Disusun Oleh:
Pembimbing:
TANGERANG
BAB I
ILUSTRASI KASUS
Nama : Tn. S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 3 November 1966
Usia : 56 tahun
Agama : Islam
Tanggal Masuk RS : 25 September 2023
Tanggal Pemeriksaan : 25 September 2023
Nomor MR : 762426
1.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan kejang 5 jam SMRS pukul 08.00 pagi dengan durasi +/- 2
menit terjadi 1x dalam 24jam, kejang berupa kaku kelojotan terjadi langsung di seluruh
tubuh, rahang mengunci kedua mata mendelik keatas, keringat dingin dan tidak sadar saat
kejang. Kejang terjadi tiba-tiba saat pasien aktivitas ringan. Sebelum kejang pasien
merasakan nyeri diulu hati terasa seperti ditekan dan mual, keluhan pandangan kabur,
telinga berdenging, dan melihat cahaya silau sebelum kejang disangkal. Keluhan demam
sebelum kejang disangkal. Setelah kejang pasien sadar tapi masih tampak kebingungan
dan melamun, beberapa menit kemudian sadar penuh. Pasien juga mengatakan sesak
napas sejak 2 minggu SMRS yang memberat 1 hari SMRS. Sesak dirasakan terus
menerus dan membaik jika posisi bersandar. Pasien juga batuk berdahak sejak 2 minggu
SMRS, hilang timbul dan saat datang ke IGD sudah lebih membaik. Batuk disertai dahak
kental berwarna kehijauan, terkadang dahak sulit dikeluarkan. keringat malam (+) Batuk
darah (-), penurunan BB(-). Pusing(-), kelemahan anggota gerak(-), bicara pelo (-)
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat kejang berulang yang berlangsung setiap tahun sejak 2018
terjadi sebanyak 6x dan 1 bulan terakhir kejang terjadi 2x dengan durasi dan bentuk
kejang yang sama. Pasien tidak konsumsi obat kejang rutin dan tidak berobat rutin. Pasien
memiliki riwayat jatuh dari pohon kelapa dan posisi jatuh telentang kepala membentur
tanah pada tahun 2017, saat itu pasien menjalani operasi kepala dan rawat inap 2 minggu.
Riwayat kolesterol (+), Hipertensi (-), stroke (-), penyakit jantung (-), DM (-), Riw. TB
atau penyakit paru sebelumnya(-)
Riwayat Alergi
Pasien tidak ada riwayat alergi pada obat maupun zat tertentu dan makanan
Pasien merupakan pekerja buruh. Pasien memiliki kebiasaan merokok +/- 3 bungkus
perhari sejak >30 tahun lalu hingga saat ini.
Tanda-tanda Vital
Tekanan darah : 120/90
Nadi : 100x/menit
Laju nafas : 28x/menit
Suhu : 36,8 C
SpO2 : 91% udara kamar
Status Generalis
Organ Deskripsi
Mata Visus bedside ODS >3/60, CA (-/-), SI (-/-), pupil bulat isokor
3mm/3mm
Palpasi: NT (-), nyeri ketok CVA (-), massa (-), hepatomegali (-),
splenomegali (-)
Status Neuorologis
Brudzinski 1 : (-)
Brudzinski 2 : (-)
Saraf Kranialis
CN I Tidak dilakukan
Nystagmus (-)
CN V Motorik
· Inspeksi: Normal
· Palpasi: Normal
Sensorik
· Mencucu normal
· Menyeringai simetris
CN VIII Cochlearis
Vestibularis
· Nystagmus (-)
Uvula di tengah
Disfonia (-)
Disfagia (-)
Pemeriksaan Motorik
Kanan Kiri
Normotonus Normotonus
Kekuatan Motorik
Kanan Kiri
Sensorik
Refleks
Refleks Fisiologis
· Biceps (2+/2+)
· Triceps (2+/2+)
· Patellar (2+/2+)
· Achilles (2+/2+)
Refleks Patologis
· Babinski (-/+)
· Chaddock (-/-)
· Oppenheim (-/-)
· Gordon (-/-)
· Schaffer (-/-)
· Hofmman trommer (-/-)
1.4 Resume
Pasien Tn. S, 56 tahun datang dengan keluhan sejak 5 jam SMRS dengan durasi +/- 2
menit terjadi 1x dalam 24jam, kejang berupa generalized tonic-clonic dan tidak sadar saat
kejang. Kejang terjadi tiba-tiba saat pasien duduk. Sebelum kejang pasien merasakan
nyeri diulu hati terasa seperti ditekan dan mual. Setelah kejang pasien sadar tapi masih
tampak kebingungan dan melamun, beberapa menit kemudian sadar penuh. Dyspnea
sejak 2 minggu SMRS yang memberat 1 hari SMRS, terus menerus dan membaik jika
bersandar. Pasien juga batuk berdahak sejak 2 minggu SMRS, hilang timbul. Batuk
berdahak berwarna hijau dan kental. Keringat malam (+). Pasien memiliki riwayat kejang
berulang setiap tahun sejak 2018 terjadi sebanyak 6x dan 1 bulan terakhir kejang terjadi
2x dengan durasi dan bentuk yang sama. Riwayat trauma tahun 2017 jatuh dri pohon,
kepala terbentur lalu dilakukan operasi kepala. Riwayat dislipidemia (+). Pada
pemeriksaan fisik pasien ditemukan adanya laju napas meningkat 28x/menit dan SpO2
91%, saat auskultasi ditemukan rhonci di seluruh lapang paru bilateral pada pemeriksaan
neurologis, motorik dan sensorik dalam batas normal.
1.5 Diagnosis
Diagnosis Kerja:
· Post traumatic Generalized Tonic clonic Seizure
· TB Paru kasus baru terkonfirmasi bakteriologis
· Dislipidemia
Diagnosis Banding:
· Acute symptomatic seizure ec encephalitis
· Brain tumor/SOL
Laboratorium (25/09/2023)
Differential Count
Basophil 0 % 0-1
Eosinophil 1 % 1-3
Lymphocyte 23 % 25 - 40
Monocyte 7 % 2-8
Ureum 36
Creatinine 0,69
eGFR 108.6
Biochemistry
Radiologi
CT Head Non-Contrast (25/09/2023)
· Thalamus : Normal
· Midbrain : Normal
· Pons : Normal
· Ventrikel : Normal
· Sella : Normal
· CV junction : Normal
· Nasofaring : Normal
· Orbita : Normal
· Tulang : Normal
Kesan :
Kesan:
Opasitas dengan nodul pada lapangan tengah bawah paru bilateral, fibrosis pada lapangan
atas paru kiri. Opasitas pada lapangan bawah paru kanan. Kardiomegali dengan CTR
54%. Suspek TB paru lama aspek aktif
1.8 Tatalaksana
· Primary survey
· Non-Medikamentosa
■ Monitor apakah ada kejang berulang, KU, TTV, pemeriksaan
neurologis
■ Saran EEG
1.9 Prognosis
1.10 Follow-Up
Pemeriksaan Fisik
GCS E4M6V5
TTV TD: 110/90 mmHg, N: 80 x/m, RR: 22x/m, S:
36.7ºC
SpO2: 98% on NK 3 lpm
Status Generalis
Pemeriksaan Neurologis
Meningeal Sign
- Kaku kuduk (-)
- Laseque >70 / >70
- Kerniq >135 / >135
- Brudzinski I (-)
- Brudzinski II (-)
Motorik
Ekstremitas superior
5555/5555
Ekstremitas inferior
5555/5555
Refleks Fisiologis
- Biceps +2/+2
- Triceps +2/+2
- KPR +2/+2
- APR +2/+2
Refleks Patologis
- Babinski (-/-)
- Chaddock (-/-)
- Oppenheim (-/-)
- Gordon (-/-)
- Schaffer (-/-)
- Rossolimo (-/-)
CN I Tidak dilakukan
Nystagmus (-)
CN V Motorik
· Inspeksi: Normal
· Palpasi: Normal
Sensorik
· Mencucu +/+
· Menyeringai +/+
CN VIII Cochlearis
Vestibularis
· Nystagmus (-)
Uvula di tengah
Disfonia (-)
Disfagia (-)
Imuno-serology
Pemeriksaan Penunjang
MDR rifampicin – not detected
PCR M.tuberculosis – High
Microbiology (ziehl-neelson staining) Acid fast
bacillus (+), leukosit 100/lpf, epitel <10/lpf
Diagnosis
· obs bangkitan ec susp epilepsy
Tata Laksana
● Medikamentosa
■ Levofloxacin 1x750 mg PO IV
■ N-Acetyl cysteine 3x200mg PO
■ Ventolin 3 x 1 resp nebu
■ Budesonide 2 x 1 resp nebu
■ Fenitoin 3 x 100 mg
■ Omeprazole 2 x 40 mg IV
■ Methylprednisolon 2 x 62.5 IV
■ Rifampicin 1 x 450mg PO
■ Isoniazid 1 x 300 mg PO
■ Ethambutol 1 x 1000 mg PO
■ Pyrazinamide 1 x 1000 mg PO
● Non-Medikamentosa
○ Monitor GCS, TTV, pemeriksaan EEG
Pemeriksaan Fisik
GCS E4M6V5
Status Generalis
Pemeriksaan Neurologis
Meningeal Sign
- Kaku kuduk (-)
- Laseque >70 / >70
- Kerniq >135 / >135
- Brudzinski I (-)
- Brudzinski II (-)
Motorik
Ekstremitas superior
5555/5555
Ekstremitas inferior
5555/5555
Refleks Fisiologis
- Biceps +2/+2
- Triceps +2/+2
- KPR +2/+2
- APR +2/+2
Refleks Patologis
- Babinski (-/-)
- Chaddock (-/-)
- Oppenheim (-/-)
- Gordon (-/-)
- Schaffer (-/-)
- Rossolimo (-/-)
- Hoffman (-/-)
tromner
CN I Tidak dilakukan
Nystagmus (-)
GBM normal ke segala arah
CN V Motorik
· Inspeksi: Normal
· Palpasi: Normal
Sensorik
· Mencucu +/+
· Menyeringai +/+
CN VIII Cochlearis
Vestibularis
· Nystagmus (-)
Uvula di tengah
Disfonia (-)
Disfagia (-)
Keseimbangan &
Koordinasi
Dalam
- Tes tunjuk
Batas
hidung
Normal
- Tumit lutut
- Disdiadokokinesia
Otonom
- BAK Normal
- BAB Normal
- Sekresi keringat Normal
Diagnosis
· Generalized tonic clonic seizure susp epilepsy
Tata Laksana
● Medikamentosa
■ Levofloxacin 1x750 mg IV
■ N-Acetyl cysteine 3x200mg PO
■ Omerprazole 2x40 mg IV
■ Ventolin 4 x 1 resp nebu
■ Budesonide 2 x 1 resp nebu
■ Aminofilin 1 amp/24 jam
■ Fenitoin 3 x 100 mg
■ Omeprazole 2 x 40 mg IV
■ Methylprednisolon 2 x 62.5 IV
■ Rifampicin 1 x 450mg PO
■ Isoniazid 1 x 300 mg PO
■ Ethambutol 1 x 1000 mg PO
■ Pyrazinamide 1 x 1000 mg PO
● Non-Medikamentosa
○ Monitor GCS, TTV, KU, pantau jika ada kejang
○ Wining O2 latihan aff
Keluhan Utama Sesak berkurang. Batuk (-). Kejang (-), demam (-),
Pemeriksaan Fisik
GCS E4M6V5
Status Generalis
Meningeal Sign
- Kaku kuduk (-)
- Laseque >70 / >70
- Kerniq >135 / >135
- Brudzinski I (-)
- Brudzinski II (-)
Motorik
Ekstremitas superior
5555/5555
Ekstremitas inferior
5555/5555
Refleks Fisiologis
- Biceps +2/+2
- Triceps +2/+2
- KPR +2/+2
- APR +2/+2
Refleks Patologis
- Babinski (-/-)
- Chaddock (-/-)
- Oppenheim (-/-)
- Gordon (-/-)
- Schaffer (-/-)
- Rossolimo (-/-)
- Hoffman (-/-)
tromner
CN I Tidak dilakukan
CN II Visus ODS > 3/60
Nystagmus (-)
CN V Motorik
· Inspeksi: Normal
· Palpasi: Normal
Sensorik
· Mencucu +/+
· Menyeringai +/+
CN VIII Cochlearis
Vestibularis
· Nystagmus (-)
Uvula di tengah
Disfonia (-)
Disfagia (-)
Otonom
- BAK Normal
- BAB Normal
- Sekresi keringat Normal
Diagnosis
· Generalized tonic clonic seizure susp epilepsy
Tata Laksana
● Medikamentosa
■ Levofloxacin 1x750 mg IV
■ N-Acetyl cysteine 3x200mg PO
■ Ventolin 4 x 1 resp nebu
■ Budesonide 2 x 1 resp nebu
■ Aminofilin 1 amp/24 jam
■ Fenitoin 3 x 100 mg
■ Methylprednisolon 2 x 62.5 IV
■ Rifampicin 1 x 450mg PO
■ Isoniazid 1 x 300 mg PO
■ Ethambutol 1 x 1000 mg PO
■ Pyrazinamide 1 x 1000 mg PO
● Non-Medikamentosa
○ Monitor KU, pantau kejang, TTV
Pemeriksaan Fisik
GCS E4M6V5
Status Generalis
Pemeriksaan Neurologis
Meningeal Sign
- Kaku kuduk (-)
- Laseque >70 / >70
- Kerniq >135 / >135
- Brudzinski I (-)
- Brudzinski II (-)
Motorik
Ekstremitas superior
5555/5555
Ekstremitas inferior
5555/5555
Refleks Fisiologis
- Biceps +2/+2
- Triceps +2/+2
- KPR +2/+2
- APR +2/+2
Refleks Patologis
- Babinski (-/-)
- Chaddock (-/-)
- Oppenheim (-/-)
- Gordon (-/-)
- Schaffer (-/-)
- Rossolimo (-/-)
- Hoffman (-/-)
tromner
CN I Tidak dilakukan
Nystagmus (-)
GBM normal ke segala arah
CN V Motorik
· Inspeksi: Normal
· Palpasi: Normal
Sensorik
· Mencucu +/+
· Menyeringai +/+
CN VIII Cochlearis
Vestibularis
· Nystagmus (-)
· Pemeriksaan keseimbangan dan koordinasi: tidak
dilakukan
Uvula di tengah
Disfonia (-)
Disfagia (-)
Keseimbangan &
Koordinasi
Dalam
- Tes tunjuk
Batas
hidung
Normal
- Tumit lutut
- Disdiadokokinesia
Otonom
- BAK Normal
- BAB Normal
- Sekresi keringat Normal
Diagnosis
· Generalized tonic clonic seizure susp epilepsy
Tata Laksana
● Medikamentosa
■ Levofloxacin 1x750 mg IV
■ N-Acetyl cysteine 3x200mg PO
■ Ventolin 4 x 1 resp nebu
■ Budesonide 2 x 1 resp nebu
■ Aminofilin 1 amp/24 jam
■ Fenitoin 3 x 100 mg PO
■ Methylprednisolon 2 x 62.5 IV
■ Rifampicin 1 x 450mg PO
■ Isoniazid 1 x 300 mg PO
■ Ethambutol 1 x 1000 mg PO
■ Pyrazinamide 1 x 1000 mg PO
● Non-Medikamentosa
○ Pantau KU, jika KU baik rencana pulang
○ Edukasi terapi TB
Obat pulang:
● N-Acetyl cysteine 3x200mg PO
● Levofloxacin 1 x 750mg PO
● Rifampicin 1 x 450mg PO
● Isoniazid 1 x 300 mg PO
● Ethambutol 1 x 1000 mg PO
● Pyrazinamide 1 x 1000 mg PO
● Phenytoin 3x100mg PO
BAB II
ANALISIS KASUS
Pasien Tn. S, 56 tahun datang dengan keluhan kejang sejak 5 jam SMRS dengan durasi +/- 2
menit terjadi 1x dalam 24jam, kejang berupa generalized tonic-clonic dan tidak sadar saat
kejang. Kejang terjadi tiba-tiba saat pasien duduk. Sebelum kejang pasien merasakan nyeri
diulu hati terasa seperti ditekan dan mual. Setelah kejang pasien sadar tapi masih tampak
kebingungan dan melamun, beberapa menit kemudian sadar penuh. Pasien memiliki riwayat
kejang berulang setiap tahun sejak 2019 terjadi sebanyak 6x dan 1 bulan terakhir kejang
terjadi 2x dengan durasi dan bentuk yang sama. Riwayat trauma tahun 2017 jatuh dri pohon,
kepala terbentur lalu dilakukan operasi kepala. Riwayat dislipidemia (+). Pada pemeriksaan
status neurologis dalam batas normal.
Dari anamnesis tersebut dapat dipikirkan bahwa pasien mengalami kejang tipe generalized
onset dengan manifestasi gejala motorik berupa tonik klonik. Di mana kejang terjadi
langsung pada kedua sisi tubuh secara bersamaan, dengan durasi 2 menit, tidak ada kesadaran
saat kejang, terdapat aura preictal berupa nyeri pada ulu hati seperti ditekan, dan pada fase
post ictal pasien lemas/bengong. Gerakan motorik yang terjadi berupa tonik (kaku pada
ekstremitas) dan klonik yaitu gerakan kejut yang cepat dan diikuti oleh fase gerakan lambat
yang ber irama dan terjadi berulang pada ekstremitas seperti yang dijelaskan oleh keluarga
pasien yaitu gerakan kelojotan yang didahului oleh kaku ekstremitas. Jika berdasarkan
Pembagian kejang menurut International League Against Epilepsy (ILAE) 2017, secara garis
besar membagi tipe kejang menjadi 3 kelompok utama yaitu: kejang fokal, kejang umum dan
kejang tidak terklasifikasikan. Pada kejang fokal dapat disertai gangguan kesadaran atau
tanpa gangguan kesadaran. Baik pada kejang fokal dan umum dibagi berdasarkan manifestasi
non-motor dan motorik, pada kejang umum dan fokal kedua hal tersebut menunjukan gejala
yang berbeda. Selain itu, terdapat jenis bangkitan yang bisa masuk ke dalam fokal dan umum
(kejang tonik). Istilah secondary generalized seizure pada klasifikasi terbaru ILAE sudah
digantikan dengan terminologi focal to bilateral tonic-clonic.
Pemeriksaan penunjang seperti Lab darah dan CT-scan kepala non-contrast juga dilakukan
untuk mencari tahu etiologi dari kejang yang dialami oleh pasien. Etiologi penyebab kejang
menurut ILAE dapat disebabkan oleh beberapa kemungkinan, antara lain:
· Sruktural
· Infeksi
· Genetik
· Metabolik
· Idiopatik
· Autoimmune
Etiologi infeksi pada pasien yang dapat dipikirkan antara lain adalah meningitis dan
ensefalitis, hal ini karena pasien secara klinis dan penunjang pencitraan serta bakteriologis
sudah mendukung diagnosis TB paru yang memungkinkan terjadinya penyebaran TB ke
meninges sehingga terjadi meningitis dan ensefaltis, sehingga diagnosa banding yang
memungkinkan di alami oleh pasien adalah Acute symptomatic seizure ec encephalitis. Akan
tetapi meningitis dan ensefalitis memiliki trias khusus yang dapat digunakan sebagai acuan
diagnosis. Trias meningitis antara lain adalah demam, nyeri kepala, dan kaku kuduk.
Sementara itu trias ensefalitis adalah demam, penurunan kesadaran, dan kejang. Dari hasil
anamnesis, tidak didapatkan riwayat demam, nyeri kepala maupun penurunan kesadaran.
Pada pemeriksaan fisik juga tidak didapatkan kaku kuduk dan tanda rangsang meningeal
lainnya seperti Brudzinski, kernig dan laseuque. Maka demikian diagnosis etiologi infeksi
dalam kasus ini dapat disingkirkan.
Etiologi metabolik juga dapat disingkirkan karena dar anamnesis pasien tidak ada mengeluh
lemas, muntah dan riwayat penyakit seperti DM, gagal ginjal, penyakit liver yang
memungkinkan menyebabkan terjadinya acute symptomatic seizure akibat metabolik.
Pemeriksaan secara generalis pasien dalam batas normal dan pemeriksaan penunjang, baik
gula darah, ureum, creatinine, elektrolit dalam batas normal.
Etiologi neoplasma juga dapat disingkirkan karena proses neoplasma memiliki onset waktu
yang lebih lambat, sedangkan pada pasien ini terjadi secara akut-subakut. Dari pemeriksaan
fisik tidak ditemukan defisit neurologis yang biasanya ditemukan pada pasien dengan massa
intracranial/SOL yang merupakan efek massa. Pasien dan keluarga juga tidak memiliki
riwayat keganasan sebelumnya. Dari pemeriksaan penunjang CT-scan pasien ini tidak
ditemukan lesi/massa bermakna, hanya ditemukan bercak hiperdens dan kontusio minimal
pada lobus frontal bilateral. Etiologi genetik dan autoimmune juga tidak memungkinkan pada
pasien ini, karena tidak ada riwayat kejang ataupun epilepsy pada anggota keluarga dan
pasien tidak mengalami penyakit autoimmune.
Etiologi kejang pada pasien ini adalah masalah struktural pada otak yang disebabkan trauma
kepala yang dialami pasien, trauma benturan di kepala yang diketahui cukup berat sehingga
menyebabkan perdarahan otak dan pasien sudah menjalani operasi evakuasi perdarahan
kepala. Setelah kejadian trauma itu kejang terjadi pertama kali, berulang setiap tahun, dan
sebelumnya pasien tidak pernah mengalami kejang. Kejang yang terjadi akut dan tanpa ada
pencetus dalam 24 jam tidak berulang bersifat umum tonik klonik. Hal ini juga didukung dari
CT-scan dimana ditemukan bercak hiperdens dan kontusio minimal pada frontal bilateral,
sesuai tipe kejang pasien yaitu bersifat umum yang mana focus kejang melibatkan kedua
hemisfer otak.
Selain itu pasien juga mengatakan sesak napas sejak 2 minggu SMRS yang memberat 1 hari
SMRS. Sesak terus menerus dan membaik jika bersandar. Pasien juga batuk berdahak sejak 2
minggu SMRS, hilang timbul. dahak berwarna hijau dan kental. Keringat malam (+).
Memiliki kebiasaan merokok sejak lama hingga saat ini. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
peningkatan laju napas 28x/menit dan SpO2 91%, rhonki pada seluruh lapang paru bilateral
sehingga diagnosis yang dapat dipikirkan jika pasien batuk, sesak dan keringat malam sejak 2
minggu kecurigaan pasien mengalami TB paru, akan tetapi untuk riwayat kontak erat, dan
keluarga dengan TB paru tidak diketahui dengan jelas. Pasien juga menyangkal riwayat
demam dan tidak pernah terdiagnosa TB. Maka diagnosis lainnya yang dapat dipikirkan
adalah pneumonia atau PPOK sehingga perlu dilakukan pemeriksaan penunjang lanjutan
dengan pemeriksaan chest X-ray dan pengambilan sample dahak melalui pemeriksaan TCM
dan kultur pewarnaan ziehl neelsen untuk mencari patologi berupa Mycobacterium
Tuberculosis, selain itu dilakukan juga pemeriksaan sensitifitas terhadap OAT. Kemudian
didapatkan hasil PCR Mycobacterium TB (+) dan dari pewarnaan ziehl neelsen ditemukan
basil tahan asam (BTA) (+) serta sensitif terhadap rifampisin. Pemeriksaan lab menunjukan
adanya peningkatan sel darah putih yang menunjukan bahwa terdapat infeksi akut dan chest
X-ray juga mendukung diagnosa TB paru karena terdapat Opasitas dengan nodul pada
lapangan tengah bawah paru bilateral, fibrosis pada lapangan atas paru kiri. Opasitas pada
lapangan bawah paru kanan yang menunjukan sugestif TB paru lama fase aktif. Sehingga
ditegakan diagnosis yaitu TB paru kasus baru terkonfirmasi bakteriologis dan dapat memulai
OAT lini 1. Seperti pada alur diagnosis berikut:
Tatalaksana awal yang harus dilakukan pada pasien ini dibagi menjadi airway, breathing,
circulation, disability, dan exposure.
· Airway : pasien datang dalam kondisi sadar dan dapat berkomunikasi dengan baik saat
datang ke IGD sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat obstruksi jalan napas
· Breathing : pasien memiliki saturasi oksigen 91% saat datang sehingga langsung
diberikan terapi oksigen Nasal Cannule 3 lpm dan reposisi posisi elevasi kepala / bersandar
· Circulation : pemeriksaan sirkulasi pasien dalam batas normal saat pertama kali masuk
IGD, pasien memiliki tekanan darah mmHg. Pasien diberikan IV NS 500ml/8jam.
· Disability : dilakukan pemeriksaan status neurologis lengkap. Pada pasien tidak terdapat
temuan berbahaya seperti penurunan kesadaran.
· Exposure : dilakukan pemantauan untuk menjaga pasien dalam kondisi normotermi dan
normoglikemi. Pasien datang dengan suhu dalam batas normal dan dari pemeriksaan
penunjang didapatkan kadar glukosa darah normal sehingga tidak diberikan penanganan
khusus. Tidak terdapat juga adanya gangguan kesadaran maupun gangguan menelan sehingga
tidak diperlukan pemasangan NGT. Tatalaksana kejang akut secara umum berdasarkan
algoritma sebagai berikut:
Tatalaksana medikamentosa yang diberikan pada pasien ini karena saat di IGD sudah tidak
ada kejang maka terapi yang diberikan Levofloxacin 1 x 750 mg IV, N-acetylcysteine 3 x
200mg PO, Ventolin 3 x 1 resp nebu, fenitoin 3 x 100 mg PO sebagai profilaksis. Prinsip dari
tatalaksana kejang akut diluar dari algoritma adalah menangani penyebab yang mendasari
terjadinya kejang seperti jika terdapat gangguan metabolik dan infeksi. Pada pasien ini juga
disarankan untuk dilakukan EEG namun tidak dilakukan karena kendala pada administrasi
dan BPJS sehingga phenytoin tetap diberikan sebagai profilaksis karena kecurigaan terhadap
epilepsy pada pasien ini belum dapat disingkirkan karena kejang terjadi >2 kali dalam
rentang waktu >24 jam dan 1 kali bangkitan kejang dengan kemungkinan terjadi kejang
berkelanjutan di tahun yang akan datang. Pasien juga belum bisa memulai terapi lanjutan
dengan pemberian Obat Anti Epilepsy (OAE) secara rutin karena masih belum bisa
dipastikan apakah bangkitan kejang merupakan suatu epilepsy yang dapat di konfirmasi
dengan EEG.
DAFTAR PUSTAKA
1. Fisher RS, Cross JH, French JA, et al. Operational classification of seizure types by
the International League Against Epilepsy: Position Paper of the ILAE Commission
for Classification and Terminology. Epilepsia 2017;58:522–530.
2. Duncan JS. The evolving classification of seizures and epilepsies. Epilepsia
2011;52:1204–1205; discussion 1205
3. Epilepsy ILa. Guidelines for publications from league commissions and task forces,
2014. Available at:http://www.ilae.org/visitors/centre/ guidelines.cfm. Accessed July
2, 2015.
4. Murphy-Human T, Welch E, Zipfel G, Diringer MN, Dhar R. Comparison of
short-duration levetiracetam with extended course phenytoin for seizure
prophylaxis after subarachnoid hemorrhage. World Neurosurg. 2011;2:269–
274. doi: 10.1016/j.wneu.2010.09.002
5. Wu AS, Trinh VT, Suki D, et al. A prospective randomized trial of
perioperative seizure prophylaxis in patients with intraparenchymal brain
tumors. J Neurosurg. 2013;4:873–883.