Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

“Perempuan 55 Tahun dengan Acute Limb Ischemia”

Kepaniteraan Klinik Bagian Bedah


RS Kepresidenan RSPAD Gatot Soebroto

Disusun oleh
Cindy Hartono
11-2018-107

Pembimbing
dr. Arief Widya Taufiq, SpBTKV

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena pada kesempatan kali ini,
penulis bisa menyelesaikan tugas laporan kasus yang diberi judul “Perempuan 55
tahun dengan Acute Limb Ischemic”.
Laporan kasus ini ditulis untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai
“Perempuan 55 tahun dengan Acute Limb Ischemic”. Dan merupakan salah satu
syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik di Bagian Bedah RSPAD Gatot Subroto.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing, dr. Arief Widya Taufiq, SpBTKV yang telah meluangkan waktu untuk
membimbing dan memberikan pengarahan.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna, dan masih
banyak kekurangan yang harus diperbaiki. Oleh sebab itu diharapkan bantuan dari
dokter pembimbing serta rekan-rekan mahasiswa untuk memberikan saran dan
masukan yang berguna bagi penulis.
Lepas dari segala kekurangan yang ada, penulis berharap semoga laporan kasus
ini membawa manfaat bagi kita semua.

2
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit arteri perifer (PAP) adalah semua penyakit pembuluh darah yang
disebabkan oleh penyempitan dari arteri perifer. Penyakit arteri perifer meliputi
ekstremitas bawah dan ekstremitas atas dalam topik ini akan lebih membahas pada
penyakit arteri ekstremitas bawah yang paling sering ditemukan di masyarakat.1
Iskemia tungkai akut (Acute Limb Ischemia) adalah terjadinya penurunan
mendadak perfusi tungkai yang biasa melibatkan trombus dan emboli.2 Insiden dari
ALI ini lebih tinggi di daerah dengan populasi pasien usia tua dengan berbagai
komorbiditas medis, terutama dengan gagal jantung kongestif dan fibrilasi atrium,
dari sisi jenis kelamin frekuensinya sama antara pria dan wanita. ALI ekstremitas atas
jarang terjadi karena jaringan yang luas dan jarangnya aterosklerosis dan hanya 17%
dari semua kasus ALI. kejadian tahunan ALI ekstremitas atas 1dilaporkan sebesar 1,2
hingga 3,5 kasus per 100.000 orang per tahun.1 ALI dapat dikenali dengan gejala “6P”
yaitu pain (nyeri), paralysis (kelumpuhan), paresthesia (kesemutan), pulselessness
(hilangnya pulsasi), poikilothermia (suhu berbeda-beda), and pallor (pucat).3

3
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


a. Nama/Jenis Kelamin/Umur : Ny.S / Perempuan / 54 tahun
b. Pekerjaan : IRT
c. Alamat : Jakarta

2.2 Latar Belakang Sosio-ekonomi-demografi-lingkungan-keluarga


a. Status Perkawinan : Menikah
b. Jumlah anak/saudara : 3
c. Status ekonomi keluarga
 Mampu : +
 Kurang mampu : -
d. Kondisi Lingkungan Keluarga: baik

2.3 Aspek Psikologis di Keluarga: baik

2.4 Riwayat Penyakit Dahulu/Keluarga :


1. Riwayat Hipertensi (+) sejak 4 tahun yang lalu dan rutin mengonsumsi
Amlodipin 1x10mg, Spironolacton 1x25mg
2. Riwayat diabetes melitus disangkal
3. Riwayat asam urat (+) sejak 4 tahun yang lalu dan rutin mengonsumsi
Allupurinol 2x100mg
4. Riwayat pembengkakan jantung (+) sejak 4 tahun yang lalu dan rutin
mengonsumsi furosemid 1x200mg, Kendaron 1x200mg

2.5 Keluhan Utama :


Sejak 4 hari SMRS, pasien merasa kaki kiri bengkak dan menghitam.

2.6 Riwayat Penyakit Sekarang : (autoanamnesa)


Wanita 54 tahun datang dengan keluhan kaki kiri bengkak dan menghitam
sejak 4 hari SMRS. Sebelumnya, 4 hari yang lalu kaki kiri pasien terasa keram
dan keesokan harinya muncul bintik yang tersebar pada betis berwarna merah

4
kehitaman. Dalam waktu 3 hari bintik-bintik kemerahan meluas dan warna
berubah menjadi hitam hingga sebatas lutut disertai rasa nyeri. Nyeri dirasakan
terus-menerus seperti berdenyut, tidak membaik dengan istirahat hingga
mengganggu aktivitas pasien karena sulit berjalan. Awalnya pasien mengira
bintik-bintik tersebut hanya bintik karena gigitan serangga atau alergi namun tidak
gatal. Pasien belum mengonsumsi obat pereda nyeri dan anti histamin. Pasien
dibawa ke rumah sakit karena rasa nyeri di kaki yang semakin memberat hingga
pasien tidak bisa berjalan. Sebelumnya pasien dapat berjalan normal. Pada kaki
kanan tidak ditemukan adanya bintik serupa dan tidak mengalami gangguan
apapun.
Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak ±4 tahun yang lalu dan rutin
mengonsumsi obat. Pasien juga memiliki riwayat pembengkakan pada jantung
yang baru diketahui ±4 tahun yang lalu karena adanya sesak dada dan
diperiksakan ke rumah sakit dan rutin kontrol ke poli jantung sampai sekarang.
Sekarang pasien sudah tidak mengalami sesak dada dan tidak memiliki
keluhan lain, hingga 4 hari yang lalu pasien mengeluhkan nyeri pada kaki kiri
yang semakin memberat disertai bercak-bercak hitam dikaki yang semakin
meluas.
Pasien merupakan ibu rumah tangga dan jarang beraktivitas berat. Napsu
makan pasien baik. Pasien suka mengonsumsi makan-makanan berlemak dan
jarang mengonsumsi sayuran. Buang air besar dan buang air kecil normal, tidak
didapati adanya keluhan mual dan muntah. Pasien tidak pernah mengalami jatuh
atau terpentok benda keras pada kaki

5
2.7 Pemeriksaan Fisik :
Keadaan Umum
Keadaan sakit : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Suhu : 36,1°C
Tekanan darah : 130/70 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Berat badan : 64 kg
Tinggi badan : 152 cm
1. Pemeriksaan Organ
a. Kepala Bentuk : Normocephal
Simetri : Simetris
b. Mata Exopthalmus : (-)
Enopthalmus : (-)
Kelopak : Normal
Conjungtiva : Anemis (-)
Sklera : Ikterik (-)
Kornea : Normal
Pupil : Bulat, isokor, reflex cahaya +/+
Lensa : Normal, keruh (-)
Gerakan bola mata : Baik
c. Hidung : Tak ada kelainan
d. Telinga : Tak ada kelainan
e. Mulut Bibir : Lembab
Bau pernafasan : Normal
Gigi geligi : Lengkap
Palatum : Leviasi (-)
Gusi : Merah muda,perdarahan (-)
Selaput Lendir : Normal
Lidah : Putih kotor, ulkus (-)
f. Leher KGB : Tak ada pembengkakan
Kel.tiroid : Tak ada pembesaran
JVP : 5 - 2 cmH2O

6
g. Pulmo
Pemeriksaan Kanan Kiri
Inspeksi Statis & dinamis: Statis & dinamis :
simetris simetris
Palpasi Stem fremitus normal Stem fremitus normal
Perkusi Sonor Sonor
Batas paru-hepar :ICS
VI kanan
Auskultasi Wheezing (-), rhonki (-) Wheezing (-), rhonki (-)

h. Jantung
Inspeksi Ictus cordis terlihat di ICS V linea midclavicula kiri
Palpasi Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula kiri

Perkusi Batas-batas jantung :


Atas : ICS II kiri
Kanan : ICS V linea midclavicula kanan
Kiri : ICS VI tiga jari arah lateral dari linea
miclavicula kiri
Auskultasi BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)

i. Abdomen
Inspeksi Skar (-), venektasi (-), spidernevi (-)
Palpasi Nyeri tekan regio epigastrium (-), defans musculer
(-), , hepatomegali (-), splenomegali (-), nyeri ketok
costovertebra (-/-)
Perkusi Timpani
Auskultasi Bising usus (+) normal

j. Ekstremitas Atas : Edema (-), akral hangat, lihat status lokalis


Ekstremitas bawah : lihat status lokalis

7
2.8 Status Lokalis
Regio Cruris sinistra
Look: edema (+), luka (-), basah (-), eritema (-), pus (-), jaringan nekrotik (+) pada
bagian digiti I-V sampai proksimal kruris
Feel: nyeri (-), pulsasi a.dorsalis pedis (-), pulsasi a.poplitea (-), pulsasi a. tibialis
posterior (-), pulsasi a. femoralis (+), akral dingin, CRT >3 detik
Move: ROM ankle terbatas

2.9 Pemeriksaan penunjang


 Anjuran
 Darah perifer lengkap
 Ureum dan elektrolit
 EKG
 Arteriografi
 USG dopler

2.10 Diagnosis Banding


 Arteritis
 Deep Vein Thrombosis

8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Acute limb ischemic (ALI) adalah penurunan perfusi ekstremitas bawah secara
tiba-tiba yang menyebabkan potensi ancaman terhadap viabilitas anggota gerak.
Munculannya bisa terjadi hingga 2 minggu dari onset gejala.1 Pada referensi lain,
ALI disebabkan oleh penyumbatan tiba-tiba dari aliran arteri ekstremitas akibat
emboli atau trombus. Ancaman tersebut tidak hanya pada angggota gerak tubuh,
namun juga dapat berisiko tinggi kematian. Hipoperfusi anggota gerak tubuh dapat
menyebabkan kelainan asam-basa sistemik dan elektrolit yang mengganggu fungsi
kardiopulmonal dan ginjal.4

3.2 Epidemiologi
Insidens ALI sekitar 1,5 kasus per 10.000 orang per tahun.2 ALI sering terjadi pada
laki-laki dan wanita tua dengan usia rata-rata 75 tahun. Faktor risiko terjadinya ALI
antara lain usia, merokok, diabetes, obesitas, pola hidup yang tidak teratur, riwayat
penyakit vaskular dalam keluarga, kolestrol tinggi dan hipertensi.5

3.3 Etiologi dan Faktor Resiko


Faktor risiko terjadinya PAD antara lain merokok (68,8%); hipertensi
(61,3%); diabetes melitus (12,9%); dan hiperlipidemia (35,5%), atrial fibrilasi
(38,7%).6
Etiologi ALI secara luas dikategorikan sebagai traumatis (10%) dan
non-trauma (90%). ALI traumatis disebabkan oleh trauma dampak tinggi yang
menyebabkan cedera himpitan atau terputusnya kontinuitas arteri. Lebih jarang,
trauma iatrogenic arteri akibat reseksi bedah yang luas, suntikan intra-arterial
yang tidak disengaja atau instrumentasi intra-arterial juga dapat menyebabkan
ALI traumatis. ALI non-trauma terjadi sekunder untuk dua mekanisme
patofisiologis utama; emboli (30%) dan trombosis (60%). 7
1. Emboli
Pada emboli, iskemi muncul secara tiba-tiba, berat, dan berkembang
sangat cepat, dengan tidak adanya pada segmen arteri yang terkena, tidak

9
terdapat sirkulasi. Pada pemeriksaan angiografis menunjukkan pembuluh
darah yang terputus di area yang terkena.7
Komponen emboli yang paling umum adalah gumpalan darah yang
berasal dari titik proksimal trombosis. Sumber tersering dari emboli
adalah jantung yang diperhitungkan sekitar 75% kasus. Sumber kedua dari
emboli adalah dari segmen proksimal dari arteri yang mengalami nyeri
akibat aterosklerotik atau aneurisma. 7
2. Thrombosis
Yang paling sering patofisiologi adalah plak aterosklerotik yang pecah
dalam pembentukan trombus dan oklusi arteri. Penyebab iskemia kronis
menghasilkan pembentukan sirkulasi kolateral yang menipiskan dampak
klinis. 7
3.4 Klasifikasi
Tabel 1. Kategori Klinis Acute Limb Ischemic8
Temuan klinis Sinyal Doppler
Deskripsi dan
Stadium Hilangnya Kelemahan Arterial Vena
prognosis
sensoris otot
I Ekstremitas viabel,
tidak segera
mengancam Tidak ada Tidak ada Audible Audible
kelangsungan hidup
ekstremitas
II Kelangsungan hidup ekstremitas terancam
IIa Sedikit terancam,
Minimal
dapat diselamatkan Tidak ada / Sering
(jari) atau Audible
bila dengan segera di Minima inaudible
tidak ada
terapi
IIb Segera terancam, Lebih dari
dapat diselamatkan jari, nyeri Ringan atau Biasanya
Audible
bila segera dilakukan saat sedang inaudible
revaskularisasi istirahat
III Ekstremitas Berat, Berat,
Inaudible Inaudible
mengalami anestesi paralisis

10
kerusakan secara (rigor)
ireversibel, terjadi
kematian mayor
jaringan atau
kerusakan saraf yang
permanen

 Kelas I : perfusi jaringan masih cukup, walaupun terdapat penyempitan arteri,


tidak ada kehilangan sensasi motorik dan sensorik, masih bias dengan
obat-obatan pada pemeriksaan Doppler signal audible. 8
 Kelas IIa : perfusi jaringan tidak memadai pada aktivitas tertentu. Timbul
klaudikasio intermiten yaitu nyeri pada otot ektremitas bawah ketika berjalan
dan memaksakan berhenti berjalan, nyeri hilang jika pasien istirahat dan
sudah mulai ada kehilangan sensorik. Harus dilakukan pemeriksaan
angiography segera untuk mengetahui lokasi oklusi dan penyebab oklusi.8
 Kelas IIb : perfusi jaringan tidak memadai, ada kelemahan otot ekstremitas
dan kehilangan sensasi pada ekstremitas. Harus dilakukan intervensi
selanjutnya seperti revaskularisasi ataupun embolektomy.8
 Kelas III : telah terjadi iskemia berat yang mengakibatkan nekrosis,
kerusakan saraf yang permanen, irreversible, kelemahan ekstremitas,
kehilangan sensasi sensorik, kelainan kulit atau gangguan penyembuhan lesi
kulit. Intervensi tindakan yang dilakukan yaitu amputasi.8

3.5 Gejala Klinis


Secara umum manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada kasus ALI merupakan
tanda dan gejala yang sangat khas dengan sebutan istilah “6P” yang terdiri dari:3
1. Pain (nyeri)
Riwayat nyeri harus ditanyakan mengenai durasi, lokasi, intensitas dan onset
serta perubahannya dari waktu ke waktu, termasuk riwayat klaudikasio intermiten.
Oklusi embolus biasanya menimbulkan nyeri yang mendadak dan dengan
intensitas yang hebat, dengan onset dalam beberapa jam. Namun apabila sudah
mengalami neuropati bisa saja nyeri sudah tidak dirasakan lagi.3.9
2. Pallor (pucat)

11
Pada saat terjadi sumbatan hebat mengakibatkan penurunan perfusi darah
sehingga kulit akan tampak bewarna putih “marble”. Beberapa jam kemudian
akan tampak perubahan warna menjadi biru muda atau ungu akibat deoksigenasi.9
3. Poikilothermia (suhu berbeda-beda)
Poikilothermia penting untuk dicatat untuk mengevaluasi progresifitas iskemik.
Suhu permukaan akan berkurang pada keadaan penurunan perfusi. Perbedaan
suhu paling baik diraba pada bagian dorsum jari, dan dibandingkan dengan
ekstremitas kontralateral atau bagian proksimal ipsilateral.9
4. Pulselessness (hilangnya denyut)
Denyut sangat berguna untuk menentukan lokasi oklusi, misalnya jika teraba
denyut di daerah femoral tetapi tidak teraba di daerah popliteal, hal ini
mengindikasikan adanya oklusi pada arteri femoralis superfisial. Jika denyut
tidak teraba, pemeriksaan dengan Doppler harus dilakukan untuk menentukan
apakah denyut tidak ada atau dibawah ambang denyut perabaan.9
5. Paresthesia (kesemutan)
Kemampuan sensorik seperti taktil, propriosepsi dan persepsi getaran penting
untuk diperiksa. Kurangnya respon sensoris menunjukkan keadaan iskemia
ireversibel, dan pasien mungkin paling baik diobati dengan amputasi. 9
6. Paralysis (kelumpuhan)
Gejala yang paling sering ditemukan pada ALI di kaki adalah penurunan
fungsi tungkai dan munculnya nyeri. Penurunan kekuatan motorik merupakan
salah satu faktor yang menentukan pentingnya revaskularisasi pada ALI.9

3.6 Patogenesis
Kebanyakan emboli menyebabkan sumbatan di area percabangan arteri,
bifurkasio aorta, iliaka, femoral, atau popliteal di area kaki, dan bifurkasio brachial
pada lengan. Trombosis in situ seringkali menyebabkan gangguan pada arteri femoral
dan popliteal, terutama pada kondisi pasien yang pernah mengalami bypass arteri,
ruptur plak atherosklerosis, atau pada keadaan output yang menurun. Penghentian
aliran arteri ke ekstremitas secara mendadak memicu kompleks proses patofisiologis.
Jaringan yang mengalami malperfusi akan mengalami perubahan metabolisme, dari
metabolism aerobik menjadi metabolism anaerobik. Perubahan rasio laktat – piruvat
akan meningkatkan produksi laktat, meningkatkan konsentrasi ion hidrogen, dan
akhirnya menyebabkan terjadinya asidosis. Iskemia yang progresif menyebabkan

12
disfungsi dan kematian sel. Hipoksia otot akan menurunkan simpanan ATP
intraseluler, dan menyebabkan disfungsi sodium/potassium-ATPase dan kanal
kalcium/sodium sehingga menyebabkan kebocoran kalsium intrasel ke dalam miosit.
Konsentrasi kalsium bebas intraseluler akan meningkat dan berinteraksi dengan aktin,
myosin, dan protease, sehingga menyebabkan nekrosis pada serabut otot. Bersamaan
dengan kerusakan pada struktur mikrovaskular dan membran sel; kalium, fosfat,
kreatinin kinase dan myoglobin intrasel akan keluar dari sel ke sirkulasi sistemik.
Selanjutnya, reperfusi meningkatkan perubahan-perubahan yang terjadi dalam sel
ini.10
Jaringan otot dan saraf cukup rentan mengalami cedera iskemia, sehingga ada
atau tidaknya defisit neuromotorik menjadi salah satu faktor yang sangat penting
untuk menilai keparahan ALI. Kerusakan otot yang ireversibel akan dimulai setelah 3
jam terjadinya iskemia dan kerusakan total akan terjadi setelah 6 jam terjadinya
iskemia. Cedera otot skeletal akan diikuti dengan kerusakan mikrovaskular yang
progresif. Semakin parah kerusakan seluler yang terjadi, semakin besar perubahan
mikrovaskular yang terjadi. Pada kondisi nekrosis otot, aliran mikrovaskular berhenti
dalam waktu beberapa jam. Secara teori, butuh waktu sekitar 6 jam untuk
menyebabkan cedera fungsional yang ireversibel. Rentang waktu ini dapat lebih lama
pada kondisi ekstremitas yang memiliki aliran darah kontralateral.10

3.7 Diagnosis Banding


Diagnosis Banding dari Acute Limb Ischemia ada dua tingkat diagnosis banding :
1. Kondisi seperti Iskemia
Vasospasmis adalah oklusi arteri fungsional dan dapat menghasilkan
gejala yang sama dengan ekstremitas akut iskemia. Tiga kondisi lain yang
mungkin menyerupai oklusi arteri harus dipertimbangkan: curah jantung
yang rendah mungkin meniru oklusi arteri, terutama ditumpangkan pada
ekstremitas bawah kronis penyakit oklusif; trombosis vena dalam akut
(DVT); dan neuropati tekan akut. Kecuali dalam persetujuan yang tidak
mungkin dari penyakit oklusi arteri kronis kronik, dua kondisi terakhir harus
dibedakan dengan denyut nadi yang sepenuhnya teraba. Pada neuropati tekan
akut, kebanyakan sesuai dengan saraf ekstraspinal, warna dan suhu biasanya
normal atau di atas normal, yang sangat tidak biasa untuk iskemia yang
menyebabkan rasa sakit yang serupa. Dalam kasus DVT, mungkin ada

13
sianosis dan denyut nadi mungkin sulit untuk diraba jika terjadi edema, tetapi
edema tidak sesuai dengan oklusi arteri akut.
2. Nonatheroclerotic karena Acute Limb Ischemic
 Arteritis
Trombosis arteri segmental dapat terjadi dengan arteritis sel raksasa
(giant cell). Tetapi, tanpa alasan yang diketahui, ini lebih mungkin
terjadi pada axillobrachial daripada segmen arteri femoralis. Tingkat
sedimentasi eritrosit yang meningkat biasanya akan ditemukan.
Aortoarteritis nonspesifik (penyakit Takayasu)
jarang mempengaruhi sirkulasi ekstremitas bawah dan onset bertahap.
Trombosis dengan tromboangiitis obliterans (penyakit Buerger
biasanya terjadi pada arteri krural atau pedal pada perokok pria)
sebelum usia 45 tahun, biasanya ditandai dengan ulkus iskemik atau
gangren fokal.
 Kista Poplitea
Kemungkinan ditemukan sebelum menyebabkan trombosis jika
sudah menyebabkan klaudikasio, tetapi sering diawali dengan
terjadinya dengan trombosis. Seperti popliteal aneurisma, derajat
ofischemia sering parah. Kista poplitea sering terjadi pada usia yang
lebih tua. Tidak adanya faktor risiko aterosklerotik dan lokasi obstruksi,
paling baik ditunjukkan oleh pemindaian dupleks.
 Vasospasme dengan trombosis (Ergotism)
Ergotisme jarang terjadi. Ini dapat mempengaruhi hampir semua
arteri dan dapat berkembang menjadi trombosis tetapi jarang muncul
sebagai anggota tubuh yang segera terancam.

3.8 Diagnosis
3.8.1 Anamnesis
Hal-hal yang perlu ditanyakan saat menganamnesis pasien ALI adalah :
● Riwayat Penyakit Sekarang:
Gejala kaki pada ALI berhubungan terhadap nyeri atau gangguan fungsi. Onset
serangan dan waktu nyeri yang tiba-tiba, lokasi dan intensitasnya, bagaimana
perubahan keparahan sepanjang waktu harus digali pada pasien. Untuk mengetahui
gejala, pertanyaan yang ditanyakan berupa adanya rasa sakit pada kaki waktu berjalan,

14
apakah rasa sakit muncul pada waktu perubahan posisi dari duduk ke berdiri atau
sebaliknya, dan juga untuk mengetahui lokasi rasa sakit dan apakah rasa sakit masih
dijumpai saat istirahat.
● Riwayat Penyakit Dahulu
Hal ini penting untuk ditanyakan, apakah pasien mempunyai nyeri pada kaki
sebelumnya (seperti, riwayat klaudikasio), apakah telah diintervensi untuk “sirkulasi
yang buruk” pada masa lampau, dan apakah didiagnosis memiliki penyakit jantung
(seperti, atrial fibrilasi) maupun aneurisma (seperti, kemungkinan sumber emboli).
Pasien juga sebaiknya ditanyakan tentang penyakit serius yang berbarengan atau
factor risiko aterosklerotik (hipertensi, diabetes, penggunaan tembakau,
hiperlipidemia, riwayat keluarga terhadap serangan jantung, stroke, jendalan darah,
atau amputasi).
3.8.2 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik pada pasien dapat ditemukan tidak terabanya nadi di distal
pada ekstremitas. Pada pasien juga dapat ditemukan gejala lain seperti ditemukan
penebalan kuku, dan pada jari kaki didapatkan teraba lebih dingin dibandingkan
dengan bagian betis dan juga bagian lutut.2 Pasien dapat juga dapat mengatakan
bahwa pada pemeriksaan ekstremitas, pasien sudah tidak merasakan nyeri hal ini
diakibatkan oleh adanya neuropati. Pemeriksaan sensoris dilakukan pada pasien, dan
pasien didapatkan tidak dapat lagi merasakan rangsangan sensorik yang diberikan.
Hal ini menunjukan adanya iskemia ireversibel yang mengindikasikan untuk
dilakukan amputasi pada pasien.9

3.8.3 Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk diagnosa dan evaluasi ALI
adalah:
a. Ankle Brachial Index (ABI)
Pemeriksaan ini mudah untuk medeteksi penyakit ALI dengan menghitung rasio
TD sistolik pembuluh darah arteri pedis dibanding pembuluh darah arteri brakhialis.
Pemeriksaan dilakukan menggunakan tensimeter dan hand-held Doppler. Pengukuran
ABI dilakukan sesudah pasien berbaring 5 – 10 menit. Pemeriksaan ini mencatat TD
sistolik kedua arteri brachialis dan kedua arteri dorsalis pedis serta arteri tibialis
posterior. ABI dihitung pada masing-masing tungkai dengan pembagian nilai tertinggi

15
TD sistolik pergelangan kaki dibagi nilai tertinggi TD sistolik lengan, yang dicatat
nilai dengan 2 angka desimal.11 Interpretasinya sebagai berikut :

Tabel 2. Ankle Brachial Index (ABI) Ameican College of Cardiology


Foundation/American Heart Association
Nilai ABI Interpretasi

>1,4 Dugaan kalsifikasi arteri


1 – 1,4 Normal
0,91-0,99 Borderline
<0,90 Abnormal

ACC/AHA merekomendasikan bahwa pengukuran ABI sebaiknya dilakukan pada: 11


1. Individu yang diduga menderia gangguan arteri perifer karena adanya gejala
exertional leg atau luka yang tidak sembuh
2. Usia >65 tahun
3. Usia >50 tahun yang mempunyai riwayat DM atau merokok

Gambar 1. Ankle Brachial Index

16
b. Exercise Stress Testing
Pengukuran ABI dilakukan dengan kombinasi pre dan post aktivitas yang dapat
digunakan untuk menilai gejala tungkai bawah yang disebabkan gangguan pembuluh
darah arteri perifer atau pseudo-claudication dan menilai status fungsi pasien dengan
gangguan pembuluh darah arteri perifer. Metode ini baik dan non invasif dalam
mendeteksi gangguan pembuluh darah arteri perifer, dimana digunakan bila nilai ABI
saat istirahat normal, tetapi secara klinis diduga mengalami gangguan. 11
Pasien diminta untuk berdiri di samping ranjang periksa dan melakukan jinjit
berulang-ulang selama satu menit. Selanjutnya sambil berbaring dilakukan
pemeriksaan pulsasi. Bila ditemukan adanya pulsasi yang menghilang
atau tapping atau bruit; dapat dipastikan terdapat gangguan aliran darah. Tekanan
darah yang berkurang lebih dari 20% menunjukkan adanya kemungkinan ALI. 11
c. Duplex Ultrasonography
Alat ini berguna dalam mendeteksi PAP pada tungkai bawah yang juga sangat
berguna dalam menilai lokasi penyakit dan membedakan adanya lesi stenosis dan
oklusi, selain itu juga dapat sebagai persiapan untuk pasien yang akan dilakukan
tindakan / intervensi. Duplex Ultrasonography merupakan kombinasi analisa
gelombang doppler dan kecepatan aliran (velosity) doppler. 11
d. Angiography
Pemeriksaan angiografi merupakan pemeriksaan "gold standar" dalam kelainan
arteri perifer. Pada tahun 1990-an, diperkenalkan pengembangan dari angiografi
konvensional yaitu teknik digital subtraction angiography yang dapat "mengaburkan"
gambaran tulang sehingga citra arteri dan percabangannya menjadi lebih jelas dan
tajam. 11
Pemeriksaan angiografi adalah pemeriksaan invasif dan memerlukan izin pasien.
Saat ini di Indonesia pemeriksaan invasif ini dapat dikerjakan oleh radiologis,
kardiologis, atau bedah vaskular. Pemeriksaan angiografi memberikan resiko kepada
pasien dengan gagal ginjal oleh karena menggunakan zat kontras. 11
e. Computed Tomography Angioraphy (CTA)
CTA digunakan sebagai alat terbaru diagnostik penyakit arteri perifer, dengan
kemampuan resolusi tampilan gambar lebih baik dan tiap scanning menampilkan 64
channel menggunakan multidetector scanner. Menurut AHA, CTA dipakai dalam
perencanaan tindakan revaskularisasi, mempunyai kemampuan menampilkan gambar

17
yang lebih cepat dan ketepatan lebih baik dibandingkan dengan MRI. CTA khususnya
berguna dalam pencitraan kelainan pembuluh darah yang memiliki struktur
kompleks seperti dalam kasus-kasus aneurisma aorta. CTA memiliki kerugian yang
sama dengan pemeriksaan angiografi biasa yaitu; berbahaya digunakan pada pasien
dengan gagal ginjal. Zat kontras pada CTA diberikan melalui intravena.11

3.9 Penatalaksanaan
3.9.1 Medikamentosa
Begitu diagnosa ditegakkan penderita Iskemia tungkai akut biasanya langsung
dilakukan pemberian heparinisasi. Ada dua tujuan yang ingin dicapai dengan
pemberian heparin yaitu untuk mencegah bertambah panjangnya trombus dan
mencegah pembentukan fokus-fokus baru emboli, untuk mencapai efek yang
diinginkan dilakukan kontrol dengan pemeriksaan activated partial
thromboplastine time (APTT) dengan target sekitar 2 kali kontrol.
Revaskularisasi yang dilakukan pada penderita iskemia tungkai akut bisa
berbahaya bagi penderita. Penurunan perfusi pada tungkai mengakibatkan
pelepasan zat-zat toksik radikal bebas dari daerah yang mengalami iskemia
dan memasuki sirkulasi sistemik. Ini akan mengakibatkan gangguan fungsi
pada organ seperti ginjal, paru, jantung dan otak. Hal ini dikenal sebagai
cedera reperfusi dan bisa mengakibatkan kematian penderita yang telah
menjalani revaskularisasi.10
3.9.1.1 Revaskularisasi Endovaskular
Tujuan pengobatan adalah mengembalikan vaskularisasi pada tungkai yang
terkena sesegera mungkin baik dengan menggunakan obat obatan, peralatan medis
ataupun dua duanya. Pasien dengan iskemia yang lebih dari 24 jam, tungkai mati,
pintasan dengan graft terinfeksi atau kontra indikasi untuk trombolisis tidak
dianjurkan untuk menjalani revaskularisasi dengan cara intervensi. Sebelum
revaskularisasi dilakukan pemeriksaan angiografi diagnostik untuk menentukan
inflow dan outflow serta panjangnya segmen yang terkena. Operator menyeberang
lesi dengan menggunakan wire dan kateter yang memiliki beberapa lobang yang
memungkinkan pelepasan obat trombolitik melalui lobang kateter. Selama prosedur
dilakukan pemeriksaan angiografi untuk menentukan kemajuan pengobatan. Selama
prosedur dilakukan pemeriksaan hemostasis darah secara regular. Setelah prosedur

18
selesai dilakukan pemeriksaan angiografi untuk mencari lesi yang mungkin menjadi
penyebab seperti stenosis.10
Tersedia bermacam macam trombolitik. Sebagian besar bekerja dengan
merubah plasminogen menjadi plasmin yang pada akhirnya akan menghancurkan
fibrin. Obat yang pertama kali digunakan untuk intraarterial trombolisis adalah
streptokinase yang merupakan aktivator plasminogen tidak langsung. Tetapi sekarang
penggunaannya sudah dilarang di amerika serikat karena efeknya sedikit dan efek
samping perdarahan besar dan resiko alergi juga besar. 10
Pada sebagian besar kasus kateter dapat menyeberang lesi dan keberhasilan
pada sebagian besar kasus mencapai 75 sampai 90%. Sering timbul sisa trombus pada
distal dari lesi yang biasanya menghilang pada saat diberikan trombolisis
Perdarahan sering timbul pada tempat masuknya kateter, tetapi juga dapat timbul pada
tempat lain. Resiko perdarahan timbul pada 6 – 9% kasus. Resiko makin tinggi
sebanding dengan lama dan dosis trombolisis, hipertensi, usia lebih dari 80 tahun dan
jumlah trombosit rendah.10

3.9.1.2 Revaskularisasi Bedah


Pendekatan pembedahan dengan menggunakan balon kateter, pintasan dan
terapi tambahan seperti endarterektomi, patching angioplasty dan intraoperative
trombolisis ataupun kombinasinya. Sumbatan oleh karena trombosis biasanya terjadi
pada penderita dengan gangguan kronik pada pembuluh darah. Terapi terbaik pada
penderita dengan emboli adalah tromboembolektomi dengan menggunakan kateter
dan sesudah tindakan dilakukan angiografi untuk mengkonfirmasi hasil tindakan.
Pada penderita dengan trombosis yang diakibatkan kelainan kronik pada pembuluh
darah angka amputasi biasanya tinggi akibat kegagalan revaskularisasi, ini karena
segmen yang mengalami trombosis sudah mengalami aterosklerosis berat demikian
juga segmen disekitarnya.10

19
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien seorang wanita berusia 54 tahun mengeluh kaki kiri bengkak dan
menghitam sejak 4 hari SMRS. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien
ini didiagnosis menderita Acute Limb Ischemia (ALI).
Pada anamnesis didapatkan adanya keluhan adanya kaki kiri bengkak dan
menghitam. Pasien sudah tidak merasakan nyeri pada kaki dan juga tidak dapat
menggunakan tungkai untuk berjalan. Dari pemeriksaan fisik didapatkan pada pedis
terlihat nekrosis, warna menghitam, pulsasi a. dorsalis pedis tidak teraba, a. poplitea
teraba lemah, akral dingin, dan gerakan terbatas. Ini sesuai dengan referensi Derajat
III: Ekstremitas mengalami kerusakan secara ireversibel, terjadi kematian mayor
jaringan atau kerusakan saraf yang permanen.
Pemeriksaan lanjutan yang dilakukan adalah EKG untuk menilai salah satu
faktor resiko, yaitu atrial fibrilasi. Pada pasien tidak didapatkan adanya atrial fibrilasi.
Lalu dilakukan pemeriksaan darah, yaitu PT, APTT, D-Dimer. Dimana dengan nilai
APTT 2 kali dari kontrol dapat diinterpretasikan sebagai adanya kelainan dari faktor
koagulasi darah, pada pemeriksaan didapatkan nilai kontrol APTT adalah 24,6 detik,
dan nilai APTT pasien adalah 44,2 detik. Hasil pemeriksaan PT untuk menilai waktu
yang dibutuhkan untuk membentuk clot, didapatkan pada kontrol adalah 11,7 detik
dan pasien 11,4 pasien. Sedangkan D-Dimer menyatakan kadar aktivasi
penggumpalan darah akibat pembentukan fibrin, dan pada pasien didapatkan nilai
D-Dimer adalah 1890 ng/mL (nilai normal: 0-400 ng/mL) dimana dapat menjadi salah
satu faktor dari beberapa penyakit seperti koagulasi intravaskular diseminata, deep
vein thrombosis, gagal ginjal dan hati, dan lainnya.
Pada foto thorax didapatkan adanya kardiomegali, dan dilanjutkan dengan
pemeriksaan echo, hasil pemeriksaan menunjukan adanya aorta regurgitasi suspek
trombus di atrium kiri. Menjadi salah satu faktor resiko yang dapat menimbulkan
trombus di arteri.
Pada pasien dengan ALI, pemeriksaan gold standard yang seharusnya
dilakukan adalah CT-Angiography, namun pada pasien tidak dilakukan karena pasien
diberikan heparin setiap harinya yang merupakan kontraindikasi dari pemeriksaan
CT-Angiography, sehingga dilakukan pemeriksaan USG Doppler arteri. Pada
pemeriksaan USG Doppler arteri didapatkan kesan stenosis berat pada a. femoralis, a.
poplitea terutama a. tibialis anterior, a. tibialis poterior dan a. dorsalis pedis kiri dan

20
didapatkan pula edema tungkai kiri. Hal ini menyebabkan pada pemeriksaan palpasi
arteri melemah bahkan tidak teraba. Dengan adanya stenosis, aliran darah pada arteri
berkurang dan dapat menyebabkan terganggunya suplai oksigen pada tungkai, yang
dapat mengakibatkan terjadinya iskemia.
Terapi yang dilakukan pertama kali adalah heparinisasi drip 15.000IV/24 jam
untuk mencegah bertambah panjangnya trombus dan mencegah pembentukan
fokus-fokus baru emboli. Pada kasus ini pasien didiagnosis menderita ALI grade III,
sehingga terapi yang dipilih adalah terapi operatif (bedah) yang dapat dilakukan
adalah amputasi, hal ini dikarenakan oleh pembuluh darah yang sudah nekrosis dan
ireversibel. Sesudah terapi, pasien dikonsulkan ke bagian rehabilitas medik untuk
melatih mobilisasi.

Kesimpulan
Perempuan 54 tahun didiagnosis dengan acute limb ischemic grade III, sesuai
dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah
dilakukan sebelumnya. Acute limb ischemic grade III dapat diobati dengan tindakan
operatif, yaitu amputasi. Dengan demikian, prognosis pasien akan baik.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Rulon L, Hardman, Omid J, Yi J, Smith M, Gupta R. Overview of classification


systems in peripheral artery disease. Semin Intervent Radiol. 2014;31(4):378-88.
2. Gunawan H, Isnata R, Syafri Z, Hasan R. Iskemia tungkai akut. Indonesian Journal
Chest & Critical Care Medicine. 2017;4(2):14-22.
3. Davey P. At a glance: medicine. Erlangga: Jakarta; 2003.
4. Kasirajan K, Ouriel K. Current options in the diagnosis and management of acute
limb ischemia. Prog Cardiovasc Nurs. 2002;17(1).
5. Smith DA, Bhimji SS. Acute Arterial Oclusion. StatPearls Publishing, Treasure
Island (FL):2017.
6. Howard DPJ, Banerjee DA, Fairhead DJ, et al. Population-based study of
incidence, risk factors, outcome, and prognosis of ischemic peripheral arterial events.
AHA Journals. 2015;132:1805–15.
7. Gunawansa N. Atraumatic acute limb ischemia: clinical presentation, classification,
assessment and management. 2018.
8. Rutherford RB, Baker JD, Ernst C, et al. Recommended standards for reports
dealing with lower extremity ischemia: revised version. J Vasc Surg ;26:517–38. 1997
9. Acar RD, Sain M, Kirma C. One of the most urgent vascular circumstances : Acute
limb ischemia. Sage Open Medicine. 2013;20(10).
10. Creager Mark A., Kaufman John A., Conte Michael S. Acute limb ischemia. N
engl J Med. 2012;366:2198-206.
11. Aboyans V, Bartelink ML, Baumgartner I, Clement A, Collet JP, Cremonesi A, et
al., ESC Guidelines on the diagnosis and treatment of peripheral artery disease.
Europian Heart Journal. 32, 2851-2906.2011

22

Anda mungkin juga menyukai