Diajukan Kepada :
dr. Milasari Dwi Sutadi, Sp.S
Disusun Oleh :
Tias Asih Subagio, S.Ked
20204010152
BAB 1
LAPORAN KASUS
1. Anamnesis
Identitas Pasien
- Nama : Ny. Suwarni
- Umur : 63 Tahun
- Alamat : Dukuh Bantengan RT/RW 05/03 Pituruh
- Tanggal Masuk RS : 18 Mei 2021
- Agama : Islam
- Pendidikan Terakhir :-
- Pekerjaan :-
- Status Perkawinan : Menikah
- No. RM : 00558118
- Tempat : Bangsal Aster / 33
Sumber Anamnesis
- Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 21 Mei 2021 pukul 06.30 WIB
Keluhan Utama
- Kelemahan keempat anggota gerak.
2. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
- Kepala
o Bentuk : Normochepal, simetris
o Kelopak Mata : Normal
o Pupil Pin Point : (+/+)
o Konjungtiva Anemis : (-/-)
o Sklera Ikterik : (-/-)
o Bibir : Sianosis (-)
o Hidung : DBN
o Mulut : DBN
o Lidah :DBN
- Leher
o Pembesaran Limfonodi : (-)
o Pembesaran Kelenjar Tiroid : (-)
o Nyeri Tekan : (-)
o JVP : DBN
- Abdomen
o Inspeksi : simetris, jejas (-), ascites (-)
o Auskultasi : bising usus (+), denyut aorta abdominal (-)
o Perkusi : timpani disemua lapang abdomen
o Palpasi : Supel, distensi (-), hepatomegali (-),
splenomegali (-), nyeri tekan pada region
epigastric (+)
- Ekstremitas
o Superior : akral hangat (+/+), oedema (-/-)
o Inferior : akral hangat (+/+), oedema (-/-)
o CRT : <2 detik
3. Pemeriksaan Neurologis
Nervus I (Olfaktorius)
- dapat mencium aroma kopi, teh dan cengkeh => normosomia
Nervus II (Optikus)
- Ketajaman penglihatan : normal
- Lapangan penglihatan : normal
- Melihat warna : normal
- Funduskopi : tidak dinilai
4. Pemeriksaan Ekstremitas
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
- Gerakan
T T
T T
- Kekuatan
2/1/1 1/1/2
2/1/1 1/1/2
- Refleks Fisiologis
+1 +1
+1 +1
- Refleks Patologis
- -
- Patric test : (-/-)
- Kontra Patrict Test : (-/-)
5. Refleks Fisiologis
- refleks bisep : +1
- refleks trisep : +1
- refleks brachioradialis : +1
- refleks patella : +1
- refleks achilles : +1
Kesimpulan : ditemukan penurunan refleks fisiologis.
6. Refleks Patologis
- Reflek hofman : -/-
- Reflek tromner : -/-
- Rossolimo : -/-
- Chadok : -/-
- Openheim : -/-
- Schaeffner : -/-
- Mendel bechterew : -/-
- Klonus lutut : -/-
- Klonus kaki : -/-
- Babinsky : -/-
Kesimpulan : tidak ditemukan refleks patologis..
7. Tonus
N N
N N
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
8. Klonus
- -
9. Pemeriksaan Meningeal
- Kaku kuduk (-)
- Laseque (-)
- Kernig (-)
- Pemeriksaan Laboratorium
18 Mei 2021
0
Basofil 0,1 % 0-1
0
TLC 2,70 10^3/ul 1.00-3,70
NLR 2,5
Kimia Klinik
Gula Darah Sewaktu 112 mg/dL 74-106
Ureum 29,3 mg/dL 10-50
Creatinin 0,77 mg/dL 0,45-0,75
Elektrolit
Kalium 4,11 mmol/L 3,5-5,0
Natrium 148,0 mmol/L 135,0-147,0
Clorida 114,0 mmol/L 95,0-105,0
- CT Scan
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
- Rontgen Thorax
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
- EKG
STC HR 118x/menit
12. Diagnosis
- Diagnosis Klinis : Tetraparese Flaksid
- Diagnosis Topis : Medula Spinalis Cervicalis dd Rad
- Diagnosis Etiologic : Gullain Barre Syndrome dd Myelitis
13. Tatalaksana
- Farmakologi
o Injeksi Pamol 3x1
o Injeksi Citicolin 2x2
o Injeksi Mecobalamin 2x1
o Injeksi Omeprazol 2x1
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
14. Prognosis
- Ad vitam : dubia adBonam
- Ad Sanationam : dubia adBonam
- Ad Fungsionam : dubia adBonam
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI FISIOLOGI
PARESE
TETRAPARESE
atau sport injury) atau karena penyakit (seperti mielitis transversal, polio, atau
spina bifida).
Pada tetraparese kadang terjadi kerusakan atau kehilangan kemampuan
dalam mengontrol sistem pencernaan, fungsi seksual, pengosongan saluran
kemih dan rektum, sistem pernafasan atau fungsi otonom. Selanjutnya, dapat
terjadi penurunan/kehilangan fungsi sensorik. adapun manifestasinya seperti
kekakuan, penurunan sensorik, dan nyeri neuropatik. Walaupun pada
tetraparese itu terjadi kelumpuhan pada keempat anggota gerak tapi terkadang
tungkai dan lengan masih dapat digunakan atau jari-jari tangan yang tidak dapat
memegang kuat suatu benda tapi jari-jari tersebut masih bisa digerakkan, atau
tidak bisa menggerakkan tangan tapi lengannya masih bisa digerakkan. Hal ini
semua tergantung dari luas tidaknyanya kerusakan.
ETIOLOGI TETRAPARESE
EPIDEMIOLOGI
KLASIFIKASI TETRAPARESE
PATOFISIOLOGI TETRAPARESE
Kelemahan otot (atrofi otot) dapat kita jumpai pada beberapa penyakit.
kelemahan otot dapat kita kelompokkan dalam regio anggota gerak sebagai
berikut.
Kategori kelompok otot per regio anggota gerak
lokalis pada pasien cedera medula spinalis mengacu pada panduan dari
American Spinal Cord Injury Association/ AISA.
M. deltoideus dan biceps brachii (C5) Abduksi bahu dan fleksi siku
M. extensor carpi radialis longus dan Ekstensi pergelangan tangan
brevis
(C6)
M. flexor carpi radialis (C7) Fleksi pergelangan tangan
M. flexor digitorum superfisialis dan Fleksi jari-jari tangan
profunda (C8)
M. interosseus palmaris (T1) Abduksi jari-jari tangan
M. illiopsoas (L2) Fleksi panggul
M. quadricep femoris (L3) Ekstensi lutut
M. tibialis anterior (L4) Dorsofleksi
kaki
M. extensor hallucis longus (L5) Ekstensi ibu jari kaki
M. gastrocnemius-soleus (S1) Plantarfleksi kaki
a. Penyakit infeksi
- Mielitis transversa
- Poliomielitis
b. Polineuropati
c. Sindrom Guillain Barre (SGB)
d. Miastenia Grafis
e. Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS)
f. Spondilosis servikalis
g. Spondilitis Tuberkulosa
Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu kelainan sistem saraf akut
dan difus yang mengenai radiks spinalis dan saraf perifer, dan kadang-kadang
juga saraf kranialis, yang biasanya timbul setelah suatu infeksi. Manifestasi klinis
utama dari SGB adalah suatu kelumpuhan yang simetris tipe lower motor neuron
dari otot-otot ekstremitas, badan dan kadang-kadang juga muka.
Akibat suatu infeksi atau keadaan tertentu yang mendahului SGB akan
timbul autoantibodi atau imunitas seluler terhadap jaringan sistim saraf-saraf
perifer. Infeksi-infeksi meningokokus, infeksi virus, sifilis ataupun trauma pada
medula spinalis, dapat menimbulkan perlekatan-perlekatan selaput araknoid. Di
negara-negara tropik penyebabnya adalah infeksi tuberkulosis. Pada tempat-
tempat tertentu perlekatan pasca infeksi itu dapat menjirat radiks ventralis
(sekaligus radiks dorsalis). Karena tidak segenap radiks ventralis terkena jiratan,
namun kebanyakan pada yang berkelompokan saja, maka radiks-radiks yang
diinstrumensia servikalis dan lumbosakralis saja yang paling umum dilanda
proses perlekatan pasca infeksi. Oleh karena itu kelumpuhan LMN paling sering
dijumpai pada otot-otot anggota gerak,
kelompok otot-otot di sekitar
persendian bahu dan pinggul.
Kelumpuhan tersebut bergandengan
dengan adanya defisit sensorik pada
kedua tungkai atau otot-otot anggota
gerak.
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
- Anamnesis (Riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu dan
riwayat penyakit keluarga).
- Pemeriksaan penunjang :
Foto vertebrae servikal/lumbal→untuk mengetahui adanya
trauma, penyempitan maupun pergeseran susunan tulang
belakang.
Fungsi lumbal→untuk menyingkirkan beberapa penyakit
pembanding seperti sindrom guillain barr→adanya peningkatan
protein sito albumin yang disertai peningkatan jumlah selnya.
Elektromiografi→menunjukan adanya fibrilasi, fasikulasi, atrofi
dan denervasi (pada penyakit ALS)
MRI.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan dilakukan berdasarkan penyebabnya. Namun dapat
dilakukan terapi umum sebagai berikut:
1. Medikamentosa
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Terapi Okupasi
PROGNOSIS
Prognosis penderita dipengaruhi oleh pengobatan terhadap penyebab
tetraparesis itu sendiri. Diagnosis sedini mungkin dan dengan pengobatan yang
tepat, prognosisnya baik meskipun tanpa tindakan operatif. Penyakit dapat
kambuh jika pengobatan tidak teratur atau tidak dilanjutkan setelah beberapa
saat.
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
DIAGNOSIS BANDING
- Mielitis transversa
Dapat menyebabkan satu sampai dua segmen medula spinalis
rusak sekaligus, infeksi dapat langsung terjadi melalui emboli septik, luka
terbuka ditulang belakang, penjalaran osteomielitis atau perluasan proses
meningitis piogenik. Istilah mielitis tidak hanya digunakan jika medula
spinalis mengalami peradangan, namun juga jika lesinya mengalami
peradangan dan disebabkan oleh proses patologik yang mempunyai
hubungan dengan infeksi. Adakalanya reaksi imunologik timbul di medula
spinalis setelah beberapa minggu sembuh dari penyakit viral. Pada saat
itu sarang-sarang reaksi imunopatologik yang berukuran kecil tersebar
secara difus sepanjang medula spinalis. Serabut-serabut asenden dan
desenden panjang dapat terputus oleh salah satu lesi yang tersebar luas,
sehingga dapat menimbulkan kelumpuhan parsial dan defisit sensorik
yang tidak masif di seluruh tubuh atau yang dikenal dengan istilah
tetraparese.
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
BAB 3
KESIMPULAN