Anda di halaman 1dari 25

REFLEKSI KASUS

“Gullain Barre Syndrome”

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Ujian Kepaniteraan Klinik


Di Bagian Ilmu Saraf

Diajukan Kepada :
dr. Milasari Dwi Sutadi, Sp.S

Disusun Oleh :
Tias Asih Subagio, S.Ked
20204010152

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. TJITROWORDOJO PURWOREJO


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
TAHUN 2021
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

BAB 1
LAPORAN KASUS

1. Anamnesis

 Identitas Pasien
- Nama : Ny. Suwarni
- Umur : 63 Tahun
- Alamat : Dukuh Bantengan RT/RW 05/03 Pituruh
- Tanggal Masuk RS : 18 Mei 2021
- Agama : Islam
- Pendidikan Terakhir :-
- Pekerjaan :-
- Status Perkawinan : Menikah
- No. RM : 00558118
- Tempat : Bangsal Aster / 33

 Sumber Anamnesis
- Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 21 Mei 2021 pukul 06.30 WIB

 Keluhan Utama
- Kelemahan keempat anggota gerak.

 Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD Tjitrowardojo dengan keluhan utama
kelemahan tangan dan kaki. Keluhan ini dirasakan sejak beberapa jam
yang lalu dan semakin memburuk. Pasien juga megeluh susah menelan,
minum sedikit, lemas, nyeri kepala cenat cenut hilang timbul, mual (-)
dan muntah (-).

 Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat Prenatal, Perinatal, dan perkembangan : pasien lahir cukup
bulan, riwayat imunisasi tidak diketahui, pertumbuhan cukup baik
sesuai dengan usia pasien
- Riwayat penyakit, penyebab dan terapi sebelumnya : 2 tahun yang
lalu pasien mengatakan pernah jatuh dengan posisi terduduk.
- Riwayat nyeri kelapa dan penyakit lain dalam keluarga : tidak ada
yang mengidap penyakit serupa dalam keluarga
- Riwayat DM/ HT / Stroke / Ginjal / Jantung dll : disangkal.
- Riwayat penyakit psikiatrik/alcohol/napza : disangkal
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

 Riwayat Persona Sosial : pasien tinggal bersama suami dan cucunya.


Pasie merupakan penerima jamkesda. Dapat disimpulan bahwa kondisi
ekonomi pasien menengah ke bawah.

2. Pemeriksaan Fisik

 Keadaan Umum : Seorang perempuan, berpenampilan sesuai usia,


tampak lemah dan pucat.
 Kesadaran : Compos Mentis
 GCS : E4V5M6
 Vital Sign
- TD : 120/70 mmHg
- HR : 100x/menit
- Suhu : 37,4 C
- SpO2 : 98%
- RR : 20x/menit

 Status Generalis

- Kepala
o Bentuk : Normochepal, simetris
o Kelopak Mata : Normal
o Pupil Pin Point : (+/+)
o Konjungtiva Anemis : (-/-)
o Sklera Ikterik : (-/-)
o Bibir : Sianosis (-)
o Hidung : DBN
o Mulut : DBN
o Lidah :DBN

- Leher
o Pembesaran Limfonodi : (-)
o Pembesaran Kelenjar Tiroid : (-)
o Nyeri Tekan : (-)
o JVP : DBN

- Thorax (Cardio & Pulmo)


o Inspeksi : Pergerakan dada simetris, isctus cordis (-)
o Palpasi : Ictus cordis (+), SIC V Midclavicula Sinistra,
NT (-)
o Perkusi : Cor redup, pulmo Sonor pada kedua lapang
o Auskultasi : Vesikuler kedua lapang paru, ronkhi (-),
wheezing (-)
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

- Abdomen
o Inspeksi : simetris, jejas (-), ascites (-)
o Auskultasi : bising usus (+), denyut aorta abdominal (-)
o Perkusi : timpani disemua lapang abdomen
o Palpasi : Supel, distensi (-), hepatomegali (-),
splenomegali (-), nyeri tekan pada region
epigastric (+)

- Ekstremitas
o Superior : akral hangat (+/+), oedema (-/-)
o Inferior : akral hangat (+/+), oedema (-/-)
o CRT : <2 detik

3. Pemeriksaan Neurologis

 Nervus I (Olfaktorius)
- dapat mencium aroma kopi, teh dan cengkeh => normosomia

 Nervus II (Optikus)
- Ketajaman penglihatan : normal
- Lapangan penglihatan : normal
- Melihat warna : normal
- Funduskopi : tidak dinilai

 Nervus Okulares => Okulomotorius (III), Troclearis (IV), Abducens (VI)

- Celah Kelopak Mata :


o Ptosis : (-/-)
o Exoftalmus : (-/-)
o Nistagmus : (-/-)
- Pupil :
o Bentuk : bulat/bulat
o Ukuran : 3 mm/ 3 mm
o Isokor :
o Reflek Cahaya : (+/+)
o Refleks Konsensuil : Tidak dilakukan
o Refleks Akomodasi : Tidak Dilakukan
- Gerakan Bola Mata : Paresis (-/-)

 Nervus Trigeminus (V)


- Sensibilitas wajah : positif
- Menggigit : positif
- Mengunyah : positif
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

- Membuka Mulut : positif


- Refleks Kornea : (+/+)

 Nervus Facialis (VII)


- Kedipan mata : Normal/Normal
- Lipatan Nasolabial : Simetris
- Sudut Mulut : simetris
- Mengerutkatn Dahi : +/+
- Mengerutkan Alis : +/+
- Menutup Mata : +/+
- Meringis : simetris
- Mengembungkan Pipi : +/+
- Pengecap 2/3 lidah depan : Normal

 Nervus Vestibulotrochlearis (VIII)


- Mendengar suara berbisik : +/+
- Tes Rinne : tidak dilakukan
- Tes Weber : tidak dilakukan
- Tes Schwabah : tidak dilakukan

 Nervus Glossopharyngeus (IX)


- Pengecap 1/3 lidah belakang : normal
- Sensibilitas faring : tidak dilakukan

 Nervus Vagus (X)


- "bicara AAAAA” : normal
- Arkus faring : normal
- Berbicara : normal
- Menelan : kesulitan
- Nadi : normal

 Nervus Accesorius (XI)


- Memalingkan kepala : normal
- Mengangkat dagu : normal
- Mengangkat bahu : kesulitan

 Nervus Hipoglossus (XII)


- Menjulurkan lidah : kekanan (+), kekiri (+), kebawah (+),
keatas (+).
- Tremor Lidah :-
- Atrofi Lidah :-
- Fasikulasi :-
- Artikulasi : normal

4. Pemeriksaan Ekstremitas
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

- Gerakan
T T
T T

- Kekuatan
2/1/1 1/1/2
2/1/1 1/1/2

- Refleks Fisiologis
+1 +1
+1 +1

- Refleks Patologis
- -
- Patric test : (-/-)
- Kontra Patrict Test : (-/-)

5. Refleks Fisiologis
- refleks bisep : +1
- refleks trisep : +1
- refleks brachioradialis : +1
- refleks patella : +1
- refleks achilles : +1
Kesimpulan : ditemukan penurunan refleks fisiologis.

6. Refleks Patologis
- Reflek hofman : -/-
- Reflek tromner : -/-
- Rossolimo : -/-
- Chadok : -/-
- Openheim : -/-
- Schaeffner : -/-
- Mendel bechterew : -/-
- Klonus lutut : -/-
- Klonus kaki : -/-
- Babinsky : -/-
Kesimpulan : tidak ditemukan refleks patologis..

7. Tonus
N N
N N
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

8. Klonus

- -

9. Pemeriksaan Meningeal
- Kaku kuduk (-)
- Laseque (-)
- Kernig (-)

10. Tes Keseimbangan


- Romberg : tidak dilakukan
- Ataksia :-

11. Pemeriksaan Penunjang

- Pemeriksaan Laboratorium

18 Mei 2021

Pemeriksaan Nil Satua Angka


ai n rujukan
Darah Lengkap
Hemoglobin 14, g/dL 13,2-17,3
7
Leukosit 10, 10^3/ 3,8-10,6
4 ul
Hematokrit 44 % 40-52
Eritrosit 5,2 10^6/ 4,4-5,9
ul
Trombosit 44 10^3/ 150-440
1 ul
MCV 85 Fl 80-100
MCH 28 Pg 26-34
MCHC 32 g/dL 32-36
Netrofil 65, % 50-70
50
Limfosit 25, % 25-40
90
Monosit 7,7 % 2-8
0
Eosinofil 0,8 % 2-4
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

0
Basofil 0,1 % 0-1
0
TLC 2,70 10^3/ul 1.00-3,70
NLR 2,5
Kimia Klinik
Gula Darah Sewaktu 112 mg/dL 74-106
Ureum 29,3 mg/dL 10-50
Creatinin 0,77 mg/dL 0,45-0,75
Elektrolit
Kalium 4,11 mmol/L 3,5-5,0
Natrium 148,0 mmol/L 135,0-147,0
Clorida 114,0 mmol/L 95,0-105,0

- CT Scan
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

- Rontgen Thorax
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

- EKG

STC HR 118x/menit

12. Diagnosis
- Diagnosis Klinis : Tetraparese Flaksid
- Diagnosis Topis : Medula Spinalis Cervicalis dd Rad
- Diagnosis Etiologic : Gullain Barre Syndrome dd Myelitis

13. Tatalaksana

- Farmakologi
o Injeksi Pamol 3x1
o Injeksi Citicolin 2x2
o Injeksi Mecobalamin 2x1
o Injeksi Omeprazol 2x1
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

o Injeksi Ceftriaxon 2x2


o Methylprednisolon 4x125

14. Prognosis
- Ad vitam : dubia adBonam
- Ad Sanationam : dubia adBonam
- Ad Fungsionam : dubia adBonam
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI FISIOLOGI

Sistem motorik berhubungan dengan sistem neuromuskular. sistem


neuromuskular terdiri atas Upper motor neurons (UMN) dan lower motor neuron
(LMN). Upper motor neurons (UMN) merupakan kumpulan saraf-saraf motorik
yang menyalurkan impuls dan area motorik di korteks motorik sampai inti-inti
motorik di saraf kranial di batang otak atau kornu anterior medula spinalis.
Berdasarkan perbedaan anatomik dan fisiologik kelompok UMN dibagi dalam
susunan piramidal dan susunan ekstrapiramidal. Susunan piramidal terdiri dari
traktus kortikospinal dan traktus kortikobulbar. Traktus kortikobulbar fungsinya
untuk geraakan-gerakan otot kepala dan leher, sedangkan traktus kortikospinal
fungsinya untuk gerakan-gerakan otot tubuh dan anggota gerak.
Melalui lower motor neuron (LMN), yang merupakan kumpulan saraf-saraf
motorik yang berasal dari batang otak, pesan tersebut dari otak dilanjutkan  ke
berbagai otot dalam tubuh seseorang. Kedua saraf motorik tersebut mempunyai
peranan penting di dalam sistem neuromuscular tubuh. Sistem ini yang
memungkinkan tubuh kita untuk bergerak secara terencana dan terukur
Tulang belakang atau vertebra adalah tulang tak beraturan yang
membentuk punggung yang mudah digerakkan. terdapat 33 tulang punggung
pada manusia, 7 tulang cervical, 12 tulang thorax (thoraks atau dada), 5 tulang
lumbal, 5 tulang sacral, dan 4 tulang membentuk tulang ekor (coccyx). Sebuah
tulang punggung terdiri atas dua bagian yakni bagian anterior yang terdiri dari
badan tulang atau corpus
vertebrae, dan bagian
posterior yang terdiri dari
arcus vertebrae.
Ketika tulang belakang
disusun, foramen ini akan
membentuk saluran sebagai
tempat sumsum tulang
belakang atau medulla
spinalis. Dari otak medula
spinalis turun ke bawah kira-
kira ditengah punggung dan
dilindungi oleh cairan jernih
yaitu cairan serebrospinal.

Gambar Tulang Belakang


Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Medula spinalis terdiri dari berjuta-juta saraf yang mentransmisikan informasi


elektrik dari dan ke ekstremitas, badan, oragan-organ tubuh dan kembali ke otak.
Otak dan medula spinalis merupakan sistem saraf pusat dan yang mehubungkan
saraf-saraf medula spinalis ke tubuh adalah sistem saraf perifer.
Medula spinalis mulai dari akhir medulla oblongata di foramenmagnum
sampai konus medullaris di level Tulang Belakang L1-L2. Medulla Spinalis
berlanjut menjadi Kauda Equina (di Bokong) yang lebih tahan terhadap cedera.
Medula spinalis terdiri atas traktus ascenden (yang membawa informasi di tubuh
menuju ke otak seperti rangsang raba, suhu, nyeri dan gerak posisi) dan traktus
descenden (yang membawa informasi dari otak ke anggota gerak dan mengontrol
fungsi tubuh).
Medula spinalis diperdarahi oleh 2 susunan arteri yang mempunyai
hubungan istemewa, yaitu arteri spinalis dan arteri radikularis. Arteri spinalis
dibagi menjadi arteri spinalis anterior dan posterior yang berasal dari arteri
vertebralis, sedangkan arteri radikularis dibagi menjadi arteri radikularis
posterior dan anterior yang dikenal juga ramus vertebromedularis arteria
interkostalis.
Medula Spinalis disuplai oleh arteri spinalis anterior dan arteri spinalis
posterior. Nervus spinalis/akar nervus yang berasal dari medula spinalis
melewati suatu lubang di vertebra yang disebut foramen dan membawa
informasi dari medula spinalis samapi ke bagian tubuh dan dari tubuh ke otak.
Ada 31 pasang nervus spinalis dan dibagi dalam empat kelompok nervus spinalis,
yaitu :
a) ner
vus

Hubungan nervus spinalis dengan


vertebra
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

servikal : (nervus di leher) yang berperan dalam pergerakan dan


perabaan pada lengan, leher, dan anggota tubuh bagian atas
b) nervus thorak : (nervus di daerah punggung atas) yang mempersarafi
tubuh dan perut
c) nervus lumbal dan nervus sakral : (nervus didaerah punggung bawah)
yang mempersarafi tungkai, kandung kencing, usus dan genitalia.
Ujung akhir dari medula spinalis disebut conus medularis yang letaknya
di L1 dan L2. Setelah akhir medula spinalis, nervus spinalis selanjutnya
bergabung membentuk cauda equina.

PARESE

Parese adalah kelemahan/kelumpuhan parsial yang ringan/tidak lengkap


atau suatu kondisi yang ditandai oleh hilangnya sebagian gerakan atau gerakan
terganggu. Kelemahan adalah hilangnya sebagian fungsi otot untuk satu atau
lebih kelompok otot yang dapat menyebabkan gangguan mobilitas bagian yang
terkena. Parese pada anggota gerak dibagi mejadi 4 macam, yaitu :
 Monoparese adalah kelemahan pada satu ekstremitas atas atau
ekstremitas bawah.
 Paraparese adalah kelemahan pada kedua ekstremitas bawah.
 Hemiparese adalah kelemahan pada satu sisi tubuh yaitu satu
ekstremitas atas dan satu ekstremitas bawah pada sisi yang sama.
 Tetraparese adalah kelemahan pada keempat ekstremitas.

TETRAPARESE

Tetraparese juga diistilahkan juga sebagai quadriparese, yang keduanya


merupakan parese dari keempat ekstremitas.”Tetra” dari bahasa yunani
sedangkan “quadra” dari bahasa latin. Tetraparese adalah
kelumpuhan/kelemahan yang disebabkan oleh penyakit atau trauma pada
manusia yang menyebabkan hilangnya sebagian fungsi motorik pada keempat
anggota gerak, dengan kelumpuhan/kelemahan lengan lebih atau sama hebatnya
dibandingkan dengan tungkai. Hal ini diakibatkan oleh adanya kerusakan otak,
kerusakan tulang belakang pada tingkat tertinggi (khususnya pada vertebra
cervikalis), kerusakan sistem saraf perifer, kerusakan neuromuscular atau
penyakit otot. kerusakan diketahui karena adanya lesi yang menyebabkan
hilangnya fungsi motorik pada keempat anggota gerak, yaitu lengan dan tungkai.
Penyebab khas pada kerusakan ini adalah trauma (seperti tabrakan mobil, jatuh
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

atau sport injury) atau karena penyakit (seperti mielitis transversal, polio, atau
spina bifida).
Pada tetraparese kadang terjadi kerusakan atau kehilangan kemampuan
dalam mengontrol sistem pencernaan, fungsi seksual, pengosongan saluran
kemih dan rektum, sistem pernafasan atau fungsi otonom. Selanjutnya, dapat
terjadi penurunan/kehilangan fungsi sensorik. adapun manifestasinya seperti
kekakuan, penurunan sensorik, dan nyeri neuropatik. Walaupun pada
tetraparese itu terjadi kelumpuhan pada keempat anggota gerak tapi terkadang
tungkai dan lengan masih dapat digunakan atau jari-jari tangan yang tidak dapat
memegang kuat suatu benda tapi jari-jari tersebut masih bisa digerakkan, atau
tidak bisa menggerakkan tangan tapi lengannya masih bisa digerakkan. Hal ini
semua tergantung dari luas tidaknyanya kerusakan.

ETIOLOGI TETRAPARESE

Penyebab umum dari tetraparesis


- Complete/incomplete transection of cord with fracture
Prolapsed disc
Cord contusion-central cord syndrome, anterior cord
syndrome
- Guillain-Barre Syndrome (post infective polyneuropathy)
- Transverse myelitis Acute myelitis
- Anterior spinal artery occlusion
- Spinal cord compression
- Haemorrhage into syringomyelic cavaty
- Poliomyelitis

EPIDEMIOLOGI

Tetraparese salah satunya disebabkan karena adanya cedera pada medula


spinalis. Menurut Pusat Data Nasional Cedera Medula Spinalis (The National
Spinal Cord Injury Data Research Centre) memperkirakan ada 10.000 kasus baru
cedera medula spinalis setiap tahunnya di Amerika Serikat. Angka insidensi
paralisis komplet akibat kecelakaan diperkirakan 20 per 100.000 penduduk,
dengan angka tetraparese 200.000 per tahunnya. Kecelakaan kendaraan
bermotor merupakan penyebab utama cedera medula spinalis.
Cedera medula spinalis dapat dibagi menjadi komplet dan tidak komplet
berdasarkan ada/tidaknya fungsi yang dipertahankan di bawah lesi. Pembagian
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

ini penting untuk meramalkan prognosis dan penanganan selanjutnya.. Data di


Amerika Serikat menunjukkan urutan frekuensi disabilitas neurologis karena
cedera medula spinalis traumatika sbb : (1) tetraparese inkomplet (29,5%), (2)
paraparese komplet (27,3%), (3) paraparese inkomplet (21,3%), dan (4)
tetraparese komplet (18,5%).

KLASIFIKASI TETRAPARESE

Pembagian tetraparese berdasarkan kerusakan topisnya :


a. Tetrapares spastik
Tetraparese spastik terjadi karena kerusakan yang mengenai upper motor
neuron (UMN), sehingga menyebabkan peningkatan tonus otot atau
hipertoni.
b. Tetraparese flaksid
Tetraparese flaksid terjadi karena kerusakan yang mengenai lower motor
neuron (LMN), sehingga menyebabkan penurunan tonus atot atau
hipotoni.

PATOFISIOLOGI TETRAPARESE

Tetraparese dapat disebabkan karena kerusakan Upper Motor Neuron


(UMN) atau kerusakan Lower Motor Neuron (LMN). Kelumpuhan/kelemahan
yang terjadi pada kerusakan Upper Motor Neuron (UMN) disebabkan karena
adanya lesi di medula spinalis. Kerusakannya bisa dalam bentuk jaringan scar,
atau kerusakan karena tekanan dari vertebra atau diskus intervetebralis. Hal ini
berbeda dengan lesi pada LMN yang berpengaruh pada serabut saraf yang
berjalan dari horn anterior medula spinalis sampai ke otot.
Pada columna vertebralis terdapat nervus spinalis, yaitu nervus servikal,
thorakal, lumbal, dan sakral. Kelumpuhan berpengaruh pada nervus spinalis dari
servikal dan lumbosakral dapat menyebabkan kelemahan/kelumpuhan pada
keempat anggota gerak. Wilayah ini penting, jika terjadi kerusakan pada daerah
ini maka akan berpengaruh pada otot, organ, dan sensorik yang dipersarafinya.
Ada dua tipe lesi, yaitu lesi komplit dan inkomplit. Lesi komplit dapat
menyebabkan kehilangan kontrol otot dan sensorik secara total dari bagian
dibawah lesi, sedangkan lesi inkomplit mungkin hanya terjadi kelumpuhan otot
ringan (parese) dan atau mungkin kerusakan sensorik. Lesi pada UMN dapat
menyebabkan parese spastic sedangkan lesi pada LMN menyebabkan parese
flacsid.
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Lesi pada Lower motor neuron (LMN).

LESI DI MID- OR UPPER CERVICAL CORD

Tiap lesi di medula spinalis yang merusak daerah jaras kortikospinal


lateral menimbulkan kelumpuhan Upper Motor Neuron (UMN) pada otot-otot
bagian tubuh yang terletak di bawah tingkat lesi. Lesi transversal medula spinalis
pada tingkat servikal, misalnya C5 mengakibatkan kelumpuhan Upper Motor
Neuron (UMN) pada otot-otot tubuh yang berada dibawah C5, yaitu sebagian
otot-otot kedua lengan yang berasal yang berasal dari miotom C6 sampai miotom
C8, lalu otot-otot thoraks dan abdomen serta segenap otot kedua tungkai yang
mengakibatkan kelumpuhan parsial dan defisit neurologi yang tidak masif di
seluruh tubuh. Lesi yang terletak di medula spinalis tersebut maka akan
menyebabkan kelemahan/kelumpuhan keempat anggota gerak yang disebut
tetraparese spastik.

LESI DI LOW CERVICAL CORD

Lesi transversal yang merusak segmen C5 ke bawah itu tidak saja


memutuskan jaras kortikospinal lateral, melainkan ikut memotong segenap
lintasan asendens dan desendens lain. Disamping itu kelompok motoneuron yang
berada didalam segmen C5 kebawah ikut rusak. Ini berarti bahwa pada tingkat
lesi kelumpuhan itu bersifat Lower Motor Neuron (LMN) dan dibawah tingkat lesi
bersifat Upper Motor Neuron (UMN). Dibawah ini kelumpuhan Lower Motor
Neuron (LMN) akan diuraikan menurut komponen-komponen Lower Motor
Neuron (LMN).
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Motoneuron-motoneuron berkelompok di kornu anterius dan dapat


mengalami gangguan secara selektif atau terlibat dalam satu lesi bersama dengan
bangunan disekitarnya, sehingga di dalam klinik dikenal sindrom lesi di kornu
anterius, sindrom lesi yang selektif merusak motoneuron dan jaras kortikospinal,
sindrom lesi yang merusak motoneuron dan funikulus anterolateralis dan
sindrom lesi di substantia grisea sentralis . Lesi ini biasanya disebabkan karena
adanya infeksi, misalnya poliomielitis. Pada umumnya motoneuron-motoneuron
yang rusak didaerah intumesensia servikal dan lumbalis sehingga kelumpuhan
LMN adalah anggota gerak.
Kerusakan pada radiks ventralis (dan dorsalis) yang reversibel dan
menyeluruh dapat terjadi. Kerusakan itu merupakan perwujudan reaksi
imunopatologik. walaupun segenap radiks (ventralis/dorsalis) terkena, namun
yang berada di intumesensia servikalis dan lumbosakralis paling berat
mengalami kerusakan. Karena daerah ini yang mengurus anggota gerak atas dan
bawah. Pada umumnya bermula dibagian distal tungkai kemudian bergerak ke
bagian proksimalnya. Kelumpuhannya meluas ke bagian tubuh atas, terutama
otot-otot kedua lengan. Kelainan fungsional sistem saraf tepi dapat disebabkan
kelainan pada saraf di sumsum tulang belakang atau kelainan sepanjang saraf
tepi sendiri. Salah satu penyakit dengan lesi utama pada neuron saraf perifer
adalah polineuropati.
Lesi di otot dapat berupa kerusakan struktural pada serabut otot atau
selnya yang disebabkan infeksi, intoksikasi eksogen/endogen, dan degenerasi
herediter. Karena serabut otot rusak, kontraktilitasnya hilang dan otot tidak
dapat melakukan tugasnya. Penyakit di otot bisa berupa miopati dan distrofi,
dapat menyebabkan kelemahan di keempat anggota gerak biasanya bagian
proksimal lebih lemah dibanding distalnya. Pada penderita distrofia musculorum
enzim kreatinin fosfokinase dalam jumlah yang besar, sebelum terdapat
manifestasi dini kadar enzim ini di dalam serum sudah jelas meningkat. akan
tetapi mengapa enzim ini dapat beredar didalam darah tepi masih belum
diketahui.
Di samping kelainan pada sistem enzim, secara klinis juga dapat
ditentukan kelaian morfologik pda otot. jauh sebelum tenaga otot berkurang
sudah terlihat banyak sel lemak (liposit) menyusup diantara sel-sel serabut otot.
Ketika kelemahan otot menjadi nyata, terdapat pembengkakan dan nekrosis-
nekrosis serabut otot. Seluruh endoplasma serabut otot ternyata menjadi lemak.
Otot-otot yang terkena ada yang membesar dan sebagian mengecil. Pembesaran
tersebut bukan karena bertambahnya jumlah serabut otot melainkan karena
degenerasi lemak.
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Kelemahan otot (atrofi otot) dapat kita jumpai pada beberapa penyakit.
kelemahan otot dapat kita kelompokkan dalam regio anggota gerak sebagai
berikut.
Kategori kelompok otot per regio anggota gerak

Region Muscle Groups Myotomes

Upper cervical Shoulder abduction, elbow flexion, elbow C5-C7


region extension
Lower cervical Wrist flexion, wrist extension, extension C8-Th1
region of fingers, flexion of fingers, spreading of
fingers, abduction
of thumb, adduction of thumb, and
opposition of thumb

Upper lumbosacral Hip flexion, hip adduction, knee L1-L3


region extension, hip extension, hip abduction
Lower lumbosacral Knee flexion, plantar flexion of foot,
region flexion of toes, dorsiflexion of foot, L4-S1
extension of toes

Central cord syndrome (CCS) biasanya terjadi setelah trauma


hiperekstensi. Sering terjadi pada individu di usia pertengahan dengan
spondilosis cervicalis. Predileksi lesi yang paling sering adalah medula spinalis
segmen servikal, terutama pada vertebra C4-C6. Sebagian kasus tidak ditandai
oleh adanya kerusakan tulang. Mekanisme terjadinya cedera adalah akibat
penjepitan medula spinalis oleh ligamentum flavum di posterior dan kompresi
osteofit atau material diskus dari anterior. Bagian medula spinalis yang paling
rentan adalah bagian dengan vaskularisasi yang paling banyak yaitu bagian
sentral. Pada Central Cord Syndrome, bagian yang paling menderita gaya trauma
dapat mengalami nekrosis traumatika yang permanen. Edema yang ditimbulkan
dapat meluas sampai 1-2 segmen di bawah dan di atas titik pusat cedera.
Gambaran khas Central Cord Syndrome adalah kelemahan yang lebih
prominen pada ekstremitas atas (tipe LMN) dibanding ektremitas bawah (tipe
UMN). Pemulihan fungsi ekstremitas bawah biasanya lebih cepat, sementara
pada ekstremitas atas (terutama tangan dan jari) sangat sering dijumpai
disabilitas neurologik permanen. Hal ini terutama disebabkan karena pusat
cedera paling sering adalah setinggi VC4-VC5 dengan kerusakan paling hebat di
medula spinalis C6 dengan ciri LMN. Gambaran klinik dapat bervariasi, pada
beberapa kasus dilaporkan disabilitas permanen yang unilateral neurologis
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

lokalis pada pasien cedera medula spinalis mengacu pada panduan dari
American Spinal Cord Injury Association/ AISA.

Rekomendasi AISA untuk pemeriksaan neurologi lokal


Motorik

Otot (asal inervasi) Fungsi

M. deltoideus dan biceps brachii (C5) Abduksi bahu dan fleksi siku
M. extensor carpi radialis longus dan Ekstensi pergelangan tangan
brevis
(C6)
M. flexor carpi radialis (C7) Fleksi pergelangan tangan
M. flexor digitorum superfisialis dan Fleksi jari-jari tangan
profunda (C8)
M. interosseus palmaris (T1) Abduksi jari-jari tangan
M. illiopsoas (L2) Fleksi panggul
M. quadricep femoris (L3) Ekstensi lutut
M. tibialis anterior (L4) Dorsofleksi
kaki
M. extensor hallucis longus (L5) Ekstensi ibu jari kaki
M. gastrocnemius-soleus (S1) Plantarfleksi kaki

TETRAPARESE DENGAN HEMIPARESE BILATERAL

Tetraparese dengan hemiparese bilateral (bihemiparese) mempunyai arti


yang sama yaitu kelemahan pada keempat anggota gerak. Namun, pada
bihemiparese kelemahan/kelumpuhannya tidak terjadi langsung pada keempat
anggota gerak. Bihemiparese bersifat kerusakan pada upper motor neuron, yaitu
adanya infark di hemispere serebral bilateral dapat disebabkan karena dua lesi
iskemik didaerah kedua arteri serebri (anterior/media) atau di kedua kapsula
interna. Lesi pada arteri basilaris dapat menyebabkan infark pada daerah
mesensefalon. Lesi ini dapat disebabkan oleh adanya arterosklerosis, emboli,
aneurisma, dan inflamasi.
Pada awal stroke terjadi hemiparese unilateral karena infark di hemisfer
serebral unilateral yang disebabkan adanya lesi pada arteri serebri
(anterior/media) atau di kapsula interna unilateral. Lama – kelamaan lesi ini juga
dapat ditemukan pada arteri serebri (anterior/media) atau kapsula interna yang
lain, sehingga terjadi infark pada hemisfer serebral bilateral. Oklusi pada arteri
basilaris juga dapat menyebabkan hemiparese bilateral.
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

TETRAPARESE DAPAT DIJUMPAI PADA BEBERAPA KEADAAN

a. Penyakit infeksi
- Mielitis transversa
- Poliomielitis
b. Polineuropati
c. Sindrom Guillain Barre (SGB)
d. Miastenia Grafis
e. Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS)
f. Spondilosis servikalis
g. Spondilitis Tuberkulosa

SINDROM GUILLAIN BARRE (SGB)

Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu kelainan sistem saraf akut
dan difus yang mengenai radiks spinalis dan saraf perifer, dan kadang-kadang
juga saraf kranialis, yang biasanya timbul setelah suatu infeksi. Manifestasi klinis
utama dari SGB adalah suatu kelumpuhan yang simetris tipe lower motor neuron
dari otot-otot ekstremitas, badan dan kadang-kadang juga muka.
Akibat suatu infeksi atau keadaan tertentu yang mendahului SGB akan
timbul autoantibodi atau imunitas seluler terhadap jaringan sistim saraf-saraf
perifer. Infeksi-infeksi meningokokus, infeksi virus, sifilis ataupun trauma pada
medula spinalis, dapat menimbulkan perlekatan-perlekatan selaput araknoid. Di
negara-negara tropik penyebabnya adalah infeksi tuberkulosis. Pada tempat-
tempat tertentu perlekatan pasca infeksi itu dapat menjirat radiks ventralis
(sekaligus radiks dorsalis). Karena tidak segenap radiks ventralis terkena jiratan,
namun kebanyakan pada yang berkelompokan saja, maka radiks-radiks yang
diinstrumensia servikalis dan lumbosakralis saja yang paling umum dilanda
proses perlekatan pasca infeksi. Oleh karena itu kelumpuhan LMN paling sering
dijumpai pada otot-otot anggota gerak,
kelompok otot-otot di sekitar
persendian bahu dan pinggul.
Kelumpuhan tersebut bergandengan
dengan adanya defisit sensorik pada
kedua tungkai atau otot-otot anggota
gerak.
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Secara patologis ditemukan degenerasi mielin dengan edema yang dapat


atau tanpa disertai infiltrasi sel. Infiltrasi terdiri atas sel mononuklear. Sel-sel
infiltrat terutama terdiri dari sel limfosit berukuran kecil, sedang dan tampak
pula, makrofag, serta sel polimorfonuklear pada permulaan penyakit. Setelah itu
muncul sel plasma dan sel mast. Serabut saraf mengalami degenerasi segmental
dan aksonal. Lesi ini bisa terbatas pada segmen proksimal dan radiks spinalis
atau tersebar sepanjang saraf perifer. Predileksi pada radiks spinalis diduga
karena kurang efektifnya permeabilitas antara Sindrom darah danGuillain Barr daerah
saraf pada
tersebut.
Manifestasi klinis utama adalah kelumpuhan otot-otot ekstremitas tipe
lower motor neuron. Pada sebagian besar penderita kelumpuhan dimulai dari
kedua ekstremitas bawah kemudian menyebar secara asenden ke badan, anggota
gerak atas dan saraf kranialis. Kadang-kadang juga bisa keempat anggota gerak
dikenai secara serentak, kemudian menyebar ke badan dan saraf kranialis.
Kelumpuhan otot-otot ini simetris dan diikuti oleh hiporefleksia atau arefleksia.
Biasanya derajat kelumpuhan otot-otot bagian proksimal lebih berat dari bagian
distal, tapi dapat juga sama beratnya, atau bagian distal lebih berat dari bagian
proksimal.

DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
- Anamnesis (Riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu dan
riwayat penyakit keluarga).
- Pemeriksaan penunjang :
 Foto vertebrae servikal/lumbal→untuk mengetahui adanya
trauma, penyempitan maupun pergeseran susunan tulang
belakang.
 Fungsi lumbal→untuk menyingkirkan beberapa penyakit
pembanding seperti sindrom guillain barr→adanya peningkatan
protein sito albumin yang disertai peningkatan jumlah selnya.
 Elektromiografi→menunjukan adanya fibrilasi, fasikulasi, atrofi
dan denervasi (pada penyakit ALS)
 MRI.

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan dilakukan berdasarkan penyebabnya. Namun dapat
dilakukan terapi umum sebagai berikut:
1. Medikamentosa
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Kortikosteroid→ untuk mengurangi nyeri, juga dipercaya dapat


menghasilkan perbaikan neurologis.
Antidiabetika→ pada kasus-kasus yang diperburuk oleh penyakit
diabetes mellitus.
2. Terapi konservatif
a.Tirah baring (bed rest)
b. Memberi korset yang mencegah gerakan vertebra /membatasi
gerak vertebra
c. Memperbaiki keadaan umum penderita
3. Fisioterapi :
Program : Infra Red, ROM (range of motion) dan meningkatkan
kekuatan otot ekstremitas atas dan bawah.

Terapi Okupasi

Problem : agak kesulitan melakukan pekerjaan yang biasanya dilakukan sendiri


karena terlalu lama berbaring.
Assesment: Pasien mengalami deconditioning syndrome.
Program :
a. Melatih pasien untuk latihan bekerja, seperti apa yang biasanya
dilakukan sendiri, melatih kekuatan duduk, berdiri dan berjalan.
b. Melakukan kegiatan sehari-hari sendiri, dan tanpa bantuan orang lain,
misalnya berpakaian, makan, dan rawat diri.
c. AKS/ADL secara luas berkaitan dengan aspek psikologis, komunikasi,
sosial.7,9

PROGNOSIS
Prognosis penderita dipengaruhi oleh pengobatan terhadap penyebab
tetraparesis itu sendiri. Diagnosis sedini mungkin dan dengan pengobatan yang
tepat, prognosisnya baik meskipun tanpa tindakan operatif. Penyakit dapat
kambuh jika pengobatan tidak teratur atau tidak dilanjutkan setelah beberapa
saat.
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

DIAGNOSIS BANDING

- Mielitis transversa
Dapat menyebabkan satu sampai dua segmen medula spinalis
rusak sekaligus, infeksi dapat langsung terjadi melalui emboli septik, luka
terbuka ditulang belakang, penjalaran osteomielitis atau perluasan proses
meningitis piogenik. Istilah mielitis tidak hanya digunakan jika medula
spinalis mengalami peradangan, namun juga jika lesinya mengalami
peradangan dan disebabkan oleh proses patologik yang mempunyai
hubungan dengan infeksi. Adakalanya reaksi imunologik timbul di medula
spinalis setelah beberapa minggu sembuh dari penyakit viral. Pada saat
itu sarang-sarang reaksi imunopatologik yang berukuran kecil tersebar
secara difus sepanjang medula spinalis. Serabut-serabut asenden dan
desenden panjang dapat terputus oleh salah satu lesi yang tersebar luas,
sehingga dapat menimbulkan kelumpuhan parsial dan defisit sensorik
yang tidak masif di seluruh tubuh atau yang dikenal dengan istilah
tetraparese.
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

BAB 3
KESIMPULAN

Parese merupakan kelemahan/kelumpuhan parsial yang ringan/tidak


lengkap atau suatu kondisi yang ditandai oleh hilangnya sebagian gerakan atau
gerakan terganggu. Tetraparese adalah kelumpuhan/kelemahan yang
disebabkan oleh penyakit atau trauma pada manusia yang menyebabkan
hilangnya sebagian fungsi motorik pada keempat anggota gerak, dengan
kelumpuhan/kelemahan lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan
tungkai. Tetraparese dapat disebabkan karena adanya kerusakan pada Upper
motor neuron (UMN) atau kerusakan pada Lower Motor Neuron (LMN) atau
kerusakan di keduanya.
Kerusakan pada Upper motor neuron (UMN) dapat disebabkan adanya lesi
di medula spinalis setinggi servikal atas, kerusakan pada Lower motor neuron
(LMN ) bisa mengenai motorneuronya, radiks, maupun pada otot itu sendiri. Jika
kerusakan mengenai Upper motor neuron (UMN) dan Lower motor neuron (LMN)
maka lesinya pada Low cervical cord.
Tetraparese berbeda dengan hemiparese bilateral, walaupun keduanya
mempunyai arti kelemahan pada keempat angggota gerak. Namun, Tetraparese
disebabkan adanya lesi di medula spinalis sedangkan hemiparese bilateral
disebabkan karena lesi pada hemisfer serebral bilateral dan biasanya pada
serangan pertama baru terjadi hemiparese unilateral dan setelah serangan kedua
baru terjadi hemiparese bilateral. Tetraparese dapat ditemukan pada beberapa
keadaan seperti ; penyakit infeksi (misalnya mielitis transversa, poliomielitis),
polineuropati, sindrom Guillain Barre, Miastenia gravis, atau pada Amyotrophic
Lateral Sclerosis (ALS).

Anda mungkin juga menyukai