Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PORTOFOLIO

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

DISUSUN OLEH :
dr. ADITYA LOVINDO SUWARNO

PENDAMPING :
dr. ALJUNED PRASETYO
dr. JAMALUDIN MALIK

DOKTER INTERNSIP WAHANA RSUD SALATIGA


PERIODE OKTOBER 2019 – OKTOBER 2020
KOTA SALATIGA
Borang Portofolio

Nama Peserta: dr. Aditya Lovindo Suwarno

Nama Wahana: RSUD Salatiga

Topik: Stroke Non Hemoragik

Tanggal (kasus): 28 Juni 2020

Nama Pasien: Ny. M/62 thn No. RM: 19-20-412xxx

Nama Pendamping: dr. Aljuned Prasetyo


Tanggal Presentasi : -
dr. Jamaludin Malik

Tempat Presentasi: -

Obyektif Presentasi:

■ Keilmuan  Keterampilan  Penyegaran  Tinjauan Pustaka

■ Diagnostik ■ Manajemen  Masalah  Istimewa

 Neonatus  Bayi  Anak  Remaja ■ Dewasa  Lansia  Bumil

 Deskripsi:
Seorang perempuan, 62 tahun dengan keluhan tiba-tiba tidak bisa bicara dan kelemahan anggota gerak kanan.

 Tujuan:
Menegakkan diagnosis kerja, melakukan penanganan awal serta konsultasi dengan spesialis bedah untuk penanganan lebih lanjut terkait
kasus Stroke Hemoragik serta memberikan edukasi tentang penyakit pada pasien dan keluarga.

Bahan bahasan:  Tinjauan Pustaka  Riset ■ Kasus  Audit

Cara membahas:  Diskusi  Presentasi dan diskusi  Email  Pos

Data pasien: Nama: Ny. M Nomor Registrasi: 19-20-412xxx

Nama klinik: RSUD Salatiga Telp:- Terdaftar sejak: 2019

Data utama untuk bahan diskusi:

1. Diagnosis/Gambaran Klinis:
Keluhan Utama : tiba-tiba tidak bisa bicara

2. Riwayat Kesehatan / Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan tidak bisa bicara ± 4 jam SMRS. Keluhan dirasakan tiba-tiba ketika bangun tidur. Keluhan juga disertai
dengan kelemahan anggota gerak bagian kanan. Pasien saat ini sulit diajak untuk berkomunikasi, dan tidak dapat merespon pertanyaan dan
perintah. Mual dan muntah disangkal. Nyeri kepala (-), riwayat darah tinggi (-), riwayat kencing manis (-), dan riwayat alergi obat (-).
Pasien ditemukan tidak sadarkan diri sebelum dibawa ke RS. Riwayat trauma tidak diketahui. BAK dan BAB normal.

3. Riwayat Pengobatan: (-)

4. Riwayat Kesehatan/Penyakit:
5. Riwayat penyakit serupa (-)
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat diabetes mellitus (-)
Riwayat alergi (-)

6. Riwayat Keluarga : Riwayat keluhan serupa (-), Riwayat hipertensi (-), Riwayat DM (-)

7. Riwayat Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

8. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Pasien tinggal bersama suaminya di Salatiga. Pasien berobat dengan menggunakan fasilitas
BPJS.

9. Riwayat Kebiasaan : Merokok(-), riwayat mengkonsumsi obat-obat pegal linu (-), riwayat mengkonsumsi jamu (-)

10. Pemeriksaan fisik


VITAL SIGN
 Tekanan darah : 162/97mmHg
 Frekuensi nadi : 92x/menit
 Frekuensi nafas : 22x/menit
 Suhu : 36,3oC
 Skor nyeri : 0 (VAS)
PEMERIKSAAN FISIK

a. Kepala : Simetris, mesosefal


b. Mata : Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
c. Mulut & Tenggorokan : Mukosa basah, tonsil T1-T1, tidak hiperemis, faring hiperemis (-)
d. Leher : KGB servikal tidak membesar, JVP tidak meningkat
e. Thoraks : tidak tampak jejas, retraksi (-)
Cor I : ictus cordis tidak tampak
P: ictus cordis tidak kuat angkat
P: batas jantung kiri atas : spatium intercostale II, linea parasternalis sinistra
batas jantung kiri bawah : spatium intercostale V, 1 cm medial linea medioklavicularis sinistra
batas jantung kanan atas : spatium intercostale II, linea sternalis dextra
batas jantung kanan bawah : spatium intercostale IV, linea parasternalis dextra
(Kesan: Batas jantung kesan tidak melebar caudolateral)
A : Bunyi jantung I-II, intensitas normal, reguler, bising (-), gallop (-)
Pulmo I : Pengembangan dada kanan = kiri
P : Fremitus raba kanan = kiri
P : Sonor / sonor
A : SDV (+/+), RBK (-/-), RBH (-/-), wheezing (-/-)
f. Abdomen :
I : DP = DD, Jejas (-), Vulnus (-) Distended (-), Sikatrik (-),

A: Bising usus (+) dalam batas normal

P : Timpani (+)

P: Supel, nyeri tekan (-), defans muscular (-), hepar dan lien tidak teraba, turgor dalam batas normal.

g. Genitourinaria : BAK darah (-), BAK nanah (-), nyeri BAK (-)
h. Ekstremitas :
Akral Dingin CRT < 2” Edema

- - + + - -

+ + + -
- -

i. Pemeriksaan Neurologis
a. Rangsangan Meningeal
1) Kaku kuduk :-
2) Brudzinski I : -/-
3) Brudzinski II : -/-
4) Kernig : -/-
5) Laseque : -/-
b. Nervus Kranialis
1) N-I (Olfaktorius) : Tidak ada gangguan penciuman
2) N-II (Optikus)
a) Tajam penglihatan : DBN / DBN
b) Lapang penglihatan : DBN / DBN
c) Tes warna : Tidak dilakukan pemeriksaan
d) Fundus oculi : Tidak dilakukan pemeriksaan
3) N-III, IV, VI (Okulomotorius, Trochlearis, Abducens)
a) Kelopak mata :
Ptosis : -/-
Endopthalmus : -/-
Exophtalmus : -/-
b) Pupil : Isokor, bulat, 3mm / 3mm
Refleks Pupil
 langsung : +/ +
 tidak langsung : +/ +
c) Gerakan bola mata : medial (+/+), lateral (+/+), superior (+/+), inferior (+/+), obliqus superior (+/+), obliqus inferior (+/+)
4) N-V (Trigeminus)
a) Sensorik
 N-V1 (ophtalmicus) : +
 N-V2 (maksilaris) : +
 N-V3 (mandibularis) : +
(pasien dapat menunjukkan tempat rangsang raba)
b) Motorik
Pasien dapat merapatkan gigi dan membuka mulut.
c) Refleks :
Reflek kornea : +
Reflek bersin : +
5) N-VII (Fasialis)
a) Sensorik (indra pengecap) : DBN
b) Motorik
Inspeksi wajah sewaktu
 Diam : deviasi ke kiri
 senyum : Sulit dinilai
 Meringis : Sulit dinilai
 bersiul : Sulit dinilai
 menutup mata : simetris, kanan (maksimal), kiri (maksimal)

Pasien disuruh untuk


 Mengerutkan dahi : simetris , kanan (baik), kiri (baik)
 Menutup mata kuat kuat : simetris, kanan (maksimal), kiri (maksimal)
 Menggembungkan pipi : simetris, kanan (maksimal), kiri (maksimal)
Sensoris
Pengecapan 2/3 depan lidah : Tidak ada kelainan
6) N. VIII (Vestibulocochlearis)
a) Keseimbangan
 Nistagmus : Tidak ditemukan
 Tes Romberg : Tidak dilakukan
b) Pendengaran
 Tes Rinne : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
 Tes Schwabach : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
 Tes Weber : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
7) N-IX, X (Glosofaringeus, Vagus)
a) Refleks menelan : +
b) Refleks batuk : +
c) Perasat lidah (1/3 anterior) : normal
d) Refleks muntah : +
e) Posisi uvula : Normal, Deviasi ( - )
f) Posisi arkus faring : Simetris
8) N-XI (Akesorius)
a) Kekuatan M. Sternokleidomastoideus : + / +
b) Kekuatan M. Trapezius : + /+
9) N-XII (Hipoglosus)
a) Tremor lidah : Tidak ditemukan
b) Atrofi lidah : Tidak ditemukan
c) Ujung lidah saat istirahat : Simetris
d) Ujung lidah saat dijulurkan : Simetris
e) Fasikulasi :-
c. Pemeriksaan Motorik
1) Refleks
a) Refleks Fisiologis
 Biceps : ↑/N
 Triceps : ↑/N
 Achiles : ↑/N
 Patella : ↑/N
b) Refleks Patologis
 Babinski : +/-
 Oppenheim : +/-
 Chaddock : +/-
 Gordon : +/-
 Scaeffer : +/-
 Hoffman-Trommer : +/-

2) Kekuatan Otot
2 4
Ekstremitas Superior Ekstremitas Superior
Dextra Sinistra
2 4
Ekstremitas Inferior Ekstremitas Inferior
Dextra Sinistra

3) Tonus Otot
a. Hipotoni : -/-
b. Hipertoni : -/-

11. Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan laboratorium darah

Tanggal: 28 Juni 2020

Pemeriksaan Hasil Satuan Standart normal

HEMATOLOGI

Hemoglobin 13.7 gr/dL 11.5-16.5

Hematokrit 41 vol% 37-47

Eritrosit 4.71 jt/ul 3.80-5.80

Trombosit 273 rb/ul 150-450

Leukosit 12.87 rb/ul 5.0-11.0

KIMIA KLINIK

GDS 101 mg/dl <140


Ureum 35 mg/dl <50

Creatinine 1.0 mg/dl 0.6-1.1

SGOT 35 IU/L <31

SGPT 21 IU/L <32

12. Resume
Pasien datang dengan keluhan tidak bisa bicara ± 4 jam SMRS. Keluhan dirasakan tiba-tiba ketika bangun tidur. Keluhan juga
disertai dengan kelemahan anggota gerak bagian kanan. Pasien saat ini sulit diajak untuk berkomunikasi, dan tidak dapat merespon
pertanyaan dan perintah. Mual dan muntah disangkal. Nyeri kepala (-), riwayat darah tinggi (-), riwayat kencing manis (-), dan riwayat
alergi obat (-). Pasien ditemukan tidak sadarkan diri sebelum dibawa ke RS. Riwayat trauma tidak diketahui. BAK dan BAB normal.
Dari pemeriksaan fisik, didapatkan Tekanan darah 162/97 mmHg, HR 92x/menit, RR 22x/menit, suhu 36,3oC. Pemeriksaan fisik
didapatkan kelemahan pada ekstremitas kanan dengan kekuatan 2. Hasil pemeriksaan lab dalam batas normal.

13. Diagnosis
Stroke Hemoragik dd/ Intraserebral Hematoma
14. Penatalaksanaan
Usulan terapi:
 Oksigen 3 lpm
 Inf Asering+NB 20 tpm
 Inj Citicolin 500 mg/8 jam
 Inj Ondansetron 4 mg (extra)
 Inj Ranitidin 50 mg/12 jam
 Inf Manitol 100 cc/4 jam
Planning:
 Lab: Darah lengkap, Elektrolit, Gula Darah Sewaktu, Profil lipid, Ureum/Creatinin, SGOT/SGPT
 Pengawasan KU dan VS
 Konsul TS Spesialis Saraf
15. Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio


1. Subyektif
Pasien datang dengan keluhan tidak bisa bicara ± 4 jam SMRS. Keluhan dirasakan tiba-tiba ketika bangun tidur. Keluhan juga disertai
dengan kelemahan anggota gerak bagian kanan. Pasien saat ini sulit diajak untuk berkomunikasi, dan tidak dapat merespon pertanyaan
dan perintah. Mual dan muntah disangkal. Nyeri kepala (-), riwayat darah tinggi (-), riwayat kencing manis (-), dan riwayat alergi obat (-).
Pasien ditemukan tidak sadarkan diri sebelum dibawa ke RS. Riwayat trauma tidak diketahui. BAK dan BAB normal.
2. Objektif
Dari pemeriksaan fisik, didapatkan Tekanan darah 162/97 mmHg, HR 92 x/menit, RR 22x/menit, suhu 36,3oC. Pemeriksaan fisik
didapatkan kelemahan pada ekstremitas kanan dengan kekuatan 2. Hasil pemeriksaan lab dalam batas normal.

3. Assesment
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang pasien didiagnosis dengan Stroke Non Hemoragik.
4. Plan
Diagnosis: Untuk lebih menunjang diagnosis, dapat diusulkan dilakukan beberapa pemeriksaan lanjutan seperti laboratorium
darah.

Pengobatan:
Pemberian terapi pada kasus Stroke Hemoragik adalah pemberian agen neuroprotektan dan menurunkan tekanan intracranial.
Pendidikan: Pendidikan dilakukan kepada pasien dan keluarganya untuk membantu proses penyembuhan dan pemulihan, untuk
itu ada tahap awal pasien dan keluarganya diminta datang agar mendapat edukasi yang lengkap.
Konsultasi: Dilakukan kepada dokter spesialis saraf
Rujukan: -
Kontrol: Pasien disarankan untuk kontrol apabila ada keluhan
TINJAUAN PUSTAKA
STROKE HEMORAGIK

A. DEFINISI

Stroke atau serangan otak adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif, cepat, berupa defisit neurologis fokal
dan atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata di sebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak non traumatik.

Stroke hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24
jam atau lebih pada umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau kematian.

Stroke hemoragik sekitar 85%, yang terjadi akibat perdarahan di ruang intraserebal. Penyebab tersering disebabkan oleh beberapa
factor diantaranya hipertensi, obesitas dan kolesterol. Perdarahan di daerah pons dan serebelum memiliki prognosis buruk karena dapat
mempengaruhi saraf yang mengatur pernafasan.

B. EPIDEMIOLOGI

Di Indonesia, data Nasional stroke menunjukkan angka kematian tertinggi 15,4% sebagai penyebab (Riskesdas 2007). Dua
karakteristik demografik yang akan dikemukakan adalah usia dan gender. usia rata-rata stroke dari data 28 RS di Indonesia adalah 18 - 95
tahun. Angka kejadian stroke meningkat dengan bertambahnya usia. Makin tinggi usia, makin banyak kemungkinannya untuk
mendapatkan stroke. Kejadian stroke pada pria 2,5 kali lebih sering daripada wanita.

C. ANATOMI PERDARAHAN OTAK


Otak diperdarahi oleh 4 pembuluh darah besar yang sepasang A.carotis interna dan A. Vertebralis yang di daerah basis cranii akan
membentuk circulus Wallisi. A.carotis interna masuk ke dalam rongga tengkorak melalui canalis caroticus dan setinggi chiasma opticus
akan bercabang menjadi A.cerebri media dan anterior, dan biasa disebut sistem anerior atau sistem karotis. Sistem karotis akan
memperdarahi 2/3 bagian depan seebrum termasuk sebagian besar ganglia basalis dan capsula interna. Sedangkan a.vertebralis memasuki
rongga tengkorak melalui foramen megnum dan bersatu di bagian ventral batang otak membentuk A. basilaris.Sistem ini biasa disebut
sistem vertebrobasiler. Sistem ini memperdarahi cerebellum, batang otak, sebagian besar thalamus dan 1/3 bagian belakang cerebrum.

Bentuk dan posisi anatomis pembuluh darah dalam rongga cranium berpengaruh dalam terjadinya proses aterombotik pada
pembuluh darah tersebut. Lesi aterosklerotik mudah terjadi pada tempat percabangan dan belokan pembuluh darah, karena pada daerah-
daerah tersebut aliran darah mengalami peningkatan turbulensi dan penurunan shear stress sehingga endotel yang ada mudah terkoyak.
Secara histologis, dinding pembuluh darah terdiri dari 3 lapis yang berturut-turut dari dalam ke luar disebut tunika intima, media
dan adventisia. Bagian tunika intima yang berhubungan dengan lumen pembuluh darah adalah sel endotel. Pada pembuluh darah yang
lebih besar, sel-sel endotel ini dilapisi oleh jaringan ikat longgar yang disebut jaringan subendotel. Tunika media terdiri dari sel-sel otot
polos dan jaringan ikat yang tersusun konsentris dikelilingi oleh serabut kolagen dan elastik.

Tunika media dipisahkan dari tunika intima oleh suatu membran elastis yang disebut lamina elastic interna, dan dari tunika
adventitia oleh lamina elastica externa. Kedua lamina ini tersusun dari serabut elastis dimana celah antara serabut-serabut tersebut dapat
dilewati oleh zat-zat kimia dan sel darah.

Tunika adventisia terdiri dari jaringan ikat yang tersusun longitudinal dan mengandung sel-sel lemak, serabut saraf dan pembuluh
darah kecil yang memperdarahi dinding pembuluh darah (disebut vasa vasorum). Sel-sel otot polos pembuluh darah tersusun melingkar
konsentris di dalam tunika media dan masing-masing sel dikelilingi oleh membrana basalis, serat-serat kolagen dan proteoglikan.
Arteri mempunyai dinding yang lebih tebal dibandingkan dengan vena yang setingkat karena mengandung tunika media yang
lebih tebal, namun diameter vena pada umumnya lebih besar. Arteri pada susunan saraf pusat menyerupai vena dalam hal ketebalan
dindingnya, namun mempunyai lamina elastica interna yang lebih tebal.

D. FAKTOR RISIKO
1. Faktor yang tidak dapat dirubah
o Jenis kelamin : pria lebih sering ditemukan menderita stroke dibandingkan wanita
o Usia : makin tinggi usia makin tinggi risiko terkena stroke
o Keturunan : adanya riwayat keluarga yang terkena stroke
2. Faktor yang dapat dirubah
o Hipertensi
o Penyakit jantung
o Kolesterol tinggi
o Obesitas
o Diabetes mellitus
o Polisitemia
o Stress emosional
o Kebiasaan hidup : merokok, peminum alcohol, obat-obatan terlarang, kurang olah raga, makan makanan yang mengandung
kolesterol.

E. KLASIFIKASI STROKE
Stroke dapat dibagi menjadi dua kategori utama yaitu, stroke hemoragik dan stroke non-hemoragik. Dua kategori ini
merupakan suatu kondisi yang berlawanan. Pada stroke hemoragik kranium yang tertutup mengandung darah yang terlalu banyak,
sedangkan pada stroke non-hemoragik terjadinya gangguan ketersediaan darah pada suatu area di otak dengan kebutuhan . oksigen
dan nutrisi area tersebut. Setiap kategori dari stroke dapat dibagi menjadi beberapa subtipe, yang masing-masing mempunyai strategi
penanganan yang berbeda.

1. STROKE HEMORAGIK

20% dari total kejadian stroke. Diakibatkan karena pecahnya pembuluh darah karena hipertensi dan adanya aneurisma yang
pecah. Dapat dibedakan berdasarkan:

1) Stroke Perdarahan Intraserebral

Merupakan 10% dari seluruh kasus yang ada. Perdarahan intraserebri ditandai oleh adanya perdarahan ke dalam parenkim
otak akibat pecahnya arteri penetrans yang merupakan cabang dari pembuluh darah superficial dan berjalan tegak lurus menuju
parenkim otak yang di bagian distalnya berupa anyaman kapiler. Atherosklerosis yang terjadi dengan meningkatnya usia dan
adanya hipertensi kronik, maka sepanjang arteri penetrans ini terjadi aneurisma kecil–kecil (mikroaneurisma) dengan diameter
sekitar 1 mm disebut aneurismas Charcot-Bouchard. Pada suatu saat aneurisma ini dapat pecah oleh tekanan darah yang meningkat
sehingga terjadilan perdarahan ke dalam parenkim otak. Darah ini mendorong struktur otak dan merembes ke sekitarnya bahkan
dapat masuk ke dalam ventrikel atau ke ruangan subaraknoid yang akan bercampur dengan cairan serebrospinal dan merangsang
meningens.

Onset perdarahan intraserebri sangat mendadak, seringkali terjadi saat beraktivitas dan disertai nyeri kepala berat, muntah
dan penurunan kesadaran, kadang-kadang juga disertai kejang. Distribusi umur biasanya pada usia pertengahan sampai tua dan
lebih sering dijumpai pada laki-laki. Hipertensi memegang peranan penting sebagai penyebab lemahnya dinding pembuluh darah
dan pembentukan mikroaneurisma. Pada pasien nonhipertensi usia lanjut, penyebab utama terjadinya perdarahan intraserebri adalah
amiloid angiopathy. Penyebab lainnya dapat berupa aneurisma, AVM, angiopati kavernosa, diskrasia darah, terapi antikoagulan,
kokain, amfetamin, alkohol dan tumor otak. Dari hasil anamnesa tidak dijumpai adanya riwayat TIK.

Lokasi perdarahan umumnya terletak pada daerah ganglia basalis, pons, serebelum dan thalamus. Perdarahan pada ganglia
basalis sering meluas hingga mengenai kapsula interna dan kadang-kadang rupture ke dalam ventrikel lateral lalu menyebar melalui
system ventrikuler ke dalam rongga subarachnoid. Adanya Perluasan intraventrikuler sering berakibat fatal. Perdarahan pada lobus
hemisfer serebri atau serebelum biasanya terbatas dalam parenkim otak.

Apabila pasien dengan perdarahan intraserebri dapat bertahan hidup, adanya darah dan jaringan nekrotik otak akan
dibersihkan oleh fagosit. Jaringan otak yang telah rusak sebagian digantikan pleh jaringan ikat, lia dan pembuluh darah baru, yang
meninggalkan rongga kecil yang terisi cairan.

Gambaran klinis tergantung dari lokasi dan ukuran hematoma. Karakteristiknya berupa sakit kepala, muntah-muntah dan
kadang-kadang kejang pada saat permulaan. Kesadaran dapat terganggu pada keadaan awal dan menjadi jelas dalam waktu 24-48
jam pertama bila volume darah lebih dari 50 cc. Karena jaringan otak terdorong, maka timbul gejala defisit neurologik yang cepat
menjadi berat dalam beberapa jam.

Dari hasil pemeriksaan didapatkan CSS seperti air cucian daging (xanthocrome) pada pungsi lumbal dan adanya perdarahan
(hiperdens) pada CT Scan.

2) Stroke Perdarahan Subarachnoid


Ditandai dengan perdarahan yang masuk ke dalam rongga subarachnoid. Onsetnya sangat mendadak dan disertai nyeri
kepala hebat, penurunan kesadaran dan muntah. Distribusi umur penderita ini umumnya terjadi pada usia muda dan lebih banyak
pada wanita.

Pada 10-15% kasus penyebabnya tidak diketahui, Umumnya akibat rupture aneurisma, kadang-kadang juga karena
pecahnya malformasi arterivenosa, dan terapi antikoagulan. Aneurisma biasanya berlokasi di sirkulus Willisi dan percabangannya.
Bila aneurisma pecah, darah segera mengisi ruang subarakhnoid atau merembes ke dalam parenkim otak yang letaknya berdekatan.

Gejala klinis perdarahan subarachnoid berupa sakit kepala kronik akibat penekanan aneurisma yang besar terhadap organ
sekitar, akibat pecahnya aneurisma mendadak dirasakan sakit kepala hebat, muntah dan penurunan kesadaran. Biasanya ditemukan
rangsang meningen positif berupa kaku kuduk akibat darah dalam likuor dan Kernig’s sign, Perdarahan subhialoid pada funduskopi,
CSS gross hemorrhagic pada pungsi lumbal dan CT scan menunjukkan adanya darah dalam rongga subarachnoid. Komplikasi
berupa vasospasme dapat terjadi > 48 jam setelah onset dengan akibat terjadinya infark otak dan defisit neurologik fokal.
Perdarahan ulang kadang-kadang terjadi dalam beberapa minggu setelah kejadian pertama. Angka kematian cukup tinggi 30-70%
dan tergantung beratnya penyakit pada saat pertama kali muncul.

2. STROKE NON-HEMORAGIK
Infark serebri diawali dengan terjadinya penurunan Cerebral Blood Flow (CBF) yang menyebabkan suplai oksigen ke otak
akan berkurang. Derajat dan durasi penurunan Cerebral Blood Flow (CBF) kemungkinan berhubungan dengan jejas yang terjadi. Jika
suplai darah ke otak terganggu selama 30 detik, maka metabolisme di otak akan berubah. Setelah satu menit terganggu, fungsi neuron
akan berhenti. Bila 5 menit terganggu dapat terjadi infark. Bagaimanapun, jika oksigenasi ke otak dapat diperbaiki dengan cepat,
kerusakan kemungkinan bersifat reversibel.
Nilai kritis Cerebral Blood Flow (CBF) adalah 23 ml/100 gram per menit (normal 55 ml). Penurunan CBF di bawah 10-12
ml/100 gram per menit dapat menyebabkan infark. Nilai kritis CBF yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan adalah diantara 12
sampai 23 ml/100 gram per menit. Pada nilai tersebut terjadi keadaan isoelektrik. Dalam keadaan perfusi yang marginal (ischemic
penumbra), kadar kalium akan meningkat disertai penurunan ATP dan kreatin fosfat. Akan tetapi, perubahan masih bersifat reversibel
apabila sirkulasi dapat kembali normal.
Iskemia akan menyebabkan gangguan hemostasis ion, terutama ion kalium dan kalsium. Ion kalium yang meninggi di ruang
ekstraseluler akan menyebabkan pembengkakan sel astroglia, sehingga mengganggu transport oksigen dan bahan makanan ke otak.
Sel yang mengalami iskemia akan melepaskan neurotransmitter glutamat dan aspartat yang akan menyebabkan influx natrium
dan kalsium ke dalam sel. Keadaan inilah yang mendorong jejas sel menjadi irreversibel.
Nilai CBF 6 sampai 8 ml/100 gram per menit (infark) ditandai dengan penurunan ATP, peningkatan kalium ekstraseluler,
peningkatan kalsium intraseluler, dan asidosis seluler. Kalsium yang tinggi di intraseluler akan menghancurkan membran fosfolipid
sehingga terjadi asam lemak bebas, antara lain asam arakhidonat. Asam arakhidonat merupakan prekursor dari prostasiklin dan
tromboksan A2. Prostasiklin merupakan vasodilator yang kuat dan mencegah agregasi trombosit, sedangkan tromboksan A2
merangsang terjadinya agregasi trombosit. Pada keadaan normal, prostasiklin dan tromboksan A2 berada dalam keseimbangan
sehingga agregasi trombosit tidak terjadi. Bila keseimbangan ini terganggu, akan terjadi agregasi trombosit. Prostaglandin, leukotrien,
dan radikal bebas terakumulasi. Protein dan enzim intraseluler terdenaturasi, setelah itu sel membengkak (edema seluler).
Akumulasi asam laktat pada jaringan otak berperan dalam perluasan kerusakan sel. Akumulasi asam laktat yang dapat
menimbulkan neurotoksik terjadi apabila kadar glukosa darah otak tinggi sehingga terjadi peningkatan glikolisis dalam keadaan
iskemia.
1) Stroke Infark Arterotrombotik
 Patogenesis pada pasien hipertensi : pembuluh darah pasien hipertensi mudah mengalami perlukaan. Pada lokasi perlukaan
tersebut mudah membentuk trombus yang dapat berasal dari deposit lemak, sel-sel darah, dan komponen darah lainnya. Suatu
saat akibat aliran darah yang kencang, trombus tersebut dapat terlepas mengikuti aliran darah dan akan menyumbat lumen
pembuluh darah yang sesuai dengan besarnya trombus.
 Patogenesis pada pasien Diabetes Melitus : Pembuluh darah pasien DM dapat mengalami “arterosklerotik” sehingga
mengganggu fungsi autoregulasi vaskular (kemampuan berdilatasi dan berkonstriksi secara simultan). Autoregulasi pada orang
normal bernilai 53 cc/100g/menit. Pada pasien DM autoregulasi tersebut dapat menurun. Penurunan autoregulasi sampai sekitar
10-15 cc/100g/menit menyebabkan terbentuknya “Penumbra” dalam waktu 3-6 jam, yaitu jaringan neuron yang tidak berfungsi
lagi. Maka waktu 3-6 jam tersebut menjadi “Therapeutic Window” karena jika terapi dilakukan dalam jam ini dapat memberikan
prognosis yang baik. Apabila penurunan autoregulasi mencapai < 10 cc/100g/menit maka dapat terjadi peningkatan drastis kadar
Ca ekstrasel dan K intrasel. Sehingga dapat merusak Retikulum Endoplasmik yang mengakibatkan gangguan mitokondria
sehingga menyebabkan asidosis dan kematian sel.
 Manifestasi Klinis
 Bila sumbatan terjadi pada a. carotis dan a. cerebri media, gejala yang mungkin timbul pada serangan awal adalah kebutaan
sebelah mata, hemiplegia, hemianesthesia, gangguan bicara dan bahasa, bingung dan lain-lain.
 Bila sumbatan terjadi pada sistem vertebrobasiler, terjadi episode pusing, diplopia, kebas, hendaya penglihatan pada kedua
lapang pandang dan dysarthria.
 Serangan awal tersebut dapat terjadi dalam rentang waktu beberapa menit hingga beberapa jam, umumnya tidak lebih dari 10
menit.
 Trombosis arterial basanya tidak disertai nyeri kepala. Bila ada, lokasi nyeri berhubungan dengan lokasi sumbatan arteri.
Intensitas nyeri tidak parah.
 Hipertensi, diabetes, kebiasaan merokok dan hiperlipidemia umum ditemukan pada pasien dengan stroke infark
atherotrombotik.
2) Stroke Infark Cardioemboli
 Terjadi pada pasien dengan Tensi normal atau Hipertensi ringan. Umumnya pada pasien dengan gangguan irama jantung karena
gangguan katup, banyak pada pasien mitral stenosis (MS) dan mitral insufisiensi (MI).
 Patogenesis :Pada pasien dengan gangguan katup jantung terjadi benturan / “injury” antara sel darah yang masuk ke ventrikel
kiri dan sel darah yang tidak seluruhnya dipompa jantung. Akibatnya terbentuk trombus di sekitar katup, ruang dan dinding
jantung. Kemudian karena tekanan pompa jantung yang tinggi, trombus tersebut keluar dengan tekanan yang tinggi sebelum
akhirnya menyumbat lumen pembuluh darah
 Manifestasi Klinis :
 Nyeri kepala ringan
 Terjadi pada saat aktivitas ringan-sedang
 Tidak memiliki riwayat hipertensi
 Memiliki riwayat sakit jantung
 Tanda Klinis Cardioemboli : ditemukan ‘Pulsus Defisit’, yaitu perbedaan antara Heart Rate dengan denyut nadi mencapai >
10.

F. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Pada anamnesis akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak sebelah badan, mulut mencong atau bicara pelo, dan tidak dapat
berkomunikasi baik. Keadaan timbul mendadak, dapat sewaktu bangun tidur, mau sholat, selesai sholat, sedang bekerja, atau sewaktu
beristirahat. Selain itu ditanyakan pula faktor-faktor risiko yang menyertai stroke misalnya penyakit kencing manis, darah tinggi dan
penyakit jantung, serta obat-obat yang sedang dipakai. Ditanyakan pula riwayat keluarga. Pada kasus berat dengan penurunan
kesadaran, dilakukan observasi kesadaran.

2. Pemeriksaan Fisik
Penentuan tanda-tanda vital seperti nadi, tekanan darah, pernapasan, dan suhu. Selain itu tentukan juga tingkat kesadaran
penderita, tentukan dengan menggunakaan Glasgow Coma Scale.
Jika penderita sadar, tentukan berat kerusakan neurologis yang terjadi, disertai pemeriksaan saraf-saraf otak dan motorik
apakah fungsi komunikasi baik atau adakah disfasia.
Lakukan pemeriksaan reflex batang otak yaitu; reflex pupil terhadap cahaya, reflex kornea, reflex okulosefalik, dan reflex
okulo-vestibular.
3. Pemeriksaan Penunjang

1) Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan kimia darah (gula darah sewaktu, faal ginjal, faal hepar, dan profil lipid), pemeriksaan
homeostasis ( PTT, APTT, viskositas plasma).

2) CT Scan
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk membedakan stroke infark dengan stroke perdarahan.

Pada stroke karena infark, gambaran CT scannya secara umum adalah didapatkan gambaran hipodense sedangkan pada stroke
perdarahan menunjukkan gambaran hiperdens.
3) Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan ini sangat baik untuk menentukan adanya lesi di batang otak (sangat sensitif).

4) Pemeriksaan Angiografi.
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah lokasi pada sistem karotis atau vertebrobasiler, menentukan ada tidaknya
penyempitan, oklusi atau aneurisma pada pembuluh darah.

5) Pemeriksan USG
Pemeriksaan ini untuk menilai pembuluh darah intra dan ekstra kranial, menentukan ada tidaknya stenosis arteri karotis.

6) Pemeriksaan Pungsi Lumbal


Pemeriksaan ini digunakan apabila tidak adanya CT scan atau MRI. Pada stroke PIS didapatkan gambaran LCS seperti cucian
daging atau berwarna kekuningan. Pada PSA didapatkan LCS yang gross hemorragik. Pada stroke infark tidak didapatkan
perdarahan (jernih).

G. PENATALAKSANAAN

Pedoman pada stroke iskemik akut

Obat Trombolitik r-TPA

Biasanya obat ini digunakan untuk infark jantung akut untuk melarutkan bekuan darah yang diperkirakan menyumbat arteri yang
terlibat dalam proses stroke iskemik. Syarat utama adalah waktu pemberian adalah harus sesegera mungkin setelah stroke iskemik terjadi (< 3
jam), agar belum terjadi perubahan sekunder pada dinding pembuluh darah yang tersumbat dan terutama daerah otak yang diperdarahinya.
Dosis rtPA IV 0,9 mg/kg BB (maksimal 90 mg). 10% dari dosis sebagai bolus pada menit pertama, sisanya sebagai infus selama 60 menit 
monitor terus di ICU 24 jam akan adanya perburukan neurologis dan perdarahan.

Pengobatan antiplatelet pada stroke akut

Pengobatan dengan obat antiplatelet pada fase akut stroke, baru-baru ini sangat dianjurkan. Uji klinis pada IST (International Stroke
Trial) dan CAST ( Chinese Aspirin Stroke Trial) memberitakan bahwa pemberian aspirin pada fase akut menurunkan frekuensi stroke
berulang dan menurunkan mortalitas penderita stroke akut.

Neuroprotektif pada stroke iskemik akut

Obat-obat ini diperkirakan dapat melindungi neuron dari zat-zat destruktif yang dihasilkan oleh proses biokimia yang terjadi pada
kematian neuronal, seperti glutamat, kalnat dan lain-lain yang toksik terhadap neuron. Di samping itu kerusakan sel-sel neuron dapat
menyebabkan gangguan membran sel akibat kerusakan pada pompa ion Ca, Na, K. Ada dua jenis neuroproteksi :

- Neuroprotektan yang mencegah kematian sel akibat iskemik injury:


.. Free Radical Scavenger (tirilazad, citicoline, cerovive)

.. Stabilisasi Membran (citicholine dan piracetam)

- Neuroprotektan yang mencegah reperfusi injury : Abelximab


Neuroprotektan yang ada di Indonesia, yaitu:

- Piracetam
- Citicholin
Terapi bedah
- Carotid endarterectomy
- Angioplasty
- Catheter embolectomy

Penatalaksanaan Stroke Perdarahan

Perdarahan intraserebral merupakan jenis stroke yang sering berat dan banyak penyebabnya. Tujuan terapi antara lain mencakup:

1. Mencegah akibat buruk dari meningkatnya tekanan intrakranial.


2. Mencegah komplikasi sekunder akibat menurunnya kesadaran, misalnya gangguan pernapasan, aspirasi, hipoventilasi.
3. Identifikasi sumber perdarahan yang mungkin dapat diperbaiki dengan tindakan bedah.
Terapi Umum

1. Tirah baring total dengan kepala ditinggikan paling sedikit 15-30”, paling sedikit dua minggu
2. Fisioterapi pasif beberapa kali sehari, fisioterapi aktif tidak dianjurkan dalam dua minggu pertama
3. Diet makanan sesuai faktor resiko
4. Monitoring tanda-tanda vital
Terapi Hipertensi pada Stroke Perdarahan

Tekanan darah pada fase akut tidak boleh diturunkan lebih dari 20%. Penurunan tekanan darah rata-rata tidak boleh lebih dari 25% dari
tekanan darah arteri rata-rata. Kriteria penurunan:

1. Bila tekanan darah sistolik > 230 mmHg atau tekanan diastolik > 140 mmHg pada dua kali pengukuran tekanan darah selang 5 menit,
berikan natrium nitroprusid atau nitrogliserin drip.
2. Bila tekanan sistolik 180-230 mmHg atau tekanan diastolik 105-140 mmHg atau tekanan darah arteri rata-rata 130 mmHg pada dua
kali pengukuran tekanan darah selang 20 menit berikan labetalol injeksi atau enalapril.
3. Bila tekanan sistolik < 180 mmHg dan tekanan diastolik < 105 mmHg, maka pemberian obat anti-hipertensi ditangguhkan.

Terapi Khusus

1. Pemberian sedasi misalnya diazepam 5 mg tiap 6 jam atau phenobarbital 30-60 mg/p.o atau IV tiap 6 jam untuk pasien gelisah dan
analgetik untuk nyeri kepala.
2. Pemberian manitol 20% 1 gr/kgBB diberikan dalam 20 menit diikuti 0,25 gr/kgBB tiap 4 jam untuk edema serebri.
3. Untuk kelainan jantung akibat PSA dapat diberikan β-blocker seperti propanolol yang dilaporkan dapat menurunkan efek samping ke
jantung.
4. Untuk perdarahan saluran cerna, dapat dilakukan lavage lambung dengan NaCl, transfusi, pemberian cairan yang adekuat, dan
antasida. H2-blocker, misalnya ranitidin, untuk mengurangi resiko terjadinya stress ulcer. Untuk mual muntah dapat diberikan
antiemetik.
5. Bila kejang dapat diberikan anti-konvulsan : fenitoin 10-15 mg/kg IV (loading dose), kemudian diturunkan menjadi 100 mg per 8 jam
atau phenobarbital 30-60 mg tiap 6-8 jam.

H. PENCEGAHAN STROKE
1. Mengatur pola makan yang sehat
2. Menghentikan rokok
3. Menghindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat
4. Melakukan olahraga yang teratur
5. Menghindari stres dan beristirahat yang cukup

I. PROGNOSIS
Prognosis stroke dipengaruhi oleh sifat dan tingkat keparahan defisit neurologis yang dihasilkan. usia pasien, penyebab stroke,
gangguan medis yang terjadi bersamaan juga mempengaruhi prognosis. Secara keseluruhan, kurang dari 80% pasien dengan stroke
bertahan selama paling sedikit 1 bulan, dan didapatkan tingkat kelangsungan hidup dalam 10 tahun sekitar 35%. pasien yang selamat dari
periode akut, sekitar satu setengah samapai dua pertiga kembali fungsi independen, sementara sekitar 15% memerlukan perawatan
institusional. Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan stroke, dan sekitar 25% atau 125.000
orang meninggal dan sisanya mengalami cacat ringan atau berat. Sebanyak 28,5% penderita stroke meninggal dunia, sisanya menderita
kelumpuhan sebagian maupun total. Hanya 15% saja yang dapat sembuh total dari serangan stroke dan kecacatan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Goetz Christopher G. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of Clinical Neurology,3rd ed. Philadelphia : Saunders. 2007.
2. Baehr M, Frotscher M. Duus’ : Topical Diagnosis in Neurology. 4th revised edition. NewYork : Thieme. 2005.
3. Gilroy. John. Basic Neurologi. 2000. The McGraw-Hill Companies: USA.
4. Kelompok Studi Stroke PERDOSSI. Pencegahan Primer Stroke. Dalam : Guideline Stroke 2011. Jakarta.
5. Giraldo, elias. Stoke ischemic.2010. http://www.merck.com/mmpe/sec16/ ch211/ch211b.html. (23 januari 2012)
6. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran FKUI Jilid 2. Media Aesculapius. Jakarta. 2000:
17-8.
7. Widjaja AC. Uji Diagnostik Pemeriksaan Kadar D-dimer Plasma Pada Diagnosis Stroke Iskemik. UNDIP. Semarang. 2010.
http://eprints.undip.ac.id/24037/1/Andreas_Christian_Widjaja.pdf
8. Price SA & Wilson LM. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit jilid 2. EGC. Jakarta. 2006: 1110-19.

Anda mungkin juga menyukai