Anda di halaman 1dari 26

PRESENTASI KASUS

CEREBELLOPONTINE ANGLE (CPA)

Disusun oleh:
Indah Khairunnisa
20184010136

Pembimbing:
dr. Sherlyta Tambing, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PANEMBAHAN SENOPATI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2019
LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

CEREBELLOPONTINE ANGLE (CPA)

Telah dipresentasikan pada tanggal:

Senin, 16 September 2019

Oleh:

Indah Khairunnisa

20184010136

Disetujui oleh:

Dosen Pembimbing Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Neurologi

RSUD Panembahan Senopati Bantul

dr. Sherlyta Tambing, Sp.S


BAB I
PENDAHULUAN

Tumor Cerebellopontine Angle (CPA) merupakan jenis neoplasma terbanyak yang


ditemukan di fossa posterior, merupakan 5-10% dari seluruh angka kejadian tumor intrakranial.
Kebanyakan tumor cerebellopontine angle itu jinak, dengan lebih dari 85% menjadi vestibular
schwannoma (neuroma akustik), lipoma, malformasi vaskular, dan hemangioma. Tumor non-
akustik CPA yang paling sering adalah meningioma, epidermoid (kolesteatoma primer), dan
schwannoma n. fasialis. Angka kejadian tumor ganas atau tumor metastasis hanya 2% dari
keseluruhan tumor CPA.1
Sudut serebellopontin/cerebellopontine angle (CPA), yaitu suatu daerah berbentuk
segitiga pada fossa posterior yang dibatasi oleh tulang temporal, cerebellum dan pons. Pada
daerah ini sering terdapat massa abnormal yang kemudian disebut sebagai tumor CPA, sering
terjadi pada orang dewasa dan terdiri dari 5-10% dari seluruh tumor intrakranial. Tumor yang
tumbuh pada daerah ini dapat menyebabkan berbagai gejala neurologis yang serius bahkan
kematian jika tumor tumbuh membesar dan menekan batang otak. Gejala yang sering terjadi
berupa kehilangan pendengaran ipsilateral, hipestesi pada wajah dan gangguan keseimbangan.
Pada gambaran imaging otak sering didapati adanya hidrosefalus. 1
Jenis tumor yang sering dijumpai pada CPA adalah vestibular schwannoma (neuroma
akustik). Jenis ini merupakan yang paling banyak ditemukan, mencapai 75% dari keseluruhan
tomur pada CPA. Jenis-jenis lainnya yang jarang terjadi adalah meningioma, kista epidermoid,
kista arakhnoid, schwannoma fasial, hemangioma, papiloma pleksus choroidalis,
paragangliomas dan tumor metastase. Angka kejadian tumor ganas pada CPA berupa metastase
hanya 1-2% dari seluruh tumor CPA. Diagnosis dan tatalaksana tumor CPA diharapkan akan
semakin baik, seiring dengan berkembangnya teknik imaging, teknik pembedahan mikro dan
radiosurgery. 1
Pada awal abad ke-20, lesi CPA ini sangat sulit untuk di diagnosis dan jarang di eksisi
dengan sempurna. Memang, tingkat kematian dari tindakan operatif di daerah CPA mencapai
50%. Namun, kemajuan revolusioner dalam pencitraan neurologi dan teknik bedah yang
semakin canggih telah membuat hampir seluruh lesi CPA ini dapat ditangani dengan baik.
Angka morbiditas menjadi dapat diterima dan tingkat kematian sangat rendah. Diagnosis tumor
CPA dapat dibuat berdasarkan kecurigaan yang tinggi yang mengarahkan pada uji pemeriksaan
Auditory Brainstem Respons (respon pendengaran batang otak) dan konfirmasi radiologi.
Tumor CPA hanya dapat di lihat dengan CT-Scan kontras dengan irisan resolusi tinggi yang
tipis, selain itu MRI dapat memberikan gambaran tumor yang lebih baik dan lebih peka
dibandingkan dengan CT-Scan.1,2
Tumor CPA dapat diangkat secara bedah melalui 3 jalur utama. Tumor dapat direseksi
dari fossa media, fossa posterior, atau menyilang labirin. Pemilihan prosedur tertentu atau
gabungan prosedur berdasarkan ukuran tumor, kemungkinan mempertahankan pendengaran
dan pengalaman bedah.1
BAB II
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. TS
No. RM : 11-13-03
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 42 tahun
Agama : Islam
Status : Menikah
Alamat : Mangir Tengah RT 02 Sendangsari, Pajangan, Bantul
Tanggal masuk : 2 September 2019
Ruang : Flamboyan
B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis terhadap suami pasien
pada tanggal 2 September 2019 di ruang rawat inap Flamboyan RSUD Panembahan
Senopati.
 Keluhan Utama: Kepala pusing terus-menerus sejak 5 bulan SMRS
 Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke Poli Saraf dengan keluhan pusing terus menerus selama 5 bulan
terakhir. Pusing berputar, tidak berkurang dengan istirahat, dan intensitasnya selalu
sama. Keluhan mual (+) dan muntah (-). Pendengaran telinga kanan berkurang dan
berdenging kadang-kadang. Pasien juga mengeluh tidak bisa berjalan sama sekali sejak
5 bulan SMRS. Sejak 3 minggu terakhir pasien susah untuk menelan makanan dan
minuman sehingga pasien hanya dapat mengkonsumsi makanan lembek seperti bubur.
Keluhan yang lain yang dirasakan adalah di bagian wajah terasa kebas dan kurang
sensitif.
 Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat operasi massa di payudara sebanyak 3x yaitu pada tahun 2009,
2015, dan 2017. Pada hasil pemeriksaan massa di payudara tidak didapatkan tanda
keganasan. Pasien juga pernah melakukan pemeriksaan di RSS untuk keluhan vertigo
dan gangguan di telinganya dengan hasil BERA terdapat lesi perifer di telinga kanan.
Riwayat diabetes, hipertensi, hiperlipid, trauma, kejang, alergi & maag disangkal.
 Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengaku tidak ada keluarga yang mengalami hal yang serupa dengan pasien.
Riwayat diabetes, hipertensi, dan sakit jantung pada keluarga disangkal oleh suami
pasien.
 Riwayat Pengobatan
Setelah diperiksa di RSS pasien mendapat obat pulang, namun pasien tidak tahu nama
obat-obat yang pernah diminum saat itu
 Riwayat Personal Sosial
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga, tinggal bersama suami dan 1 orang anaknya.
Sejak tidak bisa berjalan pasien hanya bisa tiduran di kasur dan dirawat oleh suami dan
ibu kandungnya. Riwayat merokok (-), konsumsi alkohol (-).

C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Kesadaran : Compos mentis, GCS: E4V5M6
Kesan sakit : Kesan sakit sedang
Tanda vital : Tekanan darah : 90/60 mmHg
Nadi : 68 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 37,2o C
Status Generalis
a. Kulit : Ikterik (-), sianosis (-), turgor kulit cukup
b. Kepala : Normosefali, rambut berwarna hitam distribusi merata
 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), RCL +/+, RCTL +/+,
pupil isokor 3mm/3mm
 Hidung : Deformitas (-), nyeri tekan (-), deviasi septum (-), sekret (-/-)
 Telinga : Normotia (+/+), nyeri tekan (-/-), nyeri tarik (-/-), sekret (-/-)
 Mulut : Sudur bibir simetris, kering (-), sianosis (-), lidah dapat dijulurkan,
simetris
c. Pemeriksaan Leher
 Inspeksi : Tidak terdapat tanda trauma maupun massa
 Palpasi : Tidak terdapat pembesaran KGB maupun kelenjar tiroid
d. Pemeriksaan Thorax
Jantung
 Inspeksi : Tampak iktus kordis ± 2cm di bawah papilla mamae sinistra
 Palpasi : Iktus kordis teraba kuat ± 2cm di bawah papilla mamae sinistra
 Perkusi :
Batas atas kiri : ICS II garis parasternal sinsitra dengan bunyi redup
Batas atas kanan : ICS II garis parasternal dekstra dengan bunyi redup
Batas bawah kiri : ICS V ± 1cm medial garis midklavikula sinistra dengan bunyi
redup
Batas bawah kanan : ICS IV garis parasternal dekstra dengan bunyi redup
 Auskultasi: Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru
 Inspeksi : Dinding toraks simetris pada saat statis maupun dinamis,
retraksi otot-otot pernapasan (-)
 Palpasi : Simetris, vocal fremitus sama kuat kanan dan kiri
 Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
 Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
e. Pemeriksaan Abdomen
 Inspeksi : Perut datar, massa (-), pulsasi abnormal (-)
 Auskultasi : Bising usus (+) normal
 Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen
 Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
f. Pemeriksaan Ekstremitas
 Tidak terdapat jejas, bekas trauma, massa, dan sianosis (-/-)
 Akral hangat (+/+), edem (-/-), capilary refill < 2 detik.
Status Neurologis
 Kesadaran : Compos mentis
 GCS : E4V5M6
 Gerakan abnormal : Tidak ada
a. Rangsangan Meningeal
1. Kaku kuduk : - (tidak ditemukan tahanan pada tengkuk)
2. Brudzinski I : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)
3. Brudzinski II : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)
4. Kernig : -/- (tidak terdapat tahanan sebelum mencapai 135º/tidak terdapat
rasa nyeri sebelum mencapai 135º)
5. Laseque : -/- (tidak timbul tahanan sebelum mencapai 70o/tidak timbul rasa
nyeri sebelum mencapai 70o)
b. Nervus Kranialis
1. N-I (Olfaktorius) : Tidak ada gangguan penciuman
2. N-II (Optikus)
a. Visus : Tidak dilakukan pemeriksaan
b. Warna : Normal
c. Funduskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan
d. Lapang pandang : Normal
3. N-III, IV, VI (Okulomotorius, Trochlearis, Abducens)
a. Gerakan bola mata : atas (+/+), bawah (+/+), lateral (+/+), medial (+/+),
atas lateral (+/+), atas medial (+/+), bawah lateral (+/+), bawah medial (+/+)
b. Ptosis :-/-
c. Pupil : Isokor, bulat, 3mm / 3mm
e. Refleks Pupil
 langsung :+/+
 tidak langsung :+/+
4. N-V (Trigeminus)
a. Sensorik
 N-V1 (oftalmikus) : +
 N-V2 (maksilaris) : + (Berkurang)
 N-V3 (mandibularis) : + (Berkurang)
(pasien dapat menunjukkan tempat rangsang raba)
b. Motorik : +
Pasien dapat merapatkan gigi dan membuka mulut
5. N-VII (Fasialis)
a. Sensorik (indra pengecap) : Tidak dilakukan pemeriksaan
b. Motorik
 Angkat alis : + / +, terlihat simetris kanan dan kiri
 Menutup mata : +/+
 Menggembungkan pipi: kanan (baik), kiri (baik)
 Menyeringai : kanan (baik), kiri (baik)
 Gerakan involunter : -/-
6. N. VIII (Vestibulocochlearis)
a. Keseimbangan
 Nistagmus : Tidak ditemukan
 Tes Romberg : Tidak dilakukan pemeriksaan
b. Pendengaran
 Tes Rinne : Tidak dilakukan pemeriksaan.
 Tes Schwabach : Tidak dilakukan pemeriksaan.
 Tes Weber : Tidak dilakukan pemeriksaan.
 Suara bisikan : +/+
7. N-IX, X (Glosofaringeus, Vagus)
a. Refleks menelan : +
b. Refleks batuk : +
c. Perasat lidah (1/3 anterior): Tidak dilakukan pemeriksaan.
d. Refleks muntah : Tidak dilakukan pemeriksaan.
e. Posisi uvula : Normal; Deviasi (-)
f. Posisi arkus faring : Simetris
8. N-XI (Akesorius)
a. Kekuatan M. Sternokleidomastoideus : +/+
b. Kekuatan M. Trapezius : +/+
9. N-XII (Hipoglosus)
a. Tremor lidah :-
b. Atrofi lidah :-
c. Lidah dapat dijulurkan dan diangkat, simetris
c. Pemeriksaan Motorik
1. Refleks
a. Refleks Fisiologis
 Biceps : N/N
 Triceps : N/N
 Achiles : N/N
 Patella : N/ N
b. Refleks Patologis
 Babinski : -/-
 Oppenheim : -/-
 Chaddock : -/-
 Gordon : -/-
 Schaeffer : -/-
 Hoffman-Trommer : -/-
2. Kekuatan Otot
5555 5555
Ekstremitas Superior Dextra Ekstremitas Superior Sinistra
4444 4444
Ekstremitas Inferior Dextra Ekstremitas Inferior Sinistra
3. Tonus Otot
a. Hipotoni : -/-
b. Hipertoni : -/-
d. Sistem Ekstrapiramidal
1. Tremor : -
2. Chorea : -
3. Balismus : -
Tidak ditemukan saat dilakukan pemeriksaan
e. Sistem Koordinasi
1. Romberg Test : Tidak dilakukan pemeriksaan
2. Tandem Walking : Tidak dilakukan pemeriksaan
3. Finger to Finger Test : Normal
4. Finger to Nose Test : Normal
f. Fungsi Kortikal
1. Atensi : Normal
2. Konsentrasi : Normal
3. Disorientasi : -
4. Kecerdasan : Normal
5. Bahasa : Tidak ditemukan gangguan bahasa
6. Memori : Tidak ditemukan gangguan memori
7. Agnosia : Pasien dapat mengenal objek dengan baik
g. Susunan Saraf Otonom
Inkontinensia :-
Hipersekresi keringat :-

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil lab tanggal 2 September 2019
HEMATOLOGI HASIL
Hemoglobin 12.2 g/dL
Lekosit 9.49 103/uL
Eritrosit 3.98 106/uL
Trombosit 413 103/uL
Hematokrit 35.3 vol%
HITUNG JENIS
Eosinofil 0%
Basofil 1%
Batang 0%
Segmen 71 %
Limfosit 22 %
Monosit 6%
FUNGSI HATI
SGOT 16 U/L
SGPT 10 U/L
FUNGSI GINJAL
Ureum 13 mg/dL
Kreatinin 0.76 mg/dL
GDS 60 mg/dL
ELEKTROLIT
Natrium 140.5 mmol/L
Kalium 3.42 mmol/L
Klorida 105.0 mmol/L
PROFIL LIPID
Kolesterol total 202 mg/dL
LDL 119 mg/dL
HDL 56 mg/dL
Trigliserida 189 mg/dL

CT-Scan kepala tanggal 2 September 2019

Kesan: Mengarah pada gambaran massa di cerebellum yang mendeviasi dan menyempitkan
ventrikel IV disertai pelebaran ventrikel III dan ventrikel lateralis bilateral
E. DIAGNOSIS & DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis masuk : observasi Cephalgia dan disfagia
Diagnosis klinis : SOL susp. CPA
Diagnosis topik : Cerebellopontin angle
Diagnosis etiologi : SOL (Space Occupying Lesion)
Diagnosis tambahan : obs. Disfagia
Diagnosis banding : Tumor metastase
F. TERAPI
 Inf. NaCl 0.9% 15 tpm
 Mannitol 4 x 125 cc tapering off per 1 hari
 Inj. Dexametason 1A/6 jam tapering off per 1 hari
 Inj. Ondansetron 1A/8 jam
 Inj. Omeprazole 1A/24 jam
 Flunarizin 2x5 mg (PO)
G. PROGNOSIS
 Ad vitam : Ad bonam
 Ad fungsionam : Dubia ad bonam
 Ad sanationam : Dubia ad malam
BAB III
DAFTAR PUSTAKA

DEFINISI
Tumor sudut serebelopontin adalah tumor yang mengenai daerah sudut serebelopontin.
Sudut serebelopontin/cerebellopontine angle (CPA), yaitu suatu daerah berbentuk segitiga
pada fossa posterior yang dibatasi oleh tulang temporal, serebellum dan pons. Pada bagian atas
dan bawah dari CPA melintas beberapa nervus kranialis yaitu N.V, N.VII dan N.VIII yang
kemudian menuju Internal Auditory Canal (IAC).1

Gambar 1. Cerebellopontine Angle Tumor

EPIDEMIOLOGI
Neuroma Akustik merupakan 6% dari seluruh tumor intracranial, dan lebih dari 90%
dari semua lesi terletak di cerebellopontine angle (CPA). Insidens pasti dari neuroma akustik
sulit ditentukan secara akurat. Insidens Neuroma Akustik yang dilaporkan 10 per 1.000.000
orang per tahun dan khas terjadi pada dekade 4 atau 5 dalam kehidupan. Tidak ditemukan
predilaksi signifikan dari ras dan jenis kelamin. Insiden keseluruhan dari neuroma akustik
berdasarkan studi populasi di Denmark, Canada dan US mencapai 10-13 juta orang. Dari
pemeriksaan serial autopsi tahun 1936 diperkirakan prevalensi tertinggi sekitar 2.5% dari
seluruh populasi.6

ETIOLOGI
Penyebab dari tumor CPA belum sepenuhnya diketahui. Diduga erat tumor tersebut
mempunyai kaitan dengan Neurofibromatosis tipe 2 (NF2) dan hal ini berkaitan dengan proses
molekuler. Dari berbagai penelitian, adanya NF2 pada penderita tumor CPA menunjukkan
berbagai variasi. Dari suatu penelitian, dari 33 kasus 61% diantaranya mempunyai NF2.
Sementara pada literatur lain, tumor yang sporadik terjadi mencapai 95% dan 5% sisanya
berkaitan dengan NF2. Neurofibromatosis dapat terjadi dalam dua bentuk. Bentuk pertama
biasanya melalui saraf seluruh tubuh, terutama pada kulit dan tipe ke-2 menyebabkan tumor
akustik pada kedua sisi. NF2 juga berkaitan dengan terjadinya meningioma dan sekitar 20%
dari penderita meningioma mempunyai bentuk dai neurofibromatosis.1,6
Etiologi tumor neuroma akustik merupakan defek pada kromosom 22 dan jarang sekali
berubah menjadi maligna, akan tetapi jika tumor berkembang menjadi cukup besar sehingga
dapat menekan batang otak yag akan membawa kematian. Neuroma akustik juga sering ditemui
pada pasien neurofibromatosis 2, suatu defek gen pada kromosom 22, yang juga menimbulkan
pembentukan tumor intraserebral lainnya.1,6

PATOGENESIS TUMOR
Neuroma Akustik merupakan istilah tradisional, dimana sebenarnya tumor ini berasal
dari divisi vestibularis dari saraf kranial kedelapan. Tumor ini muncul dari kanalis auditori
internus yang berhubungan dengan anatomi saraf ke delapan dan produksi mielin. Pada waktu
keluar dari batang otak, bagian proksimal saraf ke delapan secara histologis lebih mirip dengan
jaringan saraf sentral. Mielin diproduksi oleh sel oligodendroglial di bagian distal,
komposisinya lebih mirip dengan saraf perifer, dimana mielin diproduksi oleh sel Schwann.
Zona transisi di antara mielin sentral dan perifer atau glial Schwannian junction dikenal dengan
Obersteiner-Redlich zone. Secara tradisional dikatakan bahwa Vestibular Schwannoma berasal
dari daerah ini kemungkinan karena tingginya densitas sel Schwann pada lokasi ini. Literatur
terbaru menyatakan bahwa Vestibular Schwannoma muncul di bagian lateral dari zona tersebut
dan bukan berasal dari sel Schwann pada zona transisi tersebut.1,2
Penelitian terbaru telah meningkatkan pengetahuan molekular vestibular Schwannoma.
Vestibular Schwannoma muncul sebagai hasil mutasi tumor supressor protein, merlin,
berlokasi pada kromosom 22q12. Merlin adalah protein sitoskeletal dan dapat mengontrol
proliferasi sel dengan mengatur perbanyakan, lokasi, dan pergantian cell-surface receptor.
Terbentuknya Vestibular Schwannoma memerlukan mutasi dari penggandaan gen merlin.
Fungsi gen merlin adalah untuk mencegah terbentuknya Vestibular Schwannoma. Mutasi
somatik pada penggandaan gen merlin terdapat pada Vestibular Schwannoma yang sporadis.
Sebaliknya, Vestibular Schwannoma familial muncul pada NF2 hanya membutuhkan satu
kejadian mutasi somatik. Orang dengan NF2 memiliki satu gen merlin yang bermutasi dan satu
gen merlin normal. Satu mutasi pada alel normal menyebabkan Vestibular Schwannoma
bilateral pada umur 20 tahun. NF2 adalah bentuk utama dari neurofibromatosis, yang mengenai
pasien yang memiliki tumor sistem saraf pusat, termasuk schwannoma, meningioma dan
glioma.2,8

GEJALA KLINIS
Gejala yang terjadi pada tumor CPA sangat bervariasi tergantung dari ukuran, lokasi
dan perkembangan dari tumor. Gejala khas Vestibular Schwannoma yang klasik adalah tuli
sensorineural asimetris progresif, tinitus dan gangguan keseimbangan (disequilibrium), klinisi
harus waspada sebab lesi ini dapat muncul dengan berbagai macam gejala atau simptom.1,2,6
Gejala klinis Vestibular Schwannoma tergantung pertumbuhan dan ukuran tumor.
Tumor intrakanalikular memberi gejala gangguan pendengaran, tinitus, disfungsi vestibular
(termasuk vertigo). Bila tumor tumbuh di CPA, gangguan pendengaran memburuk dan muncul
disequilibrium. Bila tumor menekan batang otak, saraf kranial kelima akan terlibat (midface
hypoesthesia). Bila kompresi lebih luas lagi akan mengalami hydrocephalus, menyebabkan
sakit kepala dan gangguan penglihatan.2,6

A B

C D
Gambar 2.Vestibular Schwannoma (A) Stadium Intrakanalikular, (B) Stadium Cisternal.
Tumor memiliki komponen CPA tanpa kompresi batang otak yang signifikan atau
displacement saraf trigeminus. (C) Stadium kompresi batang otak, tampak kompresi aspek
lateral pons, indentasi pedunkulus serebelum dan displacement saraf trigeminus. (D) Stadium
hydrocephalus.2

Gambar 3. Neuroma Akustik (A) tumor intrakanalikular, (B) Tumor CPA, (C) Tumor
menekan N.trigeminus, (D) tumor menekan N glossofaringeus, vagus, asesorius, dan
serebelum

 Gangguan pendengaran
Gangguan pendengaran merupakan gejala klasik Vestibular Schwannoma, muncul
pada 85% kasus, dan merupakan simptom awal pasien mencari pengobatan. Gangguan
pendengaran biasanya unilateral dan pada stadium awal pada frekuensi tinggi. Lebih dari 26%
pasien Vestibular Schwannoma mengalami tuli mendadak tetapi sekitar 3-5% pasien Vestibular
Schwannoma pendengarannya normal.2,6
 Tinitus
Tinitus adalah simptom Vestibular Schwannoma kedua yang paling sering didapati,
yaitu pada 65%-70% pasien Vestibular Schwannoma. Tinitus khasnya konstan, nada tinggi,
dan terlokalisir pada telinga yang terkena. Beberapa pasien mengalami tinitus tanpa ganggguan
pendengaran subjektif. Klinisi harus waspada terhadap kemungkinan Vestibular Schwannoma
bila pasien Vestibular Schwannoma mengalami tinitus unilateral.2,6,7

 Vertigo, Disequilibrium atau Dismetria


Vestibular Schwannoma dapat mengenai sistem vestibular perifer maupun sentral,
sehingga pasien mengeluh mengenai masalah mengenai keseimbangan. Vertigo jarang pada
Vestibular Schwannoma, hal ini disebabkan oleh destruksi perlahan dari fungsi vestibular, yang
menyebabkan adaptasi sentral.2,7
Pasien dengan tumor yang sudah menyebar ke labirin dapat memiliki simptom yang
identik dengan penyakit Meniere, yang disebabkan oleh gangguan dinamika cairan telinga
dalam.2
Disequilibrium adalah sensasi instabilitas yang kontinu, yang sering disebabkan oleh
gangguan vestibular perifer tidak terkompensasi atau kompresi serebelum. Gejala ini agak
umum pada Vestibular Schwannoma, sering progresif dan berhubungan dengan tumor yang
besar (> 3cm) pada stadium kompresi batang otak.2

 Disfungsi Saraf Trigeminus


Hal ini ditandai oleh midface hypoesthesia atau parasthesia dan akhirnya menyebar ke
sebelahnya. Bila tumor membesar, akan muncul anestesia. Gejala trigeminal khas muncul pada
kompresi batang otak sewaktu saraf trigeminus teregang dan tertekan di bagian superior.
Refleks kornea hampir selalu menurun atau tidak didapati dan tanda ini biasanya mendahului
gangguan sensori fasialis.2

 Disfungsi Saraf Fasialis


Saraf fasialis resistan terhadap tekanan yang gradual dan peregangan oleh Vestibular
Schwannoma, sehingga disfungsi saraf ini agak jarang. Disfungsi saraf fasialis terbagi atas
hipofungsi (lemah atau paralisis) atau hiperfungsi (kejang atau spasme). Kelemahan fasialis
jarang terjadi pada Vestibular Schwannoma dan klinisi harus waspada terhadap kemungkinan
tumor lain di CPA.2,7

 Kompresi Batang Otak dan Serebellum


Ataksia dari tungkai atas dan bawah ipsilateral bermanifestasi sebagai kekakuan oleh
karena dismetria, dissinergia dan disdiadokokinesia, dan dengan gangguan gaya berjalan,
pasien cenderung miring dan sempoyongan ke arah lesi. Tremor dapat terjadi dan harus
dibedakan dengan penyakit Parkinson yang berkurang selama gerakan volunter.2

 Manifestasi optalmologik
Pada ophtalmologi yang paling sering terjadi adalah nistagmus horizontal dari
hipofungsi vestibular dan penurunan refleks kornea dari disfungsi trigeminal, juka terjadi
keluhan tersebut maka dilakukan pemeriksaan visus. Nistagmus pada bidang vertical dapat
terlihat oleh kompresi batang otak. Hydrocephalus jarang terlihat saat ini, walaupun hal ini
dapat menyebabkan papil edema dan visual loss sekunder. Peningkatan tekanan intrakranial
kronis juga dapat menyebabkan atrofi optik yang ditandai kehilangan pandangan perifer dan
kadang-kadang kebutaan.2

 Lower Cranial Nerves


Disfungsi Lower Cranial Nerves (IX sampai XII) secara klinis ditandai dengan serak,
aspirasi, disfagia, dan kelemahan lidah.2

KLASIFIKASI
Tumor yang dapat tumbuh pada CPA antara lain yaitu sebagai berikut:
1. Neuroma akustik (Vestibular Schwannoma)
2. Meningioma
3. Kolestetoma Primer
4. Kista Arachnoid
5. Schwannoma saraf fasialis
6. Metastasis Tumor

PENCITRAAN (GAMBARAN RADIOLOGI)


a. Computed Tomography (CT)
CT-Scan dapat menunjukkan erosi tulang pada kanalis auditori internus. Pasien
yang tidak dapat diperiksa dengan MRI (claustrophobia, pacemaker jantung) dapat di
lakukan CT-Scan. Dengan penambahan Iodine intravena, terjadi enhancement
Vestibular Schwannoma 90%, sehingga lebih meningkatkan keakuratan diagnostik
dengan CT. Vestibular Schwannoma terlihat sebagai massa oval yang berada di tengah
kanalis auditori internus dengan non-homogeneous enhancement.7
b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI adalah gold standard dalam diagnosis Vestibular Schwannoma.
Karakteristik MRI adalah massa globular yang hipointens di tengah kanalis auditori
internus. Penambahan gadolinium diethylenetriamine pentaacetic acid meningkatkan
akurasi diagnostik scanning MRI. Gadolinium lebih baik penyerapannya oleh
Vestibular Schwannoma sehingga dapat memvisualisasikan tumor yang sangat kecil.
Dengan MRI jarang terjadi false negatif, kecuali bila dipakai irisan tebal (> 10 mm).7,8

Gambar 4.Vestibular Schwannoma. Lesi yang besar menembus kanalis auditori internus,
mengerosi porus akustikus dan menyebar ke CPA dengan kompresi batang otak moderate
(panah putih). (A) Gambar T1-weighted. Tumor isointense dengan otak dan hyperintense
dengan CSF. (B) Gambar T2-weighted. Tumor sedikit hyperintense dengan otak dan
hypointense ke sekitar CSF.8

Gambar 5. MRI dengan kontras Gadolinium pada tumor CPA. (A) Potongan sagittal,
(B) potongan axial
PENATALAKSANAAN
Tujuan dari terapi pada tumor adalah untuk mengontrol perkembangan tumor dan
meminimalkan kerusakan yang terjadi terhadap saraf kranialis, batang otak, pembuluh darah
dan koklea. Beberapa pilihan yang dapat dilakukan yaitu observasi, stereotatic radiosurgery
dan bedah mikro. Namun, terkadang juga pemilihan terapi observasi, radioterapi atau
pembedahan ditentukan oleh umur pasien saat diagnose ditegakkan, kondisi pasien, tingkat
kerusakan gangguan pendengaran, ukuran tumor dan keinginan pasien sendiri. Semakin besar
ukuran tumor semakin kompleks manajemen terapi yang harus dilakukan dan membutuhkan
kerjasama dari beberapa disiplin ilmu.1,10
Untuk tumor yang paling sering pada CPA, penatalaksanaan neuroma akustik
tergantung pada beberapa faktor seperti ukuran tumor, gejala, umur pasien dan harapan hidup.
Tujuan utamanya adalah kontrol tumor, yaitu untuk mencegah pertumbuhan tumor.
Pengobatan sekunder bertujuan untuk mengurangi gejala dan meminimalkan komplikasi.
Secara tradisional outcome yang diinginkan adalah menyelamatkan fungsi pendengaran dan
saraf fasialis.1,10
Ada tiga pilihan penatalaksanaan pasien Vestibular Schwannoma:10
1. Observasi dengan pencitraan serial (Konservatif)
2. Bedah mikro (paliatif)
3. Stereotactic radiosurgery (radioterapi)
Observasi
Pertumbuhan Vestibular Schwannoma sangat bervariasi, beberapa pasien diobservasi
sampai lebih dari 10 tahun tanpa perubahan gejala. Weit et al mempromosikan “wait and scan”
untuk tumor kecil pada orang tua. Rerata pertumbuhan bervariasi 1 atau 2 mm per tahun.10,11
Karena tingkat pertumbuhan tumor tidak dapat ditentukan pada pemeriksaan pencitraan
pertama, maka diulang pada 6 bulan dan setahun jika tidak terlihat adanya pertumbuhan yang
berarti. 10,11
Pasien Vestibular Schwannoma akhirnya akan jatuh pada dua pilihan tergantung pada
tingkat pertumbuhan tumor. Pasien dengan tingkat pertumbuhan >0.2 cm/tahun atau dengan
gejala klinis progresif memerlukan terapi tambahan dengan Stereotactic radiosurgery atau
bedah mikro. Pasien dengan pertumbuhan tumor yang lambat selama 3 tahun sering tidak
memerlukan penanganan dan dapat diikuti lebih lama dengan pencitraan serial.10
Bedah Mikro
Ada 3 penanganan bedah mikro yaitu:
a. Translabirintin (TL)
b. Retrosigmoid (RS)
c. Middle fossa (MF)

Stereotactic radiosurgery dan radioterapi


Tujuan Stereotactic radiosurgery adalah untuk mencegah perkembangan tumor lebih
lanjut sementara fungsi pendengaran dan saraf fasialis dapat diselamatkan. Mekanisme
Stereotactic radiosurgery bergantung pada radiasi yang sampai ke target intrakranial spesifik
dengan memakai ionizing radiation yang tepat. Ionizing radiation menyebabkan nekrosis dan
fibrosis vaskular dan diperlukan waktu selama 1-2 tahun.10
Karena tumor ini tumbuh lambat, intervensinya dapat ditunggu sampai pertumbuhan
tumor dapat diperlihatkan dengan serial pencitraan. Secara umum, radioterapi
direkomendasikan untuk tumor yang lebih kecil dan individu yang lebih tua, sedangkan
individu yang lebih muda direkomendasikan untuk bedah mikro tanpa memperhatikan ukuran
tumor. Bedah mikro direkomendasikan untuk pasien dengan tumor yang lebih besar (> 3 cm)
karena radioterapi menyebabkan resiko edema dan gejala kompresi batang otak sekunder.
Tumor yang diterapi dengan radioterapi memerlukan monitoring dengan MRI.9
Stereotactic radiosurgery atau radioterapi umumnya digunakan untuk Vestibular
Schwannoma yang rekuren setelah bedah mikro. Rerata angka rekurensi setelah pengangkatan
total hanya 3%, tetapi meningkat menjadi 30% setelah reseksi subtotal. Dari semua kasus
pengangkatan parsial, tumor harus dimonitor secara hati-hati terhadap adanya rekurensi dengan
pencitraan serial.8
BAB IV
PEMBAHASAN

Seorang wanita a.n Ny. TS usia 42 tahun datang ke Poli Saraf RSUD Panembahan
Senopati dengan keluhan pusing terus menerus sejak 5 bulan SMRS. Selain itu pasien juga
mengeluh pendengaran berkurang, susah untuk menelan, dan kaki tidak dapat berjalan. Pasien
memiliki riwayat penyakit massa di payudara yag sudah dioperasi sebanyak 3x. Keluhan mual
dan muntah disangkal. Gangguan BAB, BAK dan riwayat trauma juga disangkal. Sebelum
keluhan pusing dirasakan pasien dapat beraktifitas seperti biasa sebagai ibu rumah tangga.
Dari pemeriksaan fisik, tanda-tanda vital pasien dalam batas normal. Pada pemeriksaan
status generalis ditemukan bahwa kaki pasien dapat bergerak dengan normal namun pasien
tidak dapat berjalan. Pemeriksaan neurologis ditemukan midface hypoesthesia yang merupakan
tanda adanya gangguan pada N.V (trigeminus). Untuk pemeriksaan saraf kranialis yang lain
dalam batas normal.
Berdasarkan temuan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
maka pasien dapat didiagnostik dengan SOL susp. CPA. Pasien menunjukkan gejala-gejala
klinis mulai dari adanya gangguan keseimbangan, gangguan pendengaran dan tinnitus serta
rasa sakit kepala yang terus-menerus. Selain itu pada pasien juga ditemukan adanya penurunan
sensibilitas pada wajah yang merupakan tanda adanya midface hypoesthesia. Hasil
laboratorium pasien tidak begitu spesifik sedangkan untuk hasil CT-scan ditemukan adanya
SOL yang mendeviasi dan menyempitkan ventrikel IV disertai pelebaran ventrikel III dan
ventrikel lateralis bilateral. Untuk mendapatkan diagnosis pasti CPA maka rekomendasinya
adalah pemeriksaan dengan MRI yang merupakan gold standar dari diagnosis tersebut.
Penatalaksanaan pasien dengan CPA bergantung dari ukuran massa, kondisi klinis
pasien, usia pasien, serta keinginan dari pasien sendiri. Terdapat 3 pilihan penatalaksanaan
antara lain:
1. Observasi dengan pencitraan serial (Konservatif)
2. Bedah mikro (paliatif)
3. Stereotactic radiosurgery (radioterapi)
Tumor yang mencapai ukuran 3 cm dapat merusak batas-batas CPA dan menyebabkan
gejala dan tanda yang baru. Kompresi saraf ke lima menyebabkan rasa kebal atau nyeri di
kornea dan midface. Distorsi lebih lanjut terhadap saraf ke delapan dan ke tujuh menyebabkan
gangguan pendengaran dan disequilibrium yang lebih buruk, juga kelemahan fasialis atau
spasme. Penyempitan ventrikel ke empat menyebabkan distorsi batang otak. Pertumbuhan
lebih lanjut menyebabkan spektrum klinis sindroma CPA. Pasien mengalami gejala serebelar
oleh karena kompresi flokulus dan pedunkulus serebelum. Bila ventrikel ke empat tertutup,
maka terjadi hydrocephalus obstruktif. Tekanan intrakranial yang meningkat menyebabkan
perubahan okular, sakit kepala, perubahan status mental, nausea dan muntah. Bila Vestibular
Schwannoma terus tumbuh tanpa adanya intervensi dapat menyebabkan kematian oleh karena
gangguan pernafasan.11

Alur Diagnosis CPA

Anamnesis
Keluhan yang patut
Pemeriksaan fisik THT: dicurigai:
Tuli sensorineural
- gangguan pendengaran,
Pemeriksaan nervus Pemeriksaan fisik - tinnitus
kranialis - gangguan keseimbangan
( N.V – N. XI)

Pemeriksaan penunjang: Audiometri,


ABR, pemeriksaan vestibular,
pencitraan Ct-Scan, MRI (gold
standar)

Diagnosis CPA tumor Diagnosis banding:

Neuoroma akustik
Meningioma
Kolesteatoma primer
Kista arachnoid
Schwannoma saraf fasialis

Observasi Translabirintin
Komplikasi Penatalaksanaan

Bedah mikro Retrosigmoid

Stereotactic Middle fossa


radiosurgery dan
Intra operasi Pasca operasi radioterapi

Outcome
Pognosis
DAFTAR PUSTAKA

1. Musadir, Nasrul. Tumor Sudut Serebellopontin. Aceh: E-Journal Unsyiah. 2015. Diakses
dari <http:www.urnal.unsyiah.ac.id/JKS/article/download/3252/367> pada tanggal 7
September 2019.
2. Adunka OF, Buchman CA. Otology, Neurotology, and Lateral Skull Base Surgery.
Newyork: Thieme. 2011.
3. Sloane Ethel. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC. 2003.
4. Netter Frank H. Interactive Atlas of Human Anatomy. USA: Saunder Elsevier. 2006.
5. Arthur C Guyton. Buku Ajar Fisiologi Ledokteran Edisi 11. Jakarta: EGC. 2007.
6. Adams GL, Boies LR, Higler PA. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Cetakan Ketiga.
Jakarta: EGC. 2010.
7. Snow JR James, Wackym P Asley. Ballenger’s Otorhinolaringology head and neck
surgery. Newyork: BC Decker Inc. 2009
8. Bansal Mohan. Diseases Of Ear, Nose and Throat. London : Jaypee Brother Medical
Publisher. 2013
9. Nagel Patrick, Gurkov Robert. Dasar-Dasar Ilmu THT Edisi 2. Jakarta : EGC. 2012.
10. Derald E Brackmann DE, Crawford JV, Green JD. Bailey’s Head and Neck Surgery-
Otolaryngology 5th Ed. Volume 2. Philadelphia. JB. Lippincott Company. 2014
11. Johnson J MD, Lalwani Anil K A MD. Current Diagnosis & Treatment in Otolaryngology-
Head & Neck Surgery. USA : The McGraw-Hill Companies Inc. 2008

Anda mungkin juga menyukai