Anda di halaman 1dari 17

BAB I

LAPORAN KASUS

STATUS PASIEN
Nama : Mariana TA
Umur : 19-8-1951
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Lamlom, Lhokgah Aceh Besar
No. MR : 142855
Tanggal masuk : 22-1-2021 (22.30 WIB)

ANAMNESA
Keluhan Utama : Penurunan kesadaran
Riwayat Penyakit Sekarang :Pasien perempuan usia 69 tahun datang kerumah sakit
dengan keluhan penurunan kesadaran ± 6 jam SMRS. menurut keluarga pasien makan
sedikit dan lemas. Lemas sering dirasakan pasien saat melakukan aktivitas. Pasien juga
mengeluhkan malam susah tidur pola tidur tidak beraturan kadang pasien lupa apa yang
sudah di ucapkan dan lupa apa yang sudah di kerjakan, dan saat capek pasien mengeluhkan
pusing. Dari anamnesis keluarga pasien memiliki riwayat sakit jantung ± 1 tahun yang lalu.
Dan saat ini pasien memiliki riwayat sirosis hepatis sejak 6 bulan yang lalu. demam
disangkal, batuk disangkal, BAK normal, BAB normal. Pasien sudah pernah di rawat di
Rumah Sakit.

Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat CHF, Riwayat Sirosis Hepatis


Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada
Riwayat Penggunaan Obat : Tidak ada
Riwayat Alergi : Disangkal
Riwayat kebiasaan sosial : Disangkal

PEMERIKSAAN FISIK
 Keadaan Umum : Somnolen (E3 , V2, M4)
Tinggi Badan : 160

1
Berat Badan : 65kg
 Tanda vital
Tekanan Darah : 111/50 mmhg
Nadi : 90x / i
Penafasan : 22x / i
Suhu : 37.5 0 C suhu axilla
GCS : E3V2M4 (9) = Somnolen

 Kepala : Bentuk simetris, tidak ada deformitas


Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : Sekret (-), Hiperemis (-), deviasi septum (-)
epistaksis (-)
Telinga : Normotia, nyeri tekan tragus (-),
epistaksis (-)
Mulut : Bentuk simetris, tidak ada deformitas
Leher
KGB : Tidak teraba membesar
Struma : Tidak teraba membesar
TVJ : Normal

 Thoraks : Bentuk simetris


Paru Depan
Inspeksi : Pergerakan simetris kiri dan kanan,
sikatrik (-), sela iga melebar (-)
Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru
Palpasi : Stem fremitus taktil kiri = kanan,
nyeri tekan (-)
Auskultasi : vesikuler (+/+), Ronki (-/-), Wheezing (-/-)

Paru Belakang
Inspeksi : Permukaan simetris kiri dan kanan,
sikatrik (-)
Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru
Palpasi : Stem fremitus taktil kiri dan kanan sama, nyeri
2
tekan(-)
Auskultasi : vesikuler (+/+), Ronki (-/-), Wheezing (-/-)

 Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Perkusi : Batas atas ICS 3 Linea Midclavicularis (s)
Batas kanan ICS 4 linea Parasternalis (d)
Batas Kiri ICS 5 linea midclavicularis (s)
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS 5 Linea
Midclavicula (s)
Auskultasi : BJ 1 > BJ 2, Gallop (-/-), murmur (-/-)

 Abdomen
Inspeksi : Distensi abdomen (+) sikatrik (-), ascites (+)
Perkusi : Undulasi (+), shifting dullnes (+), traube space redup
Palpasi : Hepar dan Lien sulit dievaluasi dan ada nyeri tekan
Auskultasi : Peristaltik (+)

+ - -

- - -

- - -

3
 Ekstremitas
Superior : Normal
Inferior : Udem Tungkai Minimal
Kelemahan otot :
22222 22222

22222 22222

 Genitalia : Tidak ada kelainan


1. Saraf Kranial :
a. N. I (N. Olfactorius)
 Normosmia : +/+
 Anosmia : -/-
 Hiposmia : -/-
 Parosmia : -/-
b. N. II (N. Opticus)
 Daya penglihatan : Normal
 Lapang pandang : Normal
 Pengenalan warna : Normal
c. N. III, IV, VI (N. Oculomotorius, N. Trochlearis, N. Abdusens)
 Kedudukan bola mata : Tengah / Tengah
 Pergerakan bola mata
- Ke nasal : +/+
- Ke temporal : +/+
- Ke atas : +/+
- Ke bawah : +/+
 Ptosis : -/-
 Pupil
- Bentuk : Bulat / Bulat
- Lebar : + 3 mm / + 3 mm
- Refleks cahaya :
Langsung : +/+
Tidak langsung : +/+

4
d. N. V (N. Trigeminus)
 Cabang motorik
- Otot masseter : Normal
- Otot temporal : Normal
 Cabang sensorik
- I (Opticus) : Normal
- II (Maxillaris) : Normal
- III (Mandibularis) : Normal
e. N. VII (N. Facialis)
 Waktu diam
- Kerutan dahi : Simetris
- Tinggi alis : Simetris
- Sudut mata : Simetris
- Lipatan nasolabial : Simetris
 Waktu gerak
- Mengerutkan dahi : Simetris
- Menutup mata : Simetris
- Memperlihatkan gigi : Simetris
- Sekresi air mata : Normal
 Daya perasa 2/3 anterior lidah : Normal

f. N. VIII (N. Vestibulocochlearis)


 Vestibular
- Nistagmus : -/-
 Cochlearis
- Test Rinne : Tidak dilakukan
- Test Weber : Tidak dilakukan
- Test Swabach : Tidak dilakukan
g. N. IX dan X (N. Glosopharyngeus dan N. Vagus)
 Bagian Motorik
- Suara : Biasa
- Menelan :+
- Kedudukan arcus pharyng : Normal

5
 Bagian Sensorik
- Refleks muntah :+
h. N. XI (N. Accesorius)
 Mengangkat bahu : Normal
 Memalingkan kepala : Normal
i. N. XII (N. Hypoglossus)
 Kedudukan lidah
- Saat istirahat : di tengah
- Saat gerak : di tengah

2. Sistem Sensorik
Sensasi Kanan Kiri
Raba Baik Baik
Nyeri Baik Baik
Suhu Baik Baik
Prepioseptif baik Baik

3. Refleks
a. Refleks Fisiologis
Refleks Kanan Kiri
Biseps Normal Normal
Triseps Normal Normal

Patella Normal Normal

Achilles Normal Normal

b. Refleks Patologis
Refleks Kanan Kiri
Tromner - -
Hoffman - -
Gordon - -
Gonda - -

6
Oppenheim - -
Babinski - -

Chaddock - -
Schaeffer - -
Bing - -
Rosolimo - -

4. Susunan Saraf Otonom


a. Miksi : Normal
b. Defekasi : Normal
c. Salivasi : Normal
d. Sekresi keringat : Normal

PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Laboratorium : Darah Rutin, GDS, Electrolit

DARAH RUTIN HASIL


Hemoglobin 9,8mg/dl
Eritrosit 2,87 10^6/Ul(H0
Hematokrit 27,0 % (L)
MCV 94,1 FL (L)
MCH 34,1 PG (L)
MCHC 36,3 g/dl
Leukosit 6,3 10^3/ul
Esinofil 1,9 %
Limfosit 6,5 % (H)
Monosit 10,5 %
Trombosit 38 10^3/ul

7
Gula klinik Hasil
Glukosa ad Random 124 mg/dl
Ureum 80 mg/ dl
Creatinin 2,9 mg/dl

Elekrolit Hasil
Natrium 136 mol/L
Kalium 3,1 mol/L
Chorida 103 mol/L

8
 Radiologi : Thorax AP
Kesan : (Cardiomegali dengan udem paru)

PENATALAKSANAAN
Diagnosa Banding : Penurunan Kesadaran ec 1. HE, 2. Imbalance
Electrolit, 3. Susp. Stroke

Diagnosa Kerja : Penurunan Kesadaran ec HE

 Rencana Terapi : IUFD RL 20 gtt/i


 Inj Ceftriaxone 1gr/12j
 Inj Omeprazole 1 vial/12 jam
 Inj Citicoline500gr/12jam
 Iv Aminoleban iv/h
 Inj Furosemide/6jam (jika TD ≥110)
 KSR 2x1
 Sucrafat syr 3x1
 Spirodiaction 1x1
 Lactulac 3xCI
 Domperidom 3x1
 Neurodex 2x1

 Rencana Monitoring : Evaluasi tingkat kesadaran

 Prognosa : Dubia ad bonam

9
FOLLOW UP

Tanggal Keluhan Vital sign Planing Diagnosa


27/01/21  Sedikit Lemas, pusing Kes= E4V5M6 IVFDRL 20gtt/i Penurunan
 Susah tidur malam (compos mentis)  Inj citicoline kesadaran+HE
TD = 137/68 MmHg 500mg/12jam
HR = 81x/i  Inj ceftriaxone
RR= 24x/i 10mg/12jam
T= 37,5ºC  Inj omeprazole iv
1amp/12jam
22222 22222  Inj furosentrol
22222 22222 2amp/6jam (jika
TD ≥110)
 Iv aminoleban
iv/hari
 KSR 2x1
 Sucrafat syr 3x1
 Spirondiaction
100mg 1x1
 Lactulac 3xCI
 Domperidon 10mg
3x1
 Neurodex 2x1

IVFDRL 20gtt/i
 Sudah bisa tidur tetapi Kes= E4M5V6 Penurunan
 Inj citicoline
28/01/21 pola tidur tidak teratur (compos mentis) kesadaran+HE
500mg/12jam
 Lemas dan pusing TD = 108/52 MmHg
 Inj ceftriaxone
HR = 74x/i
10mg/12jam
RR= 24X/I
 Inj omeprazole iv
T= 37,5ºC
1amp/12jam
 Inj furosentrol
2amp/6jam (jika

10
TD ≥110)

22222 22222  Iv aminoleban

22222 22222 iv/hari


 KSR 2x1
 Sucrafat syr 3x1
 Spirodiaction
100mg 1x1
 Lactulac 3xCI
 Domperidon 10mg
3x1
 Neurodex 2x1
29/01/21  Keluhan membaik Penurunan
Kes=E4M5V6(Compos Kesdaran+HE
IVFDRL 20gtt/i
Mentis)
 Inj citicoline
TD = 100/70 MmHg
500mg/12jam
HR = 70x/i
 Inj ceftriaxone
RR= 24X/I
10mg/12jam
T= 37,5ºC
 Inj omeprazole iv
33333 33333
1amp/12jam
22222 22222
 Inj furosetrol
2amp/6jam (jika
TD ≥110)
 Iv aminolebam
iv/hari
 KSR 2x1
 Sucrafat syr 3x1
 Spirodicatuion
100mg 1x1
 Lactulac 3xCI
 Domperidom
10mg 3x1
 Neurodex 2x1

11
BAB II

PEMBAHASAN

Pasien perempuan usia 69 datang kerumah sakit dengan keluhan penurunan


kesadaran ± 6 jam SMRS, menurut keluarga pasien makan sedikit dan lemas. Lemas sering
dirasakan pasien saat melakukan aktivitas. Pasien juga mengeluhkan malam susah tidur
pola tidur tidak beraturan kadang pasien lupa apa yang sudah di ucapkan dan lupa apa yang
sudah di kerjakan dan saat capek pasien mengeluhkan pusing. Dari anamnesis keluarga
pasien memiliki riwayat sakit jantung ± 1 tahun yang lalu. Dan saat ini pasien memiliki
riwayat sirosis hepatis sejak 6 bulan yang lalu. demam disangkal, batuk disangkal, BAK
normal, BAB normal. Pasien sudah pernah di rawat di Rumah Sakit. Dari hasil
pemeriksaan vital sign TD:111/50 MmHg, Nadi : 90x/i Penafasan : 22x /i Suhu : 37.5 0
C
suhu axilla, dan kesadaran Somnolen dengan nilai GCS: E3V2M4 = 9

Pada pemeriksaan fisik tidak ada di temukan tampak kelainan pada bagian wajah,
sklera ikterik, konjungtiva anemis. Sementara itu pada leher tidak ditemukan kelainan. pada
pemeriksaan thorak tampak terdapat lesi pembuluh darah yang dikelilingi serabut pembuluh
yang lebih halus. Pada abdomen, inspeksi terlihat perut membesar dan berbentuk cembung,
auskultasi bising usus normal, perkusi timpani pada puncak abdomen serta shifting dullnes
(+), palpasi dinding perut tegang, serta hepar dan lien tidak teraba. Pada extremitas superior
dan inferior ditemukan edem pada extremitas inferior. Pada pemeriksaan neurologis nervus I-
XII tidak ada kelainan, refleks fisiologis normal, refleks patologis tidak ditemukan dan
rangsangan selaput otak atau meningeal tidak di temukan kelainan. Hanya didapatkan
kelemahan anggota gerak atas 22222 22222 dengan nilai selanjutnya pasien di
lakukan pemeriksaan 22222 22222 laboratorium Darah rutin, Glukosa,
Elektrolit Hb 9,8 g/dl, Leukosit 21,4 g/dl. dari hasil anamnesi
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pasien di diagnosa dengan Ensefalopati
Hepatic.

Ensefalopati adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan kelainan fungsi otak
menyeluruh yang dapat akut, kronik atau progresif. Ensefalopati merupakan disfungsi
kortikal umum yang memiliki karakteristik perjalanan akut hingga sub akut (jam hingga
beberapa hari) secara nyata terdapat fluktuasi dari tingkat kesadaran, atensi minimal,
halusinasi dan delusi yang sering dan perubahan tingkat aktifitas psikomotor (secara umum

12
meningkat, akan tetapi dapat menurun). Penggunaan istilah ensefalopati menggambarkan
perubahan umum pada fungsi otak yang bermanifestasi pada gangguan atensi baik
berupa agitasi hiperalert hingga koma.1 Istilah ensefalopati biasanya diikuti oleh kata lain
yang menunjukkan penyebab dari kelainan otak tersebut. Beberapa jenis ensefalopati
berdasarkan penyebabnya:1

a. Ensefalopati hepatik, yaitu ensefalopati akibat kelainan fungsi hati.


b. Ensefalopati uremik, yaitu ensefalopati akibat gangguan fungsi ginjal.

c. Ensefalopati hipoksia, yaitu ensefalopati akibat kekurangan oksigen pada otak.

d. Ensefalopati wernicke, yaitu ensefalopati akibat kekurangan zat tiamin (vitamin B1),
biasanya pada orang yang keracunan alcohol.

e. Ensefalopati hipertensi, yaitu ensefalopati akibat penyakit tekanan darah tinggi yang
kronis.

f. Ensefalopati salmonela, yaitu ensefalopati yang diakibatkan bakteri Salmonella


penyebab sakit tipus.

Ensefalopati Hepatik (EH) adalah sindrom disfungsi neuropsikiatri yang disebabkan


oleh portosystemic venous shunting, dengan atau tanpa penyakit intrinsik hepar. Pasien EH
sering menunjukkan perubahan status mental mulai dari kelainan psikologik ringan
hingga koma dalam.2 Menurut kriteria West Haven ditandai dengan perubahan pola bangun
tidur dan pelupa, kebingungan, perilaku aneh, disorientasi, dan koma.2 Pada pemeriksaan
fisik, tahap awal hanya menunjukkan adanya tremor distal, namun ciri khas EH
adalah adanya asterixis. Temuan klinis dari laboratorium menunjukkan adanya gangguan
elektrolit terutama kalium, namun yang menjadi perhatian khusus adalah kadar
peningkatan yang ekstrim dari amonia. Walaupun dipengaruhi, tidak ada nilai ukur yang
pasti pada tingginya kadar amonia tersebut terhadap tingkat keparahan EH.3 Seperti
keadaan ensefalopati metabolik dan lesi intrakranial. Pada ensefalopati metabolik
contohnya adalah defisiensi vitamin B1, hipoglikemia, hipotiroid, ensefalopati toksik,
sindrom Wernicke- Korsakoff, intoksikasi obat, dan alkohol. Kondisi lesi intrakranial yang
dapat menjadi diagnosis banding adalah perdarahan intraserebral, perdarahan subdural,
edema serebral, dan hipertensi intrakranial.3

Penelitian di dunia menyebutkan bahwa 30-45% pasien yang mengalami EH


didahului oleh sirosis. Prevalensi terjadinya EH adalah sebesar 30-45% dari pasien sirosis
13
hepatik sedangkan untuk EH minimal sebanyak 20-80%. Sebanyak 30% EH mengalami
kematian.4 Ensefalopati Hepatic menghasilkan suatu spektrum luas manifestasi neurologi
dan psikiatrik nonspesifik. Pada tahap yang paling ringan Ensefalopati hepatic
memperlihatkan gangguan terkait dengan atensi, memori jangka pendek dan kemampuan
visuospasial. Dengan berjalannya penyakit pasien ensefalopati hepatic mulai
memperlihatkan perubahan tingkah laku dan kepribadian seperti apatis, iritabilitas dan
disinhibisi serta perubahan kesadaran dan fungsi motorik yang nyata. Selain itu, gangguan
pola tidur semakin sering ditemukan. Pasien dapat memperlihatkan disorientasi waktu dan
ruang yang progresif, tingkah laku yang tidak sesuai dan fase kebingungan akut dengan
agitasi atau somnolen, stupor, dan pada akhirnya jatuh ke dalam koma.5

Ensefalopati hepatic terbagi menjadi tiga tipe terkait dengan kelainan hati yang
mendasarinya yaitu tipe A berhubungan dengan gagal hati akut dan ditemukan pada
hepatitis fulminan, tipe B berhubungan dengan jalur pintas portal dan sistemik tanpa
adanya kelainan intrinsic jaringan hati, dan tipe C yang berhubungan dengan sirosis dan
hipertensi portal. paling sering ditemukan pada pasien dengan gangguan fungsi hati.
Klasifikasi ensefalopati hepatic berdasarkan gejalanya dibedakan menjadi dua tipe yaitu
EH minimal (EHM) dan EH overt. EH minimal yaitu bila ditemukan adanya defisit
kognitif seperti perubahan kecepatan psikomotor dan fungsi eksekutif, sedangkan EH
overt terbagi menjadi EH episodik (terjadi dalam waktu singkat dengan tingkat
keparahan fluktuasi) dan EH persisten (progresif dengan gejala neurologis yang makin
m
e
m
b
er
at
).6

Kriteria West Haven membagi berdasarkan derajat gejalanya pada (Tabel 1) Stadium
EH dibagi menjadi derajat nol hingga empat, dengan derajat nol dan satu masuk dalam
EH minimal serta derajat dua sampai empat masuk dalam EH overt.7

14
Pada pasien ini tingkat Ensefalopati Hepatic berada pada derajat 1. Karena di dapatkan
pada pasien dengan gangguan pola tidur, penurunan konsentrasi, depresi, ansietas dan
iritabilitas.

Terjadinya ensefalopati hepatic didasari pada akumulasi berbagai toksin dalam


peredaran darah yang melewati darah ke otak. Amonia merupakan molekul toksik terhadap
sel yang diyakini berperan penting dalam terjadinya ensefalopati hepatic.8

Amonia diproduksi oleh berbagai organ, amonia merupakan hasil produksi koloni
bakteri usus dengan aktivitas enzim urease. Terutama bakteri gram negatif anaerob
Enterobacteriacae, proteus dan clostridium. Enzim urase bakteri akan memecah urea
menjadi amonia dan karbondioksida, amonia juga dihasilkan oleh usus halus dan usus besar
melalui glutaminase usus yang metabolisme glutamin (sumber energi usus) menjadi
glutamat dan amonia.8 Pada keadaan sirosis, penurunan massa hepatosit fungsional dapat
menyebabkan menurunnya detoksifikasi amonia oleh hati ditambah adanya shunting
portosistemik yang membawa darah yang mengandung amonia masuk ke aliran sistemik
tanpa melalui hati. Disfungsi neurologis yang ditimbulkan pada ensefalopati hepatic terjadi
akibat edema serebri, dimana glutamin merupakan molekul osmotik sehingga menyebabkan
pembengkakan astrosit. Amonia secara langsung juga merangsang stres oksidatif dan
nitrosatif pada astrosit melalui peningkatan kalsium intraselular yang menyebabkan
disfungsi mitokondria dan kegagalan produksi energi selular melalui pembukaan pori-pori
transisi mitokondria.8

Pemeriksaan Number Connecting Test (NCT), NCT-A dan NCT-B, Critical Flicker

15
Frequency (CFF) merupakan pemeriksaan lain untuk mendiagnosis EH. Namun,
pemeriksaan MMSE, NCT, CFF masih sulit untuk dilakukan secara merata di
Indonesia. Oleh karena itu, para klinisi diharapkan memberi penjelasan terhadap pasien
beserta keluarganya mengenai gejala dari EH. seperti komunikasi, perubahan pola t idur,
penurunan aktivitas sehari-hari pasien hingga tanda-tanda seperti asteriksis, klonus
maupun penurunan kesadaran yang jelas. Pemeriksaan radiologis berupa magnetic
resonance imaging (MRI) serta elektroensefalografi (EEG) dapat menjadi pilihan
pemeriksaan untuk menyingkirkan kelainan lain pada otak. EEG akan menunjukkan
perlambatan (penurunan frekuensi gelombang alfa) aktivitas otak pada pasien dengan

EH. Pemeriksaan kadar amonia tidak dapat dipakai sebagai alat diagnosis pasti EH.
Peningkatan kadar amonia dalam darah (> 100 mg/100 ml darah) dapat menjadi

parameter keparahan pasien dengan EH. Pemeriksaan kadar amonia darah belum
menjadi pemeriksaan standar di Indonesia mengingat pemeriksaan ini belum dapat
dilakukan pada setiap rumah sakit di Indonesia.9

Tujuan utama dari pengobatan ensefalopati hepatic adalah mengidentifikasi dan


mengobati faktor presipitasi ensefalopati hepatic. Sebagian besar obat yang digunakan untuk
menangani ensefalopati hepatic saat ini bekerja dengan mengurangi atau mengeliminasi
peningkatan kadar ammonia dalam darah. Pengobatan untuk mencegah timbulnya
ensefalopati hepatic pada pasien sirosis yang belum pernah mengalami ensefalopati hepatic
disebut sebagai profilaksis primer, sedangkan pengobatan untuk mencegah timbulnya
rekurensi ensefalopati hepatic disebut sebagai profilaksis sekunder. Terapi yang digunakan
adalah probiotik dan antibiotika. Antibiotik lain yang menjadi pilihan sebelumnya adalah
neomycin, metronidazole, paromomycin, vancomycin dan juga ceftriaxone. Ceftriaxone
menjadi pilihan pengobatan karena ketersediaan rifaximine sangat terbatas di Indonesia.10

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Ensefalopati. [serial 101262]. 2013. Available from : Charles Patrick Davis


http://www.medicinenet.com.encephalopathy, [Accesed on 29 january 2021]

2. Rahtio, H. Wanita dengan ensefalopati hepatik. J Medula. 2015; 4:195-201.


[Accesed on 29 january 2021]

3. Iris W, Liou MD. Diagnosis and management of hepatic encephalopathy.


Hepatitis C online. 2017; 3(4):1-20.

4. Guo Z, Yu Z, Hu KQ. Overview on current management of hepatic


encephalopathy. N A J Med Sci. 2016; 9(2):59-65.[Accesed on 29 january 2021]

5. Suyoso, Mustika S, Achmad H. Ensefalopati hepatik pada sirosis hati: faktor


presipitasi dan luaran perawatan di RSUD dr. Saiful Anwar Malang.
Jurnal Kedokteran Brawijaya. 2015; 28(4):340-4. [Accesed on 30 Januari 2021]

6. Ndraha, S. Ensefalopati hepatikum minimal. CDK. 2015; 42(11):824-8. [Accesed on


30 januari 2021]

7. Caropeboka, MD. Ensefalopati hepatikum pada pasien sirosis hepatis. J


Medula. 2013; 1(4):108-16. [Accesed on 30 januari 2021]

8. Wakim FJ. Hepatic encephalopathy: suspect it early in patients with sirosis. Cleve
Clin J Med. 2011;78(9):597-605. [Accesed on 30 januari 2021]

9. Ferenci P, Lockwood A, Mullen K, Tarter R, Weissenborn K, Blei AT. Hepatic


encephalopathy—Definition nomenclature diagnosis, and quantification: Final report
of the Working Party at the 11th World Congresses of Gastroenterology, Vienna,
1998. Hepatology. 2002;35(3):716-21. [Accesed on 30 januari 2021]

10. Perhimpunan peneliti hati Indonesia (PPHI). Panduan praktik klinik penatalaksanaan
ensefalopati hepatik di Indonesia. Jakarta: PPHI; 2014. [Accesed on 30 januari
2021]
17

Anda mungkin juga menyukai