Disusun oleh:
Carissa Luthfi Maida
20184010018
Pembimbing:
dr. Rita Fitriani, Sp.S.
PRESENTASI KASUS
Oktober 2019
Oleh :
Disetujui oleh :
PENDAHULUAN
Space occupied lession (SOL) ialah lesi fisik substansial, seperti neoplasma,
neoplasma, jinak atau ganas, primer atau sekunder, serta hematoma atau malformasi vaskular
yang terletak di dalam rongga tengkorak.SOL memberikan tanda dan gejala akibat tekanan
intrakranial, intracranial shift, atau herniasi otak, sehingga dapat mengakibatkan ‘brain death’
(Simamora et al, 2017). Tumor intrakranial atau yang juga dikenal dengan tumor otak, ialah
massa abnormal dari jaringan di dalam kranium, dimana sel-sel tumbuh dan membelah dengan
tidak dapat dikendalikan oleh mekanisme yang mengontrol sel-sel normal.Terdapat lebih dari
150 jenis tumor intrakranial yang telah ditemukan, namun menurut asalnya, tumor intrakranial
atau tumor otak dikelompokan menjadi tumor primer dan tumor sekunder. Tumor otak primer
mencakup tumor yang berasal dari sel-sel otak, selaput otak (meninges), saraf, atau kelenjar.
Tumor otak sekunder merupakan tumor yang berasal dari tumor ganas jaringan tubuh lain.
Berdasarkan lokasi tumor, terdapat dua jenis utama tumor intrakranial, yaitu tumor
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. TS
No. RM : 48-XX-XX
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 31 tahun
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Alamat : Bantul
Tanggal masuk : 1 Oktober 2019
B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis terhadap pasien pada tanggal 1 oktober
2019.
1
Riwayat Pengobatan
-
Riwayat Personal Sosial
Pasien adalah seorang guru TK, belum pernah menikah, tinggal bersama kedua
orang tua.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Kesadaran : compos mentis, GCS: E4V5M6
Kesan sakit : Kesan sakit sedang
Tanda vital : Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Pernapasan : 18 x/menit
Suhu : 36.5oC
Status Generalis
2
Batas atas kanan : ICS II garis parasternal dekstra dengan bunyi redup
Batas bawah kiri : ICS V ± 1cm medial garis midklavikula sinistra dengan bunyi
redup
Batas bawah kanan : ICS IV garis parasternal dekstra dengan bunyi redup
d) Auskultasi:Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru
a) Inspeksi : Dinding toraks simetris pada saat statis maupun dinamis, retraksi otot-
otot pernapasan (-), terdapat lesi pada areola payudara kiri.
b) Palpasi : Simetris, vocal fremitus sama kuat kanan dan kiri, payudara kiri teraba
panas dan NT (+)
c) Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
d) Auskultasi: Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi(-/-), wheezing (-/-)
e. Pemeriksaan Abdomen
a) Inspeksi : Perut datar, massa (-), pulsasi abnormal (-)
b) Auskultasi : Bising usus (+) normal
c) Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen
d) Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
f. Pemeriksaan Ekstremitas
Tidak terdapat jejas, bekas trauma, massa, dan sianosis (-/-)
Ekstremitas superior:
Akral hangat (+/+), edem (-/-), capilary refill < 2 detik.
Ekstremitas inferior:
Akral hangat (+/+), edem (-/-), capilary refill < 2 detik.
Status Neurologis
a. Rangsangan Meningeal
1. Kaku kuduk : - (tidak ditemukan tahanan pada tengkuk)
2. Brudzinski I : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)
3. Brudzinski II : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)
3
4. Kernig : -/- (tidak terdapat tahanan sebelum mencapai 135º/tidak terdapat
rasa nyeri sebelum mencapai 135º)
5. Laseque : -/- (tidak timbul tahanan sebelum mencapai 70o/tidak timbul rasa
nyeri sebelum mencapai 70o)
b. Nervus Kranialis
1. N-I (Olfaktorius) :Tidak ada gangguan penciuman
2. N-II (Optikus)
a. Visus :Tidak dilakukan pemeriksaan
b. Warna : Normal
c. Funduskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan
d. Lapang pandang : Normal
3. N-III, IV, VI (Okulomotorius, Trochlearis, Abducens)
a. Gerakan bola mata : atas (+/+), bawah (+/+), lateral (+/+), medial (+/+),
atas lateral (+/+), atas medial (+/+), bawah lateral (+/+), bawah medial (+/+)
b. Ptosis :-/-
c. Pupil : Isokor, bulat, 3mm / 3mm
e. Refleks Pupil
langsung :+/+
tidak langsung :+/+
4. N-V (Trigeminus)
a. Sensorik
N-V1 (oftalmikus) : +
N-V2 (maksilaris) : +
N-V3 (mandibularis) : +
(pasien dapat menunjukkan tempat rangsang raba)
b. Motorik : +
Pasien dapat merapatkan gigi dan membuka mulut maksimal.
5. N-VII (Fasialis)
a. Sensorik (indra pengecap) : Tidak dilakukan pemeriksaan
b. Motorik
a. Angkat alis :+ / +, terlihat simetris kanan dan kiri
b. Menutup mata :+ / +
4
c. Menyeringai` : simetris
d. Gerakan involunter :- / -
6. N. VIII (Vestibulocochlearis)
a. Keseimbangan
Nistagmus : Tidak ditemukan
Tes Romberg : Tidak dilakukan pemeriksaan.
b.Pendengaran
Tes Rinne : Tidak dilakukan pemeriksaan.
Tes Schwabach : Tidak dilakukan pemeriksaan.
Tes Weber : Tidak dilakukan pemeriksaan.
Suara bisikan : +/+
7. N-IX, X (Glosofaringeus, Vagus)
a. Refleks menelan : +
b. Refleks batuk : +
c. Perasat lidah (1/3 anterior): Tidak dilakukan pemeriksaan.
d. Refleks muntah : Tidak dilakukan pemeriksaan.
e. Posisi uvula : Simetris
f. Posisi arkus faring : Simetris
8. N-XI (Akesorius)
a. Kekuatan M. Sternokleidomastoideus : +/+
b. Kekuatan M. Trapezius : +/+
9. N-XII (Hipoglosus)
a. Tremor lidah :+
b. Atrofi lidah :-
c. Lidah : Dapat dijulurkan dan simetris
c. Pemeriksaan Motorik
1. Refleks
a. Refleks Fisiologis
Biceps : N/N
Triceps : N/N
Achiles : N/N
Patella : N/ N
5
b. Refleks Patologis
Babinski : -/-
Oppenheim : -/-
Chaddock : -/-
Gordon : -/-
Schaeffer : -/-
Hoffman-Trommer : -/-
2. Kekuatan Otot
5 5
Ekstremitas Superior Dextra Ekstremitas Superior Sinistra
5 5
Ekstremitas Inferior Dextra Ekstremitas Inferior Sinistra
3. Tonus Otot
a. Hipotoni : -/-
b. Hipertoni : -/ -
d. Sistem Ekstrapiramidal
1. Tremor : -
2. Chorea : -
3. Balismus : -
e. Sistem Koordinasi
Cara berjalan : Normal
Romberg Test : Tidak dilakukan
Tandem Walking : Tidak dilakukan
Finger to Finger Test : Normal
Finger to Nose Test : Normal
f. Fungsi Kortikal
1. Atensi : Normal
2. Konsentrasi : Normal
3. Disorientasi : -
4. Kecerdasan : Tidak dilakukan pemeriksaan
5. Bahasa : Baik
6. Memori : Tidak ditemukan gangguan memori
7. Agnosia : Pasien dapat mengenal objek dengan baik
6
g. Susunan Saraf Otonom
Inkontinensia :-
Hipersekresi keringat :-
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil lab tanggal 29 September 2019
HEMATOLOGI HASIL
Hemoglobin 10.2 g/dL
3
Lekosit 8.7 10 /uL
6
Eritrosit 4.54 10 /uL
3
Trombosit 240 10 /uL
Hematokrit 31.8 vol%
HITUNG JENIS
Eosinofil 0%
Basofil 0%
Batang 1%
Segmen 91 %
Limfosit 4%
Monosit 4%
FUNGSI HATI 14.1 g/dL
SGOT 16 U/L
SGPT 8 U/L
FUNGSI GINJAL
Ureum 22 mg/dL
Kreatinin 0.58 mg/dL
GDS 106 mg/dL
ELEKTROLIT
Natrium 136 mmol/L
Kalium 4.4 mmol/L
Klorida 105 mmol/L
7
Rontgen thorax PA dewasa tanggal 1 Oktober 2019
Neuro :
IVFD Ringer Lactat 20 tpm
Paracetamol 3x500mg
inj Ranitidin 40mg/12j
Inj Dexamethasone 1A/8jam Tappering off
Rujuk RS tipe A
G. PROGNOSIS
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
8
BAB III
PEMBAHASAN
Seorang prempuan a.n. Nn.TS, usia 31 tahun datang dalam kondisi sadar ke Poli saraf
RSUD XX dengan keluhan nyeri kepala cekot cekot dan seperti diikat sejak 10 hari
SMRS.Pasien juga mengeluh muntah satu kali . Demam (-), mual (-) Sebelumnya pasien
suudah melakukan CT scan di rumah sakit lain hasilnya terdapat gambaran tumor otak.
Keluhan gangguan buang air kecil, gangguan buang air besar dan trauma lain disangkal.
Abses GBM Meningioma Astrocytoma
HCTS memberikan margin tebal tidak tanpa kontras gambaran hipodens
gambaran lesi yang teratur, pusat gambaran dengan bentuk irreguler
dikenal sebagai ring hipodens tidak meningioma 75% dan tepinya bergerigi,
enhancing lesion. teratur mewakili hiperdens dan batas tidak jelas,
Pada CT dengan nekrosis, massa 14,4% isodens. homogeny, kadang
kontras (karena bahan berbatas sekitarnya Gambaran spesifik ditemukan kalsifikasi.
kontras yang diinjeksi edema vasogenik. dari meninioma
intravena tidak dapat berupa
melewati kapsul, enchancement dari
akibatnya terkumpul tumor dengan
di sekitar lesi dan pemberian kontras.
tampak sebagai cincin Meninioma tampak
di sekitar lesi yang sebagai masa yang
relatif gelap). homogen dengan
densitas tinggi, tepi
bulat dan tegas.
9
menempati ruang intrakranial, menimbulkan edema serebri, membendung sirkulasi dan
absorpsi cairan serebro spinal , meningkatkan aliran darah otak, dan menyumbat pembuluh
darah balik vena. Gejala terjadinya spesifik sesuai dengan gangguan daerah otak yang
terkena. Menyebutkan tanda-tanda yang ditunjukkan lokal, seperti pada ketidaknormalan
sensori dan motorik. Perubahan pengelihatan dan kejang karena fungsi dari bagian-bagian
berbeda-beda dan otak. Lokasi tumor dapat ditentukan pada bagiannya dengan
mengidentifikasi fungsi yang dipengaruhi oleh adanya tumor.
Astrositoma merupakan tumor otak yang paling banyak dijumpai, dan mencakup lebih
dari setengah tumor ganas di susunan saraf pusat (SSP). Sebagian besar astrositoma
merupakan tumor dengan derajat yang rendah (WHO grade I-II) dan terjadi di daerah
pertengahan otak, seperti daerah serebelum dan diensefalik. Astrositoma difus (WHO
grade II) dapat terjadi di mana saja di SSP tetapi umumnya terjadi di serebrum.
Astrositoma derajat tinggi (WHO grade III-IV) umumnya dijumpai di daerah hemisfer
serebrum.
Astrocytoma akan menyebabkan penekanan ke jaringan otak sekitarnya, invasi dan
destruksi terhadap parenkim otak. Fungsi parenkim akan terganggu karena hipoksia
arterial maupun vena, terjadi kompetisi pengambilan nutrisi, pelepasan produk
metabolisme, serta adanya pengaruh pelepasan mediator radang sebagai akibat lanjut dari
hal tersebut diatas. Efek massa yang ditimbulkan dapat menyebabkan gejala defisit
neurologis fokal berupa kelemahan suatu sisi tubuh, gangguan sensorik, parese nervus
kranialis atau bahkan kejang. Astrocytoma low grade yang merupakan grade II klasifikasi
WHO akan tumbuh lebih lambat dibandingkan dengan bentuk yang maligna. Tumor
doubling time untuk astrocytoma low grade kirakira 4 kali lebih lambat dibandingkan
dengan astrocytoma anaplastic (grade III astrocytoma). Sering diperlukan waktu beberapa
tahun antara gejala awal hingga diagnosa low grade astrocytoma ditegakkan, interval ini
kira-kira 3,5 tahun. Astrocytoma low grade ini seringkali disebut diffuse astrocytoma
WHO grade II.
Kejang-kejang umum merupakan manifestasi utama yang seringkali dijumpai,
walaupun secara retrospektif dapat djumpai gangguan-gangguan lain terlebih dahulu
seperti kesulitan berbicara, perubahan sensibilitas, gangguan penglihatan atau motorik
Pada tumor low grade astrositoma kejang kejang dijumpai pada 80% kasus dibandingkan
high grade sebesar 30%. Jika dibandingkan dengan astrocytoma anaplastic, gejala awal
berupa kejang lebih jarang dijumpai. Gejala lainnya adalah meningginya tekanan
10
intrakranial sebagai akibat pertumbuhan tumor yang dapat menyebabkan edema
vasogenik. Penderita mengalami keluhankeluhan sakit kepala yang progresif, nausea,
muntah-muntah, mengantuk, dan gangguan penglihatan (edema papil pada pemeriksaan
funduskopi, atau diplopia akibat kelumpuhan nervus abdusens). Gejala meningginya
tekanan intrakranial lainnya adalah terjadinya hidrosefalus. Semakin bertumbuhnya tumor
gejala-gejala yang ditemukan sangat tergantung dari lokasi tumor tersebut. Tumor
supratentorial dapat menyebabkan gangguan motorik atau sensitifitas, hemianopsia, afasia
atau kombinasi gejala-gejala. Sedangkan tumor di fosa posterior dapat menimbulkan
kombinasi dari gejalagejala kelumpuhan saraf kranial, disfungsi serebeler dan gangguan
kognitif.
Tindakan pembedahan mampu mengatasi astrositoma tipe low-grade. Sedangkan
astrositoma tipe high-grade di samping pembedahan perlu ditambahkan tindakan
radioterapi dan kemoterapi. Prognosis penderita astrositoma tergantung dari tiga faktor :
i) usia, ii)status fungsional, dan iii) grade histologis. Penderita usia ≤45 tahun mempunyai
kelangsungan hidup empat kali lebih besar dibandingkan penderita berusia ≥65 tahun.
Pada low grade astrocytoma, prognosis akan lebih buruk jika disertai dengan peningkatan
tekanan intrakranial, gangguan kesadaran, perubahan perilaku, defisit nerologis yang
bermakna, dan adanya penyangatan kontras pada pemeriksaan radiologi.
DAFTAR PUSTAKA
11
8. Kleihuis P, Louis DN, Scheithauer BW, Rorke LB, Reifenberger G, Burger PC et
al. The WHO classification of tumors of the nervous system/ Commentaries. J
Neuropathol Exp Neurol 2002; 61: 215-5.
9. Kleihuis P, Davis RL, Ohgaki H, Burger PC, Westphal MM, Cavenee WK. Diffuse
astrocytoma. Available from URL: http:// www.icrc.fr/who-b;uebooks/Bbwebsite/
samplepages.b1/page1-5.pdf.
12