Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

STROKE NON HEMORAGIK

Disusun oleh:
VERREN NATALIE
4061920110

Pembimbing:
dr. Sunaryo, M.Kes, Sp.S

KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT SARAF


RSUD RAA SOEWONDO PATI
PERIODE 02 MARET – 05 APRIL 2020
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
JAKARTA



REKAM MEDIS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Sumi
Tanggal Lahir : 01 – 07 – 1957
Umur : 63 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Bakaran Wetan 2/3 Juwana, Juwana, Pati, Ja-Teng
Agama : Islam
Pekerjaan : Mengurus rumah tangga
Pendidikan :-
Status Pernikahan : Menikah
Tanggal Masuk RS : 03 Maret 2020 Pukul 22.52.50

II. ANAMNESIS
Dilakukan pada tanggal 05 Maret 2020, pukul 04.25 WIB secara auto dan
aloanamnesis di bangsal Tulip bed 20.

Keluhan Utama
Nyeri pada ekstremitas bawah.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD RAA Soewondo Pati bersama keluarganya dengan
keluhan nyeri pada tungkai, terutuma tungkai sebelah kiri. Nyeri berlangsung
terus menerus sejak pagi hari pada hari pasien dibawa ke IGD. Pasien juga
mengeluh anggota gerak sebelah kirinya terasa lemas, serta telapak kaki sebelah
kiri terasa panas. Selain itu, pasien juga mengeluh badan terasa gatal dan
pandangan menjadi buram. Pasien menjadi sulit tidur akibat rasa gatal yang
dialaminya. Tidak ada faktor yang memperingan dan memperberat keluhan.
Sebelumnya pasien belum pernah mengalami hal seperti ini. Riwayat jatuh
atau trauma kepala sebelumnya disangkal. Tidak ada penurunan kesadaran.
Keluhan mual, muntah, nyeri kepala, pusing, kejang, demam, sesak disangkal.

1
Kebiasaan konsumsi kopi, merokok, dan konsumsi alkohol disangkal pasien.
Riwyat makan dan minum pasien normal. Riwayat BAB dan BAK normal.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat keluhan serupa sebelumnya : disangkal
Riwayat tekanan darah tinggi : (+)
Riwayat kencing manis : (+)
Riwayat dislipidemia : (+)
Riwayat asma : disangkal
Riwayat keganasan : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat mengalami keluhan yang sama : disangkal
Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
Riwayat kencing manis : disangkal

Riwayat Pengobatan
Pasien mengkonsumsi obat darah tinggi dan kencing manis rutin.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Dilakukan pada tanggal 05 Maret 2020, pukul 04.38 WIB di bangsal Tulip.
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4V5M6 = 15
Status Gizi : Baik
Tekanan Darah : 170/80 mmHg
Nadi : 74x/menit
Pernafasan : 17x/menit
Suhu : 36,9 °c

2
Pemeriksaan Sistem
Kepala : normsefal, deformitas (-), sklera ikterik (-/-), konjungtiva
anemis (-/-), THT dbn
Leher : trakea ditengah, perbesaran tiroid (-), perbesaran KGB (-)
Paru :
Inspeksi : gerak simetris, retraksi (-)
Palpasi : stem fremitus kanan dan kiri sama kuat
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler (+/+), ronki (-/-),
wheezing (-/-)
Jantung : Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : bunyi jantung I dan II normal, reguler,
murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Inspeksi : bentuk abdomen datar
Auskultasi : bisung usus (+) normal
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepatomegali (-)
splenomegali (-)
Perkusi : timpani di ke-4 kuadran abdomen
Ekstremitas : akral hangat, edema (-), sianosis (-), CRT < 2 detik

Pemeriksaan Neurologis
• Fungsi Luhur
Orientasi : baik
Gangguan bicara dan bahasa : normal, tidak ditemukan adanya afasia
motorik atau sensorik
Daya ingat : baik
• Rangsang Meningeal
Kaku kuduk : (-)
Brudzinsky I : (-)
Brudzinsky II : (-)
Brudzinsky III : (-)

3
Brudzinsky IV : (-)
Kernig : > 135° / > 135°
Saraf Kranialis
PEMERIKSAAN DEXTRA SINISTRA
Nervus Olfactorius (N. I)
Daya penghidu Normosmia Normosmia
Nervus Opticus (N. II)
Visus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Lapang pandang Normal Normal
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Nervus Occulomotorius (N. III)
Ptosis (-) (-)
Gerak mata ke superior (+) (+)
Gerak mata ke inferior (+) (+)
Gerak mata ke medial (+) (+)
Pupil (bentuk & ukuran) Bulat, Ø 3 mm Bulat, Ø 3 mm
Refleks cahaya langsung (+) (+)
Refleks cahaya tak langsung (+) (+)
Strabismus divergen (-) (-)
Nervus Trochlearis (N. IV)
Gerak mata ke lateroinferior (+) (+)
Strabismus konvergen (-) (-)
Nervus Trigeminus (N. V)
Sensorik (cabang
ophtalmicus, maxillaris, Normal Normal
mandibularis)
Motorik (membuka mulut,
menggerakan rahang, Normal Normal
menggigit)
Nervus Abducens (N. VI)
Gerak mata ke lateral (+) (+)
Strabismus konvergen (-) (-)

4
Nervus Fascialis (N. VII)
Kerutan kulit dahi Simetris Simetris
Mengangkat alis Simetris Simetris
Sulcus nasolabialis Normal Mendatar
Menggembungkan pipi Normal Mendatar
Menyeringai Normal Simetris
Nervus Vestibulo-Cochlearis (N. VIII)
Test pendengaran Dalam batas normal Dalam batas normal
Test penala Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Test romberg Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Nistagmus (-) (-)
Nervus Glossopharyngeus (N. IX)
Palatum molle Simetris
Arkus faring Simetris
Uvula Ditengah
Disfagia (-)
Disfonia (-)
Nervus Vagus (N. X)
Arkus faring Simetris
Bersuara (+)
Menelan (+)
Nervus Accesorius (N. XI)
Menoleh kanan-kiri Normal Normal
Mengangkat bahu Normal Normal
Nervus Hipoglossus (N. XII)
Lidah saat di dalam Ditengah, fasikulasi (-), tremor (-)
Lidah saat dijulurkan Ditengah
Disartria (-)

5
• Pemeriksaan Motorik
Trofi otot : Eutrofi Eutrofi
Eutrofi Eutrofi
Tonus otot : Normotonus Normotonus
Normotonus Normotonus
Kekuatan : 5 5-
5 5-

Pemeriksaan Sensorik : + +
+ +

• Refleks Fisiologis
Biceps :+/+
Triceps :+/+
Patella :+/+
Achilles :+/+

• Refleks Patologis
Hoffman-Tromner : - / - Rosolimo :-/-
Babinski :-/- Mendel-Bechterew :-/-
Chaddock :-/- Gonda :-/-
Oppenheim :-/- Stransky :-/-
Gordon :-/- Klonus paha :-/-
Schaefer :-/- Klonus kaki :-/-
Bing :-/-

• Pemeriksaan Tambahan
Tulang belakang : normal
Laseque : > 70° / > 70°
Test Patrick :-/-
Test Kontra-Patrick :-/-

6
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Laboratorium
Hematologi Nilai Normal 03/03/2020 04/03/2020
Hemoglobin (g/dL) 11,7 – 15,5 10,9 (L)
Hematrokrit (%) 35 – 47 32,7 (L)
Leukosit (ribu/µL) 3,6 – 11 6,4
Eritrosit (juta/µL) 4,2 – 5,4 4,17 (L)
Trombosit (ribu/µL) 150 – 400 273
MCV (fl) 80 – 100 78,4 (L)
MCH (pg/ml) 26 – 34 26,1
MCHC (g/dl) 32 – 36 33,3
Hitung Jenis Leukosit Nilai Normal 03/03/2020
Neutrofil (%) 50,0 - 70,0 59,40
Limfosit (%) 25,0 - 40,0 24,50 (L)
Monosit (%) 2,0 - 8,0 7,20
Eosinofil (%) 2-4 8,00 (H)
Basofil (%) 0-1 0,90
Kimia Klinik Nilai Normal 03/03/2020 04/03/2020
GDS (mg/dL) 70 - 160 233 (H) 226 (H)
Ureum (mg/dL) 10 - 50 53,0 (H)
Kreatinin (mg/dL) 0,6 - 1,2 1,39 (H)
Natrium (mmol/L) 135 - 155 140,4
Kalium (mmol/L) 3,6 - 5,5 4,36
Chlorida (mmol/L) 95 - 108 105,7
GDP (mg/dL) 70 - 100 172 (H)
Cholesterol Total (mg/dL) < 200 323 (H)
Trigliserida(mg/dL) 0 - 150 158 (H)
Uric Acid (mg/dL) 2,4 - 7,0 6,9
HDL (mg/dL) 45 – 65 43 (L)
LDL (mg/dL) 0 - 150 248 (H)

7
• EKG

Kesan : Atrial Fibrilasi

• CT Scan Kepala Tanpa Kontras (3/3/2020)

Kesan : Infark lakuner pada thalamus kanan.

8
VI. TATALAKSANA
• Medikamentosa
o Infus Asering 20 tpm
o Inj. Piracetam 4 x 3 gr
o Inj. Citicolin 2 x 500 mg
o Inj. Esola 1 x 1
o Aspilet 1 x 80 mg
o Metformin 2 x 500 mg
o Glimepiride 1 x 2 mg
o Simvastatin 1 x 20 mg
o Amlodipine 1 x 5 mg

• Non-medikamentosa
o Komunikasi dan informasikan kepada pasien dan keluarga pasien
mengenai penyakit pasien dan penanganannya.
o Edukasi kepada keluarga pasien untuk tetap memantau keadaan pasien.
o Edukasi pasien untuk teratur meminum obat.
o Edukasi pasien tentang mengurangi kebiasaan makanan berlemak dan
santan, serta mengurangi makan yang terlalu manis.
o Rutin kontrol tekanan darah, gula darag dan kolestrol.
o Edukasi untuk melakukan fisioterapi.

VII. PROGNOSIS
• Ad vitam : dubia
• Ad sanationam : dubia
• Ad functionam : dubia

10
TINJAUAN PUSTAKA
STROKE NON HEMORAGIK / STROKE ISKEMIK

A. Definisi
Stroke adalah suatu keadaan hilangnya sebagian atau seluruh fungsi
neurologis (defisit neurologik fokal atau global) yang terjadi secara mendadak,
berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian, yang semata-mata
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak karena berkurangnya suplai darah
(stroke iskemik) atau pecahnya pembuluh darah secara spontan (stroke
hemoragik).1
Stroke non hemoragik sekitar 85% terjadi akibat obstruksi atau bekuan di
satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebral. Obstruksi dapat disebabkan oleh
bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh
organ distal. Trombus yang terlepas dapat menjadi embolus.2

B. Epidemiologi3
Stroke merupakan penyakit kegawatdaruratan neurologis yang bersifat akut dan
salah satu penyebab kecacatan dan kematian tertinggi. Di Indonesia, stroke
merupakan penyebab kematian tertinggi berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar
tahun 2007, yaitu 15,4%. Data Indonesia Stroke Registry tahun 2012-2013
mendapatkan sebanyak 20,3% kematian pada 48 jam pertama pasca stroke.
Berdasarkan RISKESDAS Kementrian Kesehatan tahun 2013, prevalensi
stroke di Indonesia meningkat dari 8,3% dari tahun 2007 menjadi 12,1% pada tahun
2013. Prevalensi stroke meningkat seiring bertambahnya usia, dengan puncaknya
pada usia > 75 tahun.
Presentase stroke iskemik lebih tinggi dibandingkan dengan stroke hemoragik.
Laporan American Heart Association (AHA) tahun 2016 mendapatkan stroke
iskemik mencapai 87% serta sisanya adalah perdarahan pada intraserebral dan
subaraknoid. Hal ini sesuai dengan data Stroke Registry tahun 2012-2014 terhadap
5411 pasien stroke di Indonesia, mayoritas adalah stroke iskemik (67%). Adapun
angka kematian akibat stroke iskemik (11.3%) relative lebih kecil dibandingkan
stroke hemoragik (17,2%).

11
C. Etiologi
Penyebab terjadinya stroke non hemoragik antara lain adalah:
1. Trombosis3,4
Trombus terjadi karena adanya proses aterosklerosis pada arcus
aorta, arteri karotis, maupun pembuluh darah serebral. Proses ini diawali
oleh cedera endotel dan inflamasi yang mengakibatkan terbentuknya
plak pada dinding pembuluh darah. Plak akan berkembang semakin
lama semakin tebal dan sklerotik. Trombosit kemudian akan melekat
pada plak serta melepaskan faktor-faktor yang menginisiasi kaskade
koagulasi dan pembentukan thrombus.
Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisitemia, anemia
sickle sel, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan
vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan migrain. Setiap
proses yang menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat
menyebabkan terjadinya stroke trombotik (contohnya trauma, diseksi
aorta thorasik, arteritis).
2. Emboli3,5
Trombus dapat lepas dan menjadi embolus atau tetap pada lokasi asal
dan menyebabkan oklusi dalam pembuluh darah tersebut. Emboli
merupakan bagian dari trombus yang terlepas dan menyumbat
pembuluh darah di bagian yang lebih distal.
Daerah yang paling sering menjadi tempat stroke emboli adalah pada
sirkulasi anterior (cabang arteri carotis interna) dan pada arteri
vertebrobasiler. Sumber emboli antara lain :
a. Emboli dapar berasal dari trombus di jantung, terutama dalam kondisi
berikut :
• Atrial fibrilasi
• Penyakit jantung rematik (mitral stenosis)
• Miokard infark
• Vegetasi pada katup jantung pada bakteri atau marantic
endokarditis
• Katup jantung prostetik

12
b. Operasi jantung terbuka atau atheromas di arteri leher atau di arkus
aorta setelah prosedur invasif pada kardiovaskular.
c. Emboli lemak, misal pada fraktur tulang panjang.
d. Emboli udara, misal pada kasus dekompresi.

D. Faktor Resiko
Faktor resiko stroke non hemoragik secara umum dibagi menjadi 2
macam, antara lain :6
a. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi
• Usia
• Jenis kelamin
• Riwayat stroke dalam keluarga
• Ras
b. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi
• Vaskuler
o Hipertensi (Tekanan darah : >140/90 mmHg)
o Merokok
• Cardiac
o Atrial fibrilasi
o Gagal jantung kongestif
o Penyakit arteri koroner
• Endokrin
o Diabetes melitus
o Postmenopause
o Pemakaian kontrasepsi oral
• Metabolik
o Dislipidemia
o Obesitas
• Hematologi
o Sicle cell disease
• Gaya Hidup
o Jarang beraktivitas

13
E. Klasifikasi
Stroke iskemik dapat dijumpai dalam 4 bentuk klinis:7
1. Serangan Iskemia Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
TIA menggambarkan suatu serangan akut defisit neurologis yang berlangsung
singkat, kurang dari 24 jam dan sembuh tanpa gejala sisa.
2. Defisit Neurologik Iskemia Sepintas/Reversible Ischemic Neurological Deficit
(RIND).
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih dari 24
jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
3. Stroke progresif (Progressive Stroke/Stroke in evolution)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
4. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Gejala klinis sudah menetap. Kasus completed stroke dimana terjadi hemiplegi
yang sudah tidak ada progresi lagi. Dalam hal ini, kesadaran tidak terganggu.

Berdasarkan subtipe penyebab:8


a. Stroke lakunar
Terjadi karena penyakit pembuluh halus hipersensitif dan menyebabkan
sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau kadang-kadang
lebih lama. Infark lakunar merupakan infark yang terjadi setelah oklusi
aterotrombotik salah satu dari cabang-cabang penetrans sirkulus Willisi, arteria
serebri media, atau arteri vertebralis dan basilaris. Trombosis yang terjadi di
dalam pembuluh-pembuluh ini menyebabkan daerah-daerah infark yang kecil,
lunak, dan disebut lacuna. Gejala-gejala yang timbul mungkin sangat berat,
bergantung pada kedalaman pembuluh yang terkena menembus jaringan
sebelum mengalami trombosis.
b. Stroke trombotik pembuluh besar
Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, saat pasien relatif mengalami
dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Gejala dan tanda akibat stroke
iskemik ini bergantung pada lokasi sumbatan dan tingkat aliran kolateral di
jaringan yang terkena. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik.

14
c. Stroke embolik
Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang
terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan defisit neurologik mendadak
dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat
pasien beraktivitas. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki risiko besar
menderita stroke hemoragik di kemudian hari.
d. Stroke kriptogenik
Biasanya berupa oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa
penyebab yang jelas walaupun telah dilakukan pemeriksaan diagnostik dan
evaluasi klinis yang ekstensif.

F. Patofisiologi3
Pada dasarnya, proses terjaidnya stroke iskemik diawali oleh adanya sumbatan
pembuluh darah oleh trombus atau emboli yang mengakibatkan sel otak
mengalami gangguan metabolisme, karena tidak mendapat suplai darah,
oksigen, dan energi. Trombus terbentuk oleh adanya proses aterosklerosis pada
arkus aorta, arteri karotis, maupun pembuluh darah serebral. Proses ini diawali
oleh cedera endotel dan inflamasi yang mengakibatkan terbentuknya plak pada
dinding pembuluh darah. Plak akan berkembang semakin lama semakin tebal
dan sklerotik. Trombosit kemudian akan melekat pada plak serta melepaskan
faktor-faktor koagulasi dan pembentukan trombus.
Trombus dapat menyebabkan terjadinya oklusi dalam pembuluh darah
tersebut. Emboli merupakan bagian dari trombus yang terlepas dan menyumbat
pembuluuh darah di bagian yang lebih distal. Bila proses ini berlanjut, akan
terjadi iskemia jaringan otak yang menyebabkan kerusakan yang bersifat
sementara atau menjadi permanen yang disebut infark.
Disekeliling area sel otak yang mengalami infark biasanya hanya
mengalami gangguan metabolisme dan gangguan perfusi yang bersifat
sementara yang disebut penumbra. Daerah ini masih bisa diselamatkan jika
dilakukan reperfusi segera, sehingga mencegah kerusakan sel yang lebih luas,
yang berarti mencegah kecacatan dan kematian. Namun jika penumbra tidak
diselamatkan, maka akan menjadi daerah infark. Infark tersebut bukan saja
disebabkan oleh sumbatan, tetapi juga akibat inflamasi, gangguan sawar darah

15
otak, zat neurotoksik akibat hipoksia, menurunnya aliran darah mikrosirkulasi
kolateral, dan tatalaksana untuk reperfusi.
Pada daerah di sekitar penumbra, terdapat berbagai tingkatan kecepatan
aliran darah serebral atau cerebral blood flow. Aliran pada jaringan otak normal
adalah 40-50 cc/100 gram otak/menit, namun pada daerah infark tidak ada
aliran sama sekali. Pada daerah yang dekat dengan infark CBF adalah sekitar
10 cc/100 gram otak/menit. Daerah ini disebut juga sebagai sel dengan ambang
kematian sel, oleh karena sel otak tidak dapat hidup bila CBF dibawah 5 cc/100
gram otak/menit.
Pada daerah yang lebih jauh dari infark, didapatkan CBF sekitar 20 cc/100
gram otak/menit. Pada daerah ini aktivitas listrik neuronal terhenti dan struktur
intrasel tidak terintegrasi dengan baik. Sel di daerah tersebut memberikan
kontribusi pada terjadinya deficit neurologis, namun memberikan respons yang
baik jika dilakukan terapi optimal.
Bagian yang lebih luar mendapatkan CBF 30-40 cc/100 gram otak/menit,
yang disebut dengan daerah oligemia. Bagian terluar adalah bagian otak yang
normal. Bagian ini mendapatkan CBF 40-50 cc/100 gram otak/menit. Bila
kondisi penumbra tidak ditolong secepatnya maka tidak menutup kemungkinan
daerah yang mendapat aliran darah dengan kecepatan kurang tadi akan berubah
menjadi daerah yang infark dan infark yang terjadi akan semakin luas.
Pada daerah yang mengalami iskemia, terjadi penurunan kadar adenosine
triphosphate (ATP), sehingga terjadi kegagalan pompa kalium dan natrium
serta peningkatan kadar laktat intraseluler. Kegagalan pompa kalium dan
natrium menyebabkan depolarisasi dan peningkatan pelepasan neurotransmitter
glutamat.
Depolarisasi meningkatkan kadar kalsium intraseluler, sedangkan
glutamate yang dilepaskan akan berikatan dengan reseptor glutamat, yakni N-
metil-D-aspartat (NMDA) dan AMPA, yang selanjutnya akan menyebabkan
masuknya kalsium intraseluler. Dengan demikian, hal tersebut semakin
meningkatkan kalsium intraseluler. Kalsium intraseluler memicu terbentuknya
radikal bebas, nitrit oksida, inflamasi, dan kerusakan DNA melalui jalur seperti

16
kalsium ATPase, calcium-dependent phospholipase, protease, endonuklease,
dan kaspase yang keseluruhannya berkontribusi terhadap kematian sel.

G. Manifestasi Klinis7,9,10
Perdarahan yang terjadi pada otak sebagian besar disuplai oleh 2 sistem
vaskuler yaitu sistem karotis dan sistem vertebrobasilar. Pembuluh darah utama
adalah arteri carotis communis yang mempercabangkan arteri karotis eksterna
dan arteri karotis interna yang akan banyak memperdarahi daerah intrakranial
terutama hemisferium serebri.
Gejala-gejala neurologi yang timbul biasanya bergantung pada arteri
yang tersumbat.
a. Gejala pada penyumbatan arteri karotis interna
• Amaurosis fugaks
• Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa
lisan (afasia) bila gangguan terletak pada sisi dominan.
• Hemiparesis kontralateral yang dapat disertai sindrom
Horner pada sisi sumbatan.
b. Gejala pada penyumbatan arteri serebri anterior
• Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih
menonjol.
• Gangguan mental.
• Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh.
• Dapat terjadi kejang-kejang.
c. Gejala pada penyumbatan arteri serebri media
• Bila sumbatan berada pada pangkal arteri, terjadi kelumpuhan
yang lebih ringan.
• Bila sumbatan tidak pada pangkal, maka gejala pada lengan
akan lebih menonjol.
• Gangguan saraf sensorik pada satu sisi tubuh.
• Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (afasia)
d. Gejala pada penyumbatan arteri serebri posterior
• Koma

17
• Hemiparesis kontra lateral.
• Aleksia
e. Gejala pada penyumbatan sistem vertebrobasiler
• Kelumpuhan pada satu sampai keempat ekstremitas.
• Meningkatnya refleks fisiologis.
• Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh.
• Gejala-gejala serebelum seperti pusing berputar.
• Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia)
• Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara
sehingga pasien sulit bicara (disatria)
• Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan
kesadaran secara lengkap (strupor), koma, pusing, gangguan
daya ingat, kehilangan daya ingat terhadap lingkungan
(disorientasi)
• Gangguan penglihatan, seperti penglihatan ganda (diplopia),
nistagmus, ptosis, kebutaan setengah lapang pandang pada
belahan kanan atau kiri kedua mata (Hemianopia homonim)
• Gangguan pendengaran
• Rasa kaku di wajah, mulut atau lidah
Bila lesi di kortikal, akan terjadi gejala klinik seperti afasia, gangguan
sensorik kortikal, muka dan lengan lumpuh atau tungkai lebih lumpuh, eye
deviation, hemiparesis yang disertai kejang.
Bila lesi pada subkortikal, akan timbul tanda seperti: muka, lengan dan
tungkai sama berat lumpuhnya, dystonic posture, gangguan sensoris nyeri dan
raba pada muka lengan dan tungkai (tampak pada lesi di thalamus). Bila
disertai hemiplegia, lesi pada kapsula interna.
Bila lesi di batang otak, gambaran klinis berupa: hemiplegia alternans,
tanda-tanda serebelar, nistagmus, gangguan pendengaran, gangguan sensoris,
disartria, gangguan menelan, deviasi lidah.
Bila topis di medulla spinalis, akan timbul gejala seperti: gangguan
sensoris dan keringat sesuai tingakt lesi, gangguan miksi dan defekasi.

18
H. Diagnosis
1. Anamnesis
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami defisit
neurologi akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat kesadaran. Tidak
terdapat tanda atau gejala yang dapat membedakan stroke hemoragik dan non
hemoragik meskipun gejala seperti mual muntah, sakit kepala dan perubahan
tingkat kesadaran lebih sering terjadi pada stroke hemoragik. Beberapa gejala
umum yang terjadi pada stroke meliputi hemiparese, monoparese, atau tetraparese,
hilangnya penglihatan monokuler atau binokuler, diplopia, disartria, ataksia,
vertigo, afasia, atau penurunan kesadaran tiba-tiba. Meskipun gejala-gejala tersebut
dapat muncul sendiri namun umumnya muncul secara bersamaan. Penentuan waktu
terjadinya gejala-gejala tersebut juga penting untuk menentukan perlu tidaknya
pemberian terapi trombolitik.
Kriteria diagnosis :6
1. Onset yang tiba-tiba
2. Keterlibatan sistem saraf pusat
Lokasi keterlibatan ditentukan oleh tanda dan gejala, digambarkan lebih
tepat oleh pemeriksaan neurologis, dan dikonfirmasi oleh CT Scan atau
MRI.
3. Durasi
Definisi klasik dari stroke mengharuskan defisit neurologis bertahan
selama setidaknya 24 jam untuk membedakan stroke dari serangan
Transient Ischaemic Attack.
4. Merupakan penyebab vaskuler.

Beberapa faktor dapat mengganggu dalam mencari gejala atau onset stroke
seperti:4
• Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak didapatkan
hingga pasien bangun (wake up stroke).
• Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari
pertolongan.
• Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.

19
• Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti kejang,
infeksi sistemik, tumor serebral, subdural hematom, ensefalitis, dan
hiponatremia.

2. Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke
ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai stroke,
dan menentukan beratnya defisit neurologi yang dialami. Pemeriksaan fisik harus
mencakup pemeriksaaan kepala dan leher untuk mencari tanda trauma dan infeksi.
Pemeriksaan juga dilakukan untuk mencari faktor resiko stroke seperti obesitas,
hipertensi, kelainan jantung, dan lain-lain.4

3. Pemeriksaan Neurologi
Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi gejala stroke,
memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki gejala seperti stroke, dan
menyediakan informasi neurologi untuk mengetahui keberhasilan terapi.
Komponen penting dalam pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan status
mental dan tingkat kesadaran, pemeriksaan nervus kranial, fungsi motorik dan
sensorik, fungsi serebral, gait, dan refleks tendon profunda. Tengkorak dan tulang
belakang pun harus diperiksa dan tanda-tanda meningismus pun harus dicari.
Adanya kelemahan otot wajah pada stroke harus dibedakan dengan Bell’s palsy di
mana pada Bell’s palsy biasanya pasien yang tidak mampu mengangkat alis atau
mengerutkan dahinya.4,11
4. Pemeriksaan Penunjang
a. CT scan (Computer Tomografi Scan)
Modalitas ini dapat membedakan stroke hemoragik dan stroke non
hemoragik secara tepat dan cepat karena pasien stroke non hemoragik
memerlukan pemberian trombolitik sesegera mungkin. Selain itu, pemeriksaan
ini juga berguna untuk menentukan distribusi anatomi dari stroke dan
menyingkirkan diagnosis banding stroke (hematoma, neoplasma, abses).
b. MRA (Magnetik Resonan Angiografi)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi lebih
awal pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan pemeriksaan MRI

20
lainnya memerlukan biaya yang tidak sedikit serta waktu pemeriksaan yang
agak panjang.
c. Angiografi serebral
Angiografi serebral dapat membantu untuk menentukan penyebab stroke
secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
d. Pemeriksaan foto thoraks
Pemeriksaan foto thoraks dapat memperlihatkan keadaan jantung,
apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda
hipertensi kronis pada penderita stroke.
e. Elektrokardiografi
Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk melihat ada atau tidaknya
miokard infark, aritmia, atrial fibrilasi yang dapat menjadi faktor resiko
pada stroke.
f. Echokardiografi
Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk melihat ada atau tidaknya
kelainan jantung yang dapat menyebabkan stroke emboli.
g. USG
USG dapat digunakan untuk mendeteksi adanya stenosis atau oklusi pada
arteri karotis interna.
h. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah yang dapat dilakukan mencakup pemeriksaan darah
lengkap, kolesterol, serta pemeriksaan gula darah.5,12

I. Penatalaksanaan
Terapi pada stroke iskemik dibedakan menjadi fase akut dan pasca fase akut:7
1. Fase Akut (hari ke 0 – 14 sesudah onset penyakit)
Sasaran pengobatan pada fase ini adalah menyelamatkan neuron yang
menderita jangan sampai mati dan agar proses patologik lainnya yang menyertai
tidak mengganggu/mengancam fungsi otak. Tindakan dan obat yang diberikan
harus menjamin kecukupan perfusi darah ke otak. Karena itu dipelihara fungsi
optimal:7
• Respirasi : jalan napas harus bersih dan longgar

21
• Jantung : harus berfungsi baik, bila perlu pantau EKG
• Tekanan darah : dipertahankan pada tingkat optimal, dipantau jangan
sampai menurunkan perfusi otak
• Gula darah : kadar gula yang tinggi pada fase akut tidak boleh
diturunkan secara drastis, terutama bila pasien memiliki
diabetes mellitus kronis.
• Balans cairan : bila pasien dalam keadaan gawat atau koma balans
cairan, elektrolit, dan asam basa darah harus dipantau.
Penggunaan obat untuk memulihkan aliran darah dan metabolisme otak yang
menderita di daerah iskemi (ischemic penumbra) masih menimbulkan perbedaan
pendapat. Obat-obatan yang sering dipakai untuk mengatasi stroke iskemik akut:13
a. Mengembalikan perfusi otak
• Terapi Trombolitik
Penggunaan Recombinant Tissue Plasminogen Activator (rt-PA) di
Amerika Serikat telah mendapat pengakuan FDA pada tahun 1996. rt-PA
diberikan secara intravena mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu
enzim proteowillitik yang mampu menghidrolisis fibrin, fibrinogen dan
protein pembekuan lainnya. Pada penelitian NINDS (National Institute of
Neurological Disorders and Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA diberikan
dalam waktu kurang dari 3 jam setelah onset stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg
(maksimal 90 mg) dan 10% dari dosis tersebut diberikan secara bolus IV
sedang sisanya diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah
pemberian rt-PA didapati pasien tidak mengalami cacat atau hanya
minimal. Efek samping dari rt-PA ini adalah perdarahan intraserebral,
yang diperkirakan terjadi pada sekitar 6% penderita.
• Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang
mengancam. Antikoagulan tidak banyak berarti bila stroke telah terjadi,
baik stroke akibat infark lakuner atau infark masif dengan hemiplegia.
Keadaan yang memerlukan penggunaan heparin adalah trombosis arteri
basilaris, trombosis arteri karotis dan infark serebral akibat kardioemboli.

22
Pada keadaan yang terakhir ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan
intraserebral karena pemberian heparin tersebut.13
• Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)
a. Aspirin
Obat ini menghambat siklooksigenase, dengan cara menurunkan
sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi
seperti thromboxane A2. Aspirin merupakan obat pilihan untuk
pencegahan stroke. Dosis yang dipakai bermacam-macam, mulai dari
50 mg/hari, 80 mg/hari sampai 1.300 mg/hari. Obat ini sering
dikombinasikan dengan dipiridamol. Aspirin harus diminum terus,
kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan. Konsentrasi puncak tercapai
2 jam sesudah diminum. Obat ini cepat diabsorpsi namun konsentrasi
di otak rendah. Hidrolisis ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi tetap
aktif. Ikatan protein plasma: 50-80%. Waktu paruh (half time) plasma
4 jam. Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic acid dan
glycine). Diekskresikan melalui ginjal. Sekitar 85% obat yang
diberikan dibuang lewat urin pada suasana alkalis. Reaksi yang
merugikan, yaitu nyeri epigastrik, muntah, perdarahan,
14
hipoprotrombinemia, dan sindrom Reye.

b. Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)


Pasien yang tidak tahan terhadap aspirin atau gagal dengan terapi
aspirin, dapat menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini
bereaksi dengan mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan
granul platelet, mengganggu fungsi membran platelet dengan
penghambatan ikatan fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh ADP
dan antraksi platelet-platelet. Berdasarkan sejumlah studi terhadap
terapi tiklopidin, dapat disimpulkan bahwa efikasi tiklopidin lebih baik
daripada plasebo, aspirin maupun indofen dalam mencegah serangan
ulang stroke iskemik. Efek samping tiklopidin adalah diare (12,5
persen) dan neutropenia (2,4 persen). Efek samping akan hilang bila
obat dihentikan. Perlu pemanantauan jumlah sel darah putih setiap 15

23
hari selama 3 bulan. Komplikasi yang lebih serius, tetapi jarang, adalah
purpura trombositopenia trombotik dan anemia aplastik.14

b. Anti-oedema otak
Untuk anti-oedema otak dapat diberikan gliserol 10% melalui infus
1gr/kgBB/hari selama 6 jam atau dapat diganti dengan manitol 10%.

c. Neuroprotektif
Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan neuron yang
iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan memperbaiki fungsi sel
yang terganggu akibat oklusi dan reperfusi.14

2. Fase Pasca Akut


Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititiberatkan pada tindakan
rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.7
a. Rehabilitasi
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun, maka
yang paling penting pada masa ini adalah upaya membatasi sejauh mungkin
kecacatan penderita, fisik dan mental, dengan fisioterapi, terapi wicara, dan
psikoterapi.7
b. Terapi preventif
Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru sroke,
dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor resiko stroke
seperti:
• Mengontrol tekanan darah pada penderita hipertensi.
• Mengontrol kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus.
• Menghindari faktor risiko stroke, seperti rokok, alkohol, obesitas, dll.
• Melakukan olahraga secara teratur.7

24
DAFTAR PUSTAKA
1. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). Standar
pelayanan medik (SPM).
2. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit
jilid 2. Jakarta: EGC, 2006; hal. 1110-19.
3. Aninditha T, Wiratman W. Buku ajar neurologi. Jilid 1. Jakarta:
Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2017.
4. Hassmann KA. Stroke, ischemic. [Online]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/793904-overview
5. Munir B. Buku Neurologi Dasar. Jakarta : Sagung seto; 2015.
6. Aminoff MJ, Greenberg DA, Simon RP. Clinical neurology. 9th ed.
7. Aliah A, Kuswara FF, Limoa RA, Wuysang G. Gambaran umum tentang
gangguan peredaran darah otak. Dalam: eds. Harsono. Kapita Selekta
Neurologi. Edisi ke-2. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press; 2005.
h.81-82.
8. Anonim. Mekanisme gangguan vaskular susunan saraf. Dalam: eds.
Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Penerbit Dian
Rakyat; 2004. h. 274-8.
9. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Gangguan Peredaran Darah
Otak. Buku Ajar Neurologi Klinis. Universitas Gajah Mada. 1996. 59-107.
10. Smith W S, English J D, Johnston S C. 2005. Cerebrovasculas Diesases. In:
Hauser S L, et all, ed 2nd Edition Harrison’s Neurology in Clinical
Medicine. New York: McGraw-Hill, 246-281.
11. D. Adams. Victor’s. Cerebrovasculer diseases in Principles of Neurology 8
th Edition. McGraw-Hill Proffesional. 2005. Hal: 660-67
12. Feigin, Valery. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan
Pemulihan Stroke. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. 2006.
13. Majalah Kedokteran Atma Jaya Vol. 1 No. 2 September 2002. Hal: 158-67.
14. Wibowo, Samekto. Gofir, Abdul. Farmakoterapi stroke prevensi primer dan
prevensi sekunder dalam Farmakoterapi dalam Neurologi. Penerbit
Salemba Medika. Hal: 53-73.

25

Anda mungkin juga menyukai