Anda di halaman 1dari 34

PRESENTASI KASUS ILMU NEUROEMERGENCY

MYELOPATI TORAKAL EC SUSPEK METASTASIS


MEDULA SPINALIS

Disusun Oleh :
Chitra Asfrita Nasution (01073170116)
Hanny Puspitasari (01073170

Pembimbing :
dr. Evlyne Erlyana Suryawijaya Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK NEUROEMERGENCY


PERIODE 11 NOVEMBER – 7 DESEMBER 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
SILOAM HOSPITAL LIPPO VILLAGE – RUMAH SAKIT UMUM SILOAM
LIPPO KARAWACI
TANGERANG
BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Jenis Kelamin : Laki - laki
Tanggal Lahir : 1 Februari 1968 (51 tahun)
Status Perkawinan : Sudah menikah
Agama : Islam
Alamat : Tangerang
Pekerjaan : Supir truk
No. Rekam Medis : 00-54-04-XX

Tanggal Masuk Rumah Sakit : 15 September 2019 pukul 21.16


Tanggal Pemeriksaan : 15 September 2019 pukul 22.00

PRIMARY SURVEY
Airway :
Jalan napas baik, benda asing (-), sekret (-), darah (-)
Breathing :
Spontan, RR 18x/menit, reguler, dalam, pergerakan dada statis dan dinamis +/+
simestris, SpO2 98% room air.
Circulation :
Tekanan Darah 110/70 mmHg, nadi 105 x/menit, reguler, isi cukup, kuat angkat,
CRT < 2 detik, akral hangat
Disability :
GCS E4M6V5, dengan pupil bulat, isokor 3mm/3mm. RCL +/+, RCTL +/+.
Exposure :
Temp 37,5 C
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 15 September 2019 pukul
22.00 WIB.

Keluhan Utama : Nyeri pada tulang punggung sejak 1 bulan SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke instalasi gawat darurat (IGD) rumah sakit umum Siloam dengan
keluhan nyeri tulang punggung sejak 1 bulan SMRS. Nyeri dirasakan seperti ditusuk –
tusuk dan menjalar ke seluruh badan. Tidak ada yang memperingan dan memperberat
nyeri. Pasien juga mengatakan kedua tungkai bawah terasa lemah sejak 2 bulan yang
lalu dan kemudian tidak dapat digerakkan sama sekali sejak 2 minggu yang lalu. Pasien
juga mengatakan kedua kakinya terasa baal sejak 2 minggu yang lalu. Pasien juga
mengeluhkan sering tidak dapat menahan buang air kecil dan buang air besar sejak 2
minggu yang lalu. Keluhan batuk, demam, penurunan berat badan yang drastis, dan
keringat malam tidak ada. Riwayat jatuh sebelumnya juga tidak ada.

Riwayat Penyakit Terdahulu


Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Pasien memiliki
riwayat spindle cell sarcoma (fibrosarcoma) grade II pada tahun 2013 dan menjalani
operasi fibrosarcomanya tahun 2013 dan 2016. Riwayat operasi hemoroid pada 2
minggu yang lalu. Riwayat tekanan darah tinggi, kencing manis, penyakit jantung, asma,
TB paru dan ekstraparu tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada yang memiliki keluhan serupa pada anggota keluarga keluarga. Ayah
pasien memiliki riwayat stroke dan hipertensi. Riwayat kencing manis, jantung,
keganasan, batuk lama, serta minum obat selama 6 bulan tidak ada.

3
Riwayat Sosial/ Kebiasaan/ Pola Hidup
Pasien merupakan seorang ayah dan suami, tinggal bersama 4 anggota keluaga
lainnya. Pasien bekerja sebagai supir truk. Pasien merokok ±10 batang per hari selama
20 tahun dan berhenti sejak tahun 2013. Tidak minum alkohol ataupun menggunakan
NAPZA.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum : Tampak Sakit Berat
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 105 x/menit, reguler, kuat angkat, simetris
Pernafasan : 18 x/menit, reguler, dalam
Suhu : 37.5ºC
SpO2 : 98% room air

Status Generalis
Kepala Normocephali, bekas luka (-), jejas trauma (-), massa (-)
Mata Pupil bulat, isokor (3mm/3mm), RCL +/+, RCTL +/+, Konjunctiva anemis
(-/-), Sklera ikterik (-/-)
THT Bentuk dalam batas normal, tidak ada sekret, darah, atau cairan yang keluar
dari telinga maupun hidung
Leher Pembesaran getah bening, bruit carotis (-)
Thorax Bentuk dada normal simetris, retraksi (-), bekas luka (-), bekas operasi (-)
Paru I : Pergerakan dada simetris +/+
P : Taktil vokal fremitus tidak dapat dilakukan, chest expansion +/+ simetris.
P : Sonor pada kedua lapang paru
A : Ves +/+, Rh -/-. Wh -/-
Jantung Ictus cordis tidak terlihat, tidak teraba.
Auskultasi : S1 S2 (+), murmur (-), gallop (-)
Abdomen I : permukaan abdomen datar, massa (-)
A : bising usus (+) 16x/menit, bruit (-)
P : timpani pada seluruh lapang abdomen

4
P : supel, nyeri tekan (-)
Punggung Dalam batas normal
Ekstremitas Akral hangat, CRT <2 detik, sianosis (-), edema (-), eritema (-)

Status Neurologis
GCS = 15 (E4 M6 V5)

Tanda Rangsang Meningeal


Kaku Kuduk (-)
Laseque > 70º > 70º
Kerniq > 135º > 135º
Brudzinski I (-) (-)
Brudzinski II (-) (-)

Saraf Kranialis
Saraf Kranialis Kanan Kiri
Nervus I
Gangguan penghidu Dalam batas normal
Nervus II
Visus >3/60 >3/60
Lapang Pandang Sama dengan pemeriksa
Warna Normal
Fundus Tidak dilakukan
Nervus III, IV, VI
Sikap Bola Mata Orthotrophia
Celah Palpebra Dalam batas normal
Pupil : ukuran, bentuk Isokor, 3 / 3 mm
Refleks Cahaya Langsung + +
Refleks Cahaya tidak + +
langsung
Nystagmus - -
Pergerakan Bola Mata Normal, tidak ada tahanan ke Normal, tidak ada tahanan ke
segala arah segala arah

5
Nervus V
Motorik
Inspeksi eutrofi eutrofi
Palpasi Kontraksi m. massater dan temporal baik
Membuka mulut
Baik dan simetris
Gerakan rahang
Sensorik
Sensibilitas V1
Sensibilitas V2 Dalam batas normal
Sensibilitas V3
Refleks kornea (+) (+)
Nervus VII
Sikap mulut istirahat Normal Normal
Angka alis, kerut dahi,
Normal Normal
tutup mata dengan kuat
Kembung pipi Simetris Simetris
Menyeringai Simetris Simetris
Rasa kecap 2/3 anterior Dalam batas normal
lidah
Kesan parese (-)
Nervus VIII
Nervus Cochlearis
Suara bisikan Normal, sama kanan dan kiri
Rinne
Weber Tidak dilakukan
Schwabach
Nervus vestibularis
Nistagmus (-) (-)
Romberg test
Tandem gait Tidak dapat dinilai
Fukuda
Past pointing test Normal Normal
Nervus IX, X

6
Arkus Faring Simetris
Uvula Di tengah
Disfoni Tidak ada
Disfagia Tidak ada
Refleks Faring Normal
Nervus XI
Sternocleidomastoideus Dalam batas normal
Nervus XII
Sikap lidah didalam
Deviasi Tidak ada
Atrofi Tidak ada
Fasikulasi Tidak ada
Menjulurkan lidah Tidak ada deviasi
Kekuatan lidah Dalam batas normal
Kesan parese saraf kranialis (-)

Pemeriksaan Motorik
Eutrofi Eutrofi
Inspeksi : Atrofi
Eutrofi Eutrofi
Negatif Negatif
Inspeksi : Fasikulasi
Negatif Negatif
Normotonus Normotonus
Palpasi : Tonus
Normotonus Normotonus
Negatif Negatif
Gerakan involunter
Negatif Negatif
5555 5555
Kekuatan otot
0000 0000

Refleks Motorik
Refleks fisiologis Refleks patologis
Biceps : +2/+2 Babinski : -/-
Triceps : +2/+2 Chaddock: -/-
Brachioradialis : +2/+2 Oppenheim: -/-

7
KPR : +1/+1 Gordon : -/-
APR : +1/+1 Schaffer : -/-

Pemeriksaan Sensorik
Ekstroseptif
Kanan Kiri
Raba & Nyeri Gangguan sensibilitas T7 kebawah
Suhu
Proprioseptif
Posisi sendi Gangguan sensibilitas T7 kebawah
Getar
Kesan: Gangguan sensibilitas dari T7 kebawah

Pemeriksaan Koordinasi
- Tes tunjuk hidung : Normal/Normal
- Tes tumit lutut : Tidak dapat dinilai
- Disdiadokokinesis : -/-

Fungsi otonom
- Miksi : Inkontinensia urin
- Defekasi : Inkontinensia alvi
- Sekresi keringat : Dalam batas normal

Fungsi luhur
Pemeriksaan MMSE : tidak terdapat gangguan kognitif

IV. RESUME
Pasien laki - laki datang ke IGD RSUS dengan keluhan nyeri punggung sejak 1
bulan SMRS. Nyeri dirasakan seperti ditusuk – tusuk. Sejak 2 bulan yang lalu, kedua
tungkai pasien melemah dan 2 minggu yang lalu, tidak bisa digerakkan dan terasa baal,
lalu setelah itu pasien juga mengatakan sering mengompol dan sulit menahan buang air

8
besar. Pasien memiliki riwayat fibrosarcoma grade II tahun 2013 dan telah menjalani
operasi tahun 2013 dan 2016. Pasien juga memiliki riwayat operasi hemorrhoid pada 2
minggu yang lalu.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan kesadaran pasien composmentis dengan GCS
15 (E4M6V5). Tanda-tanda vital pada pasien dalam batas normal. Pada pemeriksaan
neurologis yang bermakna terdapat kesan paraplegia inferior, hiporefleks dan gangguan
sensibilitas setinggi T7 kebawah.

V. DIAGNOSIS
Klinis : paraplegia inferior, gangguan sensibilitas T7 ke bawah, inkontinensia
urine et alvi, hiporefleks inferior.
Topis : medulla spinalis T7
Etiologis : neoplasma dd/ infeksi
Patologis : metastasis dd/ spondilitis

VI. DIAGNOSIS KERJA (SEBELUM PENUNJANG)


Myelopathy thorakal ec susp metastasis medula spinalis

VII. DIAGNOSIS BANDING (SEBELUM PENUNJANG)


Myelopathy thorakal ec spondylitis TB

VIII. SARAN PEMERIKSAAN


 Laboratorium : Darah rutin, GDS, elektrolit, fungsi ginjal, fungsi liver, ESR/CRP,
anti-HIV serology testing.
 X-ray spine thorakolumbal AP/Lateral  MRI spine dengan kontras
 Chest X-Ray
 EKG

IX. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan X-ray spine thoracolumbal AP/Lateral (15 September 2019)

9
Kesan :
- Degenerative vertebra thoracolumbalis
- Dextroscoliosis vertebra thoracolumbalis

Pemeriksaan X-ray Thoraks PA (15 September 2019)

10
Kesan :
- TB paru aktif
- Cor dalam batas normal
- Aorta elongasi dan kalsifikasi

Pemeriksaan Lab (15/11/2019)


HEMATOLOGY
Full Blood Count
Haemoglobin 10,00 g/dL 11,70 - 15,50
Hematocrit 27,70 % 35,00 - 47,00
Erythrocyte (RBC) 3,37 10^6/µL 3,80 - 5,20
White Blood Cell (WBC) 12,62 10^3/µL 3,60 – 11,00
Differential Count
Basophil 0 % 0–1
Eosinophil 5 % 1–3
Band Neutrophil 2 % 2–6
Segment Neutrophil 73 % 50 – 70
Lymphocyte 16 % 25 – 40
Monocyte 4 % 2–8
Platelet Count 686,00 10^3/µL 150,00 – 440,00
ESR 113 mm/hours 0 – 15
MCV, MCH, MCHC
MCV 82,30 fL 80,00 – 100,00
MCH 29,70 Pg 26,00 – 34,00
MCHC 36,10 g/dL 32,00 – 36,00
BIOCHEMISTRY
SGOT - SGPT
SGOT (AST) 32 U/L 0 – 32
SGPT (ALT) 26 U/L 0 – 33
Ureum 28,0 mg/dL < 50,00
Creatinine
Creatinine 1,24 mg/dL 0,5 – 1,1
eGFR 66,9 mL/mnt/1,73 m^2
Blood Random Glucose 60,0 mg/dL < 200,0
Electrolyte (Na, K, Cl)

11
Sodium (Na) 117 mmol/L 137 – 145
Potasium (K) 5,0 mmol/L 3,6 – 5,0
Chloride (Cl) 87 mmol/L 98 – 107

X. TERAPI YANG DIBERIKAN


Terapi :
 Konsul TS SpS, Sp.PD, SpP
 IVFD NaCL 3% 500ml/24 jam
 NaCl 3 x 1 gr PO
 Methylprednisolon 3 x 125 mg IV
 Omeprazole 1 x 40mg IV
 Levofloxacin 1 x 700 mg
 Ventolin 4 x 1 resp nebulizer
 Pulmicort 2 x 1 resp nebulizer
 Alpentin 2 x 300 mg

XI. PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia Ad Malam
Ad Functionam : Malam
Ad Sanationam : Dubia Ad Malam

XII. FOLLOW UP
Tanggal Follow Up
16/11/2019 S : punggung masih terasa nyeri, sesak (+)
O : GCS = E4 M6 V5 (compos mentis),
TTV dalam batas normal (120/80mmHg, RR 20x/min, Nadi 98x/min,
Suhu 36,8 C).
Meningeal sign : dalam batas norml
Cranial nerves : dalam batas normal
Motorik:
5555 5555

12
0000 0000

Sensorik: Gangguan sensibilitas setinggi T7 kebawah

Refleks fisiologis

+2 +2

areflexia areflexia
Refleks patologis: -/-
Laboratorium :
Anti HIV (Rapid) Non reactive
A : Myelopati thorakal ec suspek metastasis medula spinalis
P : IVFD NaCL 3% 500ml/24 jam
 Methylprednisolon 3 x 125 mg IV
 Omeprazole 40mg IV
 Levofloxacin 1 x 700 mg IV
 Ventolin 4 x 1 resp nebulizer
 Pulmicort 2 x 1 resp nebulizer
 Alpentin 2 x 300 mg
Tanggal Follow Up
17/11/2019 S : punggung masih terasa nyeri, sesak (+)
O : GCS = E4 M6 V5 (compos mentis),
TTV dalam batas normal (130/80mmHg, RR 20x/min, Nadi 98x/min,
Suhu 36,8 C).
Meningeal sign : dalam batas norml
Cranial nerves : dalam batas normal
Motorik:
5555 5555
0000 0000

Sensorik: Gangguan sensibilitas setinggi T7 kebawah

Refleks fisiologis

13
+2 +2

+0 +0
Refleks patologis: -/-
Laboratorium :
Sodium (Na) 132 137 – 145
Potasium (K) 5.3 3.6 – 5.0
Chloride (Cl) 97 98 - 107
A : Myelopati thorakal ec suspek metastasis
P : IVFD NaCL 3% 500ml/24 jam
 Methylprednisolon 3 x 125 mg IV
 Omeprazole 1 x 40 mg IV
 Levofloxacin 1 x 700 mg Dexametasone 5mg IV
 Ventolin 4 x 1 resp nebulizer
 Pulmicort 2 x 1 resp nebulizer
 Alpentin 2 x 300 mg
Tanggal Follow Up
18/11/2019 S : nyeri punggung dirasakan sama
O : GCS = E4 M6 V5 (compos mentis),
TTV dalam batas normal (130/70mmHg, RR 20x/min, Nadi 98x/min,
Suhu 36,8 C).
Meningeal sign : dalam batas norml
Cranial nerves : dalam batas normal
Motorik:
5555 5555
0000 0000

Sensorik: Gangguan sensibilitas setinggi T7 kebawah

Refleks fisiologis

+2 +2

+0 +0

14
Refleks patologis: -/-
A : Myelopati thorakal ec suspek metastasis
P : Methylprednisolon 3 x 125 mg IV
 Omeprazole 1 x 40 mg IV
 Levofloxacin 1 x 700 mg Dexametasone 5mg IV
 Ventolin 4 x 1 resp nebulizer
 Pulmicort 2 x 1 resp nebulizer
 Alpentin 2 x 300 mg
Tanggal Follow Up
19/11/2019 S : nyeri masih dirasakan sama, sesak (+)
O : GCS = E4 M6 V5 (compos mentis),
TTV dalam batas normal (130/80mmHg, RR 20x/min, Nadi 98x/min,
Suhu 36,8 C).
Meningeal sign : dalam batas norml
Cranial nerves : dalam batas normal
Motorik:
5555 5555
0000 0000

Sensorik: Gangguan sensibilitas setinggi T7 kebawah

Refleks fisiologis

+2 +2

areflexia areflexia
Refleks patologis: -/-
A : Myelopati thorakal ec suspek metastasis
P : Methylprednisolon 3 x 125 mg IV
 Omeprazole 1x 40 mg IV
 Levofloxacin 1 x 700 mg IV
 Ventolin 4 x 1 resp nebulizer
 Pulmicort 2 x 1 resp nebulizer
 Alpentin 2 x 300 mg

15
Tanggal Follow Up
20/11/2019 S : tidak ada keluhan, terkadang mual
O : GCS = E4 M6 V5 (compos mentis),
TTV dalam batas normal (120/70mmHg, RR 20x/min, Nadi 92x/min,
Suhu 36.6 C).
Meningeal sign : dalam batas norml
Cranial nerves : dalam batas normal
Motorik:
5555 5555
0000 0000

Sensorik: Gangguan sensibilitas setinggi T7 kebawah

Refleks fisiologis

+2 +2

areflexia areflexia
Refleks patologis: -/-
A : Myelopati thorakal ec suspek metastasis
P : Methylprednisolon 3 x 125 mg IV
 Omeprazole 1 x 40 mg IV
 Levofloxacin 1 x 700 mg IV
 Ventolin 4 x 1 resp nebulizer
 Pulmicort 2 x 1 resp nebulizer
 Alpentin 2 x 300 mg
 NaCl caps 3 x 1 gr
Tanggal Follow Up
21/11/2019 S : tidak ada keluhan, mual dirasakan terkadang
O : GCS = E4 M6 V5 (compos mentis),
TTV dalam batas normal (130/80mmHg, RR 20x/min, Nadi 98x/min,
Suhu 36,8 C).
Meningeal sign : dalam batas norml

16
Cranial nerves : dalam batas normal
Motorik:
5555 5555
0000 0000

Sensorik: Gangguan sensibilitas setinggi T7 kebawah

Refleks fisiologis

+2 +2

areflexia areflexia
Refleks patologis: -/-
A : Myelopati thorakal ec suspek metastasis
P : Methylprednisolon 3 x 125 mg IV
 Omeprazole 1 x 40 mg IV
 Levofloxacin 1 x 700 mg IV
 Ventolin 4 x 1 resp nebulizer
 Pulmicort 2 x 1 resp nebulizer
 Alpentin 2 x 300 mg
 NaCl caps 3 x 1 gr
Tanggal Follow Up
22/11/2019 S : nyeri dirasa sama, mual dan sesak berkurang
O : GCS = E4 M6 V5 (compos mentis),
TTV dalam batas normal (130/80mmHg, RR 20x/min, Nadi 98x/min,
Suhu 36,8 C).
Meningeal sign : dalam batas norml
Cranial nerves : dalam batas normal
Motorik:
5555 5555
0000 0000

Sensorik: Gangguan sensibilitas setinggi T7 kebawah

Refleks fisiologis

17
+2 +2

areflexia areflexia
Refleks patologis: -/-
A : Myelopati thorakal ec suspek metastasis
P : Methylprednisolon 2 x 125 mg IV ( mulai tap off per 2 hari)
 Omeprazole 1 x 40 mg IV
 Levofloxacin 1 x 700 mg IV
 Ventolin 4 x 1 resp nebulizer
 Pulmicort 2 x 1 resp nebulizer
 Alpentin 2 x 300 mg
 NaCl caps 3 x 1 gr
Tanggal Follow Up
23/11/2019 S : nyeri dirasa sama, mual dan sesak berkurang
O : GCS = E4 M6 V5 (compos mentis),
TTV dalam batas normal (110/80mmHg, RR 18x/min, Nadi 95x/min,
Suhu 36.5 C).
Meningeal sign : dalam batas norml
Cranial nerves : dalam batas normal
Motorik:
5555 5555
0000 0000

Sensorik: Gangguan sensibilitas setinggi T7 kebawah

Refleks fisiologis

+2 +2

areflexia areflexia
Refleks patologis: -/-
A : Myelopati thorakal ec suspek metastasis
P : Methylprednisolon 2 x 125 mg IV
 Omeprazole 1 x 40 mg IV

18
 Levofloxacin 1 x 700 mg IV
 Ventolin 4 x 1 resp nebulizer
 Pulmicort 2 x 1 resp nebulizer
 Alpentin 2 x 300 mg
 NaCl caps 3 x 1 gr
Tanggal Follow Up
24/11/2019 S : tidak ada keluhan
O : GCS = E4 M6 V5 (compos mentis),
TTV dalam batas normal (120/80mmHg, RR 18x/min, Nadi 99x/min,
Suhu 36 C).
Meningeal sign : dalam batas normal
Cranial nerves : dalam batas normal
Motorik:
5555 5555
0000 0000

Sensorik: Gangguan sensibilitas setinggi T7 kebawah

Refleks fisiologis

+2 +2

areflexia areflexia
Refleks patologis: -/-
A : Myelopati thorakal ec suspek metastasis
P : Methylprednisolon 1 x 125 mg IV
 Omeprazole 1 x 40 mg IV
 Levofloxacin 1 x 700 mg IV
 Ventolin 4 x 1 resp nebulizer
 Pulmicort 2 x 1 resp nebulizer
 Alpentin 2 x 300 mg
 NaCl caps 3 x 1 gr

Tanggal Follow Up

19
25/11/2019 S : tidak ada keluhan
O : GCS = E4 M6 V5 (compos mentis),
TTV dalam batas normal (130/80mmHg, RR 16x/min, Nadi 93x/min,
Suhu 36.6 C).
Meningeal sign : dalam batas normal
Cranial nerves : dalam batas normal
Motorik:
5555 5555
0000 0000

Sensorik: Gangguan sensibilitas setinggi T7 kebawah

Refleks fisiologis

+2 +2

areflexia areflexia
Refleks patologis: -/-
A : Myelopati thorakal ec suspek metastasis
P:
Pasien direncanakan pulang
• Methylprednisolon 1 x 125 mg IV
• Omeprazole 1 x 40 mg IV
• Levofloxacin 1 x 700 mg IV
• Ventolin 4 x 1 resp nebulizer
• Pulmicort 2 x 1 resp nebulizer
• Alpentin 2 x 300 mg
• NaCl caps 3 x 1 gr
Tanggal Follow Up
26/11/2019 S : tidak ada keluhan
O : GCS = E4 M6 V5 (compos mentis),
TTV dalam batas normal (130/70mmHg, RR 20x/min, Nadi 96x/min,
Suhu 36.8 C).
Meningeal sign : dalam batas norml

20
Cranial nerves : dalam batas normal
Motorik:
5555 5555
0000 0000

Sensorik: Gangguan sensibilitas setinggi T7 kebawah

Refleks fisiologis

+2 +2

areflexia areflexia
Refleks patologis: -/-
A : Myelopati thorakal ec suspek metastasis
P : Pasien pulang hari ini dengan perbaikan nyeri
Rencana kontrol ke dokter spesialis saraf
Obat yang dibawa pulang :
- Cefixime 2x 200 mg PO
- Alpentin 2 x 300 mg PO

21
BAB II
ANALISA KASUS

Pasien laki-laki, umur 51 tahun datang dengan keluhan kedua tungkai terasa lemah yang
tidak dapat digerakkan sama sekali secara mendadak sejak 2 minggu yang lalu. Hal ini disebut
juga dengan paraplegia inferior, yang mana dapat disebabkan oleh :

22
Tetapi untuk menegakkan diagnosis, perlu ditetapkan terlebih dahulu tipe paraplegia pada
pasien ini yaitu UMN atau LMN, karena lesi atau gangguan fungsi UMN maupun LMN dapat
menyebabkan kelumpuhan otot rangka.

Berdasarkan pemeriksaan fisik pasien, tidak ditemukan adanya atrofi, spastik, dan
fasikulasi. Kekuatan motorik pada tungkai bawah pasien 0000/0000. Pada pemeriksaan refleks,
ditemukan refleks abdomen tidak ada dan hiporefleks pada pemeriksaan refleks tungkai bawah
(refleks patela dan refleks achiles). Hiporefleks dapat terjadi pada UMN pada fase akut atau pada
LMN. Hiporefleks dapat terjadi pada UMN fase akut karena terjadinya syok spinal.
Syok spinal terjadi secara akut dikarenakan adanya cedera medula spinalis akut dan
melibatkan kehilangan semua fungsi neurologis yang reversibel termasuk refleks tonus otot
rektum dan level yang berada dibawahnya. Umumnya refleks akan kembali dengan pola dasar
atau refleks polisinaptik sebelum berubah dengan tendon refleks. Syok spinal kadang sering
disalahartikan dengan syok neurogenik. Pada syok neurogenik terdapat ketidakseimbangan
hemodinamik (hipotensi, bradikardia dan vasodilatasi perifer) yang menyebabkan perubahan
otonom, biasanya terdapat cedera diatas lesi T6. Tanda gejala syok spinal dikarakteristik dengan
adanya flaccid, arefleksi paralisis otot. Fungsi otonom dibawah lesi menyebabkan hilangnya
tonus kandung kemih dan ileus paralitik, sensasi dibawah lesi juga menjadi hilang. Syok spinal
akan resolusi sesuai dengan fase – fase seperti fase 1 yaitu arefleks atau hiporefleks yang terjadi
sampai 1 hari setelah cedera, fase II terdapat inisial refleks kembali yang terjadi sampai 3 hari
setelah cedera ditandai dengan the return of polysynaptic cutaneous reflexes like
bulbocavernosus, fase III inisial hiperrefleks terjadi hingga 1 bulan setelah cedera dan fase IV
23
yaitu final hiperrefleks terjadi antara 1 – 12 bulan setelah cedera ditandai dengan hiperaktif
terhadap minimal stimulus refleks.1
Pada pasien ini terdapat adanya kelemahan anggota gerak bawah yang perlahan – lahan
memburuk dan tidak dapat digerakkan. Ketika dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan adanya
tanda – tanda kelainan UMN tetapi hasil refleks menunjukkan hiporefleks dan arefleksia
sehingga dapat dikatakan pasien sedang dalam fase I syok spinal dan didukung dengan adanya
gejala seperti gejala motorik, sensorik yang terganggu dibawah lesi yaitu T7, dan otonom, yang
mana dalam perjalanannya hiporefleks akan berubah menjadi hiperefleks sesuai dengan waktu
dan fase dari syok spinal.
Pada pemeriksaan refleks patologis, Babinski, chaddock, oppenheim, gordon, hoffman
trommer semua negatif. Berdasarkan bagian tubuh yang terkena, bagian tubuh yang terkena luas.
Ini menunjukkan paraplegia inferior pasien lebih mengarah ke lesi UMN. Dengan demikian lesi
di LMN seperti Guillain Barre Syndrome dan defisiensi vitamin B12 dan hipokalemia paralisis
karena merupakan lesi myopatik.

Lesi UMN yang dapat menyebabkan paraplegia kemungkinan berasal dari medula
spinalis thoracolumbal, karena medula spinalis berisi serat motorik, sensorik, dan otonom. Pada
pasien ini, pasien mengalami paraplegia, gangguan sensibilitas T6 ke bawah, dan gangguan
fungsi otonom. Lesi pada medula spinalis disebut juga dengan myelopathy. Myelopathy dapat
disebabkan oleh beberapa penyakit yaitu :

24
Untuk menentukan diagnosis pasti penyebab myelopathy, harus ditentukan terlebih
dahulu jenis lesi dari medula spinalis berdasarkan kelainan motorik, sensorik, dan otonom
pasien.

25
Berdasarkan diagnosis klinis pasien yang berupa paraplegia, gangguan sensibilitas T7 ke
bawah, dan gangguan fungsi otonom (BAK dan BAB). Gangguan sensibilitas yang terjadi pada
pasien berupa eksteroseptif (raba, nyeri, suhu) dan propioseptif (posisi sendi dan getar). Ini
menunjukkan bahwa jenis lesi pasien adalah segmental (transection) syndrome. Berdasarkan
literatur, penyebab yang dapat menyebabkan segmental (transection) syndrome dapat disebabkan
karena trauma, perdarahan, abses epidural, mielitis transversa, dan metastasis epidural.

Pasien ini menyangkal terjadinya trauma sebelumnya dan keluhan trauma biasanya
mendadak, sehingga diagnosis banding karena trauma dapat disingkirkan. Perdarahan medula
spinalis merupakan kondisi yang jarang yang mana lokasi primer perdarahan ke intramedula
(hematomyelia), perdarahan subaraknoid, perdarahan subdural, dan perdarahan epidural, yang
dapat disebabkan oleh trauma atau malformasi vaskular. Pasien dengan perdarahan medula
spinalis biasanya terjadi memiliki keluhan nyeri dan myelopathy yang mendadak.2 Pada pasien
ini, keluhan nyeri, paraplegia, gangguan sensibilitas, dan gangguan otonom sudah dirasakan
pasien sejak 2 bulan yang lalu dan memberat sejak 2 minggu yang lalu. Ini menunjukkan

26
perjalanan penyakit pasien yang kronik progresif, sehingga diagnosis perdarahan medula spinalis
dapat disingkirkan.

Abses epidural spinal adalah adanya akamulasi pus pada ruang epidural yang dapat
mengkompresi medula spinalis yang sering terjadi pada torakolumbal. Biasanya disebabkan
karena adanya infeksi yang mendasari seperti endokarditis, furunkel, abses gigi, ulkus dekubitus,
atau abses retroperitoneal. Gejala abses epidural spinal dimulai dengan adanya nyeri punggung
yang lokal atau radikular yang semakin parah dengan posisi terlentang, nyeri tekan perkusi, dan
demam. Jika abses telah mengkompresi medula spinalis, keluhan seperti paraparesis, anestesi,
dan gangguan buang air kecil dan buang air besar dapat terjadi.3 Pada pasien ini, abses epidural
spinal dapat disingkirkan karena nyeri punggung pasien tidak ada yang memperberat atau
memperingan dan pasien tidak mengeluhkan adanya demam. Keluhan lain seperti furunkel,
abses gigi, ulkus dekubitus, atau infeksi lainnya juga disangkal oleh pasien.

Mielitis transversa adalah peradangan pada medula spinalis. Kondisi ini ditandai dengan
rasa nyeri, baal, tungkai atau lengan terasa lemah, gangguan buang air kecil dan buang air besar,
dan disfungsi sistem saraf otonom yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah.
Penyebab mielitis diduga karena infeksi atau gangguan sistem kekebalan tubuh.

Epidural metastasis berasal dari tulang belakang (85%), jaringan paravertebra (10-15%),
atau ruang epidural sendiri. Tulang belakang merupakan lokasi yang paling sering untuk
metastasis tulang. Hal ini disebabkan karena vaskularisasi yang tinggi pada sumsum tulang
belakang. Lesi metastasis vertebra dapat kemudian membesar ke bagian posterior dan masuk ke
ruang epidural yang mana pada akhirnya dapat mengkompresi medula spinalis dan menyebabkan
infark pada medula spinalis. Pada hampir sebagian pasien memiliki tumor primer tumor
payudara atau tumor paru-paru. Sekitar 70% terjadi pada thoraks, 20% lumbosakral, dan 10% di
servikal. Gejala yang paling sering adalah nyeri punggung yang terjadi 2 – 3 bulan sebelum
diagnosis dan menyebar ke seluruh tubuh, kelemahan motorik UMN, kemudian kehilangan
fungsi sensorik, dan kemudian gangguan otonom berupa retensi urine dan inkontinensia alvi.4

Pada pasien ini, pasien memiliki riwayat fibrosarkoma pada tahun 2013. Lokasi
metastasis tulang yang sering terjadi pada pasien dengan fibrosarkoma, termasuk spindle cell
sarcoma adalah tulang belakang (51%), tulang panggul/pelvis (20%), tulang panjang (15%), dan

27
lainnya (14%).5 Dari Xray Thoraks PA pasien juga tampak adanya multipel nodul, terutama pada
paru kiri. Pada pasien ini keluhan motorik terlebih dahulu, kemudian sensorik, dan yang terakhir
adalah gangguan otonom.

Baku emas pemeriksaan penunjang pada pasien dengan myelopathy yang dicurigai
mengalami penyakit metastasis pada tulang belakang adalah Magnetic Resonance Imaging
(MRI) spine dengan kontras karena visualisasi jaringan yang sangat baik, visualisasi yang sangat
jelas batas tulang belakang, ruang epidural, dan medula spinalis, deteksi kompresi medula
spinalis yang akurat, dan harga yang lebih murah dibandingkan dengan myelografi.6 Oleh karena
itu, untuk memastikan penyebab myelopathy pada pasien ini benar tumor/metastasis atau
penyebab lainnya, perlu dilakukan pemeriksaan MRI spine dengan kontras.

Berdasarkan klinisnya, tumor medula spinalis dapat dibedakan menurut letak tumornya,
yaitu :

Ekstradural Ekstramedular intradural Intramedular

Motorik Kelemahan bersifat Kelemahan tergantung Kelemahan bersifat


UMN pada level di arah kompresi. Apabila UMN pada level
bawah lesi; tergantung letak tumor dari arah dibawah lesi
arah kompresi posterior, kompresi akan
mengenai kolumna
posterior dan jaras
piramidalis, umumnya
bersifat asimetrik.
Apabila tumor dari arah
anterior, tumor akan
menekan radiks anterior
 kelemahan
ekstremitas tipe LMN.
Apabila kompresi sudah
menekan jaras
piramidaliskelemahan
tipe UMN

Sensorik Gangguan sensorik Gangguan awalnya Gejala awal: defisit

28
tergantung arah ipsilateral sensorik terdisosiasi.
kompresi. Gangguan Pertumbuhan tumor:
sensasi posisi, getar, longitudinal  batas
diskriminasi dua titik atas gangguan sensorik
dapat terjadi bila dapat berubah (naik).
kompresi dari arah dorsal

Otonom Muncul terakhir (setelah Muncul terakhir (setelah Muncul terakhir (setelah
gangguan motorik dan gangguan motorik dan gangguan motorik dan
sensorik) sensorik) sensorik)

Nyeri Gejala awal: nyeri Gejala awal: nyeri Nyeri bersifat atipikal
somatik yang bersifat radicular (lokasi tumor dan diffuse atau nyeri
gradual, progresif, paling sering di sekitar radicular
konstan, dirasakan di radiks posterior,
sepanjang vertebra, kemudian diikuti sekitar
memburuk pada malam radiks anterior),
hari dan posisi diperparah dengan batuk,
terlentang, dan membaik bersin, valsava
pada posisi berdiri. maneuver.
Mungkin terdapat
deformitas vertebra

Tipe tumor Metastasis, chordoma, Meningioma, nerve Ependimoma,


sarcoma, limfoma, sheath tumor astrocytoma, metastase,
plasmacytoma dan limfoma
multiple myeloma

Pada pasien ini, kelemahan dapat terjadi karena adanya penekanan dari tumor yang
mengakibatkan kompresi pada traktus kortikospinal bilateral. Pada pasien ini, untuk gejala
sensoriknya ditemukan penurunan semua modalitas sensorik setinggi T7 ke bawah. Sensasi
posisi, getar, dan diskriminasi dua titik terganggu karena kompresi tumor pada dorsal column
(fasciculus gracilis dan fasciculus cuneatus) bilateral dan penurunan sensasi suhu dan nyeri
disebabkan karena kompresi pada traktus spinotalamik bilateral oleh tumor.7

29
Gejala otonom pada pasien ini berupa retensio uri et alvi dan muncul terakhir setelah
gangguan motorik dan sensorik muncul. Gejala retensio uri pasien ini dapat timbul karena
bladder memiliki persarafan/inervasi dari sistem parasimpatis, sistem simpatis, dan sistem
somatik. Sistem parasimpatis (S2, S3, S4) melalui nervus splanchnic pelvis mengontrol dinding
bladder sehingga stimulasi parasimpatis mengakibatkan kontraksi otot detrusor sehingga
mikturisi terjadi. Sebaliknya, sistem simpatis (T12, L1, L2) melalui nervus hipogastrik inferior
mengontrolsph incter urethra interna sehingga stimulasi simpatis mengakibatkan kontraksi
sphincter urethra interna sehingga mencegah mikturisi. Sistem somatik (pudendal nerve S2-S4)
mengontrol otot lurik pada sphincter uretra eksterna.7
Pada dinding bladder terdapat nociceptor dan propioceptor yang memberikan respon
terhadap regangan (stretch). Saat bladder terisi, terjadi peningkatan tekanan (tension) dinding
bladder. Peningkatan tekanan ini menstimulasi pengiriman impuls aferen melalui kolumna
posterior menuju pontine micturition center (PMC), kemudian PMC mengirimkan sinyal ke
area otak lainnya sehingga seseorang dapat menyadari apabila bladdernya sudah terisi penuh.
PMC juga mengirim impuls eferen melalui traktus retikulospinal medial dan lateral untuk
menstimulasi relaksasi sphincter uretra interna dan eksterna serta menstimulasi kontraksi otot
detrusor. Lesi medulla spinalis rostral terhadap lumbosacral akan mengeliminasi kontrol
mikturisi volunter dan supraspinal karena adanya gangguan pada pengiriman impuls aferen
maupun eferen, sehingga menyebabkan bladder arefleksia dan retensio urine pada fase awal.
Peningkatan volume bladder yang berlebihan akan menstimulasi refleks spinal pada bladder
sehingga menyebabkan kontraksi detrusor. Namun pada saat yang bersamaan, distensi bladder
juga menstimulasi nervus pudendal untuk kontraksi spinchter uretra ekstern dikarenakan adanya
gangguan impuls aferen dan eferen dari PMC sehingga terjadi detrusor sphincter dyssinergia.
Sphincter uretra eksterna merupakan otot lurik yang mudah lelah sehingga tidak dapat bertahan
dalam keadaan kontraksi yang lama. Oleh sebab itu, tekanan intrevesikal yang tinggi akan
secara periodik mengalahkan resistensi sphincter uretra eksterna, menyebabkan mikturisi
intermittent yang tidak efisien.7
Gejala retensio alvi pada pasien ini diakibatkan oleh proses yang hampir sama dengan
yang terjadi pada retensio uri. Usus dipersarafi oleh sistem simpatis dan sistem parasimpatis.
Sistem parasimpatis menyebabkan gerakan peristaltik rektum dan relaksasi sphincter anal
interna, sedangkan sistem simpatis menginhibisi peristaltik. Sphincter external terdiri dari otot

30
lurik dan berada dibawah control volunter. Sama seperti bladder, transeksi pada medulla spinalis
diatas lumbosacral seperti yang terjadi pada pasien ini akan menyebabkan retensio fecal pada
awalnya. Hal ini disebabkan oleh hilangnya impuls aferen mengenai pengisian rectum dan
interupsi fiber motor desencen untuk abdominal pressing.7
Pada pasien ini, dilakukan xray spine thorakal AP lateral dan hanya ditemukan gambaran
degenerative dan dextroskoliosis tanpa adanya gambaran litik maupun blastik yang biasa
ditemukan pada kasus keganasan. Pasien dengan metastasis tulang belakang biasanya
pemeriksaan x-ray normal, kurang dari 10% kasus yang menunjukkan gambaran berupa
pelebaran interpedicular distance. Oleh karena itu, perlu dilakukan MRI spine dengan kontras.

Perbedaan antara gambaran tumor dan infeksi medula spinalis dan pada gambaran MRI8 :
Tumor Medula Spinalis Infeksi Medula Spinalis

Plain radiographs - Tampak lesi destruktif pada - Pada gambaran infeksi tidak
tulang trabekular didapatkan hasil yang signifikan
- Gambaran metastase terdapat hanya tampak erosi tulang dan
osteoblastik, osteolitik atau destruksi pada vertebra.
campuran
CT-scan Tampak erosi dan destruksi dari
badan vertebra dan dengan kontras
tampak penyengatan pada diskus
intervertebralis dan perubahan
inflamasi pada region paravertebral

MRI - Gambaran diskus - Gambaran diskusintervertebralis


intervertebralis pada T1 dan dan badan verterba pada T1
T2 menggambarkan hasil menggambarkan hipointens dan
intensitas yang normal T2 menggambarkan hiperintens
- Pada vertebra endplate - Pada vertebra endplate terlihat
terlihat gambaran loss of gambaran loss of definition yang
definition yang lebih jarang lebih sering dibandingkan dengan
dibandingkan dengan gambaran tumor

31
gambaran tumor - Gambaran jaringan lunak; lemak
- Gambaran jaringan lunak; tampak terobstruksi diffuse dan
lemak tampak intak atau edema
terobstruksi lokal - Gambaran tulang belakang
- Kompresi medulla spinalis tampak berdekatan antara satu
tampak terlihat jelas dengan yang lain
- Tampak adanya penyengatan
pada tulang belakang dengan
penambahan material kontras

Pasien ini kemudian dikonsulkan kepada dokter spesialis saraf, paru, dan penyakit dalam.
Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini adalah Metilprednisolone 3 x 125 mg IV yang
ditapper off, Omeprazole 1 x 40 mg IV, Alpentin 2 x 300 mg, Levofloxacin 1 x 700 mg IV,
Ventolin nebu, Pulmicort nebu, NaCl 3 x 1 gr PO, dan NaCl 3% 500 ml/24 jam.

Tujuan penanganan pada pasien yang dicurigai tumor medula spinalis adalah mencegah
terjadinya atau memperbaiki defisit neurologis dan mengurangi rasa nyeri. Pada pasien ini, sudah
diberikan penanganan nyeri yaitu Alpentin 2 x 300 mg.

Penggunaan kortikosteroid pada pasien dengan defisit neurologis karena kompresi


medula spinalis masih belum pasti. Dosis optimal loading yaitu 10 – 100 mg dan kemudian
ditapper off. Rekomendasi khusus untuk pasien dengan paraplegia, dosis kortikosteroid perlu
dinaikkan dan kemudian ditapper off setiap 3 hari.4 Pada pasien ini, kortikosteroid yang
diberikan adalah metilprednisolon 3 x 125 mg IV. Selama menggunakan kortikosteroid, perlu
dipantau juga efek samping yang mungkin terjadi yaitu hiperglikemia, perforasi gastrointestinal,
dan psikosis. Untuk mencegah terjadinya nyeri pada lambung yang merupakan efek samping
tersering dari kortikosteroid, pasien juga diberikan omeprazole 1 x 40 mg IV.

32
Pada Xray Thoraks PA pasien, ditemukan adanya multipel nodul yang lebih terlihat pada
paru kiri. Sehingga pasien juga diberikan Levofloxacin 1 x 700 mg IV, Ventolin nebu, Pulmicort
nebu. Pada pemeriksaan laboratorium, pada pasien juga ditemukan adanya kadar elektrolit
Natrium yang sangat rendah sehingga dikategorikan menjadi hiponatremia berat. Untuk pasien
ini, tatalaksana hiponatremia berat yaitu NaCl 3% 500 ml/24 jam dan NaCl 3 x 1 gr PO.

33
DAFTAR PUSAKA

1. Singhal V, Aggarwal R. Spinal Shock. Complications in Neuroanesthesia. 2016;:89-94.


2. Shaban A, Moritani T, Al Kasab S, Sheharyar A, Limaye K, Adams H. Spinal Cord
Hemorrhage. Journal of Stroke and Cerebrovascular Diseases. 2018;27(6):1435-1446.
3. Grewal S, Hocking G, Wildsmith J. Epidural abscesses. British Journal of Anaesthesia.
2006;96(3):292-302.
4. Yáñez M, Miller J, Batchelor T. Diagnosis and treatment of epidural metastases. Cancer.
2016;123(7):1106-1114.
5. Vincenzi B. Bone metastases in soft tissue sarcoma patients: A survey of natural,
prognostic value, and treatment. Journal of Clinical Oncology. 2017.
6. Kienstra G. Prediction of Spinal Epidural Metastases. Arch Neurol. 2000;57:690-695.
7. Bähr M, Frotscher M. Duus' Topical Diagnosis in Neurology. 5th ed. New York:
Thieme.
8. Pui M, Mitha A, Rae W, Corr P. Diffusion-Weighted Magnetic Resonance Imaging of
Spinal Infection and Malignancy. Journal of Neuroimaging. 2005;15(2):164-170.

Anda mungkin juga menyukai