Anda di halaman 1dari 25

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN JANUARI 2016


UNIVERSITAS PATTIMURA

SEFALGIA TENSION

Disusun Oleh :

Ida Amsiyati

NIM. 2010-83-031

Konsulen :

dr. Semuel A. Wagiu, Sp.S, M.Ked

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PATTIMURA

AMBON

2016
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Nn. WT
Tanggal Lahir/Umur : 23 April 1994/ 22 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Passo
Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan : Pelajar/ Mahasiswi
Status Pernikahan : Belum Menikah
Suku/ Bangsa : Ambon/ Indonesia
No. Rekam Medik : 101432
Tanggal Pemeriksaan : 22-12-2015
Ruangan : Klinik neurologi

B. Anamnesis
a. Keluhan Utama : Nyeri kepala
b. Anamnesis Terpimpin :
Nyeri kepala dirasakan sejak 1 bulan lalu, nyeri terasa seperti kepala terikat,
lokasi nyeri di kepala bagian depan dan menjalar ke leher, nyeri dirasakan
terus menerus, lamanya nyeri bisa sampai satu hari, kadang nyeri sekali,
kadang berkurang setelah tidur. Nyeri bertambah paling sering pada saat
pasien bekerja di depan komputer dan menatap layar handphone. Mual,
muntah, dan penglihatan kabur ataupun gangguan penglihatan seperti
melihat titik berawan atau kilatan cahaya tidak dialami oleh pasien. Pasien
juga mengatakan nyeri pada ulu hati terutama jika pasien terlambat makan.
Keluhan juga disertai sulit tidur di waktu malam. Demam (-), batuk (-),
penurunan BB (-), makan minum baik, BAK dan BAB lancar.

1
c. Riwayat penyakit terdahulu:
Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya, riwayat
trauma kepala tidak ada, hipertensi dan diabetes melitus tidak diderita
pasien.
d. Riwayat pengobatan:
Pasien hanya minum obat panadol untuk meringankan sakit kepalanya,
namun keluhan sakit kepala sering muncul kembali
e. Riawayat penyakit keluarga :
Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama
f. Riwayat Sosial:
Pasien merupakan seorang Mahasiswi tingkat akhir di Fakultas Hukum yang
sedang mengerjakan tugas akhir/ skripsi.

C. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Umum
Tanda vital :
Kesan : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit, regular
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,7⁰ C
Gizi : Baik
Skala nyeri VAS :4
b. Status Generalis
 Kepala : - Normosefal
- Palpasi otot perikranial: Tegang, nyeri tekan (+)
 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
eksoftalmus (-/-), endoftalmus (-/-)
 Telinga : Liang telinga lapang, serumen (-/-), otorea (-)

2
 Hidung : Rinore (-/-)
 Tenggorokan : Hiperemis (-)
 Mulut : Candidiasis (-)
 Leher : Limfadenopati (-)
 Thoraks :
Paru - paru
 Inspeksi : Bentuk dan pengembangan dinding dada
simetris
 Palpasi : Vokal fremitus simetris, nyeri tekan (-)
 Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
 Auskultasi : Bunyi napas dasar vesikuler (+/+), ronkhi (-/-),
wheezing (-/-)
Jantung
 Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
 Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
 Perkusi : Pekak
 Auskultasi : Bunyi jantung murni, reguler, murmur (-),
gallop (-)
 Abdomen
 Inspeksi : Datar, jaringan parut (-)
 Auskultasi : Bising Usus (+) Normal
 Palpasi : Lemas, nyeri tekan (-), hepatomegali (-),
splenomegali (-), balotemen (-)
 Perkusi : Timpani
 Alat kelamin : Tidak diperiksa
 Ekstermitas : Akral hangat, edema (-)
 Kulit : Ruam (-)

3
D. Status Neurologis
a. Kesadaran : GCS : E4 M6 V5
b. Pemeriksaan fungsi Luhur
 Memori : baik
 Fungsi Eksekutif : baik
 Fungsi Bahasa : baik
 Fungsi Psikomotorik : baik
 Visuospasial : baik
 Kalkulasi : baik
 Gnosis : baik
c. Saraf kranial
 N. I (Olfaktorius) : Normosmia
 N. II (Optikus) : OD OS
 Ketajaman penglihatan 6/6 6/6
 Lapangan pandang Ke segala arah Ke segala arah
 Funduskopi Tidak diperiksa Tidak diperiksa
 N. III (Okulomotorius), IV (Trokhlearis), VI (Abducens)
OD OS
 Celah kelopak mata Normal Normal
 Ptosis (-) (-)
 Exoftalmus/Endoftalmus (-)/(-) (-)/(-)
 Ptosis bola mata (-) (-)
 Pupil
o Ukuran/ bentuk 3 mm/ bulat 3 mm/ bulat
o Isokor/ anisokor Isokor Isokor
o Refleks cahaya
(+/+) (+/+)
langsung/ tak langsung
o Refleks akomodasi (+) (+)

4
 Gerakan bola mata
o Parese ke arah (-) (-)
o Nistagmus (-) (-)
 N. V (Trigeminal)
 Sensibilitas :
o N. V1 : Normal
o N. V2 : Normal
o N. V3 : Normal
 Motorik N. V3 :
o Inspeksi/palpasi (istirahat/mengigit) : Normal
o Refleks dagu/masseter : (-)
o Refleks kornea : (+)/(+)
 N. VII (Fasialis)
 Motorik M. Frontalis M. Orbicularis oculli M. orbicularis oris
Istirahat: Simetris Simetris Simetris
Mimik: Simetris Simetris Simetris
 Pengecapan 2/3 bagian depan : Normal
 N. VIII (Vestibulokoklearis)
Pendengaran :
 Tes Rinne : (+)
 Tes Weber : Lateralisasi (-)
 Tes Swabach : Sama dengan pemeriksa
Fungsi vestibularis : tidak diperiksa
 N. IX dan X (Glosofaringeus dan Vagus)
 Posisi arkus faring : Tengah
 Refleks muntah : (+)
 Pengecapan 1/3 lidah bagian belakang : Normal
 Suara : Normal
 Takikardi/bradikardi : (-/-)

5
 N. XI (Aksesorius)
 Memalingkan kepala dengan/tanpa tahanan : dapat dilakukan
 Angkat bahu : dapat dilakukan
 N. XII (hipoglossus)
 Deviasi lidah : (-)
 Faskulisasi : (-)
 Atrofi : (-)
 Tremor : (-)
 Ataksia : (-)
d. Tanda rangsangan meningeal
 Kaku kuduk : (-)  Brudsinzki I : (-)
 Tanda Kerning : (-)  Brudsinzki II : (-)
e. Motorik
Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
 Atrofi Otot Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi
 Pergerakan Normal Normal Normal Normal
 Kekuatan 5 5 5 5
 Tonus Otot Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
f. Refleks fisiologis
 Biceps : ++/++  KPR : ++/++
 Triceps : ++/++  APR : ++/++
 Brachioradialis : ++/++
g. Klonus
 Lutut : -/-
 Kaki : -/-
h. Refleks Patologis
 Hoffman-Tromer : (-/-)
 Babinski : (-/-)

6
 Chaddock : (-/-)
 Gordon : (-/-)
 Schaefer : (-/-)
 Oppenheim : (-/-)
i. Sensorik
 Eksteroseptif
 Nyeri : Normal
 Suhu : Normal
 Raba halus : Normal
 Proprioseptif
 Rasa sikap : Normal
 Nyeri dalam : Normal
 Fungsi Kortikal
 Diskriminasi : Bisa membedakan 2 titik
 Stereognosis : Dapat mengenali 2 benda
j. Gangguan koordinasi
 Tes jari hidung : Dapat dilakukan
 Tes pronasi-supinasi : Dapat dilakukan
 Tes tumit : Dapat dilakukan
 Tes pegang ibu jari : Dapat dilakukan
 Tes romberg : Dapat dilakukan
k. Gait : Normal
l. Otonom : BAB (+), BAK (+), keringat (+)

E. Resume
Pasien perempuan umur 22 tahun datang dengan keluhan nyeri kepala
dirasakan sejak 1 bulan lalu, nyeri terasa seperti kepala terikat, lokasi nyeri di
kepala bagian depan dan menjalar hingga ke leher, nyeri dirasakan terus
menerus, lamanya nyeri bisa sampai satu hari, kadang nyeri sekali, kadang

7
berkurang setelah tidur tapi tidak hilang seluruhnya. Nyeri bertambah paling
sering pada saat pasien bekerja di depan komputer atau menatap layar
handphone. Pasien mengaku belum pernah berobat ke dokter dan hanya
minum obat Panadol untuk meringankan keluhan sakit kepalanya, nyerinya
hilang tetapi beberapa hari kemudian nyeri muncul kembali. Diketahui bahwa
pasien merupakan seorang Mahasiswi tingkat akhir di Fakultas Hukum yang
sedang mengerjakan tugas akhir/ skripsi.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan kesadaran kompos mentis, GCS:
E4M6V5, Tekanan darah: 100/70 mmHg, nadi: 80 x/menit, pernapasan:
20x/menit, suhu: 36,7o C. Pada pemeriksaan palpasi otot perikranial
ditemukan tegang dan nyeri tekan.

F. Diagnosa Kerja
 Diagnosis Klinis : Sefalgia
 Topis : Otot perikranial
 Etiologi : Stress
 Patologi : Spasme otot perikranial
 Kesimpulan : Sefalgia tension

G. Diagnosa Banding
- Migren
- Nyeri kepala klaster

H. Tatalaksana
 Paracetamol 400 mg
Dimasukkan dalam 1
 Tramadol 40 mg kapsul, 3 X 1 kapsul
 Diazepam 2 mg
 Ranitidin 150 mg 2 x 1 tablet
 Clobazam 10 mg 1 x 1 tablet (jam 21.00)

8
DISKUSI

A. Definisi dan Epidemiologi


Nyeri kepala adalah perasaan sakit atau nyeri, termasuk rasa tidak
nyaman yang menyerang daerah tengkorak (kepala) mulai dari kening kearah
atas dan belakang kepala. dan daerah wajah. Berdasarkan penyebabnya
digolongkan nyeri kepala primer dan nyeri kepala sekunder. Nyeri kepala
primer adalah nyeri kepala yang tidak jelas kelainan anatomi atau kelainan
struktur, yaitu migraine, nyeri kepala tipe tegang (sefalgia tension), nyeri kepala
klaster dan nyeri kepala primer lainnya. Nyeri kepala sekunder adalah nyeri
kepala yang jelas terdapat kelainan anatomi maupun kelainan struktur dan
bersifat kronis progresif, antara lain meliputi kelainan non vaskuler.1,2
Sefalgia tension adalah sensasi nyeri pada daerah kepala akibat kontraksi
terus menerus otot-otot kepala dan tengkuk (m. plenius kapitis, m. temporalis,
m. maseter, m.sternokleidomastoid, m. trapezius, m. servikalis posterior, dan m.
levator skapula).1,2
Nyeri kepala merupakan masalah umum yang sering dijumpai dalam
praktek sehari-hari. Nyeri kepala timbul sebagai hasil perangsangan terhadap
bagian tubuh di wilayah kepala dan leher yang peka terhadap nyeri. Bukan
hanya masalah fisik semata sebagai sebab nyeri kepala tersebut namun masalah
psikis juga sebagai sebab dominan. Untuk nyeri kepala yang disebabkan oleh
faktor fisik lebih mudah didiagnosis karena pada pasien akan ditemukan gejala
fisik lain yang menyertai nyeri kepala, namun tidak begitu halnya dengan nyeri
kepala yang disebabkan oleh faktor psikis. Nyeri kepala yang sering timbul di
masyarakat adalah nyeri kepala tanpa kelainan organik, dengan kata lain adalah
nyeri kepala yang disebabkan oleh faktor psikis.2,3
Di Amerika serikat, hanya 1-4 % pasien dengan keluhan nyeri kepala
yang masuk ke instalasi rawat darurat, tetapi merupakan alasan terbanyak

9
pasien berkonsultasi kepada dokter. 90% dari nyeri kepala tersebut merupakan
nyeri kepala tegang otot.1,3,4
Frekuensi nyeri kepala ini tidak berbeda dari wilayah yang satu dengan
wilayah yang lainnya. Jika berdasarkan jenis kelamin, nyeri kepala ini lebih
sering terjadi pada wanita dibandingkan pria dengan perbandingan 3:1. Semua
usia dapat terkena, namun sebagian besar pasien adalah orang dewasa muda
yang berusia berkisar antara 20-40 tahun. Riwayat dalam keluarga dapat
ditemukan.1,3,4
Pada kasus ini, pasien berjenis kelamin wanita berusia 22 tahun dengan
keluhan nyeri kepala yang terjadi sejak 1 bulan yang lalu. Nyeri menjalar
hingga leher yang membuat leher menjadi tegang.

B. Klasifikasi
Nyeri kepala merupakan gejala yang dapat disebabkan oleh berbagai
kelainan baik struktural maupun fungsional, sehingga dibutuhkan sebuah
klasifikasi untuk menentukan jenis dari nyeri kepala tersebut. Sejak tahun 1985
International Headache Society (IHS) mulai mengembangkan sistem klasifikasi
dari nyeri kepala dan akhirnya pada tahun 1988 dihasilkan klasifikasi nyeri
kepala sebagai berikut.1
1. Migren
 Migren tanpa aura
 Migren dengan aura
 Migren oftalmoplegik
 Migren retina.
 Sindrom periodik pada masa anak-anak yang menjadi prekursor atau
terkait dengan migren.
 Gangguan migren yang tidak memenuhi semua kriteria di atas.
2. Sakit kepala tipe tension.
Sakit kepala tipe tension episodik atau kronik.

10
• Disebut sefalgia tension episodik jika seseorang menderita sedikitnya
10 kali sakit kepala yang lamanya berkisar 30 menit – 7 hari, dan
terjadi kurang dari 180 kali setahun. Sakit kepalanya memiliki
sedikitnya 2 dari tanda-tanda di bawah ini :
 Rasa menekan/berat yang berlokasi di kedua belah sisi kepala
 Sakit dengan intensitas ringan sampai sedang
 Tidak bertambah berat dengan aktivitas fisik rutin
 Tidak mual atau muntah
 Mungkin sensitif terhadap cahaya atau suara, tapi tidak keduanya
• Disebut sefalgia tension kronik jika seseorang menderita sakit kepala
dengan frekuensi rata-rata 15 hari dalam sebulan (atau 180 hari dalam
setahun) selama 6 bulan, dan memiliki tanda-tanda seperti episodik
tension tipe headache. Selain itu, pasien tidak menderita gangguan
penyakit lain seperti diperlihatkan dengan uji fisik maupun neurologis
3. Sakit kepala tipe klaster dan hemikrani paroksismal kronik.
4. Macam-macam sakit kepala yang tidak terkait dengan kelainan struktural.
 Sakit kepala idiopatik seperti ditusuk-tusuk.
 Sakit kepala akibat kompresi eksternal.
 Sakit kepala yang distimulasi oleh dingin.
 Sakit kepala ringan karena batuk.
 Sakit kepala ringan karena latihan fisik.
 Sakit kepala terkait dengan aktivitas seksual.
5. Sakit kepala yang berkaitan dengan trauma.
 Sakit kepala akut pasca trauma.
 Sakit kepala kronik pasca trauma.
6. Sakit kepala yang terkait dengan kelainan vaskular.
 Gangguan serebrovaskular iskemik akut.
 Hematom intrakranial.
 Perdarahan subarakhnoid.

11
 Unruptured vascular malformation
 Arteritis
 Sakit pada arteri karotis atau a.vertebralis.
 Trombosis vena.
 Hipertensi arterial.
 Gangguan vaskular lainnya.
7. Sakit kepala terkait dengan kelainan intrakranial non-vaskular.
 Akibat tekanan likuor serebro spinalis yang tinggi
 Akibat tekanan likuor serebro spinalis yang rendah
 Infeksi intrakranial.
 Sarkoidosis dan penyakit inflamatorik non-infeksi.
 Terkait dengan injeksi intratekal.
 Neoplasma intrakranial.
 Terkait dengan gangguan intrakranial lain.
8. Sakit kepala yang terkait dengan substansi tertentu atau efek
withdrawalnya.
 Sakit kepala yang diinduksi oleh pemakaian atau pemaparan akut
suatu substansi.
 Sakit kepala yang diinduksi oleh pemakaian atau pemaparan kronik
suatu substansi.
 Sakit kepala karena withdrawal substansi pada penggunaan akut.
 Sakit kepala karena withdrawal substansi pada penggunaan kronik.
9. Sakit kepala yang terkait dengan infeksi selain di kepala.
Infeksi virus, bakteri atau lainnya.
10. Sakit kepala yang terkait dengan gangguan metabolik.
Hipoksia, hiperkapnia, gabungan hipoksia dan hiperkapnia, hipoglikemia,
dialisis, dan abnormalitas metabolik lainnya.
11. Sakit kepala atau sakit di area wajah yang terkait dengan gangguan pada
struktur kepala atau wajah. Gangguan pada mata, telinga, hidung dan

12
sinus-sinus, gigi, rahang, dan struktur terkait, serta gangguan pada
temporomandibular joint.
12. Neuralgia kranial, sakit di saraf batang badan.
13. Sakit kepala yang tidak dapat diklasifikasikan

C. Etiologi
Penyebab dari nyeri kepala tegang otot ini masih belum diketahui. Diduga
dapat disebabakan oleh faktor psikis maupun faktor fisik. Secara psikis, nyeri
kepala ini dapat timbul akibat reaksi tubuh terhadap stress, kecemasan, depresi
maupun konflik emosional. Sedangkan secara fisik, posisi kepala yang menetap
yang mengakibatkan kontraksi otot-otot kepala dan leher dalam jangka waktu
lama, tidur yang kurang, kesalahan dalam posisi tidur dan kelelahan juga dapat
menyebabkan nyeri kepala tegang otot ini. Selain itu, posisi tertentu yang
menyebabkan kontraksi otot kepala dan leher yang dilakukan bersamaan
dengan kegiatan-kegiatan yang membutuhkan peningkatan fungsi mata dalam
jangka waktu lama misalnya membaca dapat pula menimbulkan nyeri kepala
jenis ini.3,5
Selain penyebab tersebut di atas, ada pula beberapa pemicu yang dapat
menyebabkan timbulnya nyeri kepala jenis ini, antara lain konsumsi coklat,
keju dan penyedap masakan (MSG). Orang yang terbiasa minum kopi juga
akan mengalami sakit kepala bila yang bersangkutan lupa untuk minum kopi.
Jika nyeri kepala tegang otot ini akibat pengaruh psikis maka biasanya akan
menghilang setelah masa stress berlalu.3,5
Pada kasus, penyebab nyeri kepala dan otot leher tegang pada pasien
diperkirakan karena faktor psikologi pasien. Diketahui bahwa pasien
merupakan mahasiswi tingkat akhir di sebuah Fakultas Hukum yang sedang
menyelesaikan tugas tingkat akhir/ skripsi. Pasien mengaku sakit kepala
muncul terutama bila pasien bekerja di depan komputer dan biasanya
menghilang bila pasien tidur. Pekerjaan yang sulit dan penyelesaian tugas yang

13
lama diduga menjadi faktor stressor yang menyebabkan keluhan sakit kepala
menjadi semakin buruk.

D. Gejala Klinis
Nyeri kepala tegang otot biasa berlangsung selama 30 menit hingga 1
minggu penuh. Nyeri bisa dirasakan kadang-kadang atau terus menerus. Nyeri
pada awalnya dirasakan pasien pada leher bagian belakang kemudian menjalar
ke kepala bagian belakang selanjutnya menjalar ke bagian depan. Selain itu,
nyeri ini juga dapat menjalar ke bahu. Nyeri kepala dirasakan seperti kepala
berat, pegal, rasa kencang pada daerah bitemporal dan bioksipital, atau seperti
diikat di sekeliling kepala. Nyeri kepala tipe ini tidak berdenyut.5,6
Menurut ICHD-2, kriteria sefalgia tension adalah:5,6
1. Setidaknya 10 episode memenuhi kriteria 2-5; nyeri kepala < 1 hari/bulan
(episodik), 1-14 hari/bulan, atau ≥ 15 hari/bulan (kronik)
2. Nyeri kepala berlangsung 30 menit sampai 7 hari
3. Terdapatnya setidaknya 2 karakter nyeri:
a) Tertekan atau tegang (tidak berdenyut)
b) Sakit dengan intensitas ringan sampai sedang
c) Lokasi bilateral
d) Tidak bertambah berat dengan aktivitas fisik rutin
4. Terdapat kedua kriteria:
a) Tidak mual atau muntah (dapat terjadi anoreksia)
b) Tidak terdapat fotofobia dan fonofobia, atau terdapat salah satu tapi
tidak keduanya.
5. Tidak menderita penyakit lain
Gejala lain yang juga dapat ditemukan seperti insomnia (gangguan tidur
yang sering terbangun atau bangun dini hari), nafas pendek, konstipasi, berat
badan menurun, palpitasi dan gangguan haid.1,5,6
Pada nyeri kepala tegang otot yang kronis biasanya merupakan
manifestasi konflik psikologis yang mendasarinya seperti kecemasan dan

14
depresi. Oleh sebab itu, perlu dievaluasi adanya stres kehidupan, pekerjaan,
kebiasaan, sifat kepribadian tipe perfeksionis, kehidupan perkawinan,
kehidupan sosial, seksual, dan cara pasien mengatasinya. Keluhan emosi antara
lain perasaan bersalah, putus asa, tidak berharga, takut sakit ataupun takut mati.
Keluhan psikis yaitu konsentrasi buruk, minat menurun, ambisi menurun atau
hilang, daya ingat buruk dan keinginan bunuh diri. 1,5,6,7
Pasien merasakan nyeri kepala sejak 1 bulan lalu, pada kepala bagian
depan dan menjalar hingga ke leher, nyeri dirasakan terus menerus, kadang
nyeri sekali, kadang berkurang tapi tidak hilang seluruhnya. Nyeri bertambah
paling sering pada saat pasien bekerja di depan komputer. Nyeri tidak disertai
gejala lainnya seperti mual muntah maupun penurunan penglihatan dan tidak
memberat saat terkena cahaya ataupun suara yang mengganggu (fotofobia dan
fonofobia).

E. Patofisiologi
Mekanisme myofascial perifer berperan penting pada sefalgia tension
episodik, sedangkan pada sefalgia tension kronis terjadi sensitisasi central
nociceptive pathways dan inadequate endogenous antinociceptive circuitry. Jadi
mekanisme sentral berperan utama pada sefalgia tension kronis. Sensitisasi jalur
nyeri (pain pathways) di sistem saraf pusat karena perpanjangan rangsang
nosiseptif (prolonged nociceptive stimuli) dari jaringan-jaringan miofasial
perikranial tampaknya bertanggung-jawab untuk konversi sefalgia tension
episodik menjadi sefalgia tension kronis.8
Sefalgia tension episodik dapat berevolusi menjadi sefalgia tension kronis:8,9
1. Pada individu yang rentan secara genetis, stres kronis menyebabkan
elevasi glutamat yang persisten. Stimulasi reseptor NMDA mengaktivasi
NFκB, yang memicu transkripsi iNOS dan COX-2, di antara enzim-enzim
lainnya. Tingginya kadar nitric oxide menyebabkan vasodilatasi struktur
intrakranial, seperti sinus sagitalis superior, dan kerusakan nitrosative
memicu terjadinya nyeri dari beragam struktur lainnya seperti dura.

15
2. Nyeri kemudian ditransmisikan melalui serabut-serabut C dan neuron-
neuron nociceptive Aδ menuju dorsal horn dan nukleus trigeminal di TCC
(trigeminocervical complex.), tempat mereka bersinap dengan second-
order neurons.
3. Pada beragam sinap ini, terjadi konvergensi nosiseptif primer dan neuron-
neuron mekanoreseptor yang dapat direkrut melalui fasilitasi
homosinaptik dan heterosinaptik sebagai bagian dari plastisitas sinaptik
yang memicu terjadinya sensitisasi sentral.
4. Pada tingkat molekuler, sinyal nyeri dari perifer menyebabkan pelepasan
beragam neuropeptida dan neurotransmiter (misalnya: substansi P dan
glutamat) yang mengaktivasi reseptor-reseptor di membran postsynaptic,
membangkitkan potensial-potensial aksi dan berkulminasi pada plastisitas
sinaptik serta menurunkan ambang nyeri (pain thresholds).
5. Sirkuit spinobulbospinal muncul dari RVM (rostroventral medulla) secara
normal melalui sinyal-sinyal fine-tunes pain yang bermula dari perifer,
namun pada individu yang rentan, disfungsi dapat memfasilitasi sinyal-
sinyal nyeri, serta membiarkan terjadinya sensitisasi sentral.
6. Pericranial tenderness berkembang seiring waktu oleh recruitment
serabut-serabut C dan mekanoreseptor Aβ di sinap-sinap TCC,
membiarkan perkembangan allodynia dan hiperalgesia.
7. Intensitas, frekuensi, dan pericranial tenderness berkembang seiring
waktu, berbagai perubahan molekuler di pusat yang lebih tinggi seperti
thalamus memicu terjadinya sensitisasi sentral dari neuron tersier dan
perubahan-perubahan selanjutnya pada persepsi nyeri.

16
Sumber: Anurogo D. Tesnion type headache. CDK-214. Surya University. 2014;41(3):186-191.

Gambar 1. Patofisiologi sefalgia tension

F. Diagnosis
1. Anamnesis
Anamnesis yang menunjukkan adanya faktor psikis sebagai latar
belakang nyeri kepala ini semakin mengarahkan ke jenis nyeri kepala tegang
otot. Selain itu karakteristik gejalanya juga dijadikan dasar untuk
mendiagnosis nyeri kepala tipe ini sehingga informasi tentang tipe nyeri,
lokasi, frekuensi dan durasinya harus jelas.1,8,9
Pada pasien ini nyeri dirasakan sejak 1 bulan lalu, seperti kepala
terikat, pada kepala bagian depan dan menjalar hingga ke leher. Nyeri
dirasakan terus menerus, kadang nyeri sekali, kadang berkurang tapi tidak

17
hilang seluruhnya. Nyeri bertambah paling sering pada saat pasien bekerja
di depan komputer.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan adalah palpasi manual.
Palpasi manual dilakukan di daerah delapan pasang otot dan insersi tendon
yaitu frontal, temporal, masseter, processus coroidal,
sternocleidomastoideus, suboccipital, mastoid, dan trapezius. Cara
melakukan palpasi manual adalah dengan melakukan gerakan memutar kecil
dengan tekanan kuat menggunakan jari kedua dan ketiga di daerah-daerah
tersebut selama 4-5 detik. Tidak ada uji spesifik untuk mendiagnosa sefalgia
tension. Pada pemeriksaan neurologis tidak ditemukan kelainan apapun.1,8,9
Pemeriksaan yang dilakukan pada kasus berupa pemeriksaan palpasi
manual ditemukan ketegangan dan nyeri tekan pada otot-otot di kepala dan
leher. Dilakukan juga pemeriksaan fisik umum pada kepala dan leher serta
pemeriksaan neurologis yang meliputi kekuatan motorik, refleks,
koordinasi, dan sensasi. Pemeriksaan mata dilakukan untuk mengetahui
adanya peningkatan tekanan pada bola mata yang bisa menyebabkan sakit
kepala. Pemeriksaan daya ingat jangka pendek dan fungsi mental pasien
juga dilakukan dengan menanyakan beberapa pertanyaan. Pemeriksaan ini
dilakukan untuk menyingkirkan berbagai penyakit yang serius yang
memiliki gejala nyeri kepala seperti tumor atau aneurisma dan penyakit
lainnya.1,5
Pada pasien ini, pada pemeriksaan palpasi otot perikranial ditemukan
tegang dan nyeri tekan. Hasil pemeriksaan neurologis menunjukkan tidak
adanya kelainan neurologis.

G. Diagnosis Banding
1. Migren
a. Migren tanpa aura

18
 Sekurang-kurangnya terjadi 5 serangan nyeri kepala berulang
dengan manifestasi serangan berlangsung 4-72 jam, yang
mempunyai. sedikitnya 2 karakteristik berikut : unilateral,
berdenyut, intensitas sedang atau berat, bertambah berat dengan
aktivitas fisik.
 Selama nyeri kepala disertai salah satu berikut : nausea dan atau
muntah, fotofobia dan fonofobia.
 Serangan nyeri kepala tidak berkaitan dengan kelainan yang lain.
b. Migren dengan aura
 Sekurang-kurangnya terjadi 2 serangan nyeri kepala berulang yang
didahului gejala neurologi fokal yang reversibel secara bertahap 5-20
menit dan berlangsung kurang dari 60 menit.
 Terdapat sedikitnya satu aura berikut ini yang reversibel seperti :
gangguan visual, gangguan sensoris, gangguan bicara disfasia.
 Paling sedikit dua dari karakteristik berikut :
1. Gejala visual homonim dan / atau gejala sensoris unilateral.
2. Paling tidak timbul satu macam aura secara gradual > 5 menit
dan / atau jenis aura yang lainnya > 5 menit.
3. Tiap gejala berlangsung > 5 menit dan < 60 menit
4. Tidak berkaitan dengan kelainan lain.11,12,13
2. Nyeri Kepala Tipe Klaster
 Sekurang-kurangnya terdapat 5 serangan nyeri kepala hebat atau sangat
hebat sekali di orbita, supraorbita dan/ atau temporal yang unilateral,
berlangsung 15-180 menit bila tak diobati.
 Nyeri kepala disertai setidak-tidaknya satu dari berikut:
1. Injeksi konjungtiva dan atau lakrimasi ipsilateral
2. Kongesti nasal dan atau rhinorrhoea ipsilateral
3. Edema palpebra ipsilateral
4. Dahi dan wajah berkeringat ipsilateral
5. Miosis dan atau ptosis ipsilateral

19
6. Perasaan kegelisahan atau agitasi.
 Frekuensi serangan :
1. Dari 1 kali setiap dua hari sampai 8 kali per hari
2. Tidak berkaitan dengan gangguan lain11,13,14

H. Penatalaksanaan
Pembinaan hubungan empati awal yang hangat antara dokter dan pasien
merupakan langkah pertama yang sangat penting untuk keberhasilan
pengobatan. Penjelasan dokter yang meyakinkan pasien bahwa tidak ditemukan
kelainan fisik dalam rongga kepala atau otaknya dapat menghilangkan rasa
takut akan adanya tumor otak atau penyakit intrakranial lainnya. Penilaian
adanya kecemasan atau depresi harus segera dilakukan. Sebagian pasien
menerima bahwa kepalanya berkaitan dengan penyakit depresinya dan bersedia
ikut program pengobatan sedangkan pasien lain berusaha menyangkalnya. Oleh
sebab itu, pengobatan harus ditujukan kepada penyakit yang mendasari dengan
obat anti cemas atau anti depresi serta modifikasi pola hidup yang salah,
disamping pengobatan nyeri kepalanya. Bila depresi berat dengan kemungkinan
bunuh diri maka pasien harus dirujuk ke ahli jiwa berat dengan kemungkinan
bunuh diri maka pasien harus dirujuk ke ahli jiwa.1,7,9,10
1. Terapi non-farmakologi1,7,9,10
a) Melakukan latihan peregangan leher atau otot bahu sedikitnya 20 sampai
30 menit
b) Perubahan posisi tidur
c) Pernafasan dengan diafragma atau metode relaksasi otot yang lain
d) Penyesuaian lingkungan kerja maupun rumah:
 Pencahayaan yang tepat untuk membaca, bekerja, menggunakan
komputer, atau saat menonton televisi
 Hindari eksposur terus-menerus pada suara keras dan bising
 Hindari suhu rendah pada saat tidur pada malam hari

20
2. Terapi farmakologis1,7,9,10
a) Menggunakan analgesik atau analgesik plus ajuvan sesuai tingkat nyeri.
Contoh : Obat-obat OTC seperti aspirin, acetaminophen, ibuprofen atau
naproxen sodium. Produk kombinasi dengan kafein dapat meningkatkan
efek analgesik.
b) Untuk sakit kepala kronis, perlu assesment yang lebih teliti mengenai
penyebabnya, misalnya karena ansietas atau depresi, pilihan obatnya
adalah antidepresan, seperti amitriptilin atau antidepresan lainnya.
Hindari penggunaan analgesik secara kronis memicu rebound headache.

Pasien pada kasus ini ditatalaksana dengan menggunakan kapsul nyeri


yang berisi paracetamol 400 mg, tramadol 40 mg dan diazepam 2 mg. Selain itu
pasien juga diberikan ranitidin 150 mg 2 x 1 tablet untuk mengurangi gejala nyeri
ulu hati serta diberikan juga clobazam 10 mg 1 x 1 tablet untuk mengatasi
kesulitan tidur di waktu malam.

I. PROGNOSIS
Sefalgia tension pada kondisi tertentu dapat menyebabkan nyeri yang
menyakitkan, tetapi tidak membahayakan. Nyeri ini dapat sembuh dengan
perawatan ataupun dengan menyelesaikan masalah yang menjadi latar
belakangnya jika merupakan nyeri kepala tegang otot yang timbul akibat
pengaruh psikis. Nyeri kepala ini dapat sembuh dengan terapi obat berupa
analgetik. Nyeri kepala tipe tegang ini biasanya mudah diobati sendiri. Dengan
pengobatan, relaksasi, perubahan pola hidup, dan terapi lain, lebih dari 90%
pasien sembuh dengan baik.9,10
Pada pasien ini prognosis dapat dikatakan baik. Dengan memperbaiki
psikologi, pengobatan medikamentosa dan mengatur pola aktivitas fisik, nyeri
kepala akan hilang.

21
KESIMPULAN

Nyeri kepala dirasakan sejak 1 bulan lalu, nyeri terasa seperti kepala terikat,
lokasi nyeri di kepala bagian depan dan menjalar hingga ke leher, nyeri dirasakan
terus menerus, lamanya nyeri bisa sampai satu hari, kadang nyeri sekali, kadang
berkurang setelah tidur tapi tidak hilang seluruhnya. Nyeri bertambah paling sering
pada saat pasien bekerja di depan komputer atau menatap layar handphone. Pasien
merupakan mahasiswi tingkat akhir di sebuah Fakultas Hukum yang sedang
mengerjakan tugas akhir/ skripsi. Kesulitan dalam menyelesaikan tugas diduga
sebagai faktor stressor yang menyebabkan munculnya keluhan nyeri kepala pada
pasien ini.

Dari pemeriksaan tanda-tanda vital ditemukan TD: 100/70 mmHg, nadi: 80


x/menit regular, pernapasan: 20 x/menit, suhu: 36,7⁰ C dan skala nyeri VAS: 4. Pada
pemeriksaan palpasi otot perikranial ditemukan tegang dan nyeri tekan. Pada
pemeriksaan neurologis tidak ditemukan kelainan.

Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang


dilakukan, maka diagnosis pasien ada tension type headache. Penatalaksaan yang
diberikan pada pasien adalah kapsul nyeri yang terdiri atas paracetamol 400 mg,
tramadol 40 mg dan diazepam 2 mg. Selain itu, pasien juga diberikan Ranitidin 150
mg 2 x 1 tablet untuk mengurangi gejala nyeri ulu hati. Serta diberikan juga clobazam
10 mg 1 x 1 tablet (21.00). Prognosis dari pasien ini sendiri adalah baik.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Perdossi. Konsensus nasional III diagnostik dan penatalaksanaan nyeri kepala.


Bagian Neurologi FKUI. Jakarta: 2008.
2. Lindsay, Kenneth W. Headache neurology and neurosurgery illustrated. London:
Churchill Livingstone: 2004. Hal.66-72.
3. Davis, LE., King M.L.,Schulz JL. Disorder of pain and headache. In:
Fundametals of Neurologic Disease Demos Medical Publishing,New York: 2004.
Hal.201-7.
4. Robbins MS, Lipton RB. The epidemiology of primary headache disorders.
Semin Neurol. USA: 2010. Hal.107-19.
5. Bigal ME, Lipton R. Headache: classification in section 6: headache and fascial
pain. McMahon Publishing. London: 2008. Hal.1-13.
6. International Headache Society. Cephalgia an international journal of headache,
the international classification of headache disorder 2nd edition. Blackwell
Publishing. United Kingdom: 2004. Hal.90-120.
7. Goetz GC.. Headache and Facial Pain.In : Texbook of Clinical Neurology.
Second edition.Elsevier Science. USA: 2009. Hal.1187-94.
8. Anurogo D. Tesnion type headache. CDK-214. Surya University.
2014;41(3):186-191.
9. Crystal SC, Grosberg BM. Tension-type headache in the elderly.Curr Pain
Headache Rep Dec 2009;13(6):474-8.
10. Kaniecki RG. Tension-Type Headache. Continuum Lifelong Learning Neurol
2012;18(4):823–34.
11. Boru, U.T., Kocer, A., Sur, H., Tutkan, H. and Atli, H. Prevalence and
Characteristics of Migraine in Women of Reproductive Age in Istanbul, Turkey:
A Population Based Survey. Tohoku J. Exp. Med. 2005.
12. Cady,R. Pathophysiology of Migraine. In: The Pain Practitioner. 2007.
13. Horev, A., Wirguin, I., Lantsberg, L., Ifergane, G. A High Incidence of Migraine
with Aura among Morbidly Obese Women. Headache, 45: 936-8.

23
14. Kinik, S.T., Alehan, F., Erol, I. and Kanra, A.R. Obesity and Paediatric
Migraine. International Headache Society. Cephalalgia 30: 105. 2010.

24

Anda mungkin juga menyukai