Anda di halaman 1dari 54

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Melanoma maligna adalah tumor ganas kulit yang berasal dari sel melanosit (sel

yang menghasilkan Melanin) biasanya berlokasi di kulit tetapi juga ditemukan di

mata, telinga, traktus GI, leptomeninges, dan oral dan membran mukus genitalia.

Karena sebagian besar sel melanoma masih menghasilakn melanin, maka melanoma

seringkali berwarna coklat atau hitam. Menurut WHO, jumlah kasus melanoma

yang terjadi di dunia meningkat dengan cepat dibanding dengan kasus keganasan

lainnya Metastase melanoma maligna dapat terjadi secara limfogen dan hematogen.

Meskipun melanoma maligna terhitung hanya 4% dari semua kanker kulit,

melanoma maligna menyebabkan 80% kematian dari kanker kulit.

Secara geografis, insiden dan mortalitas bervariasi di seluruh dunia. Kejadian

melanoma maligna tertinggi dimana Negara yang populasinya didominasi oleh

Caucasian (kulit putih) dan rendah pada Negara yang berpenduduk asli Asian atau

African. Semua Negara Eropa melaporkan insiden melanoma maligna tinggi pada

perempuan daripada laki-laki. Sebaliknya, di Australia dan Amerika Utara laki-laki

lebih tinggi daripada perempuan sedangkan untuk bagian tubuh yang sering

ditemukan pada laki-laki adalah trunkus dan pada perempuan sering pada daerah

tungkai dan trunkus. Jarang ditemukan pada bagian tubuh yang tertutup pakaian.

Penyebab utama terjadi peningkatan insiden melanoma maligna secara umum

adalah paparan radiasi ultraviolet (UV). terpapar sinar matahari yang membakar

kulit dalam waktu singkat tapi berulang-ulang diketahui sebagai faktor risiko utama.

1
Pengaruh Genetik berperan besar pada melanoma maligna Berdasarkan hasil

penelitian 25-40% dari anggota keluarga yang menderita melanoma maligna

diidentifikasi terdapat germline mutation pada cyclin-dependent kinase inhibitor 2A

(CDKN2A) dan juga sedikit didapatkan mutasi pada cyclin-dependent kinase 4

(CDK4 Terdapat dasar rasional untuk hubungan antara kejadian melanoma dan

mutasi pada CDKN2A dan CDK4 karena kedua tersebut adalah tumorsuppresor

Genes Untuk mengidentifkasi keganasan pada kulit digunakan Glasgow 7-point

checklist, ABCDE checklist from the American Cancer Society's, selain itu dalam

klasifikasi dan staging tumor digunakan klasifikasi dari The American joint

Comitee on Cancer (AJCC) Klasifikasi tersebut bertujuan untuk menentukan

tindakan pengobatan, Untuk menentukan prognosis, Untuk membandingkan hasil

pengobatan. Prognosa buruk apabila metastase telah jauh ke organ lain seperti di

hati, paru, otak dan usus. Prognosa baik apabila lesi masih kecil dan belum terjadi

metastase.

2
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS

1. Nama : Tn. EL

2. Jenis kelamin : Laki-Laki

3. Umur : 58 Tahun

4. Tanggal Lahir : 03 Februari 1963

5. Alamat : Desa Lingat

6. Pekerjaan : Nelayan

7. Agama : Kristen

8. MR : 07-37-55

9. Tanggal MRS : 01-07-2021

2.2 ANAMNESA

1. Keluhan Utama

Luka pada telapak kaki.

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Seorang Laki-laki usia 58 tahun datang ke IGD RSUD DR. PP. Magretti dengan

membawa rujukan dari PKM Lingat dengan diagnosa limfadenopati inguinal

sinistra. Saat datang pasien mengeluh luka pada telapak kaki kiri sejak 7 bulan

yang lalu, awalnya luka berukuran kecil seperti tahi lalat berwarna hitam

kecoklatan dan terasa nyeri dan gatal namun lama kelamaan lukanya semakin

3
membesar, dan semakin nyeri dan berwarna abu-abu kemerahan. pasien juga

mengeluh bengkak pada daerah luka membuat pasien kesulitan berjalan dan

beraktivitas. Selain itu pasien mengeluh keluar daging dan keluar cairan

bercampur darah dari luka tersebut. Disamping keluhan luka pasien juga

mengeluh muncul benjolan pada paha kiri yang muncul 7 bulan SMRS dan

semakin membesar namun tidak terasa nyeri. Pasien juga mengeluh bicara pelo,

dan lumpuh bagian sisi kanan tubuh. Diketahui pasien mempunyai Riwayat

stroke 5 tahun yang lalu. Mual (-), muntah (-), pusing (+), Makan dan minum

baik, BAB dan BAK lancar.

3. Riwayat penyakit dahulu

Riwayat DM (-), Riwayat Hipertensi (-), Riwayat Stroke (+) 5 tahun yang lalu

4. Riwayat penyakit keluarga

Pasien tidak memiliki riwayat penyakit serupa dalam keluarga

5. Riwayat sosial da kebiasaan

Nelayan

2.3 PEMERIKSAAN FISIK

1. Status Generalis

a. Tanda-Tanda Vital dan Keadaan Umum

1. Keadaan umum : Tampak sakit sedang

2. Kesadaran : Compos mentis

3. Tekanan darah : 100/60

4
4. Nadi : 107x/menit

5. Respirasi : 20x/menit

6. Suhu : 36,0 derajat celcius

7. SpO2 : 98%

b. Kepala dan Leher

1. Kepala : Normocefal, simetris, tidak ada kelainan, warna rambut

putih, kulit kepala normal,

2. Muka : Asimetris, paresenervus VII (+).

3. Mata : Exoftalmus (-/-), endoftalmus (-/-),konjungtiva

anemis(+/+), sclera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-), pupil

bulat isokor, diameter pupil Ø 3mm ODS, refleks cahaya

(+/+), gerakan bola mata baik kesegala arah.

4. Hidung : Deformitas (-), deviasi (-),secret (-/-), darah (-/-), nyeri

tekan sinus (-).

5. Telinga : Deformitas (-), sekret (-),nyeritekan tragus (-), nyeritarik

(-), tidak teraba benjolan/ pembesaran KGB lokal.

6. Mulut : Mukosa bibirlembab, sianosis (-),oralcandidiasis

(-),stomatitis (-), caries (-), hipertrofigusi (-).

7. Tenggorokan : Uvula ditengah, tonsil T1-T1 tenang, faring hiperemis (-).

c. Thorax

1. Paru

Inspeksi : Pergerakan dada simetris, Tidak terdapat kelainan pada

dinding dada,retraksi (-/-).

5
Palpasi : Ekspansi dada (+) Dextra = Sinistra

Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru.

Auskultasi : Suaranapasvesikuler/vesikuler, wheezing (-/-), rhonki (-/-).

2. Jantung

Inspeksi : Tidak tampak pulsasi.

Palpasi : Thrill (-).

Perkusi : Pekak, Batas jantung normal.

Auskultasi : BJ I dan BJ II reguler, murmur (-), gallop (-).

d. Abdomen

Inspeksi : Datar, jejas (-).

Auskultasi : Bising usus (+) normal 3-4 x/menit.

Palpasi : Supel, nyeritekan (-), trugor kulit kembali cepat, hepar/lien

tidak teraba membesar

Perkusi : Timpani.

e. Ekstremitas

Inspeksi : Massa pada regio ingunal sinsitra dan Luka pada regio

plantar pedis sinistra

Palpasi : Akral hangat, CRT < 2 detik, Udem tungkai (-).

f. Genitalia

Sex : Laki-laki, ulkus (-), edema (-)

6
2. Status Lokalis

a. Regio Inguinal Sinistra

Terdapat massa yang berbenjol benjol asimetris dengan ukuran6x5 cm,dengan

permukaan licin tidak rata, batas jelas, tepi tidak rata, bagian tengah meninggi,

mobile, tidak nyeri, konsistensi padat lunak, berwarna putih kemerahan, pus (-),

ulkus(-), tidak gatal.

Gambar Massa pada R. Ingunal Sinistra

b. Regio Plantar Pedis Sinistra

Terdapat Luka dengan ukuran 5x4 cm,asimetris dengan permukaan tidak rata,

batas jelas, imobile, nyeri, konsistensi padat lunak, dikelilingi dengan daerah

berwarna kehitaman disertai ulkus, pus (+), darah (+).

Gambar Luka pada R. Plantar Pedis Sinistra

7
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

2.4.1 Pemeriksaan Laboratorium

Tanggal
Parameter Nilai Normal
01/07/2021
Hb (g/dL) 5.8 14-18 gr%
CT 12 9-15 menit
BT 5 4-5 menit
HbSAg Non Reaktif Non Reaktif
Anti HCV Non Reaktif Non Reaktif
Sipilis Non Reaktif Non Reaktif
HIV/AIDS Non Reaktif Non Reaktif
Golda O

2.4.2 Pemeriksaan Foto Roentgen Thorax

Gambar Foto Roentgen Thorax

2.4.3 Pemeriksaan USG Abdomen

8
Scan Daerah Abdomen

9
Hepar :

Bentuk, ukuran dan echoparenkim dalam batas normal, vascular dan bile duct tidak

dilatasi. Tidak tampak nodul metastasis.

Renal :

Bentuk dan ukuran dalam batas normal, pelvicocalyceal syste tidak dilatasi, tidak

tampak echo maupun SOL.

Lien dan Pancreas :

Bentuk, ukuran dan echoparenkim dalam batas normal, tidak tampak SOL.

Gallblader :

Tidak tampak echo batu, dinding tidak menebal, tidak tampak fluid collection

perivesical, tidak tampak SOL.

VU :

Tampak Urin banyak, tidak tampak echo batu

Kesan : Retensio Urine

Tidak tampak tanda metastasis

2.5 DIAGNOSIS

1. Melanoma Pedis Sinistra

2. Limfadenopati Inguinal Sinistra

3. Anemia Gravis

4. Riwayat Stroke

2.6 TERAPI

10
IVFD NaCl 0.9% 500 cc/8 j

Ceftriaxone 2x1 gr iv

Metronidazole 3x500 mg iv

Metamizole 3x1 gr iv

Pro Transfusi WB 2 bag/hr

Pro Wide Eksisi

2.7 PROGNOSIS

Prognosis pada pasien ini adalah

Ad Vitam : dubia

Ad fungtionam : dubia ad malam

At sanationam : dubia ad malam

BAB III

11
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 DEFINISI

Melanoma maligna adalah tumor ganas kulit yang berasal dari sel melanosit (sel

yang menghasilkan Melanin) biasanya berlokasi di kulit tetapi juga ditemukan di

mata, telinga, traktus GI, leptomeninges, dan oral dan membran mukus genitalia.

Karena sebagian besar sel melanoma masih menghasilakn melanin, maka melanoma

seringkali berwarna coklat atau hitam.(1-9)

3.2 EPIDEMIOLOGI

Insiden melanoma maligna itu sendiri berbeda-beda di tiap negara, dengan

insiden tertinggi terjadi di Australia. Diperkirakan jumlah kasus baru Melanoma

maligna di Amerika pada tahun 2008 sebesar 62.480 kasus, dengan 34.4950 kasus

terjadi pada laki-laki dan 27.350 pada wanita. Di Eropa laju insidensinya <10-25

kasus baru tiap 100.000 penduduk, Di USA laju insidensinya 20-30 kasus baru tiap

100.000 penduduk. Sedangkan di Australia yang merupakan daerah dengan insidensi

tertinggi yaitu 50-60 kasus baru tiap 100.000 penduduk. Melanoma merupakan salah

satu kanker yang insidensnya terus meningkat. Pada tahun 1930an di Amerika,

resiko terkena melanoma maligna adalah 1:1.500, sekarang ini resiko meningkat

menjadi 1:74. Usia juga menentukan epidemiologi dari melanoma. Dikatakan bahwa

insiden kanker kulit, baik melanoma maupun non melanoma, meningkat seiring

dengan peningkatan usia. (2,4,7,10)

12
Gambar Lifetime risk of Developing Invasive Melanoma (US)

Gambar Insidens dan


Mortality Melanoma

13
Penyebab utama terjadi peningkatan insiden melanoma maligna secara umum

adalah paparan radiasi ultraviolet (UV). Terpapar sinar matahari yang membakar

kulit dalam waktu singkat tapi berulang-ulang diketahui sebagai factor risiko utama.

Secara geografis, insiden dan mortalitas bervariasi di seluruh dunia. Kejadian

melanoma maligna tertinggi dimana Negara yang populasinya didominasi oleh

Caucasian (kulit putih) dan rendah pada Negara yang berpenduduk asli Asian atau

African. Pada laki-laki, melanoma mengenai 1 dari 53 orang di Amerika Serikat,

dan mengenai 1 diantara 78 perempuan. Sedangkan di Dunia, perbandingan antara

laki-laki dan perempuan yang terkena melanoma yaitu 0,97:1. Namun, kematian

akibat melanoma lebih banyak terjadi pada laki-laki dengan perbandingan antara

laki-laki dan perempuan yaitu 1,2:1. Pada Tahun 2006 American Cancer Society

memperkirakan terdapat 7910 kematian akibat melanoma yaitu 5020 pada laki-laki

dan 2890 pada perempuan. Angka kematian akibat melanoma sekitar 80% dari

semua kanker kulit (2,4,7,10)

Di Indonesia keganasan kulit menempati urutan ketiga setelah kanker leher rahim

dan kanker payudara. Tumor kulit ganas dijumpai 5,9-7,8% dari semua jenis tumor

ganas per tahun. Kasus keganasan kanker kulit yang paling banyak di temui

Indonesia adalah Karsinoma Sel Basal (KSB) (65,5%), diikuti oleh Karsinoma Sel

Skuamosa (KSS) (23,0%), Melanoma Maligna (MM) (7,9%), dan tumor kulit ganas

lainnya (3,6%). Kelompok geriatrik (usia lebih dari 60 tahun), kulit putih, dan laki-

laki merupakan kelompok yang memiliki risiko tinggi mendapatkan kanker kulit

ganas. Jumlah pasien kanker semakin meningkat beberapa tahun belakangan ini.

Indonesia termasuk negara tropis dengan paparan sinar ultraviolet matahari yang

sangat kuat dan sebagian besar masyarakatnya banyak melakukan aktivitas yang

langsung terpapar sinar matahari, sehingga berpengaruh pada proses terjadinya

14
kanker kulit ganas.Melanoma Maligna 20 kali lebih sering ditemukan pada kulit

putih dibandingkan kulit gelap. Selain itu, MM lebih sering menyebabkan kematian,

sekitar 75% dari semua kasus kanker kulit. Insiden kanker kulit di Indonesia tahun

2010 mencapai 1.429 kasus, terdiri dari laki-laki 47,38 % dan wanita 52,62%.

Kanker kulit menduduki peringkat ke empat dari 10 tumor tersering di Bali, yaitu

sebanyak 82 kasus kanker kulit dijumpai pada tahun 2010, dimana prevalensi

tertinggi terjadi pada usia 65-74 tahun terdiri dari 39 penderita laki-laki dan 43

penderita wanita (8)

3.3 ANATOMI

Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, merupakan

organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat

tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 – 1,9 meter

persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak,

umur dan jenis kelamin. Demikian pula kulit bervariasi mengenai lembut tipis dan

tebalnya. Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar

adalah epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan

lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang

merupakan suatu lapisan jaringan ikat. Pembagian kilit secara garis besar tersusun

atas tiga lapisan utama, yaitu lapisan epidermis, lapisan dermis dan lapisan subkutis

(hipodermis). Tidak ada garis tegas yang memisahkan dermis dan subkutis, subkutis

ditandai dengan adanya jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan lemak.

Fungsi Utama kulit adalah Proteksi, Absorbsi, Ekskresi, Persepsi, Pengaturan Suhu

tubuh (termoregulasi), pembentukan vitamin D, dan Keratinisasi. (11)

15
Gambar Anatomi Kulit

1. Epidermis (11)

Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari epitel

berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, Langerhans dan merkel.

Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal pada

telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh

ketebalan kulit. Terjadi regenerasi setiap 4-6 minggu. Fungsi Epidermis : Proteksi

barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin, pembelahan dan mobilisasi sel,

pigmentasi (melanosit) dan pengenalan allergen (sel Langerhans). Epidermis terdiri

atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang terdalam) :

1. Stratum Korneum: Terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan berganti.

2. Stratum Lusidum: Berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit tebal

telapak kaki dan telapak tangan. Tidak tampak pada kulit tipis.

3. Stratum Granulosum: Ditandai oleh 3-5 lapis sel polygonal gepeng yang intinya

ditengah dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar yang dinamakan

16
granula keratohialin yang mengandung protein kaya akan histidin. Terdapat sel

Langerhans.

4. Stratum Spinosum. Terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan tonofibril,

dianggap filamen-filamen tersebut memegang peranan penting untuk

mempertahankan kohesi sel dan melindungi terhadap efek abrasi. Epidermis

pada tempat yang terus mengalami gesekan dan tekanan mempunyai stratum

spinosum dengan lebih banyak tonofibril. Stratum basale dan stratum spinosum

disebut sebagai lapisan Malfigi. Terdapat sel Langerhans.

5. Stratum Basale (Stratum Germinativum). Terdapat aktifitas mitosis yang hebat

dan bertanggung jawab dalam pembaharuan sel epidermis secara konstan.

Epidermis diperbaharui setiap 28 hari untuk migrasi ke permukaan, hal ini

tergantung letak, usia dan faktor lain. Lapisan ini terdiri atas dua jenis sel yaitu:

a. Sel-sel yang berbentuk kolumnar

b. Sel Pembentuk melanin (melanosit) atau clear cell

merupakan sel berwarna muda dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap, dan

mengandung butir pigmen (melanosomes). Melanosit menghasilkan pigmen

coklat melanin yang jumlahnya menentukan berbagai corak warna coklat di kulit

berbagai ras. Selain ditentukan secara herediter, kandungan melanin juga dapat

ditingkatkan secara singkat oleh pajanan berkas sinar ultraviolet dari matahari.

Melanin tambahan ini menyebabkan timbulnya warna coklat, melaksanakan

fungsi protektif, yaitu menyerap berkas sinar ultraviolet yang berbahaya. (11)

2. Dermis (11)

17
Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap sebagai

“True Skin”. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan

menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi, yang paling

tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm.Dermis terdiri dari dua lapisan :

1. Lapisan papiler; tipis mengandung jaringan ikat jarang.

2. Lapisan retikuler; tebal terdiri dari jaringan ikat padat.

Serabut-serabut kolagen menebal dan sintesa kolagen berkurang dengan

bertambahnya usia. Serabut elastin jumlahnya terus meningkat dan menebal,

kandungan elastin kulit manusia meningkat kira-kira 5 kali dari fetus sampai

dewasa. Pada usia lanjut kolagen saling bersilangan dalam jumlah besar dan serabut

elastin berkurang menyebabkan kulit terjadi kehilangan kelemasannya dan tampak

mempunyai banyak keriput. Dermis mempunyai banyak jaringan pembuluh darah.

Dermis juga mengandung beberapa derivat epidermis yaitu folikel rambut, kelenjar

sebasea dan kelenjar keringat. Kualitas kulit tergantung banyak tidaknya derivat

epidermis di dalam dermis. Fungsi Dermis : struktur penunjang, mechanical

strength, suplai nutrisi, menahan shearing forces dan respon inflamasi.

3. Subkutis (11)

Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari lapisan

lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit secara longgar

dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda menurut daerah

di tubuh dan keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis

untuk regenerasi. Fungsi Subkutis / hipodermis : melekat ke struktur dasar, isolasi

panas, cadangan kalori, kontrol bentuk tubuh dan mechanical shock absorber.

3.4 ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO

18
1. Nevus

Tahi lalat atau dalam bahasa kedokterannya disebut juga sebagai nevus

merupakan salah satu tumor jinak pada melanosit. Nevus tersebut dapat timbul sejak

lahir atau saat masa kanak-kanak, bisa juga saat remaja. Salah satu tipe nevus yang

dapat berubah menjadi melanoma yaitu dysplastic nevus atau tahi lalat atipik. Nevus

displastik sedikit seperti nevus normal biasa, namun juga terlihat seperti melanoma.

Nevus displastik ini seringkali merupakan faktor keluarga. Jika seseorang memiliki

seorang anggota keluarga yang mempunyai displastik nevus maka sekitar 50%

kemungkinan nevus tersebut akan berkembang. Resiko melanoma sekitar 6%

sampai dengan 10% pada mereka yang memiliki nevus displastik, tergantung pada

usia, faktor keluarga, jumlah nevus displastik dan faktor-faktor lainnya. Sedangkan

pada mereka yang memiliki nevus melanotik sejak lahir, resiko berkembangnya

melanoma yaitu sekitar 6%. Pada studi case-control , individu yang memiliki nevus

yang dianggap dysplasia nevi apabila memenuhi 2 kriteria yaitu :

a. Diameter sekurang-kurangnya 5mm dengan tekstur yang datar (baik seluruhnya

maupun sebagian).

b. Dua dari kriteria berikut : warna yang bervariasi, asimetris atau batas yang tidak

jelas. Adanya tahi lalat yang berubah, jumlahnya yang banyak (lebih dari 100

buah) dan adanya tahi lalat yang sangat besar dengan diameter >20 cm pada

orang dewasa menambah faktor resiko. (1,2,4,10)

2. Genetik (Genotipe)

19
Berdasarkan hasil penelitian 25-40% dari anggota keluarga yang menderita

melanoma maligna diidentifikasi terdapat germline mutation pada cyclin-dependent

kinase inhibitor 2A (CDKN2A) dan juga sedikit didapatkan mutasi pada cyclin-

dependent kinase 4 (CDK4). Terdapat dasar rasional untuk hubungan antara

kejadian melanoma dan mutasi pada CDKN2A dan CDK4 karena kedua tersebut

adalah tumorsuppresor genes (Miller dan Mihm, 2006). Lima sampai sepuluh persen

dari semua melanoma maligna adalah dari pasien dengan familial atypical multiple

mole melanoma syndrome (FAMMM). Pasien dengan FAMMM mempunyai risiko

70% selama hidup untuk berkembangnya sebuah melanoma maligna. Mutasi pada

tumor-suppressor genes seperti c-kit, p53, dan BRAF dilaporkan meningkatkan

risiko melanoma maligna. Namun, masih belum jelas seberapa pentingya mutasi dari

gen-gen ini dianggap sebagai faktor risiko melanoma maligna (Holterhues, 2011).

Keragaman faktor molekuler penyebab melanoma dan penelitian yang ada

menemukan bahwa pigmentasi, jenis kulit, dan kebiasan (paparan sinar matahari)

memegang peranan penting sebagai penyebab terjadinya melanoma pada populasi

keluarga tertentu. (1,2,4,10)

3. Fenotipe

Fenotip yaitu ekspresi gen pada diri seseorang. Dan yang dimaksud dalam hal ini

yaitu ekspresi gen seseorang terhadap kulit yang terang, berbintik-bintik, warna mata

hijau atau biru, rambut merah atau pirang, dan lain sebagainya. Resiko terhadap

orang kulit putih 20 kali lebih tinggi bila dibanding dengan seorang Afrika Amerika.

Hal ini disebabkan karena efek protektif oleh pigmen kulit. Orang Caucasian,

rambut pirang atau merah, banyak freckles (ephelides), terdapat lebih dari 50 banal

20
melanocytic nevi, nevi besar, atypical nevi, dan dysplastic nevi merupakan faktor

risiko melanoma maligna. (1,2,4,10)

4. Lingkungan

Sumber utama Radiasi Sinar UV adalah matahari. Sedangkan sumber yang lain

yaitu pada lampu-lampu yang biasanya dipakai di salon-salon kecantikan untuk

menggelapkan kulit. Orang dengan pajanan sinar ultraviolet yang berlebihan

memiliki resiko yang lebih besar dibandingkan dengan yang tidak. Hal ini dikaitkan

juga dengan faktor lingkungan, yaitu tinggal dilokasi dekat dengan garis ekuator,

orang yang memiliki kebiasaan rekreasi outdoor atau orang yang memiliki pekerjaan

yang mengharuskannya terpajan sinar matahari lebih banyak, seperti pelaut, petani,

dll., Namun, pajanan terhadap sinar ultraviolet yang intermitten namun sangat kuat

lebih sering memiliki korelasi yang kuat dengan terjadinya melanoma Terutama

pada waktu intens terpapar oleh sinar matahari seperti membakar kulit jika

dibandingkan dengan pajanan kronik namun dalam level rendah. (1,2,4,10)

5. Penyakit Penyerta dan Supresi Sistem imun

Orang yang berisiko selanjutnya, yaitu orang yang pernah menderita melanoma

maligna sebelumnya, yang menderita xeroderma pigmentosum, giant congenital

pigmented naevus. Selain itu, orang yang dengan kondisi immune compromised

seperti terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), Hodkin’s disease, dan

orang yang mendapat terapi imunosupressor sepert cyclosporine A berisiko

menderita melanoma maligna. (2)

3.5 PATOGENESIS (6,12)

21
3.5.1 TAHAP PERKEMBANGAN MELANOMA

22
1. Proliferasi dari Melanosit (benign lesions)

Hal yang pertama terjadi yaitu sebuah proliferasi dari melanosit menjadi benign

nevus. Secara klinis, nevi ini berbentuk datar dan sedikit menonjol dengan warna

yang seragam atau gambaran teratur dari pigmen dot-like pada sebuah latar yang

cokelat atau hitam kecokelatan. Secara histologi, lesi ini memiliki peningkatan

jumlah dari kumpulan melanosit yang bersarang sepanjang lapisan basalis. (13)

2. Dysplastic Nevi (random atypia)

Selanjutnya perkembangan dari pertumbuhan yang abnormal. Ini mungkin terdapat

pada tempat yang sebelumnya ada benign nevus atau pada tempat yang baru. Secara

klinis lesi ini mungkin asimetris, batasan tidak rata, mengandung lebih dari satu

warna, atau memiliki diameter yang lebih besar. Secara histologi, lesi ini memiliki

sel yang abnormal bentuk yang bebas dan sel-selnya tidak berdampingan lagi. (13)

3. Fase Radial-growth (pertumbuhan intraepidermal)

Selama fase radial-growth, sel-sel memiliki kemampuan untuk berproliferasi secara

intraepidermal. Secara klinis, lesi ini kadangkadang bisa menonjol. Lesi ini tidak

lagi memperlihatkan sel abnormal yang bebas dan sebagai gantinya dia

memperlihatkan bentuk sel kanker di seluruh lesi. (13)

4. Fase Vertical-growth (invasi dermis)

23
Lesi yang berlanjut ke fase vertical-growth memiliki kemampuan untuk masuk ke

dermis dan membentuk nodul besar, meluas ke papillary dermis. Sel-sel kanker bisa

juga masuk ke reticular dermis dan sel adipose (13)

5. Metastasis Melanoma

Akhir dari semua perkembangan kanker yaitu berhasil menyebarkan sel-sel kanker

ke bagian kulit lain dan organ-organ tubuh lainnya, dimana sel-sel tersebut bisa

berproliferasi dan metastasis (13)

Gambar Patogenesis Melanoma

3.6 KLASIFIKASI DAN SUBTIPE MELANOMA MALIGNA

24
1. Superficial spreading melanoma (SSM)

Merupakan jenis melanoma terbanyak yang ditemukan di Indonesia (70%)

Subtipe ini paling sering terlihat pada individu usia 30-50 tahun. Pada umumnya

SSM timbul pada kulit normal (de novo), berupa plak archiformis berukuran 0,5 - 3

cm dengan tepi meninggi dan irreguler. Pada permukaannya terdapat campuran dari

bermacam-macam warna, seperti coklat, abu-abu, biru, hitam dan sering kemerahan

Lesi ini meluas secara radial. Pada umumnya mempunyai ukuran 2 cm dalam waktu

1 tahun, untuk melanjutkan tumbuh secara vertikal dan berkembang menjadi nodula

biru kehitaman. Dapat mengalami regresi spontan dengan meninggalkan bercak

hipopigmentasi. Predileksinya pada wanita sering dijumpai di tungkai bawah,

sedangkan pada pria di badan dan leher. Secara histologis, ditandai buckshot

(pagetoid) melanosit pada epidermis. (2-4,8,11)

Gambar Superficial spreading melanoma pada kulit dan di palatum, lesi coklat
kehitaman dengan batas tak beraturan, tampak lesi satelit.

2. Nodular Melanoma (NM)

25
Merupakan jenis melanoma kedua terbanyak (15-30%), sifat lesi ini lebih agresif.

Terjadi paling sering di kaki dan badan. Nodular melanoma adalah lesi berupa

nodul berbentuk setengah bola (dome shaped) atau polipoid dan eksofitik, berwarna

coklat kemerahan atau biru sampai kehitaman. Pertumbuhannya secara vertikal,

pertumbuhan pesat terjadi beberapa minggu sampai bulan, subtipe ini bertanggung

jawab untuk kebanyakan melanoma yang dalam. Dapat mengalami ulserasi dan

mudah terjadi perdarahan hanya dengan trauma ringan. Metastase dapat secara

limfogen dan hematogen. Secara histologis, lesi ini tidak memiliki fase pertumbuhan

radial. (2-4,8,11)

Gambar Nodular melanoma. pada kulit dan pada gingiva disertai ulserasi.

3. Lentigo Maligna Melanoma (LML)

Merupakan kelainan yang jarang ditemukan (4-10%). Pertumbuhan lesi ini secara

vertikal, terjadi sangat lambat bisa sampai 5-20 tahun. Biasanya sering ditemukan di

kepala, leher, dan lengan pada individu yang lebih tua dengan rata-rata umur 65

tahun. Lesi precursor in situ biasanya besar, berdiameter lebih dari 1-3 cm dengan

tepi tidak teratur, telah terjadi minimal 10-15 tahun, dan menunjukkan pigmentasi

makula dari coklat tua sampai kehitaman, namun pada beberapa area dapat tampak

hipopigmentasi. Invasi pada dermal berkembang menjadi lentigo maligna melanoma

26
yang ditandai nodul biru-kehitaman dalam lesi in situ. Secara histologis ditandai

dengan proliferasi melanosit yang predominan dan meluas sepanjang struktur

adneksa kulit. Lesi ini terjadi terutama pada wanita usia lanjut. Perbandingan antara

pria dan wanita 1: 2-3. (2-4,8,11)

Gambar Lentigo melanoma maligna.

4. Acral Lentiginous Melanoma (ALM)

Sering dijumpai di telapak tangan, ibu jari kaki, daerah subungul, dan membrane

mukosa. Biasanya berawal dari pigmentasi hitam, makula batas tidak teratur, yang

kemudian berkembang menjadi papula yang invasif. Sering terjadi didekade ke-5

sampai ke-7 dari hidup seseorang. Pertumbuhan lesi makula meluas kearah lateral

dan ke arah vertikal berupa penebalan lesi. (2-4,8,11)

Gambar Acral lentiginous melanoma.


3.7 DIAGNOSIS

3.7.1 MANIFESTASI KLINIK

27
Memberikan pertanyaan riwayat terpapar sinar matahari yang lama, riwayat kulit

terbakar yang berulang akibat paparan sinar matahari, riwayat menderita melanoma

maligna sebelumnya ataupun keluarga yang pernah menderita melanoma maligna,

riwayat immunosuppressant diseases, dan jika memang ada lesi ditanyakan sesuai

Glasgow 7-point checklist dimana jika ada 2 poin dari kriteria mayor seperti

perubahan ukuran, perubahan warna, dan perubahan bentuk dengan 1 poin dari

kriteria minor seperti mengeluarkan darah, perubahan sensasi, inflamasi atau

diameter lebih dari 7 mm. jika didapatkan 3 poin maka dicurigai terdapat keganasan

kulit. (14-15)

Sangat sulit membedakan bentuk dini karsinoma sel basal, karsinoma sel

skuamosa maupun melanoma maligna. Diagnosa pasti keganasan di tentukan dengan

pemeriksaan patologi anatomi. Kunci penyembuhan melanoma maligna adalah

penemuan dini, sehingga diagnosa melanoma harus ditingkatkan bila penderita

melaporkan adanya lesi berpigmen baru atau adanya tahi lalat yang berubah. Kapan

memikirkan suatu Nevus mungkin menjadi ganas: (14-15)

1. Nevus yang berubah:


a. Membesar

b. Perubahan bentuk menjadi tidak teratur

c. Permukaan tidak rata

d. Warna bertambah hitam

e. Timbul satelitosis

f. Terasa gatal

g. Mudah berdarah

h. Timbul ulkus disertai perdarahan

28
2. Nevus yang berlokasi di

a. Telapak tangan/kaki

b. · Bawah kuku

c. · Belakang telinga

d. · Vulva

Perkembangan pigmentasi suatu melanoma muncul dalam beberapa bulan sampai

beberapa tahun sebelum penampakan gejala klinisnya. Maka dalam hal ini jika

dijumpai penampakan pigmentasi melanin pada kulit dan terjadi perubahan ukuran,

kedalaman dan warna harus segera dilakukan pemeriksaan klinis yang serius.

3.7.2 PEMERIKSAAN FISIK

1. MacKie's revised seven-point checklist/ Glasgow seven point checklist.

Lebih dari 95% dari semua melanoma akan menunjukkan setidaknya satu tanda

utama. Tanda minor yang hadir sekitar 30-40%. (14-15)

2. The ABCDE checklist from the American Cancer Society's (1,-4, 14)

29
Berguna dalam mendiagnosa melanoma maligna serta untuk meningkatkan

kewaspadaan individu terhadap penyakit keganasan ini.

30
Asymmetry

Jika kita melipat lesi menjadi dua, maka


tiap-tiap bagian tidak Sesuai

Border

Batasnya tidak teratur

Color
Ciri melanoma tidak memiliki 1 warna solid
melainkan campuran coklat kekuningan, coklat
dan hitam, bisa tampak merah, biru atau putih.

Diameter
Meskipun melanoma biasanya lebih besar dari 6
mm, ketika dilakukan pemeriksaan mereka bisa
lebih kecil dari seharusnya. Sehingga harus
diperhatikan perubahan tahi lalat dibanding yang
lainnya atau berubah menjadi gatal atau berdarah
ketika diameternya lebih kecil dari 6 mm .

Evolving
Setiap perubahan dalam ukuran, bentuk, warna, tingginya atau cirri-ciri lain atau ada
gejala baru seperti mudah berdarah, gatal dan berkrusta harus dicurigai keganasan
3.7.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Laboratorium

31
Tak ada pemeriksaan tertentu yang khusus untuk melanoma, baik yang belum

bermetastase maupun yang telah bermetastase, tetapi kadangkala tingginya angka

LDH (Lactaet Dehydrogenase) dianggap membantu. Kadar LDH yang tinggi dalam

darah merupakan suatu kemungkinan adanya metastase melanoma pada hati.

Adanya peningkatan LDH ini juga dihubungkan dengan lebih buruknya

kemungkinan untuk hidup pada kelompok tersebut. Pemeriksaan LDH akan

bermakna pada melanoma stage IB/III atau dengan pemeriksaan berkala setiap 3-12

bulan. Selain LDH, kadar serum S-100 mungkin juga berguna sebagai penanda

tumor pada pasien dengan melanoma yang telah bermetastase.

2. Pemeriksaan Radiografi

Ultrasound Scan, pemeriksaan ini menggunakan frekuensi gelombang suara untuk

menghasilkan gambaran spesifik dari bagian tubuh. Sebagian besar untuk memeriksa

kelenjar limfe di leher, axilla, dan pelipatan paha. Kadang digunakan pada biopsy

kelenjar limfe agar semakin akurat (Ultrasound guided fine needle aspiration).

Pemeriksaan ini tidak menimbulkan rasa sakit, tidak memakan waktu yang lama,

tidak menimbulkan bahaya radiasi dan aman digunakan pada kehamilan.

Pemeriksaan X-ray pada thorak dilakukan dengan memperhatikan kemungkinan

adanya metastase melanoma ke paru-paru. Hasil metastase tersebut dapat berupa

gambaran tumor pada paru-paru, yang seringkali harus dibedakan dengan tumor

paru primer, tetapi dapat juga berupa gambaran efusi pleura.

CT-Scan mungkin dapat mendeteksi adanya metastase melanoma pada paru-paru

atau pada hati dengan adanya gambaran pembesaran pada kelenjar limfe. Sedangkan

radiografi dengan MRI merupakan pemeriksaan yang paling baik untuk melihat

adanya metastase melanoma pada otak dan medula spinalis.

32
PET (Positron Emission Tomography) dilakukan untuk menambah informasi dari

hasil CT Scan dan MRI yang dilakukan. Pada pemeriksaan ini, digunakan semacam

glukosa yang mengandung atom radioaktif. Prinsip cara kerja PET yaitu dengan

adanya sifat sel kanker yang menyerap lebih banyak glukosa karena metabolismenya

yang tinggi. Tetapi penelitian yang dilakukan akhir-akhir ini menyatakan bahwa

pemeriksaan radiologi seperti CT Scan, MRI, PET, USG dan Scan tulang memiliki

hasil yang rendah pada pasien asmtomatik denganmelanoma kutaneus primer (Stage

I dan II menurut AJCC) dan umumnya tidak diindikasikan.

Gambar PET Scan Whole Body staging for Melanoma

3. Epiluminescence Mmicroscopy

Akhir-akhir ini di luar negeri juga dikembangkan pemeriksaan dengan

epiluminescence microscopy. Dengan tehnik ini, lesi yang berpigmen tersebut

diperiksa secara in situ dengan minyak emersi dengan menggunakan dermatoskop.

33
Pada beberapa penelitian lain melibatkan analisis dengan bantuan komputer dan

klinikal digitalisasi yang kemudian dibandingkan dengan database.

Perbandingan gambaran

klinik (A) dan dengan

menggunakan

epiluminescence

microscopy (B)

4. Pemeriksaan Histopatologi dengan Biopsi

Pemeriksaan histopatologi dengan biopsi ini merupakan standar diagnosis

melanoma maligna. Apabila ditemukan lesi pigmentasi yang diduga melanoma

maligna setelah lesi pigmentasi memenuhi 2 kriteria mayor dan 1 kriteria minor

maka selanjutnya dilakukan biopsi eksisi luas. Macam-macam tehnik biopsi itu

sendiri ada 3 macam, yaitu shave biopsy, punch biopsy dan incisional and excisional

biopsies.

Biopsi secara eksisi merupakan pilihan cara biopsi yang direkomendasikan untuk

pemeriksaan melanoma maligna. Pada tehnik ini, tumor diambil secara keseluruhan

untuk kemudian sebagian sampel digunakan untuk pemeriksaan histologi. Biopsi

secara eksisi dengan batas yang kecil dari batas tumor dipilih untuk memastikan

informasi tentang ketebalan tumor, adanya ulserasi, tahap invasi tumor secara

antomis, adanya mitosis, adanya regresi, adanya invasi terhadap pembuluh limfe dan

pembuluh darah, dan untuk melihat respon host terhadap tumor itu sendiri. Pada

umumnya batas kulit yang diambil yaitu sekitar 1-3 mm sekitar lesi untuk

34
memperakurat diagnosis dan histologic mikrostaging. Kecuali pada melanoma jenis

lentigo, biopsi lebih mendalam diperlukan untuk memperkecil terjadinya

misdiagnosa.

Jenis biopsi tergantung pada ukuran dan lokasi anatomi lesi. Bila kurang dari 2

cm dilakukan eksisi tumor dengan batas tumor 2-5 mm sedangkan insisi tumor

dilakukan ketika diameter lesi lebih dari 2 cm dan secara anatomi letak lesi sulit

seperti di daerah wajah (Rager, Bridgeford, dan Ollila, 2005). Tindakan lymph node

dissection dan terapi adjuvan dipengaruhi oleh kedalaman lesi. Untuk 5-6 mm punch

biopsy dilakukan untuk mengambil lesi yang mencapai subcutaneous fat

Hasil yang dapat ditemukan pada pemeriksaan histologi ini bergantung pada jenis

melanoma. Superficial Spreading melanoma memiliki fase pertumbuhan secara

radial atau fase in situ yang digambarkan dengan peningkatan jumlah melanosit

intraepitel yang bersifat (1) atipik dan besar, (2) tersusun tidak teratur di dermal-

epidermal junction, (3) adanya migrasi ke atas (pagetoid), (4) kurang memiliki

potensi biologi sel untuk bermetastasis. Lentigo melanoma dan acral lentiginous

melanoma memiliki gambaran yang mirip, dengan dominasi pertumbuhan secara in

situ pad dermal-epidermal juntion dan dengan tendensi yang kecil untuk

pertumbuhan sel secara pagetoid. Ketebalan tumor, merupakan determinan

prognosis terpenting dan diukur secara vertikal dalam milimeter dari atas lapisan

35
granular hingga titik terdalam tumor. Semakin tebal tumor dapat diasosiasikan

dengan potensi metastase yang lebih tinggi dengan prognosa yang lebih jelek.

3.8 KLASIFIKASI DAN STAGING

Klasifikasi melanoma merupakan salah satu proses yang digunakan untuk

mengetahui seberapa jauh sel-sel kanker tersebut telah bermetastase. Deskripsi

klasifikasi tersebut meliputi ukuran, dan apakah tumor tersebut telah menyebar ke

organ lain. Adanya klasifikasi ini, merupakan standar petugas kesehatan dalam

melihat sel-sel kanker tersebut sehingga dapat memberikan penatalaksanaan yang

tepat.

Klasifikasi oleh The American joint Comitee on Cancer (AJCC) merupakan

klasifikasi yang paling banyak dan paling sering dipakai, dan memiliki klasifikasi T,

sebagai keterangan tentang ketebalan tumor, klasifikasi N, sebagi keterangan

keterlibatan kelenjar limfe, dan M sebagai keterangan ada tidaknya metastase.

Keterangan lebih jelas pada tabel berikut. Kegunaan atau kepentingansistem

klasifikasi tersebut, yaitu:

1. Untuk menentukan tindakan pengobatan

2. Untuk menentukan prognosis

3. Untuk membandingkan hasil pengobatan

3.8.1 KLASIFIKASI THE AMERICAN JOINT COMITEE ON CANCER (AJCC)

36
37
Tabel Klasifikasi Melanoma dari AJCC-TNM

3.8.2 KLASIFIKASI TINGKAT INVASI MENURUT CLARK

Clark (1969) membagi Melanoma maligna menurut invasinya didalam lapisan kulit

atas lima tingkatan, yaitu:

Tingkat I : Sel melanoma terletak diatas membran basalis epidermis (melanoma

in situ: intraepidermal). Sangat jarang dan tidak membahayakan.

Tingkat II : Invasi sel melanoma sampai dengan lapisan papilaris dermis (dermis

bagian superfisial)

Tingkat III : Invasi sel melanoma smpai dengan perbatasan antara lapisan papilaris

dan lapisan retikularis dermis. Sel melanoma mengisi papila dermis.

Tingkat IV : Invasi sel melanoma sampai dengan lapisan retikularis dermis

Tingkat V : Invasi sel melanoma sampai dengan jaringan subkutan

3.8.2 KLASIFIKASI KEDALAMAN TUMOR MENURUT BRESLOW

Breslow (1970) membagi melanoma maligna dalam tiga golongan

1. Golongan I : Dengan kedalaman (ketebalan) tumor kurang dari 0,76 mm

2. Golongan II : Dengan kedalaman (ketebalan ) tumor antara 0,76 – 1,5 mm

3. Golongan III : Dengan kedalaman (ketebalan)tumor lebih dari 1,5 mm

38
Gambar Representatif skematik klasifikasi melanoma maligna menurut Breslow dan Clark

3.9 TERAPI

3.9.1 TERAPI PEMBEDAHAN

Pembedahan merupakan terapi utama dari melanoma maligna, yang hampir 100%

efektif pada masa-masa awal tumor. Pembedahan ini, dilakukan dengan cara eksisi

luas dan dalam dengan pinggir sayatan yang direkomendasikan sesuai table berikut:

Tabel Penatalaksanaan melanoma dengan eksisi berdasar ketebalan tumor

Termasuk dalam penatalaksanaan pembedahan melanoma maligna ini adalah

Elective Lymphonode dissection (ELND), yaitu deseksi kelenjar limfonodi tanpa

dilakukan biopsi sebelumnya. Diseksi ini dilakukan untuk tumor dengan kedalaman

1-4 mm dan tidak pada melanoma stage I. Hal ini disebabkan karena sebanyak 40%

kasus pada pasien melanoma dengan ketebalan 1-4 mm memiliki kelainan limfe

yang tidak tampak dan sebanyak 10% kasus dengan metastase jauh. Sedangkan

pasien dengan lesi lebih besar dari 4 mm, hampir 70% kasus dengan metastase jauh

dan 60% memiliki kelainan limfe yang tersembunyi. Namun pada kenyataannya

39
tindakan tersebut tidak memperbaiki survival rate dan hingga sekarang masih dalam

perdebatan. Pada penelitian yang dilakukan WHO, angka metastasis sekitar 48%

pada penderita yang dilakukan ELND. Sedangkan pada penelitian lain yang

dilakukan oleh The International Group Melanoma Surgical trial menunjukkan

adanya perbaikan survival rate pada pasien dengan usia kurang dari 60 tahun dengan

ketebalan tumor antara 1-4 mm.

Gambar Sentinel node theory

Sentinel Lymph Node Dissection merupakan bentuk penatalaksanaan pembedahan

yang lain. Pada pembedahan ini, diseksi dilakukan pada kelenjar limfe yang

merupakan tempat utama melanoma untuk drainase. Adanya diseksi ini dikatakan

dapat mengidentifikasi mereka yang mempunyai resiko tinggi metastase dan mereka

yang mungkin mendapatkan keuntungan dengan diseksi lengkap kelenjar limfe atau

dengan terapi adjuvan.

3.9.2 TERAPI ADJUVANT

Karena pengobatan definitive dari melanoma kulit adalah dengan pembedahan,

maka terapi medikamentosa diberikan sebagai terapi tambahan dan penatalaksanaan

pada pasien melanoma stadium lanjut. Pasien yang memiliki melanoma dengan tebal

40
lebih dari 4 mm atau metastase ke limfonodi dengan pemberian terapi adjuvant dapat

meningkatkan angka ketahanan hidup. Studi di berbagai center kesehatan

menunjukkan pemberian interferon alpha 2b (IFN) menambah lamanya ketahanan

hidup dan ketahanan terhadap terjadinya rekurensi Melanoma, sehingga oleh Food

and Drug Administration (FDA) mengajurkan IFN sebagai terapi tambahan setelah

eksisi pada pasien dengan resiko recurrent.IFN γ dilaporkan tidak efektif pada fase I

atau II dari melanoma yang bermetastase, namun potensi IFN γ yang merupakan

mediator pembunuh alami Limfosit T sitotoksik, sebuah pengaktivasi makrofag, dn

HLA klas II ekspresi antigen, merupakan hal yang tak dapat diabaikan.

Interleukin-2 (IL-2) pada penelitian terakhir, dalam dosis tinggi baik diberikan

sendiri maupun dengan kombinasi bersama sel lymphokine activated killer

menghasilkan respon pada pasien sebesar 15% sampai 20%, dengan respon lengkap

sebesar 4-6%. Terapi adjuvan lain selain IFN yaitu Kemoterapi dengan macamnya

yaitu:

a. Dacarbazine (DTIC), baik diberikan sendiri maupun kombinasi bersama

Carmustine (BCNU) dan Cisplastin.

b. Cisplastin, vinblastin, dan DTIC

c. Temozolomide merupakan obat baru yang mekanisme kerjanya mirip DTIC,

tetapi bisa diberikan per oral.

d. Melphalan juga dapat diberikan pada melanoma dengan prosedur tertentu.

Terapi-terapi adjuvan yang lainnya diantaranya yaitu dengan biokemoterapi, yaitu

merupakan kombinasi terapi antara kemoterapi dan imunoterapi, imunoterapi sendiri

dan gen terapi. Dalam kepustakaan lain disebutkan juga adanya terapi radiasi pada

melanoma yang merupakan terapi paliatif. Radioterapi sering digunakan setelah

pembedahan pada pasien dengan lokal atau regional melanoma atau untuk pasien

41
dengan unresectable dengan metastasis jauh. Terapi ini dapat mengurangi recurence

lokal tetapi tidak memperbaiki prolong survival.

Radioimunoterapi pada metastase melanoma masih dalam penelitian, pada

penelitian yang dilakukan National Cancer Institute (NCI) terapi ini menunjukkan

kesuksesan. Terapi ini dengan memberikan auotologous lymphocytes yang

kemudian mengkode T cell receptors (TCRs) pada lymphosit pasien, kemudian telah

terbentuk manipulasi lymphosit yang melekat pada molekul di permukaan sel

melanoma yangf kemudian membunuh sel melanoma tersebut.

3.10 PROGNOSIS

1. Usia

Beberapa penelitian melaporkan bahwa seiring bertambah usia pasien menandakan

prognosis buruk sesuai hubungannya dengan overall survival rates. Laki-laki dengan

usia lebih dari 60 tahun memiliki mortalitas yang tinggi pada melanoma maligna.

Seperti yang diketahui bahwa semakin bertambah usia berpengaruh terhadap

penurunan mekanisme pertahanan imun tubuh

2. Letak tumor

Letak melanoma maligna sesuai anatomi berbagai hasil dampaknya terhadap

survival rate. Sesuai penelitian yang dilakukan AJCC, letak melanoma maligna di

badan, kepala, dan leher berhubungan dengan prognosis buruk daripada letak

melanoma maligna di ekstremitas

3. Ketebalan tumor

42
Ketebalan tumor beradasarkan metode Breslow dari tumor primer menunjukkan

hubungan dengan survival rate pada penyakit stage I dan II. semakin meningkat

ketebalan tumor semakin menurun survival rate. Sebelum AJCC 7th edition tahun

2009 di publikasikan, tingkat invasi Clark berpengaruh terhadap survival rate,

namun sekarang sudah digantikan posisinya oleh mitotic index

4. Ulkus

Ulkus disebut sebagai faktor bebas prognosis di dalam AJCC 7th edition tahun 2009

yang mana sangat berhubungan dengan survival. Terdapat ulkus pada tumor primer

berisiko berkembangnya penyakit lebih parah dan menurunkan survival rate. Ulkus

berhubungan dengan ketebalan tumor, dimana ulkus jarang pada melanoma maligna

yang tipis (6% untuk melanoma maligna < 1 mm) dan banyak pada melanoma

maligna yang tebal (63% untuk melanoma maligna > 4 mm). Pada penyakit stage

III, ulkus berpengaruh yang signifikan pada overall survival.

5. Mitotic Index

Pada beberapa pustaka dan penelitian memperlihatkan hasil yang mendukung

hubungan yang signifikan antara tumor mitotic index dengan prognosis pada

melanoma maligna. Mitotic index dihitung sebagai jumlah mitosis per millimeter

kuadrat, ini biasanya dihitung jumlah mitosis yang nampak pada 5 lapangan pandang

mikroskop daya kuat (x40), dimulai dari lapangan pandang yang paling banyak

mitosis. Pada AJCC 7th edition tahun 2009 sudah dicantumkan mitotic index sebagai

salah satu penentu staging. Pada pasien dengan mitotic index 0/mm² memiliki hasil

yang signifikan untuk survival rate yang baik daripada mitotic index ≥ 1/mm².

6. Pada Cutaneus Melanoma stage I dan II:

43
a. Bila ketebalan tumor ≤ 1mm diasosiasikan dengan angka ketahanan hidup antara

91-95% tergantung ada tidaknya ulserasi secara histologi dan klasifikasi Clark

lebih besar dari tingkat III.

b. Ketebalan tumor 1-4 mm, diasosiasikan dengan angka ketahan hidup antara 63-

89% bergantung pada ulserasi dan ketebalan dari tumor primer.

c. Tebal tumor >4 mm memiliki angka ketahanan hidup 67% tanpa ulserasi, dan

45% dengan adanya ulserasi primer.

d. Adanya ulserasi akan menurunkan angka ketahanan hidup pada setiap tingkat

tumor.

7. Stage III:

Metastase pada kelenjar limfe regional diasosiasikan dengan angka ketahanan hidup

5 tahun sebesar 13-69%, tergantung pada jumlah kelenjar limfe yang telah terkena,

secara mikroskopik maupun makroskopik, dan adanya ulserasi pada tumor primer.

8. Stage IV:

Prognosis untuk melanoma yang telah bermetastase jauh sangatlah buruk, dengan

angka ketahanan hidup median hanya 6-9 bulan dan 5 tahun sebesar 7-19%,

tergantung pada tempat yang terkena metastase. Umumnya, metastase pada jaringan

lunak, kelnjar, dan paru-paru memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan

dengan adanya metastase ke organ-organ dalam, seperti hati.

The American Joint Committee of Cancer melaporkan dalam journalnya yang

berjudul: Final version of the American Joint Committee on Cancer Staging System

for cutaneous melanoma bahwa terdapat perbedaan prognostic yang signifikan di

44
pada tiap grup dari masing-masing stage melanoma, seperti yang terlihat pada

gambar

45
BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada

pasien ini, didiagnosa Melanoma Maligna Regio Pedis dd Acral Lentiginous Melanoma

(ALM). Pada kasus diatas Seorang Laki-laki usia 58 tahun datang ke IGD RSUD DR. PP.

Magretti dengan membawa rujukan dari PKM Lingat dengan diagnosa limfadenopati inguinal

sinistra. Saat datang pasien mengeluh luka pada telapak kaki kiri sejak 7 bulan yang lalu,

awalnya luka berukuran kecil seperti tahi lalat berwarna hitam kecoklatan dan terasa nyeri

dan gatal namun lama kelamaan lukanya semakin membesar, dan semakin nyeri dan

berwarna abu-abu kemerahan. pasien juga mengeluh bengkak pada daerah luka membuat

pasien kesulitan berjalan dan beraktivitas. Selain itu pasien mengeluh keluar daging dan

keluar cairan bercampur darah dari luka tersebut. Disamping keluhan luka pasien juga

mengeluh muncul benjolan pada paha kiri yang muncul 7 bulan SMRS dan semakin

membesar namun tidak terasa nyeri. Pasien juga mengeluh bicara pelo, dan lumpuh bagian

sisi kanan tubuh. Diketahui pasien mempunyai Riwayat stroke 5 tahun yang lalu. Mual (-),

muntah (-), pusing (+), Makan dan minum baik, BAB dan BAK lancar. Pasien tidak

memiliki riwayat penyakit serupa dalam keluarga. Sebelumnya pasien bekerja sebagai

nelayan. Hasil anamnesis sesuai dengan Glasgow seven point checklist Dimana jika

didapatkan minimal 3 poin 2 mayor dan 1 minor maka dicurigai terdapat keganasan kulit.

Pekerjaan terdahulu pasien berupa nelayan menjadi salah satu factor resiko melanoma

maligna

46
Glasgow seven point checklist.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan conjungtiva anemis dan pada status lokalis region

inguinal sinistra Terdapat massa yang berbenjol benjol asimetris dengan ukuran6x5

cm,dengan permukaan licin tidak rata, batas jelas, tepi tidak rata, bagian tengah meninggi,

mobile, tidak nyeri, konsistensi padat lunak, berwarna putih kemerahan, pus (-), ulkus(-),

tidak gatal. Massa tersebut berupa pembesaran kelenjar getah bening. Sedangkan pada region

plantar pedis sinistra Terdapat Luka dengan ukuran 5x4 cm,asimetris dengan permukaan

tidak rata, batas jelas, imobile, nyeri, konsistensi padat lunak, dikelilingi dengan daerah

berwarna kehitaman disertai ulkus, pus (+), darah (+). Pada pemerikasaan penunjang lab

didapatkan Hb rendah yaitu 5,8 dan pada x-ray thoracx dan USG abdomen kesan normal

Gambar Pembesaran KGB

pada R. Ingunal Sinistra

Gambar Luka pada R.

Plantar Pedis Sinistra

The ABCDE checklist from the American Cancer Society's

47
Asymmetry bentuk tumor yang asimetris, Border garis batas yang tidak teratur Color

memiliki lebih dari satu warna Diameter diameter tumor lebih dari 6 mm Evolving dalam

ukuran, bentuk, warna, tingginya atau cirri-ciri lain atau ada gejala baru seperti mudah

berdarah, gatal.

Penatalaksanaan pada pasien ini berupa Transfusi WB 2 bag/hr, Wide Eksisi Tumor

dan Diseksi Inguinal, IVFD NaCl 0.9% 500 cc/8 j, Ceftriaxone 2x1 gr iv, Metronidazole

3x500 mg iv, Metamizole 3x1 gr iv.

48
BAB V

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Melanoma maligna adalah tumor ganas kulit yang berasal dari sel melanosit (sel

yang menghasilkan Melanin) sangat agresif sehingga dapat bermetastase ke organ

lain melalui aliran darah dan limfa. Karena sebagian besar sel melanoma masih

menghasilakn melanin, maka melanoma seringkali berwarna coklat atau hitam.

Melanoma merupakan salah satu kanker yang insidensnya terus meningkat. Secara

geografis, insiden dan mortalitas bervariasi di seluruh dunia. dengan insiden

tertinggi terjadi di Australia dan Selandia Baru. Kejadian melanoma maligna

tertinggi dimana Negara yang populasinya didominasi oleh Caucasian (kulit putih)

dan rendah pada Negara yang berpenduduk asli Asian atau African. insiden kanker

kulit, baik melanoma maupun non melanoma, meningkat seiring dengan

peningkatan usia. Penyebab utama terjadi peningkatan insiden melanoma maligna

secara umum adalah paparan radiasi ultraviolet (UV). Selain sinar UV faktor resiko

lain berupa adanya nevus, Genetik (Riwayat Keluarga), Ras Caucasian adanya

penyakit penyerta dan imunosupresi

Diketahui subtipe dari melanoma maligna ada empat yaitu Superficial spreading

melanoma (SSM), Nodular Melanoma (NM), Lentigo Maligna Melanoma (LML),

49
Acral Lentiginous Melanoma (ALM). Dalam mendiagnosa melano mamaligna kita

perlu menanyakan faktor resiko dan jika memang ada lesi ditanyakan sesuai

Glasgow 7-point checklist. Dan pada pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan

ABCDE checklist from the American Cancer Society's yaitu: Asymmetry, Border,

Color, Diameter, Evolving Terapi pada melanoma maligna berupa terapi

pembedahan berupa eksisi dan Elective Lymphonode dissection (ELND), Sentinel

Lymph Node Dissection serta terapi adjuvant berupa pemberian interferon alpha 2b

(IFN), kemoterapi dan radioterapi. Prognosa dari melanoma maligna tidak

menguntungkan karena melanoma biasanya sudah mengalami metastase ke organ

tubuh yang lebih jauh.

50
DAFTAR PUSTAKA

1. F. Charles Brunicardi, Dana K. Andersen, Timothy R. Billiar, David L. Dunn, John G.

Hunter, Lillian S. Kao, Jeffrey B. Matthews, Raphael E. Pollock, Schwartz’s Principles

of Surgery Eleventh Edition. New york. McGraw Hill: 2019

2. Klaus Wolf, Lowell A, Stephen Katz, Barbara A, Amy S, David J. Fitzpatrick’s

Dermatology in General Medicine Seventh Edition. New York. McGraw Hill: 2008

3. Klaus Wolff, Richard Allen Johnson. Fitzpatrick’s Color Atlas And Synopsis Of

Clinical Dermatology Sixth Edition. New York. McGraw Hill: 2009

4. Claus Garbe, Ketty Peris, Axel Hauschild, Philippe Saiag, Mark Middleton, Lars

Bastholt , Jean-Jacques Grob, Josep Malvehy, Julia Newton-Bishop, Alexander J.

Stratigos, Hubert Pehamberger, Alexander M. Eggermon. Diagnosis and treatment of

melanoma. Center for Dermatooncology, University Department of Dermatology,

Liebermeisterstr.: European Journal of Cancer. 2016

5. Piotr Rutkowski, Ewa Kalinka, Jacek Fijuth, Milena Szacht. Cutaneous melanoma -

Guidelines for diagnostics and therapy in 2016. DOI: 10.5114/dr.2016.57736.

6. Adina L. Milac, Gabriela Negroiu. The Multiple Roles of Tyrosinase-Related Protein-

2/LDopachrome Tautomerase in Melanoma: Biomarker,Therapeutic Target, and

Molecular Driver in Tumor Progression. Intech Open: 2018.

51
7. Eshini Perera, Rodney Daniel Sinclair, Neiraja Gnaneswaran. Malignant Melanoma.

University of Melbourne. 2013. DOI: 10.3390/healthcare2010001.

8. Paramartha, G.N.A.A., Niryana, I.W., Adiputra, P.A.T. 2019. Karakteristik Pasien

Melanoma Maligna di Subbagian Bedah Onkologi RSUP Sanglah Tahun 2015-2016.

Intisari Sains Medis 10(2): 197-200. DOI: 10.15562/ism.v10i2.242.

9. Mosqueira JR, Gomez E, Bravo F, Vega JD, Soto L. Malignant Melanoma: Case

Report and Review of the Literature. Open Access J Trans Med Res 1(2): 00008. DOI:

10.15406/oajtmr.2017.01.00008. 2017

10. Giulia C. Leonardii, Luca Falzone, Rossella Salemi, Antonio Zanghi, Demetrios A.

Spandidos, James A. McCubrey, Saverio Candidoi, Masimo Libra. Cutaneous

melanoma: From pathogenesis to therapy (Review). Department of Biomedical and

Biotechnological Sciences, Pathology and Oncology Section, University of Catania.

2018.

11. Made Putri Hendaria, AAGN Asmarajaya, Sri Maliawan, Kanker kulit. Bagian/SMF

Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat

Sanglah Denpasar. 2015

12. Liborija Lugovic-Mihic, Gaby Novak Bilić, Diana Ćesić, Mirna Situm. Melanoma

Development: Current Knowledge on Melanoma Pathogenesis. University Department

of Dermatovenerology Sestre milosrdnice University Hospital Center. Acta

Dermatovenerol Croat. 2019

13. Justine Seuradge and Eric Wong. Melanoma. McMasterPathophisiology Review. 2018

52
14. Rodrigo Arrangoiz, Joel Dorantes, Fernando Cordera, Manuel Munoz Juarez, Eduardo

Moreno Paquentin, Enrique Luque de Leon. Melanoma Review: Epidemiology, Risk

Factors, Diagnosis and Staging. Journal of Cancer Treatment and Research. Vol. 4,

No. 1, 2016, pp. 1-15. doi: 10.11648/j.jctr.20160401.11

15. Fiona M Walter, A Toby Prevost, Joana Vasconcelos, Per N Hall, Nigel P Burrows,

Helen C Morris, Ann Louise Kinmonth and Jon D Emery. Using the 7-point checklist

as a diagnostic aid for pigmented skin lesions in general practice. British Journal of

General Practice. 2013

53

Anda mungkin juga menyukai