Anda di halaman 1dari 46

BAB I

IDENTIFIKASI KASUS

I.1 Identitas pasien

Nama : Ny. LJ

Umur : 72 Tahun

RM : 063247

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : IRT

Agama : Kristen

Alamat : Kopertis

Tanggal masuk RS : 06 September 2023

I.2 Anamnesis

Keluhan utama: Lemah badan kiri

Anamnesis terpimpin:

Keluhan ini dialami mendadak sejak kurang lebih 6 jam SMRS, saat

pasien sedang tidur siang. Pasien juga mengeluhkan keram badan kiri, sakit

kepala (+), pusing (-), muntah (-).

Riwayat Penyakit Dahulu:

DM (-), Hipertensi (+), Stroke (+).

Riwayat penyakit keluarga:

“Keluarga ada yang mempunyai riwayat hipertensi.”

Riwayat pengobatan:

Tidak ada

1
Riwayat kebiasaan:

I.3 Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan Umum Tanda Vital

Kesan Sakit sedang Tekanan darah 160/100 mmHg

Kesadaran E4M6V5 Nadi 84x/m regular

Gizi Kurang Suhu 36,8C

Pernapasan 20x/m

SpO2 98% room air

Kepala

Mata “Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor,

refleks cahaya (+/+)”

Hidung Rinore (-/-), deviasi septum (-/-), nyeri tekan (-/-)

Telinga Otore (-/-), edem (-/-), nyeri tekan (-)

Mulut Bibir sianosis (-), lidah kotor (-), asimteris (+), lidah deviasi

ke kiri

Leher Pembesaran KGB (-), NT (-), deviasi trakea (-)

Thoraks

Pulmo

Inspeksi “Pergerakan dinding dada simetris”

Palpasi Nyeri tekan (-/-), krepitasi (-/-)

2
Perkusi “Sonor”

Auskultasi Bunyi napas: “vesikuler (+/+)”

Bunyi napas tambahan: ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung

Inspeksi “Ictus cordis tidak terlihat”

Palpasi “Ictus cordis tidak teraba”

Perkusi Redup

Auskultasi Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi Tampak cembung, spider navy (-), jejas (-)

Auskultasi “Bising usus (+)”

Palpasi Nyeri tekan (-), undulasi (-)

Perkusi Timpani pada keempat kuadran

Genitalia Tidak dilakukan Pemeriksaan

Ekstremitas

“Akral hangat kering (+), warna sawo matang, pitting edem (-)”

Pemeriksaan Fungsi Kortikal Luhur

Orientasi Baik

Registrasi Baik

Atensi dan kalkulasi Baik

Mengingat Kembali Baik

Bahasa Baik

3
I.4 Status neurologis

1. Kesadaran : E4M6V5 = 15 (Composmentis)

2. Saraf Kranial

1) N. I (olfaktorius) : “Normosmia”

2) N. II (Optikus) :

 Visus OD 2/60, Visus OS 2/60

 Lapang pandang: Normal

3. N. III (Okulomotorius), N. IV (Trochlearis), N. VI (Abdusens)

OD OS

Celah kelopak mata “Normal” “Normal”

Ptosis - -

Exoftalmus / endoftalmus - -

Ptosis bola mata - -

Diplopia - -

Pupil

- Ukuran / bentuk “3 mm/bulat” “3 mm/bulat”

- Isokor / anisokor “Isokor” “Isokor”


- Refleks cahaya
“+/+” “+/+”
langsung/ tidak

langsung

Gerakan bola mata


- -
- Parase
- -
- Nystagmus

4
- N. V (Trigeminal)

Dextra Sinistra

Sensibilitas

- N. V1 (Oftalmmikus) + +

- N. V2 (Maksilaris) + +
- N. V3 (Mandibularis)
+ +

Motorik

- Inspeksi / palpasi “Dalam batas “Dalam batas normal”

(istirahat/menggigit) normal”
- Refleks dagu / maseter
“Dalam batas normal”

“Dalam batas

normal”

Refleks kornea + +

- N. VII (Fasialis)

M. M. Orbicularis M. Orbicularis

Frontalis okuli oris

Motorik

- Istirahat Simetris Simetris Asimetris

Simetris Simetris Asimetris

5
- Gerak mimik

Sensorik khusus

- Pengecapan 2/3 lidah Dalam batas

bagian depan normal

- N. VIII (Vestibulokoklearis)

Pendengaran: kesan dalam batas normal

o Tes Rinne: (+)

o Tes Weber: “tidak terdapat lateralisasi”

o Tes Swabach: “sama dengan pemeriksa”

Fungsi vestibuler: dalam batas normal

- N. IX (Glossofaringeus) & N. X (Vagus)

o Refleks telan/ muntah : (+)

o Pengecapan 1/3 bagian belakang : dalam batas normal

o Suara : Normal

- N. XI (Asesorius)

Memalingkan kepala dengan/ tanpa tahanan: Dalam batas normal

Angkat bahu: Dalam batas normal

- N. XII (Hipoglossus)

Deviasi lidah: deviasi ke kiri

Fasikulasi: -

Tremor: -

Ataksia: -

6
1. Tanda Rangsang Meningeal

- Kaku kuduk: (-)/(-)

- Kernign sign: (-)/(-)

- Brudzinki I: (-)/(-)

- Brudzinki II: (-)/(-)

- Brudzinki III: (-)(-)

- Brudzinki IV: (-)(-)

2. Motorik

Superior Inferior

Dextra Sinistra Dextra Sinistra

Trophy otot Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi

Pergerakan Bebas Pasif Bebas Pasif

Kekuatan 5 2 5 3

Tonus otot Eutoni Hipotoni Eutoni Hipotoni

Refleks fisiologis

- Biceps ++ +++

- Triceps ++ +++
- Brachioradialis
++ +++
- KPR
++ +
- APR
++ +

- Refleks patologik :

7
Dextra Sinistra

Hoffmann- trimmer (-) (-)

Babinski (-) (-)

Chadock (-) (-)

Gordon (-) (-)

Schaefer (-) (-)

Oppeinhem (-) (-)

- Pergerakan abnormal spontan : -

3. Sensorik

Eksteroseptif

- Nyeri: (+)

- Suhu: (+)

- Raba: (+)

Proprioseptif

- Rasa sikap: (+)

- Nyeri dalam: (+)

Fungsi Kortikal

- Diskriminasi: DBN

- Stereognosis: DBN

4. Gangguan koordinasi dan Keseimbangan

- Tes jari hidung: Ekstremitas kanan DBN, ekstremitas kiri SDE (parese)

8
- Tes tumit: Ekstremitas kanan DBN, ekstremitas kiri SDE (parese)

- Tes Romberg: tidak dilakukan karena pasien belum mampu untuk berdiri

- Tes Pronasi – supinasi: SDE karena tangan kiri lemah untuk

digerakkan

5. Otonom: BAK (+), BAB (+)

I.5 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

Hematologi (06/09/2023)

Nama Test Hasil Nilai rujukan

Darah lengkap

Hemoglobin 14,8 g/dl 13,4-17,3

Eritrosit 4,71 Juta/uL 4,7-6,3

Hematokrit 41,0% 39,9-51,1

MCV 87,0 fl 80-100

MCH 31,4 pg 26-34

MCHC 36.1 g/dl 32-36

Trombosit 161 ribu/uL 150-400

Leukosit 4,0 ribu/uL 5,07-11,1

Hitung jenis leukosit

Neutrophil 55,9% 50-70

Limfosit 23.8% 20-40

Monosit 7,8% 2-8

Kimia darah (06/09/2023)

9
Lemak darah

Kolesterol total 169 mg/dl Tidak beresiko: <200

Risiko sedang: 200-

240

Trigliserida 73 mg/dl <150

Fungsi hati

SGOT 32 u/L 5-34

SGPT 28 u/L 0-55

Glukosa darah

Glukosa sewaktu 89 mg/dl 70-105

Fungsi Ginjal

Ureum 12 13-43

Kreatinin 0,6 0,6-1,1

Asam Urat 6,2 2,6-6,0

2. CT-scan kepala

10
Tampak gambaran hypodense pada hemisfer kanan, hilangnya diferensiasi

substanti grisea dan alba.

I.6 Resume

Ny. LJ usia 72 tahun, dibawa ke IGD RS GPM Ambon dengan keluhan

lemah badan kiri secara tiba-tiba sejak kurang lebih 6 jam SMRS. Pasien juga

mengeluhkan keram badan kiri, sakit kepala (-), pusing (+), muntah (-). Pasien

juga menderita hipertensi dan memiliki riwayat stroke pada tahun 2014. Pada

riwayat penyakit keluarga terdapat riwayat hipertensi dalam keluarga. Pada

pemeriksaan fisik tampak sakit sedang dengan kesadaran komposmentis.

Pemeriksaan tanda – tanda vital didapatkan TD 160/100 mmHg, Nadi 84x/menit,

Suhu 36,8ºC, pernapasan 20x/menit, SpO2 98% room air. Pada pemeriksaan

neurologis didapatkan paresis N. VII dan N.XII sinistra.

11
Pemeriksaan kekuatan motorik:

5 2

5 3

Pada pemeriksaan refleks fisiologis: refleks biceps (++/+++), refleks triceps (++/+

++), Brachioradialis (++/+++), KPR (++/+), dan APR (++/+). Pada pemeriksaan

refleks patologis, refleks Babinski (–/+). Pada pemeriksaan CT-scan didapatkan

gambaran hypodense pada hemisfer kanan, hilangnya diferensiasi substanti grisea

dan alba.

I.7 Diagnosis kerja

- Diagnosis klinis: “Hemiparese sinistra + parese N.VII dan N.XII Sinistra”

- Topis: Hemisfer kanan

- Etiologi: Hipertensi

- Tambahan: Hipertensi grade II

- Kesimpulan: Stroke iskemik

I.8 Diagnosis banding

- Stroke Hemoragic

- Tumor Cerebri

I.9 Manajemen

- IVFD RL 20 tpm

- Manitol 4x100 cc/24 jam

- Inj. Ranitidin 50 mg/24 jam/IV

12
- Inj. Citicolin 500 mg/12 jam/IV

- Amlodipin 10 mg 0-0-1 tablet/hari /PO (malam)

- Captopril 25 mg 3x1 tablet/hari/PO

- Neurodex 1x1 tablet/hari/PO

I.10 Prognosis

Ad Vitam

- Dubia at Bonam

Ad Function

- Dubia at Malam

I.11 Anjuran

- Foto Thorax

- Konsul fisioterapi

13
LEMBAR FOLLOW UP

08/09/23 S: lemah badan kiri, pusing (+), P:

Hari ke-3 tidak bisa tidur malam hari - IVFD RL 20 tpm

- Manitol 2x100 cc/24 jam

O: - Inj. Ranitidin 50 mg/24

GCS: CM E4V5M6 jam/IV

TD: 150/100, nadi: 88x/menit - Inj. Citicolin 500 mg/12

reguler, SpO2: 98% dengan O2 jam/IV

ruangan, suhu: 37ºC, RR: - Amlodipin 10 mg 0-0-1

22x/menit tablet/hari/PO (malam)

Pemeriksaan nervus cranialis: - Captopril 25 mg 3x1

parese N. VII dan N.XII sinistra tablet/hari/PO

- Neurodex 1x1

Motorik: 5 2 tabet/hari/PO

- Mobilisasi

5 3

R. Fisiologis:

BPR ++ +++ KPR ++

TPR ++ +++ APR ++

14
Refleks patologis: babinski: (-/+)

A: Hemiparese Sinistra e.c

Stroke Non Hemoragik +

hipertensi grade II

09/09/23 S: keluhan lemah sudah P:

Hari ke-4 berkurang, makan minum baik - Aff infus

O: - Piracetam 800 mg 2x1

GCS: CM E4V5M6 tablet/hari/PO

TD: 150/100, nadi: 79x/menit - Neurodex 1x1

reguler, SpO2: 98% dengan O2 tablet/hari/PO

ruangan, suhu: 36,5ºC, RR: - Captopril 25 mg 3x1

21x/menit tablet/hari/PO

Pemeriksaan nervus cranialis: - Amlodipin 10 mg 0-0-1

parese N. VII dan N.XII sinistra tablet/hari/PO (malam)

- Candesartan 16 mg 1-0-0

tablet/hari/PO (pagi) jika

Motorik: 5 3 TD >140

- Rencana pulang besok

5 3

R. Fisiologis:

15
BPR ++ +++ KPR ++

TPR ++ +++ APR ++

Refleks patologis: babinski (-/+)

A: Hemiparese Sinistra e.c

Stroke Non Hemoragik +

hipertensi grade II

10/09/23 S: Demam, pasien stabil P:

Hari ke-5 O: Pulang dengan obat oral:

GCS: CM E4V5M6 - Piracetam 800 mg 2x1

TD: 140/80, nadi: 84x/menit tablet/hari/PO

reguler, SpO2: 99% dengan O2 - Neurodex 1x1

ruangan, suhu: 37,6ºC, RR: tablet/hari/PO

21x/menit - Captopril 25 mg 3x1

Tangan bengkak bekas infus tablet/hari/PO

(phlebitis) - Amlodipin 10 mg 0-0-1

Pemeriksaan nervus cranialis: tablet/hari/PO (malam)

parese N. VII dan N.XII sinistra - Paracetamol 500 mg 3x1

tablet/hari/PO

16
Motorik: 5 4

5 4

R. Fisiologis:

BPR ++ ++ KPR ++ +

TPR ++ ++ APR ++ +

Refleks patologis: babinski (-/+)

A: Hemiparese Sinistra e.c

Stroke Non Hemoragik +

hipertensi grade II

17
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Vaskularisasi otak

Jantung memompa oksigen dan darah berisi nutrisi ke wajah, otak, dan

kulit kepala melalui dua rangkaian pembuluh utama, arteri karotis dan vertebralis.

”Leher dan pembuluh darah lainnya membawa darah keluar dari otak.”

Darah harus menyuplai banyak darah agar otak Anda tetap aktif. Aliran

darah tidak sepenuhnya seragam tetapi selalu melimpah. “Kerusakan otak

permanen terjadi jika otak kehilangan aliran darah selama lebih dari beberapa

menit.” “Serius, aliran darah memberikan tingkat keamanan fisiologis yang sangat

kecil sehingga akan terjadi kehilangan kesadaran jika aliran darah terhenti selama

sekitar 5 detik.

Otak menggunakan sekitar seperlima dari pasokan darah yang disalurkan

oleh jantung (setara dengan sepertiga dari curah jantung sisi kiri), karena otak

mengonsumsi sekitar 20% oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh (dan jumlahnya

dapat mencapai hingga 50% pada anak kecil). Sepersekian detik diperlukan bagi

sejumlah kecil darah untuk mengalir dari arteri karotis interna ke vena jugularis

interna melalui otak. Ini disebabkan oleh keterbatasan cadangan metabolik di

otak, yang mendapatkan hampir semua energinya dari glukosa gula. “Karena otak

selalu aktif dan tidak pernah berhenti, maka aliran darah yang konsisten

diperlukan untuk menjaga pasokan oksigen dan glukosa yang diperlukan, baik

saat seseorang sedang istirahat, tidur, berpikir, atau merenung.”

18
Peran sistem saraf otonom terhadap otak manusia relatif terbatas. Otak

menggunakan cara halus untuk mengatur aliran darahnya, terutama dalam

hubungannya dengan tekanan darah normal, dengan mengadaptasi respons

terhadap CO2 dan metabolit lainnya. “Kepadatan pembuluh darah dan aliran

darah di berbagai bagian otak tetap konstan. Organisme memiliki beberapa

mekanisme pertahanan yang memastikan bahwa otak tetap mendapatkan oksigen

yang dibutuhkannya.”

Reseptor tekanan di sinus karotis dan reseptor kimia di badan karotis yang

terletak di bercabangnya arteri karotis komunis bekerja bersama dalam integrasi

refleks melalui pusat pernafasan dan pusat kardiovaskular di medulla oblongata.

“Fungsi dari reseptor-reseptor ini adalah menjaga kelancaran aliran darah yang

stabil menuju otak. Selain itu, reseptor tekanan juga hadir dalam lengkungan

aorta.”

Kendali terhadap regulasi aliran darah ke otak dicapai melalui respons otot

polos yang terdapat dalam pembuluh darah otak terhadap perubahan tekanan

darah pada pembuluh tersebut. Ketika tekanan menurun, otot polos menjadi lebih

relaks, mengakibatkan pembuluh darah melebar dan resistensi terhadap aliran

darah menurun. “Sebaliknya, jika tekanan meningkat, otot polos akan

mengontraksi dan meningkatkan resistensi terhadap aliran darah.” Ketika tekanan

intrakranial meningkat, seperti akibat peningkatan tekanan cairan serebrospinal,

pembuluh darah merespons dengan melebar.

Kendali metabolik terhadap aliran darah ke otak memiliki peranan yang

sangat signifikan. Ketika kadar CO2 tinggi dan kadar O2 rendah, pembuluh darah

19
di otak akan melebar. “Sebaliknya, jika kadar CO2 rendah dan kadar O2 tinggi,

pembuluh darah tersebut akan berkontraksi. Jika aliran darah ke otak mengalami

penurunan, otak akan menanggulanginya dengan mengambil lebih banyak

oksigen daripada biasanya dari sediaan oksigen yang ada dalam darah.”

Penurunan tekanan secara drastis yang signifikan dapat mengakibatkan

terjadinya refleks iskemia serebral. “Neuron-neuron yang terletak dalam medulla

oblongata akan merespons dengan memicu impuls pada sistem saraf simpatik

yang mengarah ke jantung, yang kemudian akan meningkatkan aliran darah dari

jantung menuju otak.”1

II.1.1 Anatomi arteri cerebri

Vaskularisasi otak dapat dikelompokkan menjadi dua jenis arteri, dengan

masing-masing terdiri dari dua pasang, yaitu dua arteri karotis interna dan dua

arteri vertebralis (kadang-kadang disebut sebagai arteri vertebrobasilaris).

“Keempat arteri ini berlokasi dalam ruang subarachnoid dan cabang-cabangnya

akan berhubungan di permukaan bawah otak, membentuk apa yang dikenal

sebagai Circulus Willisi.”2

20
Gambar 1. Arteri cerebri

Gambar 2. Anatomi arteri cerebri

21
Gambar 3. Arteri Cerebri

Gambar 4. Circulus Willisi

II.1.2 Sistem karotis

Spesifikasi pada setiap arteri dan alur-alurnya:2,3

1. Arteria Carotis Interna

a. Bifurcation arteria karotis communis  “terdapat dilatasi”, “Sinus

karoticus”

b. Arteri naik melewati leher dan tembus “basis cranii melewati kanalis

karoticus os temporal”

22
c. Arteri ini terus “bersirkulasi ke depan dan horizontal melewati sinus

kavernosus”

d. Arteri ini muncul pada sisi medial “processus klinoideus anterior”

e. Pemunculan ini dengan menembus bagian “duramater”

f. Masuk ke “subarachnoid space dengan cara menembus bagian

arachnoid mater dan membelah ke arah posterior”

g. Dari arah tersebut, “arteri ini masuk ke ujung medial sulcus lateralis

serebri”

h. Dari bagian tersebut, “arteri ini membelah menjadi 2 bagian yaitu,

bagian arteri serebri anterior dan arteri cerebri medial.”

Gambar 5. Perjalanan a.carotis

23
Gambar 7. Perjalanan Arteri karotis

Gambar 8. Anatomi arteri cerebri4

Gambar 9. Anatomi arteri cerebri4

Percabangan arteri:3

24
a) Arteri opthalmica

Arteri ini berasal dari arteri karotis interna yang timbul dari

sinus cavernosus. Arteri tersebut memasuki wilayah orbita

dengan melewati kanalis opticus di bawah dan samping nervus

opticus. “Arteri ini mengalirkan darah ke berbagai struktur di

dalam orbita, dan cabang-cabang akhirnya menyuplai darah ke

bagian depan kulit kepala, sinus ethmoidalis, sinus frontalis, serta

bagian atas hidung.”

b) Arteria communican posterior

Ini adalah pembuluh darah kecil yang bermula dari bagian

akhir arteri karotis interna yang berdekatan dengan titik terminasi

utamanya. Arteri ini melanjutkan perjalanannya ke bagian

belakang di atas “saraf okulomotor, dan kemudian bergabung

dengan arteri serebri posterior untuk berkontribusi dalam

pembentukan Circulus Willis.”

c) Arteria choroidea

Arteri ini mengalir ke arah belakang dekat traktus optikus,

masuk ke dalam sudut bawah ventrikel lateral, dan berakhir di

daerah Plexus choroideus. Selain itu, arteri ini juga berperan

dalam membentuk cabang-cabang arteri di daerah Crus cerebri,

corpus geniculatum laterale, traktus optikus, dan capsula interna.

d) Arteri cerebri anterior

25
- Arteri ini berjalan ke depan dan ke arah medial, “juga superior

terhadap nervus opticus yang masuk ke daerah fisura longitudinal

cerebri”

- Arteri ini berhubungan dengan “arteri cerebri anterior di sisi

kontralateral”

- Dengan melewati daerah arteri communicans anterior

- Selanjutnya, arteri ini melengkung di atas bagian “corpus

colosum dan beranastomosis dengan arteri cerebri posterior”

- Diketahui bahwa cabang-cabang kortikal ini mengalirkan darah

ke seluruh wilayah medial dari korteks cerebri, yang terletak di

bagian posterior hingga mencapai sulcus parieto-occipitalis.

e) Arteri cerebri media

Arteri ini bergerak ke arah sulcus lateralis cerebri dengan

mengalirkan darah ke seluruh wilayah hemisphere lateral, kecuali

wilayah kecil yang diberi pasokan oleh arteri cerebri anterior,

bagian belakang kepala, dan permukaan bawah hemisphere

cerebri, yang menerima suplai darah dari arteri cerebri posterior.

“Diketahui bahwa arteri ini juga memperdarahi semua area

motorik, kecuali area Tungkai”.

Pasien yang mengalami hemiparesis, hal ini dapat terjadi dikarenakan

adanya gangguan vaskular pada otak.5 Area vaskular dan volume jaringan otak

iskemik yang menentukan jenis dan tingkat keparahan defisit neurologis. Pasien

stroke anterior datang dengan gejala defisit fokal seperti afasia, hemiplegia,

26
kehilangan hemisensori, atau defisit lapang pandang. Pasien stroke posterior

biasanya memiliki berbagai gejala, antara lain: gangguan cara berjalan, ataksia

unilateral atau bilateral, gangguan lapang pandang, ataksia optik, nistagmus, dan

bahkan tidak responsif dan henti napas pada kasus oklusi lengkap arteri basilar

proksimal. Oklusi arteri proksimal cenderung menyebabkan iskemia jaringan otak

yang luas, sedangkan oklusi arteri yang lebih distal atau arteri kecil biasanya

menghasilkan defisit yang lebih ringan dengan tingkat keparahan yang lebih

ringan.5

Gambar 10. Lokasi oklusi pada pembuluh darah cerebri5

Oklusi arteri serebral anterior menghasilkan hemiparesis di sisi tubuh

yang berlawanan dan gangguan sensorik, serta masalah bicara dan apraksia pada

lengan kiri akibat kerusakan pada corpus callosum anterior yang mengganggu

27
hubungan antara hemisfer dominan dengan korteks motorik kanan. “Oklusi

bilateral arteri serebral anterior menyebabkan apatis karena merusak sistem

limbik.” Sementara oklusi arteri posterior mengakibatkan hilangnya sebagian

penglihatan di sisi tubuh yang berlawanan dan bahkan kebutaan jika terjadi oklusi

pada kedua arteri. “Penyumbatan arteri karotis atau basilar dapat mengakibatkan

defisit pada area yang disuplai oleh arteri serebri anterior dan media.” Oklusi

arteri koroid anterior mempengaruhi ganglia basal (menyebabkan hipokinesia),

kapsula interna (menyebabkan hemiparesis), dan traktus optikus (menyebabkan

hemianopsia). “Oklusi pada cabang arteri komunikans posterior ke thalamus

umumnya menghasilkan defisit sensorik.” “Terakhir, oklusi total arteri basilar

akan menyebabkan kelumpuhan pada semua ekstremitas dan otot mata serta dapat

menyebabkan koma.”5

II.2 Stroke

Menurut definisi World Health Organization (WHO), stroke adalah suatu

tanda klinis yang berkembang secara cepat karena gangguan fungsi otak baik

secara lokal maupun keseluruhan, dengan gejala yang berlangsung selama

minimal 24 jam dan memiliki potensi untuk mengakibatkan kematian. Stroke ini

tidak disebabkan oleh faktor lain selain masalah pembuluh darah.6,7

Berdasarkan klasifikasi secara umum stroke terbagi dua, yakni:6-9

 Stroke non-hemoragik (stroke iskemik)

Stroke iskemik adalah jenis stroke yang terjadi karena penurunan pasokan

darah ke otak, yang dapat mengakibatkan kerusakan atau kematian pada

28
jaringan otak. “Sebagian besar, sekitar 80%, dari semua kasus stroke

disebabkan oleh stroke iskemik, yang dibagi menjadi dua tipe: Trombosis

serebri dan Emboli serebri.”

 Stroke hemoragik

Stroke hemoragik adalah kondisi di mana terjadi perdarahan yang tidak

terkendali di dalam otak. Sekitar 20% dari semua kasus stroke termasuk

dalam kategori stroke hemoragik, yang dibagi menjadi dua jenis:

perdarahan intra serebral dan perdarahan ekstra serebral (subarachnoid).

Berdasarkan waktu terjadinya, kita kenal:

 Transient Ischemic Attack (TIA) adalah suatu kejadian akut yang

menyebabkan “gangguan fungsi otak secara sementara dengan

gejala yang muncul selama kurang dari 24 jam dan kemudian pulih

ke keadaan semula.”

 Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND) adalah kondisi

gejala neurologis yang “muncul dan bertahan selama lebih dari 24

jam, tetapi kurang dari seminggu, sebelum akhirnya pulih kembali

ke kondisi semula.”

 Stroke in Evolution (Progressing Stroke) adalah “gejala/tanda

neurologis fokal terus memburuk setelah 48 jam.”

 Complete Stroke Non Hemmorhagic adalah “kelainan neurologis

yang ada sifatnya sudah menetap, tidak berkembang lagi.”

29
II.2.1 Faktor resiko

Faktor-faktor risiko untuk terjadinya stroke dapat diklasifikasikan sebagai

berikut:6,7,10,11

A. Faktor yang tidak bisa dimodifikasi

 Usia

 Jenis kelamin

 Riwayat keluarga menderita

 Ras/etnis

B. Faktor yang bisa dimodifikasi

 Behavioral risk factors:

- Merokok.

- “Pola makan yang tidak sehat: lemak, garam berlebihan, asam urat,

kolestrol, low fruit diet”

- Alkoholik.

 Physiological risk factors:

- Hipertensi.

- Penyakit jantung.

- Diabetes melitus.

- Obesitas.

- Dislipidemia.

- Sindrom metabolic.

30
- “Polisitemia, viskositas darah peninggi & penyakit perdarahan dan lain-

lain”

II.2.2 Patofisiologi stroke non hemoragik

1. Emboli

Stroke infark emboli adalah jenis stroke iskemik yang dipicu oleh emboli.

Sumber emboli bisa berasal dari jantung atau organ-organ lain. “Penyebab emboli

yang berasal dari jantung termasuk gangguan irama jantung seperti aritmia, infark

miokard dengan pembentukan gumpalan darah (mural thrombus), endokarditis

bakteri akut atau subakut, gangguan jantung lainnya, komplikasi pembedahan

jantung, penggunaan katup jantung buatan, pembentukan vegetasi endokardial

non-bakteri, prolaps katup mitral, emboli paradoksikal, dan myxoma.”8

Untuk emboli yang berasal dari sumber selain jantung, dapat disebabkan

oleh aterosklerosis pada aorta atau arteri lainnya, diseksi pada arteri karotis atau

vertebra basilar, pembentukan gumpalan darah pada vena pulmonalis,

penumpukan lemak, keberadaan tumor, udara dalam pembuluh darah, komplikasi

pembedahan pada rongga thorax atau leher, pembentukan gumpalan darah pada

vena pelvis atau ekstremitas bawah, atau shunting dari sisi kanan ke sisi kiri pada

jantung.8

Pada stroke emboli, penyumbatan terjadi karena adanya embolus yang bisa

berasal dari berbagai sumber seperti arteri serebral, arteri karotis interna, arteri

vertebra basilar, arkus aorta yang naik, katup jantung, dan endokardium jantung.

“Embolus ini bisa berupa gumpalan darah yang lepas dari dinding arteri yang

mengalami aterosklerosis dan mengalami kerusakan atau bisa juga berupa

31
gumpalan trombosit yang terjadi akibat fibrilasi atrium, emboli yang terdiri dari

kuman karena endokarditis bakteri, atau bahkan gumpalan darah dan jaringan

yang berasal dari infark mural.” Sekarang telah ada bukti-bukti yang

menunjukkan bahwa embolisasi yang berasal dari arteri serebral lebih umum

terjadi daripada embolisasi yang berasal dari jantung.7

Selain itu, telah ditemukan bahwa emboli bukanlah satu-satunya faktor

yang berperan, karena embolus dapat melewati area kapiler sambil mengalami

pelelehan (lisis). Namun, kondisi arteri serebral yang telah mengalami

aterosklerosis atau arteriosklerosis juga memiliki peran penting dalam terjadinya

penyumbatan arteri melalui embolisasi. “Angka statistik untuk infark serebri yang

disebabkan oleh embolisasi mencapai 80%. Pada masa lalu, perkiraan berdasarkan

gejala klinisnya menyatakan bahwa emboli serebri hanya menyumbang sekitar 5%

dari seluruh kasus infark serebri”.7

“Kondisi arteri serebral yang telah mengalami aterosklerosis atau

arteriosklerosis merupakan dasar utama bagi sebagian besar permasalahan

vaskuler yang terjadi di otak dan batang otak.” Seperti akan diuraikan lebih lanjut

nanti, arteri-arteri serebral ini dapat dianggap sebagai arteri-arteri yang dalam

keadaan tidak sehat.

a) “Secara struktural arteri-arteri tersebut mempermudah terjadinya oklusi

dan turbulensi (karena penyempitan lumen) sehingga mempermudah

pembentukan embolus.”

b) Dalam hal fungsinya, arteri-arteri ini tidak dapat mengatur mekanisme

perluasan dan penyempitan pembuluh darah dengan optimal. Oleh karena

32
itu, dalam situasi yang kritis, gangguan sirkulasi dapat terjadi, yang

berpotensi mengakibatkan terjadinya iskemia dan infark serebri. “Adanya

aterosklerosis dan arteriosklerosis di arteri serebral ini juga membuat

perubahan dalam aspek hemodinamik tubuh secara keseluruhan, seperti

aritmia jantung, tekanan darah rendah, dan tekanan darah tinggi, serta

perubahan kimia dalam komposisi darah, seperti polisitemia dan

peningkatan viskositas darah, yang dapat menyebabkan terjadinya iskemia

dan infark serebri di daerah tertentu.”8

Emboli yang terjebak di arteri serebral akan menginduksi respons berikut:

endotel pembuluh darah mengalami reaksi, permeabilitas pembuluh darah

meningkat, pembuluh darah dapat mengalami peradangan (vaskulitis) atau

pembesaran abnormal (aneurisme), dan terjadi iritasi lokal yang memicu

vasospasme di area tersebut. “Selain efek-efek di atas, emboli juga menyebabkan

sumbatan dalam aliran darah, yang dapat menghasilkan kekurangan oksigen pada

jaringan di bawahnya serta stagnasi aliran darah yang dapat membentuk struktur

berlapis (rouleaux) yang dapat membentuk gumpalan darah di sekitar area

stagnasi, baik di hilir maupun di hulu.” Gangguan fungsi saraf akan mulai terjadi

dalam beberapa menit setelah ini, terutama jika kolateral (saluran cadangan) tidak

segera berfungsi dan penyumbatan tetap ada. “Pada bagian yang terdampak oleh

obstruksi, terjadi kekurangan oksigen dan bahkan kurangnya oksigen (anoksia)

sementara metabolisme jaringan tetap berlanjut.” Kondisi ini mengakibatkan

penumpukan karbondioksida (CO2) yang pada gilirannya akan menyebabkan

pelebaran maksimal pembuluh darah, kapiler, dan vena di daerah tersebut.11,12

33
2. Trombus

Stroke trombotik dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu stroke yang

memengaruhi pembuluh darah besar seperti arteri karotis, dan stroke yang

memengaruhi pembuluh darah kecil seperti yang terdapat di dalam sirkulus

Willisi dan sirkulus posterior. “Pembentukan gumpalan darah yang paling

sering terjadi terletak pada titik persimpangan utama arteri serebral, terutama di

daerah di mana arteri karotis interna mendistribusikan darah.” Kondisi

penyempitan arteri ini dapat menyebabkan terjadinya turbulensi dalam aliran

darah. “Energi yang diperlukan untuk mendukung aktivitas sel-sel saraf berasal

dari metabolisme glukosa, yang disimpan di otak dalam bentuk glukosa atau

glikogen untuk digunakan sebagai sumber energi selama sekitar satu menit.”

Jika aliran darah terputus selama lebih dari 30 detik, aktivitas otak yang

tercermin dalam pola gelombang otak (EEG) akan menjadi datar. “Jika aliran

darah terhenti selama lebih dari 2 menit, aktivitas jaringan otak akan berhenti

sepenuhnya.” Jika berlangsung selama lebih dari 5 menit, kerusakan permanen

pada jaringan otak dapat dimulai, dan jika aliran darah terganggu selama lebih

dari 9 menit, hal ini dapat mengakibatkan kematian pada manusia.11,12,20

Jika aliran darah ke jaringan otak terhenti, maka pasokan oksigen dan

glukosa yang diperlukan untuk pembentukan ATP akan menurun. “Ini akan

mengakibatkan penurunan aktivitas enzim Na+ K + ATP-ase, yang pada

gilirannya akan mengakibatkan penurunan potensial membran.” Sebagai

akibatnya, ion K+ akan bermigrasi ke ruang ekstraselular, sedangkan ion Na

dan Ca akan mengumpul di dalam sel. Hasilnya, “permukaan sel menjadi lebih

34
negatif, yang memicu depolarisasi membran.” Pada tahap awal, depolarisasi

membran masih dapat diubah kembali (reversibel), tetapi jika kondisi ini

berlangsung lama, akan terjadi perubahan struktural pada sel yang dapat

menyebabkan kematian jaringan otak. “Ini terjadi segera jika aliran darah turun

di bawah ambang batas yang diperlukan untuk mempertahankan kehidupan

jaringan, yaitu ketika aliran darah berkurang menjadi di bawah 10 ml per 100

gram jaringan per menit.”

Akibat kekurangan oksigen, terjadi peningkatan tingkat asam dalam otak

yang mengganggu fungsi enzim-enzim, karena adanya peningkatan ion H.

Lebih lanjut, "peningkatan tingkat asam (asidosis) menyebabkan

pembengkakan otak yang dicirikan oleh pembesaran sel-sel, terutama sel-sel

glia, dan berdampak pada peredaran mikro darah." Oleh karena itu, terjadi

peningkatan resistensi dalam pembuluh darah kecil, yang kemudian

menyebabkan penurunan tekanan perfusi dan, akibatnya, area yang mengalami

iskemia semakin meluas.11,12,20

II.2.3 Terapi stroke iskemik

Penatalaksanaan farmakologi stroke iskemik baik yang disebabkan oleh

“thrombus maupun emboli” ditujukan untuk menghilangkan sumbatan tersebut

dan memulihkan aliran darah otak.

Berikutnya adalah terapi farmakologi pada stroke iskemik:

a. Trombolisis

Trombolisis adalah suatu prosedur yang melibatkan penggunaan

trombolitik yang disebut rTPA (recombinant tissue plasminogen activator)

35
untuk menghancurkan thrombus. rTPA berperan sebagai katalisator yang

mempercepat konversi plasminogen menjadi plasmin, yang pada

gilirannya meningkatkan laju lisis fibrin yang menyumbat pembuluh darah

otak selama terjadinya stroke iskemik. “Penggunaan trombolisis dengan

rTPA secara umum memberikan manfaat dalam hal merestorasi aliran

darah dan menghilangkan thrombus, serta mengurangi kerusakan sel otak

yang signifikan.” American Heart Association dan American Academy of

Neurology merekomendasikan penggunaan rTPA sebagai metode

trombolisis untuk pengobatan stroke, dengan batas waktu 3 jam setelah

munculnya gejala jika diberikan melalui infus intravena, dan batas waktu 6

jam setelah gejala muncul jika diberikan melalui metode intraarterial.”

Dalam pengobatan, rTPA diberikan melalui infus intravena dengan

dosis 0,9 mg per kilogram berat badan (dengan batas maksimal 90 mg).

“Sebanyak 10% dari dosis total diberikan sebagai injeksi awal (bolus),

sementara sisanya diberikan melalui infus selama 60 menit. Terapi ini

harus dimulai dalam jangka waktu 3 jam sejak onset (rekomendasi kelas 1

dari AHA/ASA, dengan tingkat bukti A), atau dalam jangka waktu 4,5

jam.”13

b. Antikoagulan

Terapi antikoagulan digunakan untuk mencegah pembentukan

thrombus di arteri kolateral. “Penggunaan antikoagulan pada kasus stroke

emboli yang disebabkan oleh masalah jantung seperti fibrilasi atrium

bertujuan untuk mencegah terjadinya stroke emboli di arteri kolateral,

36
namun tidak efektif dalam menghancurkan thrombus yang telah

menyebabkan penyumbatan pada arteri sebelumnya akibat emboli.”

Beberapa antikoagulan yang bisa digunakan meliputi heparin, warfarin,

atau kelompok obat dengan nama singkat LMWH (low weight molecular

heparin). “Rekomendasi untuk pasien yang menderita stroke kardioemboli

dengan faktor risiko iskemik miokard dan ditemukan adanya thrombus di

ventrikel kiri jantung berdasarkan hasil EKG atau pemeriksaan pencitraan

jantung lainnya adalah memberikan terapi antikoagulan oral (dengan target

INR 2,5; dalam kisaran 2 hingga 3) selama minimal 3 bulan (rekomendasi

kelas 1 dari AHA/ASA, dengan tingkat bukti B).”13

c. Antiplatelet

Penggunaan antiplatelet bertujuan untuk mengurangi risiko

perluasan thrombus atau mencegah terbentuknya thrombus baru. Obat-

obatan yang termasuk dalam kategori antiplatelet meliputi aspirin,

clopidogrel, dan dipiridamol. “Dalam penanganan stroke iskemik, sangat

dianjurkan untuk memberikan aspirin dalam dosis awal sekitar 325 mg

dalam rentang waktu 24-48 jam sejak terjadinya stroke (rekomendasi kelas

1 dari AHA/ASA, dengan tingkat bukti A).” Namun, jika terapi

trombolitik telah direncanakan, pemberian aspirin harus dihindari.

Tidak disarankan untuk memberikan clopidogrel secara tunggal

atau dalam kombinasi dengan aspirin sebagai pengobatan rutin pada pasien

dengan stroke iskemik akut, kecuali jika ada indikasi khusus seperti angina

pectoris tidak stabil atau infark miokard non-Q wave. “Dalam kasus-kasus

37
ini, pengobatan harus diteruskan hingga 9 bulan setelah kejadian

(rekomendasi kelas 1 dari AHA/ASA, dengan tingkat bukti A).”13

d. Neuroproktetan

“Neuroprotektan merupakan golongan obat yang bersifat

neuroprotektif, artinya bisa menghambat proses sitotoksik yang merusak

sel saraf dan sel glia pada area penumbra.”7

Citicoline adalah sejenis neuroprotektan yang umumnya

digunakan. Fungsinya adalah mengurangi kerusakan iskemia pada jaringan

dengan stabilisasi membran dan pencegahan terbentuknya radikal bebas.

Namun, “berdasarkan hasil analisis meta terhadap studi, hanya pasien

dengan stroke iskemik yang sedang hingga berat yang mendapatkan

citicoline mengalami perbaikan yang signifikan dibandingkan dengan

yang mendapatkan plasebo.” Di sisi lain, pada pasien dengan stroke ringan

hingga sedang, terdapat perbaikan, meskipun tidak signifikan. Citicoline

diberikan dengan dosis awal sebanyak dua kali 1000 mg melalui infus

intravena selama tiga hari, dan kemudian dilanjutkan dengan dosis oral

sebanyak dua kali 1000 mg selama tiga minggu.7,13,14

Ada dua strategi untuk mencegah stroke, yaitu “pencegahan primer yang

bertujuan untuk mencegah terjadinya stroke pertama kali, dan pencegahan

sekunder yang ditujukan untuk mencegah terulangnya stroke setelah yang

pertama.” Kedua strategi ini harus mencakup penanganan semua faktor risiko

stroke yang dapat diubah.

38
II.3 Hipertensi

II.3.1 Definisi

Hipertensi adalah suatu kondisi di mana tekanan darah sistolik melebihi

140 mmHg dan tekanan diastolik melebihi 90 mmHg. “Tekanan darah diukur

dengan menggunakan spygmomanometer yang telah dikalibrasi dengan baik, dan

proses pengukuran dilakukan setelah pasien diberi kesempatan untuk beristirahat

dengan nyaman.” Pasien biasanya ditempatkan dalam posisi duduk dengan

punggung tegak atau terlentang selama minimal 5 hingga 30 menit, setelah itu

mereka tidak merokok atau minum kopi. “Menurut The Seventh Report of The

Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of

High Blood Pressure (JNC VII), tekanan darah pada orang dewasa

diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok, yaitu kelompok tekanan darah

normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1, dan hipertensi derajat 2.”15,16

II.3.2 Etiologi

Hingga saat ini, penyebab dari hipertensi esensial masih belum

sepenuhnya dipahami. Hipertensi primer tidak dapat diatribusikan pada satu faktor

tunggal atau khusus, melainkan merupakan hasil dari sejumlah faktor yang saling

terkait. “Di sisi lain, hipertensi sekunder terjadi sebagai akibat dari faktor primer

yang telah teridentifikasi, seperti gangguan ginjal, penggunaan obat-obatan

tertentu, situasi stres akut, kerusakan pembuluh darah, dan sebagainya”. “Pada

kasus hipertensi maligna, penyebab yang paling umum adalah hipertensi yang

tidak diobati.” Risiko relatif terkena hipertensi bergantung pada jumlah serta

39
tingkat keparahan dari faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat

dimodifikasi.17

II.3.3 Gejala klinik

Tanda-tanda penyakit yang sering terjadi pada individu yang menderita

hipertensi, sebagaimana juga pada individu dengan tekanan darah normal,

meliputi sakit kepala, pusing, rasa gelisah, detak jantung yang meningkat,

perdarahan hidung, kesulitan tidur, sesak napas, mudah tersinggung, tinnitus

(denging di telinga), rasa berat di kepala, detak jantung yang tidak teratur, dan

sering buang air kecil di malam hari. “Gejala-gejala yang muncul akibat

komplikasi hipertensi dapat melibatkan gangguan pada penglihatan, sistem saraf,

fungsi jantung, kinerja ginjal, serta gangguan pada otak yang dapat menghasilkan

kejang dan perdarahan di pembuluh darah otak, yang pada gilirannya dapat

menyebabkan kehilangan kemampuan bergerak, gangguan kesadaran, bahkan

hingga mencapai kondisi koma.”18

II.3.4 Klasifikasi

“Tekanan darah diklasifikasikan berdasarkan pada pengukuran rata-rata

dua kali pengukuran pada masing-masing kunjungan.”

Tabel 1. “Klasifikasi tekanan darah menurut JNC VII”19

40
II.3.5 Penatalaksanaan

II.3.5.1 Modifikasi gaya hidup

Menerapkan gaya hidup yang sehat berdampak positif pada pengendalian

tekanan darah, dan ini memiliki implikasi positif dalam mencegah serta mengelola

hipertensi. “Promosi kesehatan melalui modifikasi gaya hidup direkomendasikan

bagi individu yang berada dalam kondisi pra-hipertensi, dan juga dapat menjadi

tambahan untuk pengobatan obat pada individu yang telah menderita hipertensi.”

Pendekatan ini bertujuan untuk mengurangi risiko penyakit jantung secara

keseluruhan. “Meskipun efek intervensi gaya hidup terhadap penurunan tekanan

darah akan lebih signifikan pada individu dengan hipertensi yang sudah ada, hasil

percobaan jangka pendek juga telah menunjukkan bahwa penurunan berat badan

dan mengurangi konsumsi NaCl dalam diet dapat mencegah perkembangan

hipertensi.”16,22

Pada individu yang menderita hipertensi, meskipun intervensi gaya hidup

tidak selalu mampu menghasilkan penurunan tekanan darah yang mencukupi

untuk menggantikan terapi obat, namun hal ini dapat mengurangi jumlah obat

yang dibutuhkan atau dosis yang harus diberikan untuk mengendalikan tekanan

41
darah. “Dalam hal modifikasi diet yang efektif dalam menurunkan tekanan darah,

langkah-langkah termasuk mengurangi berat badan, mengurangi asupan natrium

(NaCl), meningkatkan asupan kalium, mengurangi konsumsi alkohol, dan

mengadopsi pola makan yang sehat secara keseluruhan.” Pencegahan dan

penanganan obesitas sangat penting dalam usaha menurunkan tekanan darah dan

mengurangi risiko penyakit kardiovaskular. “Selain itu, konsumsi alkohol oleh

individu yang minum tiga atau lebih minuman per hari (dengan setiap minuman

berisi sekitar 14 gram etanol) telah terkait dengan risiko tekanan darah tinggi, dan

mengurangi konsumsi alkohol juga telah terkait dengan penurunan tekanan

darah.”16,22

II.3.5.2 Terapi farmakologis

Jenis-jenis “obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang

dianjurkan oleh JNC 7” adalah:19

a. Diuretika, terutama jenis “Thiazide (Thiaz) atau Aldosteron Antagonist”

b. Beta Blocker (BB)

c. Calcium Chanel Blocker atau “Calcium antagonist (CCB)”

d. Angiotensin Converting Enzym Inhibitor (ACEI)

e. “Angiotensin II Receptor Blocker atau Areceptor antagonist/blocker

(ARB)”

Untuk mayoritas pasien yang mengalami hipertensi, pendekatan terapi dimulai

secara bertahap, dan pencapaian target tekanan darah dilakukan secara progresif

dalam beberapa minggu. Disarankan untuk memilih obat antihipertensi yang

memiliki masa kerja yang panjang atau memberikan efek 24 jam sehingga cukup

42
diberikan sekali sehari. Keputusan apakah akan memulai terapi dengan satu jenis

obat antihipertensi atau dengan kombinasi obat tergantung pada tingkat tekanan

darah awal dan apakah ada komplikasi yang terkait. “Jika terapi dimulai dengan

satu jenis obat dalam dosis rendah dan tekanan darah masih belum mencapai

target yang diinginkan, maka langkah selanjutnya adalah meningkatkan dosis obat

tersebut atau beralih ke obat antihipertensi lain dengan dosis rendah.” Untuk

menghindari efek samping yang umumnya terjadi, dosis rendah baik digunakan

dalam penggunaan obat tunggal maupun kombinasi. “Meskipun sebagian besar

pasien membutuhkan kombinasi obat antihipertensi untuk mencapai target

tekanan darah, perlu diingat bahwa penggunaan terapi kombinasi dapat

meningkatkan biaya pengobatan dan mengurangi kepatuhan pasien karena jumlah

obat yang harus diminum menjadi lebih banyak.”19,21

Tabel 2. Indikasi dan Kontraindikasi Kelas-kelas Utama Obat Antihipertensi19,21

43
Tabel 3. Tatalaksana Hipertensi Menurut JNC 719

44
BAB III

DISKUSI

Berdasarkan hasil pembahasan pada pasien ini ditegakan diagnosis

Hemiparese sinistra e.c Stroke Non Hemoragik + hipertensi grade II berdasarkan

45
anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan perempuan usia 72 tahun dengan

keluhan lemah badan kiri. Pasien juga mengeluhkan keram badan kiri, sakit

kepala (-), pusing (+), muntah (-). Pasien juga menderita hipertensi dan memiliki

riwayat stroke pada tahun 2014. Pada riwayat penyakit keluarga terdapat riwayat

hipertensi dalam keluarga.

Pada pemeriksaan fisik tampak sakit sedang dengan kesadaran

komposmentis. Pemeriksaan tanda – tanda vital didapatkan TD 160/100 mmHg,

Nadi 84x/menit, Suhu 36,8ºC, pernapasan 20x/menit, SpO2 98% room air.

Berdasarkan teori dimana salah faktor resiko dari stroke adalah hipertensi. Pada

pemeriksaan neurologis didapatkan paresis N. VII dan N.XII sinistra, hal ini juga

sesuai dengan teori dimana pada kebanyakan pasien stroke seringkali

mengeluhkan adanya gejala seperti hemiparesis dan yang sering ditemukan

adanya paresis pada nervus kranialis yang mempersyarafi wajah seperti paresis

N.VII dan N.XII. Pada pemeriksaan CT-scan didapatkan gambaran hypodense

pada hemisfer kanan proyeksi ACA, hilangnya diferensiasi substanti grisea dan

alba. “Hal tersebut sesuai dengan teori, dimana pada pasien stroke sekitar 80%

dari semua penderita disebabkan oleh stroke iskemik atau infark. Terbagi atas,

yaitu: Thrombosis serebri dan Emboli serebri.”

46

Anda mungkin juga menyukai