Stroke Non-Hemoragik
Disusun oleh:
Gladys Irma Hartono
11-2014-284
Finta Lidanang
11-2015-235
Pembimbing:
dr. Edward Y. Napitupulu, Sp.S
1
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ILMU PENYAKIT SARAF
RUMAH SAKIT FAMILY MEDICAL CENTER BOGOR
Nama Mahasiswa : Gladys Irma Hartono & Finta Lidanang Tanda Tangan:
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. NS
Umur : 62 tahun
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Penjahit
PASIEN DATANG KE RS
SUBJEKTIF
2
Anamnesis
Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 10 Mei 2016 pukul 17.00 WIB.
Keluhan utama
Sosial : baik
Ekonomi : kurang
Pribadi : kebiasaan merokok (+), konsumsi minuman beralkohol (-)
II. OBJEKTIF
3
GCS : E4 M6 V5
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Tekanan darah : 140/980 mmHg
Frekuensi nadi : 62 x/menit
Frekuensi nafas : 18 x/menit
Suhu : 37,1 oC
Tinggi badan : 162 cm
Berat badan : 65 kg
IMT : 20,4
Kepala : Normocephal; tampak bekas jahitan sepanjang ±3 cm
pada temporal dekstra
Leher : Tidak terdapat pembesaran KGB (-)
Paru : Suara nafas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung : BJ I-II murni, reguler, murmur (-), gallop (-)
Perut : BU (+) normal, teraba supel, nyeri tekan (-)
Ekstremitas : edema (-), akral hangat (+)
2. Status psikikus
Proses pikir : wajar
Perasaan hati : wajar
Tingkah laku : wajar
Ingatan : baik
Kecerdasan : baik
3. Status neurologis
Kepala
Bentuk : normocephali
Nyeri Tekan :(-)
Simetris :(+)
Pulsasi : a. Temporalis teraba + / +
Leher
4
Sikap : simetris
Pergerakan : bebas ke segala arah
Kaku kuduk :(-)
SARAF CRANIAL
5
d. N. Trochlearis ( N.IV) kanan kiri
Pergerakan mata
(ke bawah-keluar) normal normal
Sikap bulbus normal normal
Diplopia (-) (-)
6
Rinne normal normal
Scwabach normal normal
j. N. Vagus (N.X)
Arcus pharynx simetris
Menelan baik
Bicara sengau (-)
l. N. Hipoglosus (N.XII)
Pergerakan lidah Tidak ada deviasi
Tremor lidah (-)
Artikulasi tidak bisa mengucapkan huruf R (cadel)
7
2. Sensibilitas kanan kiri
Taktil normal normal
Nyeri (-) (-)
Thermi normal normal
Diskriminasi normal normal
Lokalisasi normal normal
Refleks
Refleks kulit perut atas : (-)
Refleks kulit perut bawah : (-)
Refleks kulit perut tengah : (-)
Refleks kremaster : tidak dilakukan
Anggota gerak atas
1. Motorik kanan kiri
Pergerakan bebas bebas
Kekuatan 3 5
Tonus normotoni normotoni
Atrofi (-) (-)
2. Sensibilitas kanan kiri
Taktil normal normal
Nyeri (-) (-)
Suhu normal normal
Lokalis normal normal
3. Refleks kanan kiri
Biceps + +
Triceps + +
Tromner-hoffman (-) (-)
Anggota gerak bawah
1. Motorik kanan kiri
Pergerakan bebas bebas
8
Kekuatan 4 5
Tonus normotoni normotoni
Atrofi (-) (-)
Sensibilitas kanan kiri
Taktil normal normal
Nyeri (-) (-)
Suhu normal normal
Diskriminasi normal normal
Lokalisasi normal normal
9
Penurunan kesadaran (-)
Refleks babinsky (-)
Hasil Stroke Non Hemoragik
SIRIRAJ SCORE
1 : Mengantuk X 2,5
2 : Semikoma/ koma
2 Muntah 0 :Tidak 0
1 :Ya X2
3 Nyeri Kepala 0 :Tidak 0
1 :Ya X2
4 Tekanan Darah Diastolik X 10 % 8
5 Ateroma 0 : Tidak 0
-DM 1: Ya X3
-Angina pectoris
-Klaudikasio
Intermiten
6 Konstanta -12
Hasil SSS = -4 (SNH)
RESUME
Subjektif :
Tn. NS, usia 62 tahun, datang dengan keluhan lemas pada tubuh sisi kanan sejak 1 hari SMRS.
Lemas dirasakan mulai pagi hari saat bangun tidur. Pasien mengeluh ada kesulitan mengucapkan
10
huruf R tapi tidak ada tersedak saat makan atau minum. Tidak ada keluhan kesemutan atau baal.
Tidak ada keluhan nyeri kepala, demam, kejang, mual dan muntah.
Objektif :
DIAGNOSIS
Diagnosis Neurologis
1. Pemeriksaan laboratorium: darah perifer, gula darah sewaktu dan 2 jam post prandial,
profil lipid, ureum kreatinin, elektrolit.
2. EKG
3. CT Scan kepala non kontras
11
PENATALAKSANAAN
Medika Mentosa
Ringer Laktat 20 tpm
Mikardis 1x40 mg
Aspilet 2 x 160 mg
Citicoline 2 x 500 mg
Non Medikamentosa
Tirah baring
Diet makanan lunak rendah garam
EDUKASI
Edukasi kepada keluarga mengenai penyakit pasien
Modifikasi gaya hidup (kontrol makan dan olahraga)
PROGNOSIS
Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Functionam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad malam
FOLLOW UP
Tanggal 11 Mei 2016
S: Masih lemas tapi sudah ada perbaikan. Keluhan bicara cadel sudah tidak ada
O: Kesadaran: compos mentis, TD: 130/80, nadi 62 x/menit, RR 18x/menit. Sulkus
nasolabialis dekstra tampak. Kekuatan ekstremitas atas dekstra +4, kekuatan ekstremitas
bawah dekstra +5
A: Stroke iskemik akut, hipertensi
P: Terapi lanjut
12
Tanggal 12 Mei 2016
S: Sudah tidak ada keluhan
O: Kesadaran: compos mentis, TD: 140/80, nadi 60 x/menit, RR 21x/menit, suhu:
37,2. Tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan neurologis
A: Stroke iskemik akut, hipertensi
P: Terapi lanjut
13
TINJAUAN PUSTAKA
STROKE NON HEMORAGIK
A. Definisi
B. Epidemiologi
14
Kasus stroke meningkat di negara maju seperti Amerika dimana kegemukan dan
junk food telah mewabah. Berdasarkan data statistik di Amerika, setiap tahun terjadi
750.000 kasus stroke baru di Amerika dengan lebih dari 150.000 fatalitas menjadi penyebab
kematian ketiga dan penyebab utama kecatatan. Dari data tersebut menunjukkan bahwa
setiap 45 menit, ada satu orang di Amerika yang terkena serangan stroke.6,10
Menurut Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki), terdapat kecenderungan
meningkatnya jumlah penyandang stroke di Indonesia dalam dasawarsa terakhir.
Kecenderungannya menyerang generasi muda yang masih produktif. Hal ini akan
berdampak terhadap menurunnya tingkat produktifitas serta dapat mengakibatkan
terganggunya sosial ekonomi keluarga.8
Tidak dapat dipungkiri bahwa peningkatan jumlah penderita stroke di Indonesia
identik dengan wabah kegemukan akibat pola makan kaya lemak atau kolesterol yang
melanda di seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia.
Di Indonesia, stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah
jantung dan kanker. Bahkan, menurut survei tahun 2004, stroke merupakan pembunuh no.1
di RS Pemerintah di seluruh penjuru Indonesia. Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang
terkena stroke. 8
Dari jumlah tersebut, sepertiganya bisa pulih kembali, sepertiga lainnya
mengalami gangguan fungsional ringan sampai sedang dan sepertiga sisanya mengalami
gangguan fungsional berat yang mengharuskan penderita terus menerus di kasur.
C. Etiologi.1,5,9
Stroke Iskemia
- Vaskuler: arterosklerosis, inflamasi (giant cell arteritis, SLE, poliarteritis nodosa,
AIDS, dll), diseksi arteri, penyalahgunaan obat, dll
- Kelainan jantung : trombus mural, aritmia jantung, endokarditis infeksiosa emboli
dan noninfeksiosa, penyakit jantung rematik, penggunaan katup jantung prostetik,
fibrilasi atrial, dll.
- Kelainan darah : trombositosis, polisitemia, anemia sel sabit, leukositosis,
hiperkoagulasi, dan hiperviskositas darah.
15
- Hipoperfusion sistemik : berkurangnya aliran darah ke seluruh tubuh karena adanya
gangguan denyut jantung.
- Vaskulitis
- Lakuner (oklusi arteri perforans kecil)
- Patofisiologi.1
Aterotrombotik insitu
Pada stroke iskemik, aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis
(penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau bekuan darah yang telah
menyumbat suatu pembuluh darah ke otak. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83%
mengalami stroke jenis ini. Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur
pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis
interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta
jantung. Suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam pembuluh darah arteri
karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena
setiap pembuluh darah arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke sebagian
besar otak.
Tromboemboli
Pembuluh darah arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya bisa
juga tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain, misalnya dari
jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli serebral (emboli = sumbatan,
serebral = pembuluh darah otak) yang paling sering terjadi pada penderita yang baru
menjalani pembedahan jantung dan penderita kelainan katup jantung atau gangguan irama
jantung (terutama fibrilasi atrium).Emboli lemak jarang menyebabkan stroke. Emboli lemak
terbentuk jika lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan
akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri.
D. Manifestasi klinis.1,5
Sebagian besar kasus stroke terjadi secara mendadak, sangat cepat dan
menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit (completed stroke). Kemudian stroke
16
menjadi bertambah buruk dalam beberapa jam sampai 1-2 hari akibat bertambah luasnya
jaringan otak yang mati (stroke in evolution).
Perkembangan penyakit biasanya (tetapi tidak selalu) diselingi dengan periode
stabil, dimana perluasan jaringan yang mati berhenti sementara atau terjadi beberapa
perbaikan. Gejala stroke yang muncul pun tergantung dari bagian otak yang terkena.
Membaca isyarat stroke dapat dilakukan dengan mengamati beberapa gejala stroke.
Manifestasi klinis berdasarkan lokasi lesinya:4-5
a. arteri serebri anterior : menyebabkan hemiparesis dan hemipistesi
kontralateral yang terutama melibatkan tungkai
b. arteri serebri media : menyebabkan hemiparesis dan hemipestesi
kontralateral yang terutama mengenai lengan disertai gangguan fungsi luhur
berupa afasia (bila mengenai area otak dominan) hemipastial neglect (bila
mengenai area otak nondominan)
c. arteri serebri posterior : menyebabkan hemianopsi homonim atau
kuandratanopsi kontralateral tanpa disertai gangguan motorik dan sensoris.
Gangguan daya ingat terjadi bila terjadi infark pada lobus temporalis medial.
Aleksia tanpa agrafia timbul bila infark terjadi pada korteks visual dominan
dan splenium korpus kalosum. Agnosia dan prosopagnosia (ketidakmampuan
mengenali wajah) timbul akibat infark pada korteks temporooksipitalis
inferior
d. Korteks : Gejala terlokalisasi, mengenai daerah lawan dari letak lesi,
hilangnya sensasi kortikal (stereonogsis, diskriminasi 2 titik), kurang
perhatian terhadap rangasang sensorik
e. Kapsula : Lebih luas, sensasi primer menghilang, bicara dan penglihatan
mungkin terganggu.
f. Batang otak : menyebabkan gangguan saraf kranial seperti disartria, diplopia,
dan vertigo ; gangguan serebelar seperti ataksia atau hilang keseimbangan;
penurunan kesadaran
g. Infark lakunar merupakan merupakan infark kecil dengan klinis gangguan
murni motorik atau sensorik tanpa disertai gangguan fungsi luhur.
17
Selain itu, stroke bisa menyebabkan depresi atau ketidakmampuan untuk
mengendalikan emosi.
Stroke juga bisa menyebabkan edema atau pembengkakan otak. Hal ini berbahaya
karena ruang dalam tengkorak sangat terbatas. Tekanan yang timbul bisa lebih jauh
merusak jaringan otak dan memperburuk kelainan neurologis, meskipun strokenya sendiri
tidak bertambah luas.
E. Diagnosis
18
- Identifikasi awal yang penting adalah apakah kasus yang dihadapi adalah apakah
kasus bedah atau non bedah, jika kasus bedah maka tindakan operasi harus segera
dilakukan.
- Tanda vital seperti : tekanan darah , nadi, pernapasan, dan suhu pasien
b. Tanda rangsang meningeal: kaku kuduk, brudzinski sign, lasegue sign, kernig sign.
Jika tanda rangsang meningeal (+) berarti menderita meningitis atau SAH
(pendarahan subarachnoid).
c. Pemeriksaan Saraf Kranial
19
Saraf Vagus (N.X): Fungsi bicara. jika alami kerusakan bicara pelo
d. Motorik:
- Amati posisi tubuh pasien selama bergerak dan istirahat,
- Amati gerakan involunter
- Amati kontur otot, apakah ada atrofi atau tidak
- Lakukan beberapa gerakan pasif maupun aktif pada ekstremitas atas.
- Amati kekuatan otot
Tabel 2. Pemeriksaan Kekuatan otot.
3
Pemeriksaan Score
Tidak ada kontraksi otot 0
Terjadi kontraksi otot tanpa gerakan nyata 1
Pasien hanya mampu menggeserkan tangan atau kaki 2
Mampu angkat tangan, tidak mampu menahan gravitasi 3
Tidak mampu menahan tangan pemeriksa 4
Kekuatan penuh 5
20
g. Koordinasi:
- Gerakan yang berubah dengan cepat
- Gerakan dari titik ke titik
- Gaya Berjalan
- Cara Berdiri : Uji Romberg dan Perhatikan adanya penyimpangan pronator
(Pasien merentangkan tangan dengan mata terpejam selama 20-30 detik dan
pada mata terbuka tangan direntangkan, dan tepuk tangan tersebut)
h. Status mental/ kognitif: dengan atensi (mengulangi angka), orientasi (mengenali
tempat: pagi, siang, malam), bahasa (dengan menulis, membaca), daya ingat,
berhitung, peribahasa, persamaan, perbedaan, neglect, dan praxis
Pada pasien stroke juga perlu dilakukan pemeriksaan lain seperti tingkat
kesadaran, kekuatan otot dan tonus otot. Pada pemeriksaan tingkat kesadaran
dilakukan pemeriksaan yang dikenal sebagai Glascow Coma Scale untuk mengamati
pembukaan kelopak mata, kemampuan bicara, dan tanggap motorik (gerakan).4
b. Kemampuan bicara
1) Orientasi dan pengertian baik 5
2) Pembicaraan yang kacau 4
3) Pembicaraan tidak pantas dan kasar 3
4) Dapat bersuara, bunyi tanpa arti 2
5) Tidak ada suara 1
21
c. Tanggapan motorik
1) Menanggapi perintah 6
2) Reaksi gerakan lokal terhadap rangsang 5
3) Reaksi menghindar terhadap rangsang nyeri 4
4) Tanggapan fleksi abnormal 3
5) Tanggapan ekstensi abnormal 2
6) Tidak ada gerakan 1
22
Memerlukan alat bantu 1
Memerlukan bantuan minimal 2
Memerlukan bantuan dan/atau beberapa 3
pengawasan 4
Memerlukan pengawasan keseluruhan 5
Memerlukan bantuan total
2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium.4-5
a. Pemeriksaan Punksi Lumbal (Sesuai indikasi)
Nilai rujukan untuk Kolestrol Total tidak boleh lebih dari 200 mg / dL,
HDL > 45 mg / dL, LDL tidak boleh lebih dari 250 mg / dL, dan TG antara 0,7 – 1,4
mmol/L.
c. Pemeriksaan Darah Rutin dan Darah lengkap
Pemeriksaan Radiologi.1,4,6,7
a. Head CT Scan (Pilihan Utama/baku emas)
23
Pada stroke non haemorrhagic terlihat adanya infark sedangkan pada
stroke haemorrhagic terlihat adanya pendarahan. Berikut dapat kita lihat dalam Tabel
7, Gambaran Perbedaan Stroke Hemoraggik dan Iskemik :
Sumber : http://www.medscape.com/viewarticle/452843_2
GA
b. MRI (Pilihan kedua setelah CT-scan)
24
Menunjukan bagian yang infark, pendarahan, Malforasi Anterior Vena. Yang
lebih spesifik dibandingkan CT-scan
c. Angiografi Cerebral
F. Diagnosa Banding
a. Hipertensi Ensefalopati.7
Gejala klinik berupa nyeri kepala hebat, mual, muntah, rasa ngantuk dan
keadaan bingung. Bila berlanjut dapat terjadi kejang umum, mioklonus dan koma.
Jarang menyebabkan gangguan saraf fokal seperti hemiparesis, afasia, kejang-kejang
fokal atau kebutaan akibat kelainan retina atau kortikal. Jika tekanan darah tidak
segera diturunkan penderita akan jatuh dalam koma dan meninggal dalam beberapa
jam. Sebaliknya dengan menurunkan tekanan darah secepatnya secara dini prognosis
umumnya baik dan tidak menimbulkan gejala sisa. Nyeri kepala, bingung, mual,
muntah akan cepat menghilang dalam beberapa jam. Faal ginjal akan membaik
dalam beberapa hari. Sedangkan hilangnya pupil edema akan memerlukan waktu
beberapa minggu
25
Etiologi hipertensi ensefalopati yaitu disebabkan oleh hipertensi tak
terkontrol, eklmapsia, dan kelainan ginjal seperti glomerulonefritis. Pada hipertensi
tak terkontrol, kecepatan peningkatan TD menyebabkan TD naik sehingga terjadi
vasospasme pembuluh darah otak (menyebabkan mikroinfarktion), dilatasi pembuluh
darah otak, dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah otak yang menyebabkan
edema. Hal tersebut menunjang terjadinya hipertensi ensefalopati, demikian pula
pada penyakit ginjal yang dapat menyebabkan hipertensi yang tak terkontrol
b. Hipoglikemia.
d. Stroke.1,4-5
26
Stroke Hemoragik
Strok jenis ini merupakan sekitar 20% dari semua stroke. stroke haemoragik
disebabkan oleh perdarahan kedalam jaringan otak (disebut haemoragia
intraserebrum atau hematom intraserebrum) atau kedalam ruang subaraknoid, yaitu
ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak
(disebut haemoragia subaraknoid).
Stroke akibat perdarahan intraserebrum paling sering dipicu oleh hipertensi dan
rupture salah satu arteri otak. Serangan paling sering terjadi saat pasien terjaga dan
aktif, sehingga kejadiannya disaksikan orang lain. Karena lokasinya berdekatan
dengan arteri-arteri dalam, stroke menimbulkan defisist yang sangat merugikan.
Hemplegia merupakan tanda khas pertama keterlibatan capsula interna.
Stroke Iskemik
Strok jenis ini merupakan strok yang tersering didapatkan, sekirat 80% dari semua
strok . Jenis strok ini pada dasarnya disebabkan oleh oklusi pembuluh darah otak
yang kemudian menyebabkan terjadinya pasokan oksigen dan glukosa ke otak. Strok
ini sering diakibatkan oleh trombosis akibat plak aterosklesrosis arteri otak / atau
yang memberi vaskularisasi pada otak atau suatu emboli dari pembuluh darah di luar
otak yang tersangkut di arteri otak. Stroke trombotik sebagian besar terjadi saat tidur,
saat pasien relative mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun.
Thrombosis pembuluh otak cenderung memiliki awitan bertahap, pola ini
menyebabkan timbulnya istilah stroke in evolution. Gejala hilang timbul berganti-
ganti secara cepat. Pasien mungkin sudah mengalami beberapa kali TIA (transien
iskemik attack) sebelum akhirnya mengalami stroke. Stroke embolik dapat berasal
dari embolus arteri distal atau jantung. Stroke biasanya mendadak dengan efek
27
maksimum sejak awitan pertama. Biasanya serangan terjadi saat pasien sedang
beraktivitas.
Tabel. 8 Evaluasi Manifestasi Klinis yang diperlukan.
5
Gejala klinis Perdarahan Perdarahan Stroke Non
IntraSerebral (PIS) Subarakhnoid Hemoragik (SNH)
(PSA)
Gejala defisit fokal Berat Ringan Berat/ringan
Awitan/onset Menit/jam 1-2 menit Pelan (Jam/hari)
Nyeri kepala Hebat Sangat hebat Ringan/tidak ada
Muntah pada Sering Sering Tidak, kecuali lesi
awalnya dibatang otak
Hipertensi Hampir selalu Biasanya tidak Hampir selalu
Kaku kuduk Biasa ada Jarang Mungkin ada
Kesadaran Biasa hilang Bisa hilang Dapat hilang
sebentar
Hemiparesis Seing sejak awal Awal tidak ada Sering sejak awal
Deviasi mata Bisa ada Jarang Mungkin ada
Lumbal Punksi
Berdarah Jernih
Warnah Sering berdarah
Meningkat Normal
Tekanan Meningkat
>1000/mm3 >250/mm3
Eritrosit >1000/mm3
CT scan Massa intrakranial densitas bertambah Densitas berkurang
(hiperdens) (lesi hipodens)
Edema pupil + -
G. Faktor Risiko
1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi:4,9-10
- Umur, hampir 2 kali lipat tiap dekade setelah umur 55 tahun dan kebanyakan stroke
terjadi pada umur di atas 65 tahun.
- Jenis kelamin,
Insidens stroke lebih tinggi pada laki-laki daripada wanita dengan rata-rata 25%
-30% lebih tinggi pada laki-laki,pada perempuan pre monopause lebih rendah
dibanding pria. Setelah monopause faktor perlindungan pada wanita ini menghilang,
dan insidennya menjadi hampir sama dengan pria
28
- ras dan suku bangsa
Pada umumnya insidens stroke lebih tinggi pada kelompok kulit hitam daripada kulit
putih
- Faktor turunan
Faktor keturunan juga memegang peranan penting dalam epidemiologi stroke. Ras
Afrika- Amerika biasanya merupakan faktor risiko.
- Riwayat TIA (transient ischaemic attack).
29
2. Dispatch: cepat dalam mengaktifkan fasilitas emergensi dengan menelepon
ambulans (panggilan darurat).
3. Delivery: antar pasien dengan cepat dan tepat.
4. Door: langsung dibawa ke stroke center.
5. Data: cepat dievaluasi oleh bagian di stroke center.
6. Decision: pengambilan keputusan yang cepat dan tepat oleh ahli neurologis.
7. Drug: pemberian obat stroke (fibrinolitic therapy).
8. Disposition: cepat dipindahkan ke ruangan yang lebih intensif
- ABC :4-5
1. A : Airway, artinya mengusahakan agar jalan napas bebas dari segala hambatan,
baik akibat hambatan yang terjadi akibat benda asing maupun sebagai akibat
benda asing maupun sebagai akibat stroknya sendiri
2. B : Breathing atau fungsi bernapas yang mungkin terjadi akibat gangguan dipusat
napas (akibat stroke) atau oleh karena komplikasi infeksi di saluran napas.
3. C : Cardiovascular function, yaitu fungsi jantung dan pembuluh darah. Seringkali
terdapat gangguan irama, adanya trombus, atau gangguan tekanan darah yang
harus ditangani secara cepat.
Pengobatan yang cepat dan tepat diharapkan dapat menekan mortalitas dan mengurangi
kecacatan. (Time is Brain). Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki aliran darah ke
otak secepat mungkin dan melindungi neuron dengan memotong kaskade iskemik. Pengelolaan
pasien stroke akut pada dasarnya dapat di bagi dalam :5
1. Pengelolaan umum, pedoman 5 B
- Breathing
- Blood
- Brain
- Bladder
- Bowel
2. Pengelolaan berdasarkan penyebabnya
• Stroke iskemik
30
• Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)
• Prevensi terjadinya trombosis (antikoagualsi)
• Proteksi neuronal/sitoproteksi
3. Pencegahan serangan ulang
4. Rehabilitasi
1.a Breathing : Jalan nafas harus terbuka lega, hisap lendir dan slem agar oksigenasi baik
dan tidak terjadi aspirasi. Pemberian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi
oksigen < 95%. Berikan bantuan ventilasi pada pasien dengan penurunan kesadaran atau
disfungsi bulbar dengan gangguan jalan nafas. Pasien stroke iskemik akut yang nonhipoksia
tidak memerlukan terapi oksigen. Intubasi endotracheal tube *ETT) atau laryngeal mask
airway (LMA) diperlukan pada pasien dengan hipoksia (pO2 < 60 mmHg atau pCO2 >
50mmHg), atau syok atau pada pasien dengan risiko aspirasi. Pipa endotrakeal diusahakan
tidak terpasang lebih dari 2 minggu. Jika lebih dari 2 minggu, disarankan dilakukan
trakeostomi. Pemantauan secara terus menerus terhadap status neurologi, nadi, tekanan
darah, suhu tubuh dan saturasi oksigen dianjurkan dalam 72 jam, terutama pada pasien
dengan deficit neurologis yang nyata.
1.b Blood : Keseimbangan cairan dan elektrolit perlu diawasi. Berikan cairan
isotonis seperti 0,9% salin. Pada umumnya kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari (parenteral
maupun enteral).
Tekanan darah pada tahap awal tidak boleh segera diturunkan, karena dapat memperburuk
keadaan. Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan sekitar 15% (sistolik
maupun diastolik) dalam 24 jam setelah awitan apabila tekanan darah sistolik (TDS) >
220mmHg atau diastolik > 120 mmHg.
Obat-obat yang dapat dipergunakan Nicardipin (5 mg/jam IV, 2,5 mg/jam tiap 15 menit,
sampai 15 mg/jam), Diltiazem (5 mg/jam IV, 2,5 mg/jam tiap 15 menit, sampai 15 mg/jam),
labetalol 10 –80 mg IV bolus tiap 10 menit sampai 300 mg/hari.
31
Kadar gula darah (GD) yang terlalu tinggi terbukti memperburuk outcome pasien stroke.
Sasaran kadar glukosa darah 80-180 mg/dL. Pemberian insulin reguler dengan skala luncur
dengan dosis GD > 150 – 200 mg/dL 2 unit, tiap kenaikan 50 mg/dL dinaikkan dosis 2 unit
insulin sampai dengan kadar GD > 351 mg/dL dosis insulin 10 unit.
1.c Brain : Monitor tekanan intrakranial (TIK) harus dipasang pada pasien dengan GCS <9
dan penderita yang mengalami penurunan kesadaran karena kenaikan TIK. Sasaran terapi
adalah TIK < 20 mmHg. Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan TIK: tinggikan
posisi kepala 20-30ᵒ dan osmoterapi atas indikasi: Manitol 0,25-0,50 gram/kgBB, selama >20
menit diulangi setiap 4-6 jam dengan target ≤310 mOsm/L. Kalau perlu berikan furosemide
dengan dosis inisial 1 mg/kgBB i.v.
Peningkatan suhu tubuh harus dihindari karena memperbanyak pelepasan neurotransmiter
eksitatorik, radikal bebas, kerusakan BBB dan merusak pemulihan metabolisme enersi serta
memperbesar inhibisi terhadap protein kinase. Berikan asetaminofen 650 mg bila suhu >
38,5ᵒC.
Bila terjadi kejang beri antikonvulsan diazepam bolus lambat i.v 5-20 mg dan diikuti
fenitoin loading doose 15-20 mm/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit.
1.d Bladder : Hindari infeksi saluran kemih bila terjadi retensio urine sebaiknya dipasang
kateter intermitten. Bila terjadi inkontinensia urine, pada laki laki pasang kondom kateter,
pada wanita pasang kateter.
1.e Bowel : Kebutuhan cairan dan kalori perlu diperhatikan, hindari obstipasi. Nutrisi enteral
paling lambat harus sudah diberikan dalam 48 jam. Pada keadaan akut, kebutuhan kalori 25-
30 kkal/kg/hari. Pasang NGT bila didapatkan kesulitan menelan makanan atau kesadaran
menurun.
32
Trombolisis dengan rtPA (recombinant tissue plasminogen activator) secara
umum memberikan keuntungan reperfusi dari lisisnya thrombus dan perbaikan sel
serebral secara bermakna. Pemberian fibrinolitik dilakukan sesegera mungkin setelah
diagnosis stroke iskemik akut ditegakkan (awitan 3 jam pada pemberian intravena)
dengan dosis 0,9 mg/kgBB maksimal 90 mg (10% diberikan bolus & sisanya infus
kontinyu dalam 60 menit).
- Prevensi terjadinya trombosis (antikoagualasi)
Untuk menghindari terjadinya trombus lebih lanjut terdapat dua kelas pengobatan
yang tersedia yaitu anti koagulan dan anti agregasi trombosit.
Secara umum, pemberian antikoagulan setelah stroke iskemik akut tidak
bermanfaat. Namun beberapa ahli masih merekomendasikan heparin dosis penuh
pada penderita stroke iskemik akut dengan risiko tinggi terjadi reembolisasi, diseksi
arteri atau stenosis berat arteri katoris sebelum pembedahan. Obat yang dapat
diberikan adalah heparin dengan dosis awal 1.000 u/jam cek APTT 6 jam kemudian
sampai dicapai 1,5 – 2,5 kali kontrol hari ke 3 diganti anti koagulan oral, Heparin
berat molekul rendah (LWMH) dosis 2 x 0,4 cc subkutan monitor trombosit hari ke 1
& 3 (jika jumlah < 100.000 tidak diberikan), Warfarin dengan dosis hari I = 8 mg,
hari II = 6 mg, hari III penyesuaian dosis dengan melihat INR pasien.
Pemberian Aspirin dengan dosis awal 325 mg dalam 24-48 jam setelah awitan
stroke dianjurkan untuk setiap stroke iskemik akut. Namun jika direncanakan
pemberian trombolitik, aspirin jangan diberikan. Pemberian klopidogrel saja, atau
kombinasi dengan aspirin pada stroke iskemik akut tidak dianjurkan, kecuali pada
pasien dengan indikasi spesifik seperti angina pectoris tidak stabil, non Q-wave MI,
atau recent stenting.
- Proteksi neuronal/sitoproteksi
Pemakaian obat neuroprotektan belum menunjukkan hasil yang efektif, namun
citicolin sampai saat ini masih memberikan manfaat pada stroke akut. Penggunaan
citicolin pada stroke iskemik akut dengan dosis 2 x 1000mg intravena 3 hari dan
dilanjutkan dengan 2 x 1000 mg per oral selama 3 minggu
33
Bagan 1. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan stroke.
a. Penatalaksanaan NonMedikaMentosa.4,5
- Nutrisi pasien diperhatikan : pengkajian gangguan menelan dan tata cara pemberian
nutrisi bila terdapat gangguan menelan. Seringkali pemberian makanan peroral aktif
atau dengan sonde diberikan pada pasien yang berbaring
34
- Hidrasi intravena : Koreksi dengan NaCl 0.9% jika hipovolemik
- Hiperglikemi : koreksi dengan insulin skala luncur. Bila stabil, beri insulin reguler
subkutan
- Neurorehabilitasi : Secepatnya setelah pasien melewati masa kritis, stimulasi dini
dan fisioterapi gerak anggota badan aktif dan pasif, terapi wicara untuk pasien
dengan gangguan bicara, terapi ocupasi (dilakukan untuk memperbaiki fungsi
kehidupan sehari-hari dalam beraktivitas).
- Rehabilitas Mental : Sebagian besar penderita stroke mengalami masalah emosional
yang dapat mempengaruhi mental mereka, misalnya reaksi sedih, mudah
tersinggung, tidak bahagia, murung dan depresi. Oleh karena dapat dirujuk untuk di
tangani oleh dokter spesialis jiwa.
- Perawatan kandung kemih : kateter menetap hanya pada keadaan khusus (keasadaran
menurun)
I. Komplikasi
Komplikasi akut .4
-Kenaikan tekanan darah, keadaan ini biasanya merupakan mekanisme kompensasi
sebagai upaya mengejar kekurangan pasokan darah di tempat lesi. Oleh karena itu
kecuali bila menunjukkan nilai yang sangat tinggi (sistolik > 220/ diastolik > 130)
tekanan darah tidak perlu diturunkan, karena akan turun sendiri setelah 48 jam.
-Kadar gula darah, Pasien strok sering kali merupakan pasien DM sehingga kadar gula
darah pasca strok tinggi.
-Gangguan Jantung sering menyebabkan kematian
-Infeksi kandung kemih, infeksi dan sepsis merupakan komplikasi strok yang serius
Komplikasi kronis.4,10
- Akibat tirah baring lama di tempat tidur bisa menjadi pneumonia, dekubitus,
inkontinensia serta berbagai akibat imobilisasi lainnya.
-Gangguan sosial-ekonomi
-Gangguan psikologis
-Pasien memiliki resiko penurun kognitif dan dimensia yang semakin meningkat.
J. Pencegahan
35
Pencegahan stroke memerlukan manajemen agresif terhadap faktor resiko dan pendidikan
pasien.3-5
Primer
1. Mengendalikan faktor risiko mencakup :
- Hipertensi, diet, dislipidemia, penggunaan alkohol berat, inaktivitas fisik, obesitas
dan diabetes. Menghindari: merokok, stress, meminum alkohol, kegemukan,
konsumsi garam berlebihan, obat-obatan golongan amfetamin, kokain, dan
sejenisnya.
- Tekanan darah harus ≤ 149/90 mmHg dan ≤ 130/80 mmHg untuk mereka dengan
diabetes atau penyakit ginjal nondiabetik dengan proteinuria. Agens penurun lipid
dapat menurunkan risiko stroke.
- Pada pasien diabetes tujuannya untuk mengontrol glukosa darah optimal, pada kira-
kira 100 mg/dl.
2. Diet
Anjurkan pasien dengan diet yang tidak sehat dan dislipidemia untuk mengubah
lemak jenuh dan lemak trans tak jenuh yang ditemukan dalam produk unggas, daging,
dan margarin padat, dengan lemak ganda tak jenuh dan tunggal jenuh unhydrogenated
yang ditemukan dalam kacang kedelai, margarin cair, dan minyak ikan. Atau
menganjurkan peningakatan asupan buah, sayuran, dan serat. Tidak mengkonsumsi
alkohol
3. Olahraga teratur
Prognosis stroke tergantung jenis stroke dan sindrom klinis stroke. Kemungkinan
hidup setelah menderita stroke bergantung pada lokasi, ukuran, lesi, serta usia pasien, dan
penyakit yang menyertai sebelum stroke.Penderita yang selamat memiliki resiko tinggi
36
stroke kedua kali. Stroke hemoragik memiliki prognosis yang buruk, pada 30 hari pertama
risiko meninggal 50%, sedangkan stroke iskemik hanya 10%.
L. Kesimpulan
37
Daftar Pustaka
1. Price dan Wilson. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi Ke- 6.
Jakarta: EGC. 2006. Hal 964-72
2. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga; 26
Aug 2005. Hal 101-2.
3. Bickley LS, Bates. Buku ajar pemeriksaan fisik dan kesehatan. Edisi ke-8. Jakarta: EGC;
2009. Hal 333-6, 350-1, 363
4. Sudoyo WA. Setiyohadi B, Alwi I,dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam.Jilid Ke-I.
Jakarta: Interna Publishing; 2009. Hal 30, 892-7.
5. PERDOSSI. Guideline stroke. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia,
2011.hal.42-51, 79-83.
6. Dewanto J, dkk. Panduan diagnosis dan tatalaksana penyakit saraf. Jakarta : EGC. 2009.
Hal 24-32
7. American Heart Association. Part 11: adult stroke : 2010 American heart association
guidelines for cardiopulmonary resuscitation and emergency cardiovascular care.
Diunduh dari http://circ.ahajournals.org/ 15 Mei 2016.
8. Kaplan NM. Kaplan’s clinical hypertension. 8th edition. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins, 2002. Page: 137-168
9. McGhee T. Cerebrovascular disease and neurological manifestations of heart disease, in
Hurst W. The Heart arteries and veins. 5th ed. New York: McGraw Hill; 2001. Page :
1486-97.
10. Greenberg’s. Teks atlas kedokteran kedaruratan. Jakarta : Erlangga. 2007. Hal 47- 8
38