidaknya ulkus khas dengan tepi
yang menonjol, tertutup eksudat kekuningan, dan mukosa antara ulkus normal.
Pemeriksanan ini hanya dilakukan pada pasien dengan diare berdarah.
Namun, untuk skenario ini tidak diberi keterangan lanjut dilakukannya pemeriksaan
penunjang terhadap pasien.

Working Diagnosis
Bedasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, dapat disimpulkan bahwa pasien
menderita disentri. Disentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (gangguan) dan enteron (usus),
yang berarti radang usus yang menimbulkan gejala meluas dengan gejala buang air besar dengan tinja
berdarah, diare encer dengan volume sedikit, buang air besar dengan tinja bercampur lendir dan nyeri
saat buang air besar. Bedasarkan penyebabnya, disentri dibagi menjadi dua, yaitu disentri amuba dan
disentri basiler. Pasien yang memiliki disentri amuba dapat mengalami beberapa gejala klinis seperti
mulas, perut kembung, suhu tubuh meningkat, serta diare yang mengandung darah dan bercampur
lendir dengan frekuensi yang tidak begitu sering. Sedangkan disentri basiler umumnya menyerang
secara tiba-tiba sekitar dua hari setelah kemasukan kuman/bakteri Shigella. Gejalanya yaitu demam,
mual dan muntah-muntah, diare dan tidak nafsu makan. Bila tidak segera diatasi, dua atau tiga hari
kemudian keluar darah, lendir atau nanah dalam feses penderita. Pada disentri basiler, penderita
mengalami diare yang hebat yaitu mengeluarkan feses yang encer hingga 20-30 kali sehari sehingga
menjadi lemas, kurus dan mata cekung karena kekurangan cairan tubuh (dehidrasi). Bila tidak segera
diatasi dehidrasi dapat mengakibatkan kematian. Gejala lainnya yaitu perut terasa nyeri dan
mengejang. Penyakit ini umumnya lebih cepat menyerang anak-anak. Kuman-kuman masuk ke dalam
organ pencernaan yang mengakibatkan pembengkakkan dan pemborokan sehingga timbul peradangan
pada usus besar.1,2

Differential Diagnosis
Intoleransi laktosa didefinisikan sebagai timbulnya gejala-gejala pada saluran pencernaan
sesudah makan atau minum bahan-bahan yang mengandung laktosa. Intoleransi laktosa terjadi karena
adanya kerusakan pada mukosa usus halus yang menyebabkan defisiensi laktase tidak bekerja.
Laktosa merupakan gula primer yang terdapat dalam produk susu. Laktase merupakan enzim yang
dihasilkan oleh tubuh untuk mencerna gula tersebut. Jika jumlah laktase tidak mencukupi, penderita
akan mengalami diare dengan tinja yang berbau asam, flatulen, kembung, kram, ataupun nyeri
abdomen setelah mengkonsumsi produk susu tersebut.6,7
Alergi susu sapi merupakan diagnosis klinis yang dibuat bila ditemukan gejala baik akut
maupun kronik yang timbul berkaitan dengan mengonsumsi susu sapi. Susu sapi sering ditemukan
dalam makanan bayi. Susu sapi mempunyai 20% komponen yang dapat menimbulkan produksi
antibody. Fraksi protein susu utama adalah kasein (76%) dan whey. Whey mengandung β-
laktoglobulin, α-laktalbulmin, immunoglobulin sapi dan albumin serum sapi. Alergi dapat terjadi
terhadap semua komponen tersebut. 5 Alergi adalah disebabkan oleh reaksi sistem imun yang
abnormal terhadap susu. Manifestasi klinis alergi susu sapi adalah mual muntah, wheezing, gatal-gatal
dan mempunyai masalah pencernaan. Gejala ini timbul beberapa menit atau beberapa jam setelah
mengkonsumsi susu. Gejala lanjutannya adalah diare, tinja yang bercampur darah, nyeri abdomen,
mata dan hidung berair dan ruam pada kulit terutama bagian mulut. 8
Keracunan makanan merupakan kejadian yang berlaku setelah mengkonsumsi makanan yang
terkontaminasi atau makanan bertoksik. Ia banyak berlaku apabila makanan terkontaminasi dengan
bakteri (E.coli, Salmonella), parasite (toxoplasma) dan virus (rotavirus). Gejala klinis yang timbul
pada penderita keracunan makanan adalah mual, muntah, diare, hilang selera makan, demam tinggi
dan pusing.1,9

Etiologi
Diare umumnya dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti virus, bakteri, maupun
amoeba. Untuk disentri sendiri dapat disebakan oleh beberapa parasit ataupun bakteri. Disentri amuba
paling banyak disebabkan oleh parasit Entamoeba histolytica dimana kista parasit merupakan bentuk
penularan/ infektif dari disentri amuba.. Sedangkan untuk disentri basiler disebabkan oleh Infeksi
bakteri golongan Shigella.2

Epidemiologi
Pada umumnya, penularan disentri dapat terjadi jika terdapat makanan dan minuman yang
terkontaminasi, bisa melalui vektor lalat/ kecoa ataupun air/ susu/ makanan yang terkontaminasi tinja
penderita. Bedasarkan penyebabnya disentri dibagi menjadi dua, yaitu disentri amuba dan disentri
basiler. Infeksi amuba merupakan infeksi ketiga yang menyebabkan kematian terbanyak untuk infeksi
parasit di dunia. Disentri basiler banyak ditemukan di negara berkembang dengan kesehatan
lingkungan yang kurang atau di tempat-tempat dimana sanitasi lingkungan dan kebersihan perorangan
yang buruk. Hal tersebut yang menyebabkan insiden dan mortalitasnya tinggi.1,2

Patofisiologi dan Gejala Klinis


Disentri dapat disebabkan oleh parasit ataupun bakteri, dimana pada umumnya parasit atau
bakteri tersebut dapat tersebar dan menular ke orang lain melalui makanan dan air yang sudah
terkontaminasi kotoran ataupun lalat/ kecoa (vector). 1,2
Pada disentri basiler terdapat dua masa, yaitu: 1,2
1. Masa Inkubasi dan Klinis
Setelah masa inkubasi yang pendek (1-3 hari) secara mendadak timbul nyeri perut,
demam, dan tinja encer. Tinja yang encer tersebut berhubungan dengan kerja eksotoksin
dalam usus halus. Feses berdarah muncul setelah 3 – 5 hari kemudian. Lamanya gejala
rata-rata pada orang dewasa adalah 7 hari, pada kasus yang lebih parah menetap selama 3
– 4 minggu.
2. Masa Laten dan Periode Infeksi
Setelah timbul gejala,sehari atau beberapa hari kemudian, karena infeksi meliputi ileum
dan kolon, maka jumlah tinja meningkat, tinja kurang encer tapi sering mengandung
lendir dan darah. Tiap gerakan usus disertai dengan “mengedan” dan tenesmus (spasmus
rektum), yang menyebabkan nyeri perut bagian bawah. Demam dan diare sembuh secara
spontan dalam 2-5 hari pada lebih dari setengah kasus dewasa. Namun, pada anak-anak
dan orang tua, kehilangan air dan elektrolit dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis, dan
bahkan kematian. Kebanyakan orang pada penyembuhan mengeluarkan kuman disentri
untuk waktu yang singkat, tetapi beberapa diantaranya tetap menjadi pembawa kuman
usus menahun dan dapat mengalami serangan penyakit berulang-ulang. Pada
penyembuhan infeksi, kebanyakan orang membentuk antibodi terhadap Shigella dalam
darahnya, tetapi antibodi ini tidak melindungi terhadap reinfeksi.
Pada disentri amuba terdapat dua tahap, yaitu: 1,2
1. Masa Inkubasi dan Klinis
Masa akut penderita yang diserang Entamoeba histolytica terjadi pada masa inkubasi
antara 1-4 minggu, yang ditandai dengan disentri berat, feses sedikit berdarah, nyeri,
demam, dehidrasi, toksemia, kelemahan badan, pemeriksaan jumlah leukosit berkisar
antara 7.000-20.000/mm3, dan ditemukannya bentuk tropozoit pada feses encer penderita.
Masa inkubasi dapat terjadi dalam beberapa hari hingga beberapa bulan.Amebiasis dapat
berlangsung tanpa gejala(asimtomatis). Penderita kronis mungkin memiliki toleransi
terhadap parasit, sehingga tidak menderita gejala penyakit lagi. Dari hal ini berkembang
istilah symptomless carrier. Gejala yang khas adalah sindroma disentri, yakni kumpulan
gejala gangguan pencernaan yang meliputi diare berlendir dan berdarah disertai
tenesmus. 
2. Masa Laten dan Periode Infeksi
Amoebiasis yang akut mempunyai masa tunas 1 – 14 minggu. Dengan adanya sindrom
disentri berupa diare yang berdarah dengan mukus atau lendir yang disertai dengan
perasaan sakit perut dan tenesmusani yang juga sering disertai dengan adanya demam.
Amoebiasis yang menahun dengan serangan disentri berulang terdapat nyeri tekan
setempat pada abdomen dan terkadang disertai pembesaran hati. Penyakit menahun yang
melemahkan ini mengakibatkan menurunnya berat badan. Amoebiasis ekstra intestinalis
memberikan gejala sangat tergantung kepada lokasi absesnya. Yang paling sering
dijumpai adalah amoebiasis hati disebabkan metastasis dari mukosa usus melalui aliran
sistem portal. Sering dijumpai pada orang-orang dewasa muda dan lebih sering pada pria
daripada wanita dengan gejala berupa demam berulang, kadang-kadang disertai
menggigil, icterus ringan, bagian kanan diafragma sedikit meninggi, sering ada rasa sakit
sekali pada bahu kanan dan hepatomegali. Abses ini dapat meluas ke paru-paru disertai
batuk dan nyeri tekan intercostal, pleural effusion dengan demam disertai dengan
menggigil. Pada pemeriksaan darah dijumpai lekositosis kadang-kadang amoebiasis hati
sudah lama diderita tanpa tanda-tanda dan gejalanya khas yang sukar didiagnosa. Infeksi
amoeba di otak menunjukkan berbagai tanda dan gejala seperti abses atau tumor otak.
Sayang sekali infeksi seperti ini baru didiagnosa pada autopsi otak. Amoebiasis ekstra
intestinalis ini dapat juga dijumpai di penis, vulva, perineum, kulit setentang hati atau
kulit setentang colon atau ditempat lain dengan tanda-tanda suatu ulkus dengan
pinggirnya yang tegas, sangat sakit dan mudah berdarah.

Tingkat Dehidrasi
Dehidrasi adalah keadaan dimana terjadi ketidakseimbangan cairan dalam tubuh yang dapat
dicetuskan oleh berbagai penyakit. Diare adalah penyebab dehidrasi yang paling umum. 9 Derajat
dehidrasi seseorang berdasarkan defisit berat badan dapat digolongkan sebagai berikut:2
1. Dehidrasi ringan (defisit < 5%)
Keadaan umum sadar baik, rasa haus meningkat, sirkulasi darah nadi normal, pernapasan
biasa, mata agak cekung, turgor biasa, kencing biasa.
2. Dehidrasi sedang (defisit 5-10%)
Keadaan umum gelisah, rasa haus meningkat lebih parah dari dehidrasi ringan, sirkulasi darah
nadi cepat (120-140), pernapasan agak cepat, mata cekung, turgor agak berkurang, kencing
sedikit.
3. Dehidrasi berat (defisit > 10%)
Keadaan umum apatis atau koma, rasa haus meningkat lebih parah dari dehidrasi sedang,
sirkulasi darah nadi cepat (> 140), pernapasan cepat dan dalam, mata cekung sekali, turgor
kurang sekali, kencing tidak ada.

Prognosis
Pada umumnya, jika diberi tatalaksana baik dan penanganan dehidrasi yang baik maka prognosis
disentri baik. Disentri yang lebih berat dilaporkan terdapat pada bayi yang tidak mengkonsumsi ASI
ataupun memiliki gizi buruk butuh penanganan dan perhatian khusus agar pasien tidak mengalami
komplikasi yang lebih berat lagi yang dapat memperburuk prognosis. 2

Tatalaksana
Karena disentri memiliki 2 penyebab yang berbeda, maka tatalaksana yang diberikan juga
berbeda, yaitu:1,2
1. Disentri basiler
Pada infeksi ringan umumnya dapat sembuh sendiri, penyakit akan sembuh pada 4-7 hari.
Minum lebih banyak cairan untuk menghindarkan kehabisan cairan, jika pasien sudah pada
tahap dehidrasi maka dapat diatasi dengan rehidrasi oral. Pada pasien dengan diare berat
disertai dehidrasi dan pasien yang muntah berlebihan sehingga tidak dapat dilakukan rehidrasi
oral maka harus dilakukan rehidrasi intravena. umumnya pada anak kecil terutama bayi lebih
rentan kehabisan cairan jika diare. Untuk infeksi berat Shigella dapat diobati dengan
menggunakan antibiotika termasuk ampicilin, trimethoprim-sulfamethoxazole, dan
ciprofloxacin. Namun, beberapa Shigella telah menjadi kebal terhadap antibiotika, ini terjadi
karena penggunaan antibiotika yang sedikit-sedikit untuk melawan shigellosis ringan.
2. Disentri amuba
a. Emetin hidroklorida
Obat ini berkhasiat terhadap bentuk histolitika. Pemberian emetin ini hanya efektif bila
diberikan secara parenteral karena pada pemberian secara oral absorpsinya tidak
sempurna.Toksisitasnya relatif tinggi, terutama terhadap otot jantung. Pemberian emetin
tidak dianjurkan pada wanita hamil, pada penderita dengan gangguan jantung dan ginjal.
Dehidroemetin relatif kurang toksik dibandingkan dengan emetin dan dapat diberikan
secaraoral.
b. Klorokuin
Obat ini merupakan amoebisid jaringan, berkhasiat terhadap bentuk histolitica. Efek
samping dan efek toksiknya bersifat ringan antara lain, mual, muntah, diare, sakit kepala.
c. Antibiotik.
Tetrasiklin dan eritomisin bekerja secara tidak langsung sebagai amoebisid dengan
mempengaruhi flora usus. Peromomisin bekerja langsung pada amuba.
d. Metronidazol (Nitraomidazol).
Metronidazol merupakan obat pilihan, karan efektif terhadap bentuk histolitica dan
bentuk kista. Efek samping ringan, antara lain, mual, muntah dan pusing.

Edukasi
Pada umumnya, kebersihan perorangan dan lingkungan merupakan faktor yang penting dalam
mengatasi disentri, berikut merupakan hal-hal yang dapat dilakukan untuk menghindari disentri: 1,2
1. Selalu menjaga kebersihan dengan cara mencuci tangan dengan sabun secara teratur dan teliti.
2. Mencuci sayur dan buah yang dimakan mentah
3. Orang yang sakit disentri sebaiknya tidak menyiapkan makanan
4. Memasak makanan sampai matang
5. Selalu menjaga sanitasi air, makanan, maupun udara
6. Memperhatikan jarak jamban dari suur untuk kebersihan suplai air minum
7. Mengatur pembuangan sampah dengan baik
8. Mengendalikan vector dan binatang pengerat
9. Setiap penderita disentri harus diobati (termasuk symptomless carrier)
Sedangkan berikut merupakan tempat dimana makanan dan minuman dapat terkontaminasi oleh
kista dari disentri amuba:1,2
1. Persediaan air yang terpolusi
2. Tangan infected food handler yang terkontaminasi
3. Kontaminasi oleh lalat dan kecoa
4. Penggunaan pupuk tinja untuk tanaman
5. Higiene yang buruk, terutama di tempat-tempat dengan populasi tinggi, seperti asrama, rumah
sakit, penjara, dan lingkungan perumahan

Kesimpulan
Penyakit disentri merupakan peradangan pada usus besar. Gejala penyakit ini ditandai dengan
sakit perut dan buang air besar encer secara terus-menerus (diare) yang bercampur lendir, nanah, dan
darah. Berdasarkan penyebabnya disentri dapat dibedakan menjadi dua, yaitu disentri amuba dan
disentri basiler. Disentri amuba disebabkan oleh infeksi parasit Entamoeba histolytica dan disentri
basiler disebabkan oleh infeksi bakteri Shigella. Bakteri tersebut dapat tersebar dan menular melalui
makanan dan air yang sudah terkontaminasi kotoran dan bakteri yang dibawa oleh lalat/ kecoa
(vektor). Pencagahan yang dapat dilakukan adalah dengan mencegah kontaminasi makanan dan air,
sayur yang dicuci dengan air hangat, pemakaian tablet yang mengeluarkan yodium di dalam air
minum (klor dalam bentuk halazon tak efektif) merupakan cara yang berguna serta melakukan
perbaikan sanitasi umum.
Daftar Pustaka
1. Setiatai S, Alwi I, et al. Buku ajakr ilmu penyakit dalam. Ed 5. Jakarta: Pusat Informasi dan
Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2017. H 508-9
2. McPhee SJ, Ganong WF. Patofisiologi penyakit:pengantar menuju kedokteran klinis. Ed 5.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2010. H 404-5.
3. McPhee SJ, Papadakis MA. Current medical diagnosis. Ed 49. New York: McGraw-Hill
Companies; 2010. H 1313-5; 1353-613
4. Ndraha S. Bahan ajar gastroenterohepatologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Kristen Krida Wacana; 2012. H 39-43
5. Sudoyo A, Setiyohadi B, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. Ed 5.Jakarta: Interna
Publishing; 2008. H 548-555
6. Hull D, Johnston DI. Dasar-dasar pediatri. Jakarta: EGC; 2008. H 162-3.
7. Patel YT, Minocha A. Lactore intolerance: diagnosis and management. Compr Ther. 2000.
26(4):264-50
8. Mishkin S. Diary sensitivity, lactose malabsorption, and elimination diets in inflammatory
bowel disease. Am J Clin Nutr. 1997. 65(2):564-7
9. Logan NA. Bacillus and relatives in foodborne illness. J Appl Microbiol. 2012. 112(3):417-29

Anda mungkin juga menyukai