Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KASUS

BELL’S PALSY

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat untuk Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
di Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Diajukan Kepada :
dr. Milasari Dwi Sutadi, Sp.S

Disusun Oleh :
Muhamad Fajar Aditya
20214010016

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT SARAF


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. TJITROWARDOJO PURWOREJO
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2022
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

BELL’S PALSY

Disusun oleh:
Muhamad Fajar Aditya
20214010016

Telah disetujui pada tanggal 13 April 2022

Dokter Pembimbing

dr. Milasari Dwi Sutadi, Sp.S


BAB I
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Nn. A
No. RM : 00566483
Usia : 21 tahun
Alamat : Soko 01/04 Bagelen
Pekerjaan : Bidan
Status Pernikahan : Lajang
Tanggal Kontrol Poli : 12 April 2022
Tanggal pemeriksaan : 12 April 2022

B. ANAMNESIS

1. Keluhan Utama
Mulut mengot kearah kiri

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Poli saraf untuk kontrol rutin terkait penyakit pasien yang
muncul pada tanggal 6 Desemeber 2021. Awal mula pasien datang dengan keluhan
lidah bagian kiri tidak bisa merasa, wajah bagian kiri perot dan sakit tenggorokan.
Keluhan pasien saat ini yaitu sudut mulut yang masih mengot ke arah kiri
sehingga mengganggu aktifitas pasien seperti saat sedang berkumur.
Keluhan lain seperti nyeri cekot-cekot pada kepala, pusing berputar, mata sering
berair, pandangan kabur, air liur menjadi banyak, ngences, pandangan ganda, leher
kenceng atau tegang, mati rasa, rasa baal pada sisi wajah yang lemah, kesulitan
mengangkat alis, kesulitan membuka mata, serta kesulitan menelan di sangkal.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
- Hipertensi (-)
- Diabetes melitus (-)
- Penyakit jantung (-)
- Alergi (-)
- Trauma kepala (-)
- Infeksi herpes simplex virus (-)
4. Riwayat Penyakit Keluarga
- Hipertensi (-)
- Diabetes melitus (-)
- Alergi (-)
- Stroke (-)
- Penyakit Jantung (-)
5. Riwayat Personal, Sosial dan Ekonomi
Pasien merupakan tenaga kesehatan yang bekerja sebagai bidan belum menikah
6. Anamnesis Sistem
Sistem Serebrospinal : Mulut mengot
Sistem Kardiovaskular : Tidak ada keluhan
Sistem Respirasi : Tidak ada keluhan
Sistem Gastrointestinal : Tidak ada keluhan
Sistem Muskuloskeletal : Tidak ada keluhan
Sistem Integumen : Tidak ada keluhan
Sistem Urogenital : Tidak ada keluhan

C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : Baik, CM GCS: E:4 V:5 M:6
Vital Sign : TD : 113/71 mmHg RR : 20 x/menit
N : 86 x/menit T : - oC
Kepala/Leher : dalam batas normal
Cor/Pulmo : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Ekstremitas
Superior : dalam batas normal
Inferior : dalam batas normal
D. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
1. Nervus Cranialis
a) Nervus I (Olfaktorius)
Normosmia
b) Nervus II (Optikus)
Ketajaman penglihatan : Normal
Lapangan penglihatan : Normal
Melihat warna : Normal
Funduskopi : Tidak dilakukan
c) Nervus Okulares => (Okulomotorius (III), Troclearis (IV), Abducens (VI))
Celah Kelopak Mata :
Ptosis : (-/-)
Lagoftalmus : (-/-)
Exoftalmus : (-/-)
Nistagmus : Normal
Pupil :
Bentuk : bulat/bulat
Ukuran : 3 mm/ 3 mm (Isokor)
Reflek Cahaya : Normal
Refleks Konsensuil : Normal
Refleks Akomodasi : Normal
Gerakan Bola Mata : Normal
d) Nervus Trigeminus (V)
- Sensibilitas wajah : (+/+)
- Menggigit : Normal
- Mengunyah : Normal
- Membuka Mulut : Normal
- Refleks Kornea : tidak dilakukan
e) Nervus Facialis (VII)
- Kedipan mata : (+/+)
- Lipatan Nasolabial : Asimetris
- Sudut Mulut : Asimetris
- Mengerutkan Dahi : Simetris
- Mengangkat Alis : Simetris
- Menutup Mata : (+/+)
- Meringis : Asimetris
- Mengembungkan Pipi : Asimetris
- Mencucu : Asimetris
- Pengecap 2/3 lidah depan : tidak dilakukan
f) Nervus Vestibulotrochlearis (VIII)
Mendengar suara berbisik : Normal/Normal
Tes Rinne : tidak dilakukan
Tes Weber : tidak dilakukan
Tes Schwabah : tidak dilakukan
g) Nervus Glossopharyngeus (IX)
- Pengecap 1/3 lidah belakang : tidak dilakukan
- Sensibilitas faring : tidak dilakukan
- Refleks muntah : tidak dilakukan
- Sengau :-
- Tersedak :-
h) Nervus Vagus (X)
- "bicara AAAAA” : Normal
- Arkus faring : Normal
- Menelan : Normal
- Nadi : Normal
i) Nervus Accesorius (XI)
- Memalingkan kepala : Normal
- Mengangkat dagu : Normal
- Mengangkat bahu : Normal
j) Nervus Hipoglossus (XII)
- Menjulurkan lidah : normal
- Tremor Lidah :-
- Atrofi Lidah :-
- Fasikulasi :-
- Artikulasi : jelas
2. PEMERIKSAAN EKSTREMITAS

a. Gerakan

B B

B B

b. Kekuatan

5 5

5 5

c. Refleks Fisiologis
- Refleks bisep : +2/+2
- Refleks trisep : +2/+2
- Refleks patella : +2/+2
- Refleks achilles : +2/+2
d. Refleks patologis
- Refleks menggenggam : (-/-)
- Refleks palmomental : (-/-)
- Hoffmann : (-/-)
- Trommer : (-/-)
- Rossolimo : (-/-)
- Mendel-Bechterew : (-/-)
- Chaddock : (-/-)
- Babinski : (-/-)
- Oppenheim : (-/-)
- Schaeffer : (-/-)
- Gordon : (-/-)
- Gonda : (-/-)
e. Tonus
N N
N N

f. Klonus
- -

g. Sensibilitas
Dalam batas normal
h. Vegetasi
Dalam batas normal
3. PEMERIKSAAN MENINGEAL
- Kaku kuduk : tidak dilakukan
- Laseque : tidak dilakukan
- Kernig : tidak dilakukan
- Brudzinski I : tidak dilakukan
- Brudzinski II : tidak dilakukan

4. P-EMERIKSAAN KESEIMBANGAN
- Nistagmus : Normal
- Rhomberg : tidak dilakukan
- Sharpen Rhomberg : tidak dilakukan
- Jalan Tandem : tidak dilakukan
- Fukuda : tidak dilakukan
- Past Pointing : normal

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan

F.DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis Klinis : Bell’s palsy
Diagnosis Topis : Nervus Cranialis VII Sinistra LMN
Diagnosis Etiologis : Idiopatik

G. TATALAKSANA
Oral
- Mecobalamin 500mg tablet 2x1

H. PROGNOSIS
Ad Vitam : dubia ad Bonam
Ad Sanationam : dubia ad Bonam
Ad Fungsionam : dubia ad Bonam
BAB II
DAFTAR PUSTAKA

A. DEFINISI
Bell’s palsy adalah kelumpuhan saraf fasialis perifer akibat proses non-supuratif,
akibat edema di bagian saraf fasialis foramen stilomastoideus atau sedikit proksimal dari
foramen tersebut, yang mulainya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan (Sidharta,
2010).
B. EPIDEMIOLOGI
Bell’s palsy merupakan satu dari penyakit neurologis tersering yang melibatkan
saraf kranialis, dan penyebab tersering (60-75% dari kasus paralisis fasialis unilateral akut)
paralisis fasial di dunia. Bell’s palsy lebih sering ditemukan pada usia dewasa, orang dengan
DM, dan wanita hamil (PERDOSSI 2016).
C. ETIOLOGI
Djamil dan Basjiruddin (Dalam Harsono, 2009) mengemukakan bahwa umumnya
Bell’s palsy dapat dikelompokkan sebagai berikut:
A. Idiopatik
Sampai sekarang yang disebut Bell’s palsy, belum diketahui secara pasti
penyebabnya. Faktor yang diduga berperan menyebabkan Bell’s palsy antara lain:
sesudah bepergian jauh dengan kendaraan, tidur ditempat terbuka, tidur di lantai,
hipertensi, stres, hiperkolesterolemi, diabetes mellitus, penyakit vaskuler, gangguan
imunologik dan faktor genetik.
B. Kongenital
1. Anomali kongenital (sindroma moebius)
2. Pasca Lahir (fraktur tengkorak, perdarahan intrakranial)
C. Didapat
1. Trauma Penyakit tulang tengkorak (osteomielitis)
2. Proses intrakranial (tumor, radang, perdarahan)
3. Proses di leher yang menekan daerah prosesus stilomastoideus
4. Infeksi tempat lain (otitis media, herpes zoster)
5. Sindroma paralisis n. fasialis familial
D. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi pasti Bell’s palsy masih diperdebatkan. Perjalanan saraf facialis melalui
bagian os temporalis disebut sebagai facial canal. Suatu teori menduga edema dan ischemia
berasal dari kompresi saraf facialis di dalam kanal tulang tersebut. Kompresi ini telah
nampak dalam MRI dengan fokus saraf facialis (Seok, 2008).
Bagian pertama dari canalis facialis segmen labyrinthine adalah yang paling sempit,
foramen meatus dalam segmen ini hanya mempunyai diameter 0,66 mm. Yang bertempat
dan diduga paling sering terjadi kompresi saraf facialis pada Bell’s palsy. Karena sempitnya
canalis facialis, keadaan ini nampaknya wajar apabila inflamasi, demyelinasi, iskemia, atau
proses kompresi mungkin mengganggu konduksi neural pada tempat ini (NINDS, 2014).
Lokasi kerusakan saraf facialis diduga dekat atau di ganglion geniculatum. Jika lesi
proksimal dari ganglion geniculatum, kelemahan motorik diikuti dengan abnormalitas
pengecapan dan autonom. Lesi antara ganglion geniculatum dan chorda tympani
menyebabkan efek sama, namun tanpa gangguan lakrimasi. Jika lesi berada pada foramen
stylomastoideus, ini mungkin hanya menyebabkan paralisis wajah (NINDS, 2014).

E. MANIFESTASI KLINIS
Onset Bell’s palsy adalah akut, sekitar satu - setengah dari kasus mencapai
kelumpuhan maksimum selama 48 jam dan hampir semua berjalan dalam waktu lima hari.
Nyeri di belakang telinga dapat mendahului kelumpuhan selama satu atau dua hari.
Terganggunya saraf facial di foramen stylomastoid dapat menyebabkan kelumpuhan di
seluruh otot ekspresi wajah. Sudut mulut jatuh, garis dan lipatan kulit juga terpengaruh,
garis dahi menghilang, lipatan palpebra melebar, dan lid margin mata tidak tertutup.
Kantong mata bawah dan punctum jatuh, disertai air mata yang menetes melewati pipi.
Makanan yang mengumpul di antara gigi, pipi dan saliva yang menetes dari sudut mulut.
Penderita juga mengeluh ada rasa tebal atau mati rasa dan terkadang mengeluh nyeri di
wajah.
Jika lesi berada di saluran saraf facialis di atas chorda tympani tetapi di bawah
ganglion genikulatum, semua gejala dapat timbul ditambah kehilangan rasa di lidah 2/3
anterior di sisi yang sama dengan lesi. Jika lesi mempengaruhi saraf di otot stapedius maka
dapat terjadi hyperakustikus yaitu penderita sensitif dan merasa nyeri bila mendengar suara-
suara yang keras. Jika ganglion genikulatum terpengaruh, produksi air mata dan air liur
mungkin berkurang. Lesi di daerah ini dapat berpengaruh juga pada saraf vestibulokoklearis
yang menyebabkan tuli, tinnitus dan pusing yang berputar (dizziness).
F.KLASIFIKASI
Klasifikasi system grading ini dikembangkan oleh House and Brackmann dengan
skala I sampai VI.
a. Grade I adalah fungsi fasial normal.
b. Grade II disfungsi ringan. Karakteristiknya adalah sebagai berikut:
1. Kelemahan ringan saat diinspeksi mendetil.
2. Sinkinesis ringan dapat terjadi.
3. Simetris normal saat istirahat.
4. Gerakan dahi sedikit sampai baik.
5. Menutup mata sempurna dapat dilakukan dengan sedikit usaha.
6. Sedikit asimetri mulut dapat ditemukan.
c. Grade III adalah disfungsi moderat, dengan karakterisik:
1. Asimetri kedua sisi terlihat jelas, kelemahan minimal.
2. Adanya sinkinesis, kontraktur atau spasme hemifasial dapat ditemukan
3. Simetris normal saat istirahat.
4. Gerakan dahi sedikit sampai moderat.
5. Menutup mata sempurna dapat dilakukan dengan usaha.
6. Sedikit lemah Gerakan mulut dengan usaha maksimal.
d. Grade IV adalah fungsi moderat sampai berat, dengan tandanya sebagai berikut:
1. Kelemahan dan asimetri jelas terlihat.
2. Simetri normal saat istirahat.
3. Tidak terdapat Gerakan dahi.
4. Mata tidak menutup sempurna.
5. Asimetris mulut dilakukan dengan usaha maksimal.
e. Grade V adalah disfungsi berat. Karakteristiknya adalah sebagai berikut:
1. Hanya sedikit gerakan yang dapat dilakukan
2. Asimetris juga terdapat pada saat istirahat
3. Tidak terdapat gerakan pada dahi
4. Mata menutup tidak sempurna
5. Gerakan mulut hanya sedikit
f. Grade VI adalah paralisis total. Kondisinya yaitu:
1. Asimetris luas.
2. Tidak ada gerakan
(PERDOSSI 2016).
G. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
- Perkembangan gejala (perjalanan penyakit dan gejala penyerta):
• Kelumpuhan muskulus fasialis
• Tidak mampu menutup mata
• Nyeri tajam pada telinga dan mastoid (60%)
• Perubahan pengecapan (57%)
• Hiperakusis (30%)
• Kesemutan pada dagu dan mulut
• Epiphora
• Nyeri ocular
• Penglihatan kabur
- Progresif paralisis lebih dari tiga minggu harus dievaluasi untuk neoplasma
- Kehilangan pendengaran mendadak dan nyeri hebat disertai paralisis wajah dapat
disebabkan oleh Ramsay Hunt Syndrome.
- Riwayat penyakit: stroke, tumor, trauma
2. Pemeriksaan fisik
1. Nervus fasialis
a) Inspeksi
• Kerutan dahi
• Pejaman mata
• Lipatan nasolabialis
• Sudut mulut b) Motorik
• Mengangkat alis dan mengerutkan dahi
• Memejamkan mata
• Menyeringai (menunjukkan geligi)
• Mencucurkan bibir
• Menggembungkan pipi
b) Sensorik
• Schirmer test
Digunakan untuk mengetahui fungsi produksi air mata. Menggunakan
kertas lakmus merah 5x50 mm dengan salah satu ujung dilipat dan diselipkan
di kantus medial kiri dan kanan selama lima menit dengan mata terpejam.
Normal: menjadi biru dan basah antara sepanjang 20-30 mm.

• Pengecapan 2/3 anterior lidah


Menggunakan cairan Bornstein (4% glukosa, 1% asam sitrat, 2,5%
sodium klorida, 0,075% quinine HCl).Penderita diminta menjulurkan lidah
kemudian dikeringkan dahulu baru dilakukan tes dengan menggunakan lidi
kapas. Rasa manis di ujung lidah, rasa asam dan asin di samping lidah dan rasa
pahit di belakang lidah. Setiap selesai pemeriksaan, penderita berkumur
dengan air hangat kuku dan dikeringkan dahulu baru dilanjutkan pemeriksaan
berikutnya.

• Refleks stapedius
Memasang stetoskop pada telinga penderita kemudian dilakukan
pengetukan lembut pada diafragma stetoskop atau dengan menggetarkan garpu
tala 256Hz di dekat stetoskop. Abnormal jika hiperakusis (suara lebih keras
atau nyeri).
H. DIAGNOSIS BANDING
• Acoustic neuroma dan lesi cerebellopontine angle
• Otitis media akut atau kronik
• Amyloidosis
• Aneurisma A. vertebralis, A. basilaris, atau A. Carotis
• Sindroma autoimun
• Botulismus
• Karsinomatosis
• Penyakit carotid dan stroke, termasuk fenomena emboli
• Cholestatoma telinga tengah
• Malformasi congenital
• Schwannoma N. Fasialis
• Infeksi ganglion genikulatum (PERDOSSI 2016)
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Darah rutin, ureum, kreatinin, gula darah
• EMG
• MRI kepala + kontras (jika curiga lesi sentral) (PERDOSSI 2016)
J. TATALAKSANA
Secara garis besar tujuan daripada pengobatan adalah memperbaiki fungsi dari saraf
VII (saraf fasialis) dan menurunkan kerusakan saraf. Pengobatan dipertimbangkan untuk
pasien dalam 1-4 hari onset. Hal penting yang perlu diperhatikan:
a. Pengobatan inisial
1. Steroid dan asiklovir (dengan prednisone) mungkin efektif untuk pengobatan
Bell’s palsy (American Academy Neurology/AAN, 2011).
2. Steroid kemungkinan kuat efektif dan meningkatkan perbaikan fungsi saraf
kranial, jika diberikan pada onset awal (AAN, 2012).
3. Kortikosteroid (prednisone), dosis: 1 mg/kg atau 60 mg/hari selama 6 hari, diikuti
penurunan bertahap total selama 10 hari.
4. Antiviral: asiklovir diberikan dengan dosis 40 mg oral 5 kali sehari selama 10
hari. Jika virus varicella zoster dicurigai, dosis tinggi 800 mg oral 5 kali/hari.
b. Lindungi mata
Perawatan mata: lubrikasi ocular topical (artifisial air mata pada siang hari) dapat
mencegah corneal exposure.
c. Fisioterapi atau akupunktur: dapat mempercepat perbaikan dan menurunkan sequele.

Algoritma Tatalaksana Bell’s palsy (PERDOSSI 2016)


K. PROGNOSIS
Kebanyakan pasien sembuh total selama beberapa hari atau bulan. Prognosis yang
buruk untuk pemulihan total apabila terdapat nyeri hebat saat onset dan kelumpuhan total
saat pasien pertama kali datang. Namun demikian, cacat permanen atau komplikasi lainnya
hanya mempengaruhi sekitar 10% pasien (Simon, Aminof and Greenberg 2018).  
BAB III
KESIMPULAN

Pasien merupakan seorang Bidan dengan usia 21 tahun. Datang ke poli saraf untuk
kontrol rutin penyakit pasien yang muncul 4 bulan yang lalu.
Pada kunjungan kontrol rutin ini, pasien mengeluhkan mengenai kelemahan pada
sudut mulut kiri pasien sehingga menyebabkan mulut masih tampak perot kearah kiri dan
mengganggu aktifitas pasien seperti saat sedang berkumur.
Berdasar pada pemeriksaan yang telah dilakukan, pasien didiagnosis menderita Bell’s
Palsy ec idiopatik. 
DAFTAR PUSTAKA

Harsono, 2009. Kapita selekta neurologi; Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
NINDS, 2014. Bell’s palsy Fact Sheet, http://www.ninds.nih.gov/disord
ers/bells/detail_bells.htm
PERDOSSI. 2016. Panduan Praktik Klinis Neurologi. Jakarta: PERDOSSI.

Seok JI, Lee DK and Kim KJ, 2008. The usefulness of clinical findings in localising lesions
in Bell’s palsy: comparison with MRI. J Neurol Neurosurg Psychiatry.
79(4):418420.

Sidharta P, 2010. Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi. Dian Rakyat.


Simon, Roger P., Michael J. Aminof, and David A. Greenberg. 2018. Clinical Neurology
10th Edition. United Stated of America: Lange.

Anda mungkin juga menyukai