Anda di halaman 1dari 34

BAB I

STATUS PASIEN

1. Identitas Pasien
a. Nama/kelamin/umur : Ny. S/perempuan/64 tahun
b. Pekerjaan : IRT
c. Alamat : RT.07 Pakuan baru

2. Latar Belakang Sosial-Ekonomi-Demografi-Lingkungan Keluarga


a. Status Perkawinan : menikah
b. Jumlah anak : 3 orang
c. Status ekonomi keluarga : cukup
d. KB yang diikuti :-
e. Kondisi rumah :
Rumah terdiri dari 1 ruang tamu, 3 kamar tidur, 1 dapur, 1 kamar
mandi, terdapat 1 buah jamban/wc jongkok di kamar mandi. Rumah pasien
disertai 2 pintu yaitu berada di depan dan di belakang dekat dapur, jendela
terdapat di bagian depan rumah dan belakang rumah dekat dapur. Lantai
rumah terbuat dari semen, dan dinding terbuat dari batu bata, beratap
genteng. Air yang digunakan untuk masak dan mandi dari air PDAM, air
yang digunakan cukup bersih, jernih dan tidak berbau sedangkan untuk
minum dengan air yang dimasak. Pencahayaan di dalam rumah cukup
baik, dikarenakan banyaknya ventilasi di dalam rumah, sedangkan sumber
listrik dari PLN.
f. Kondisi lingkungan sekitar rumah
Lingkungan sekitar rumah padat penduduk.

1
3. Aspek Perilaku dan Psikologis dalam Keluarga
Pasien tinggal bersama anak dan menantunya serta 2 orang cucu.
Tidak ada masalah psikologis dalam keluarga, hubungan pasien dengan
anggota keluarga lainnya cukup baik dan harmonis.

4. Keluhan Utama :
Penglihatan mata kanan berkabut sejak ± 1 tahun yang lalu.

5. Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang dengan keluhan penglihatan berkabut sejak ± 1 tahun
tahun terakhir, tetapi saat itu pasien belum merasa terganggu. Keluhan ini
disertai dengan mata yang terasa kabur. Keluhan mata berkabut semakin
memberat 3 bulan belakangan ini. Karena keluhan tidak berkurang dan
penglihatan kabur semakin bertambah berat sehingga pasien terganggu
dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Keluhan seperti gatal pada mata, mata merah, adanya kotoran mata
yang banyak, terasa silau, mata sering berair, riwayat trauma dan riwayat
kemasukan binatang disangkal. Nyeri kepala, mual dan muntah disangkal.
Riwayat penggunaaan kacamata atau menggunakan obat tetes mata juga
disangkal. Pasien mengaku baru pertama kali ini memeriksakan matanya
ke Puskesmas.
6. Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat Hipertensi (+)
 Riwayat Alergi (-)
 Riwayat penyakit Diabetes Melitus (-)
 Riwayat penyakit pada mata sebelumnya (-)

7. Riwayat penyakit keluarga


 Riwayat keluarga yang menderita penyakit seperti pasien (-)
 Riwayat Hipertensi (-)

2
 Riwayat Diabetes Melitus (-)
8. Riwayat Makan, Alergi dan Perilaku Kesehatan
 Riwayat alergi makanan atau obat-obatan (-)
 Riwayat penggunaan obat-obatan jangka panjang (-)
 Riwayat penggunaan kacamata baca (-)

9. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Tanda vital :
TD : 140/80 mmHg
Nadi : 83 x permenit
RR : 18 x permenit
Suhu : 36,70C
BB : 50 kg
TB : 155 cm
IMT : 20.83 (normowight)
Kepala :
Mata : Konjunctiva anemis (-/-). Sklera ikterik (-/-). Pupil
isokor. Refleks cahaya (+/+)

Status Oftalmologikus
Pemeriksaan eksternal

Pemeriksaan OD OS
Visus Dasar 1/60 6/60
Kedudukan bola mata
Ortoforia Ortoforia

3
Pergerakan bola mata

Duksi : baik Duksi : baik


Versi : baik Versi : baik

Normal
Keruh seluruh
Silia Trichiasis (-) Trichiasis (-)

Palpebra Superior Hiperemis (-), edema (-) Hiperemis (-), edema (-)
Palpebra Inferior Hiperemis (-), edema (-) Hiperemis (-), edema (-)
Konjungtiva tarsus Papil (-), folikel (-), Papil (-), folikel (-),
lythiasis (-). lythiasis (-)
Konjungtiva Bulbi Injeksi (-), hiperemis (-) Injeksi (-), hiperemis (-)

Kornea infiltrat (-) infiltrat (-)

Bilik Mata Depan normal, hifema (-), normal, hipema (-)


hipopion (-) hipopion (-)
Iris Kripta iris normal Kripta iris normal
Pupil Bulat, Isokor Bulat, Isokor
Reflek cahaya + +
Lensa Keruh seluruh Jernih
Shadow Test - -

THT : Tidak ada kelainan


Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)

4
Pulmo :
Pemeriksaan Kanan Kiri
Inspeksi Simetris Simetris
Palpasi Stem fremitus normal Stem fremitus normal
Perkusi Sonor Sonor
Auskultasi Vesikuler (+) Vesikuler (+)
Wheezing (-), rhonki (-) Wheezing (-), rhonki (-)

Jantung :
Inspeksi Ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi Ictus cordis teraba di ICS IV linea midclavicula kiri,
tidak kuat angkat.
Perkusi Batas-batas jantung :
Atas : ICS II kiri
Kanan : Linea sternalis kanan
Kiri : ICS IV linea midclavicula kiri
Auskultasi BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen :
Inspeksi Cembung, massa (-), jaringan parut (-), bekas operasi (-)
Palpasi Nyeritekan (-),defans musculer (-), hepatomegali (-),
splenomegali (-), nyeri ketok costovertebra (-/-)
Perkusi Timpani
Auskultasi Bising usus (+) normal

Ekstremitas Superior : akral hangat, edema (-/-)


Ekstremitas Inferior : akral hangat, edema (-/-)

5
10. Pemeriksaan Laboratorium
HGB : 12.3
WBC : 7.600
PLT : 267
HCT : 39.2
RBC : 4.63

11. Usulan Pemeriksaan Penunjang


 Gula Darah Sewaktu
 Pemeriksaan visus dengan koreksi
 Pemeriksaan TIO

12. Diagnosa Kerja


Katarak senilis Imatur OD (H25.011)

13. Diagnosa Banding


 Katarak Senilis Stadium Matur OD (H25.011)
 Katarak senilis hipermatur OD (H25.011)
 Glaukoma (H.40.9)

14. Manajemen
a. Promotif
 Memberikan informasi kepada pasien bahwa keluhan penglihatan
kabur adalah karena kekeruhan pada lensa mata (katarak senilis
stadium matur mata kanan).
 Pasien diberi informasi bahwa penyakit yang di derita timbul seiring
dengan peningkatan usia.

6
 Memberikan edukasi bahwa terapi dari katarak adalah operasi, tujuan
operasi untuk mengangkat lensa mata yang keruh dan di ganti dengan
lensa mata buatan untuk mencegah penurunan tajam penglihatan.
 Makan makanan yang sehat dan bergizi terutama yang banyak
mengandung antioksidan seperti sayur dan buah-buahan.
 Menjaga kebersihan mata

b. Preventif
 Tidak menggosok-gosok mata
 Hindari terpapar matahari langsung

c. Kuratif
Non farmakologi
 Diet makan makanan yang sehat dan bergizi terutama yang banyak
mengandung antioksidan seperti sayur dan buah-buahan.
 Rujuk ke dokter spesialis mata

Farmakologi
Pengobatan yang diberikan di Puskesmas :
Tidak diberikan obat-obatan

Obat tradisional
Daun Tolot (Isotoma Longiflora)
Cara pembuatan/penggunaan :
1 lembar daun yang sudah bersih ditambah 5 sendok makan air bersih
kemudian tulang daun ditekan tekan dengan sendok. Daunnya dibuang,
airnya 3-5 tetes diteteskan kemata, di diamkan sejenak, kotoran mata
dibuang kemudian mata dicuci dengan air rebusan daun sirih.

d. Rehabilitatif

7
 Menjalani pengobatan sampai tuntas
 Rutin kontrol ulang ke fasilitas kesehatan untuk melihat perkembangan
penyakitnya.

PUSKESMAS PAKUAN BARU PUSKESMAS PAKUAN BARU


JAMBI, SEPT 2019 JAMBI, SEPT 2019
DOKTER : DOKTER :
POLI : DEWASA POLI : DEWASA

Pro : Pro :
Usia : Usia :

8
PUSKESMAS PAKUAN BARU PUSKESMAS PAKUAN BARU
JAMBI, SEPT 2019 JAMBI, SEPT 2019
DOKTER : DOKTER :
POLI : DEWASA POLI : DEWASA

Pro : Pro :
Usia : Usia :

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi
Lensa merupakan suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan
hampir transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9mm.
Dibelakang iris, lensa digantung oleh zonula, yang menghubungkannya dengan
korpus siliare.1 Sistem ini penting untuk proses yang dikenal sebagai akomodasi,
yang dapat memfokuskan objek dekat dan jauh dengan mengubah kecembungan
lensa.2
Di sebelah anterior lensa terdapat humor aquaeus ; di sebelah posteriornya,
vitreus. Kapsul lensa adalah suatu membran yang semipermeabel yang akan
memperbolehkan air dan elektrolit masuk. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah
atau saraf di lensa.1

9
Gambar 3.1
Gambar anatomi mata
Sumber :www.eyerisvision.com

Gambar 3.2
Gambar anatomi mata
Sumber :www.eophta.com

3.2 Histologi Lensa


Lensa memiliki 3 komponen utama:
Kapsul Lensa : Lensa dibungkus suatu simpai tebal (10-20 µm), homogen,
refraktil, dan kaya akan karbohidrat. Kapsul ini merupakan suatu membran basal
yang sangat tebal dan terutama terdiri atas kolagen tipe IV dan glikoprotein.

10
Epitel Subkapsular : Epitel subkapsular terdiri atas selapis sel epitel kuboid yang
hanya terdapat pada permukaan anterior lensa.
Serat Lensa : Serat lensa tersusun memanjang dan tampak sebagai struktur tipis
dan gepeng. Serat-serat ini merupakan sel-sel yang sangat terdiferensiasi dan
berasal dari sel-sel subkapsular. Serat lensa akhirnya kehilangan inti serta organel
lainnya dan menjadi sangat panjang dan mencapai panjang 7-10 mm, lebar 8-10
µm, dan 2 µm. Sel-sel ini berisikan sekelompok protein yang disebut kristalin.

Gambar 3.3. Histologi Lensa Mata


Sumber : www.siumed.edu
3.3 Metabolisme Lensa Mata
a. Transparansi lensa
- Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation ( Na,
K).kedua kation ini berasal dari humor aqueus dan vitreus .
- Kadar kalium dibagian anterior lebih tinggi dibandingkan posterior
sedangkan Kadar natrium lebih tinggi di posterior.
- Ion K bergerak kebagian posterior dan keluar ke humour aqueus , dan ion
Na bergerak  keantreior untuk menggantikan ion K dan keluar melalui
pompa aktif Na- K ATPase

11
- Transport aktif asam-asam amino mengambil tempat pada epitel lensa
dengan mekanisme tergantung pada gradien natrium yang dibawa oleh
pompa natrium.
- Aspek fisiologi terpenting dari lensa adalah mekanisme yang mengatur
keseimbangan air dan elektrolit lensa yang sangat penting untuk menjaga
kejernihan lensa. Karena kejernihan lensa sangat tergantung pada
komponen struktural dan makromolekular, gangguan dari hidrasi lensa
dapat menyebabkan kekeruhan lensa.
- Telah ditentukan bahwa gangguan keseimbangan air dan elektrolit sering
terjadi pada  katarak kortikal, dimana kadar air meningkat secara
bermakna
- Lensa manusia normal mengandung sekitar 66% air dan 33% protein dan
perubahan ini terjadi sedikit demi sedikit dengan bertambahnya
usia. Korteks lensa menjadi lebih terhidrasi daripada nukleus lensa.
- Sekitar 5% volume lensa adalah air yang ditemukan diantara serat-serat
lensa di ruang ekstraselular. Konsentrasi natrium dalam lensa
dipertahankan pada 20mM dan konsentrasi kalium sekitar 120 mM.
b. Epitelium Lensa sebagai Tempat Transport Aktif
- Lensa bersifat dehidrasi dan memiliki kadar ion kalium (K+) dan asam
amino yang lebih tinggi dari aqueous dan vitreus di sekelilingnya.
- Sebaliknya, lensa mengandung kadar ion natrium (Na+) ion klorida (Cl-)
dan air yang lebih sedikit dari lingkungan sekitarnya.
- Keseimbangan kation antara di dalam dan di luar lensa adalah hasil dari
kemampuan permeabilitas membran sel-sel lensa dan aktifitas dari pompa
(Na+, K+-ATPase) yang terdapat pada membran sel dari epitelium lensa
dan setiap serat lensa.
- Fungsi pompa natrium bekerja dengan cara memompa ion natrium keluar
dari dan menarik ion kalium ke dalam. Mekanisme ini tergantung dari
pemecahan ATP dan diatur oleh enzim Na+, K+-ATPase. Keseimbangan
ini mudah sekali terganggu oleh inhibitor spesifik ATPase ouabain.

12
- Inhibisi dari Na+, K+-ATPase akan menyebabkan hilangnya
keseimbangan kation dan meningkatnya kadar air dalam lensa.
- pada perkembangan katarak kortikal beberapa studi telah
menunjukkan bahwa terjadi  penurunan aktifitas Na+, K+-ATPase,
sedangkan yang lainnya tidak menunjukkan perubahan apa pun. Dan studi-
studi lain telah memperkirakan bahwa permeabilitas membran meningkat
seiring dengan perkembangan katarak

c. Peranan Kalsium
- Membran sel lensa juga secara relatif tidak permeabel terhadap kalsium.
- Hilangnya homeostasis kalsium akan sangat mengganggu metabolisme
lensa.
- Peningkatan kadar kalsium dapat berakibat pada beberapa perubahan
meliputi ;
o tertekannya metabolisme glukosa,
o pembentukan agregat protein dengan berat molekul tinggi dan
aktivasi protease yang destruktif
o Glukosa memasuki lensa melalui sebuah proses difusi terfasilitasi
yang tidak secara langsung terhubung oleh sistem transport aktif.
Hasil buangan metabolisme meninggalkan lensa melalui difusi
sederhana. Berbagai macam substansi seperti asam askorbat, myo-
inositol dan kolin memiliki mekanisme transport yang khusus pada
lensa.
d. Metabolisme Karbohidrat pada Lensa
- Pada lensa, energi yang diperoleh bergantung pada metabolisme glukosa.
- Glukosa memasuki lensa dari aqueous baik melalui difusi sederhana dan
melalui difusi terfasilitasi.

13
- Kebanyakan glukosa ditranportasi ke dalam lensa dalam bentuk
terfosforilasi (Glukosa 6 fosfat =G6P) oleh enzim heksokinase. Reaksi ini
adalah 70-1000 kali lebih lambat dari enzim-enzim lainnya yang terlibat
dalam proses glikolisis lensa dan kecepatan terbatas pada lensa.
- Ketika terbentuk, G6P memasuki satu dari dua jalur metabolisme:

1.      Jalur glikolisis anaerob ( 95%)


Jalur glikolisis anaerob ( 95%)
- Kadar tekanan oksigen dalam lensa sangat rendah , tetapi walaupun tanpa
oksigen , lensa mampu mengahasilkan energi paling banyak melalui jalur
glikolisis dari pada  jalur HMP shunt.

- Hal ini membuktikan bahwa lensa tidak tergantung pada oksigen  tetapi


dipengaruhi oleh kadar glukosa hal ini telah didemonstrasikan dengan
kemampuannya untuk menjaga metabolisme normal dalam lingkungan
nitrogen. Dengan diberikan sejumlah glukosa, lensa in vitro yang anoksik
tetap jernih dan utuh, memiliki kadar normal dari ATP serta
mempertahankan aktivitas pompa asam amino dan ion. Bagaimana pun,
ketika glukosa menurun atau kekurangan, lensa tidak dapat
mempertahankan fungsi-fungsi ini dan menjadi keruh pada beberapa jam
sekalipun terdapat oksigen

1. HMP Hunt
- Jalur yang kurang aktif untuk utilisasi G6P dalam lensa adalah heksosa
monofosfat shunt (HMP shunt), yang dikenal juga dengan istilah jalur
pentosa monofosfat.
- Sekitar 5% dari glukosa lensa dimetabolisme melalui jalur ini sekalipun
jalur ini distimulasi oleh peningkatan kadar glukosa.
- Aktifitas HMP shunt lebih tinggi pada lensa dibandingkan dengan jaringan
lain dalam tubuh namun perannya masih belum bisa ditetapkan.

14
- Jalur HMP – shunt ini menghasilkan NADPH untuk biosintesis asam
lemak dan biosintesis ribosa untuk nukleotida. Jugauntuk aktifitas
glutation reduktase dan aldose reduktase dalam lensa.
- Aldose reduktase adalah enzim kunci pada jalur lain metabolisme
karbohidrat pada lensa, yaitu jalur sorbitol.

Enzim ini telah ditemukan memainkan peranan yang penting dalam


pembentukan katarak “gula”.ketika kadar glukosa meningkat dalam lensa
sebagaimana terjadi pada keadaan hiperglikemia, jalur sorbitol teraktifasi lebih
daripada glikolisis dan terjadi akumulasi dari sorbitol.Sorbitol dimetabolisme
menjadi fruktosa oleh enzim polyol dehidrogenase.Sayangnya enzim polyol
dehidrogenase memiliki affinitas yang rendah yang berarti sorbitol akan
terakumulasi sebelum mengalami metabolisme labih lanjut.Karakteristik ini,
dikombinasikan dengan kurangnya permeabilitas lensa terhadap sorbitol berakhir
dengan retensi sorbitol dalam lensa.
Sejalan dengan sorbitol, fruktosa juga terbentuk pada lensa dengan kadar
tinggi glukosa. Bersamaan, kedua gula tersebut meningkatkan tekanan osmotik di
dalam lensa dan menarik air. Pada mulanya pompa tergantung energi pada lensa
mampu mengkompensasi, tetapi akhirnya kemampuan tersebut terlewati. Hasilnya
adalah pembengkakan serat, rusaknya arsitektur sitoskeletal normal dan
kekeruhan lensa.1,2,8

3.4 Definisi Katarak


Katarak adalah kekeruhan lensa. Katarak memiliki derajat kepadatan yang
sangat bervariasi dan dapat disebabkan oleh berbagi hal, tetapi biasanya
berkaitan dengan penuaan. Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang
normalnya jernih. Biasanya terjadi akibat proses penuaan, tapi dapat timbul pada
saat kelahiran (katarak kongenital). Dapat juga berhubungan dengan trauma mata
tajam maupun tumpul, penggunaan kortikosteroid jangka panjang, penyakit
sistemis, pemajanan radiasi, pemajanan sinar matahari yang lama, atau kelainan
mata yang lain (seperti uveitis anterior).

15
Katarak adalah suatu keadaan dimana lensa mata yang biasanya jernih dan
bening menjadi keruh. Asal kata katarak dari kata Yunani cataracta yang berarti
air terjun. Hal ini disebabkan karena pasien katarak seakan-akan melihat sesuatu
seperti tertutup oleh air terjun didepan matanya . Jadi dapat disimpulkan, katarak
adalah kekeruhan lensa yang normalnya transparan dan dilalui cahaya ke retina,
yang dapat disebabkan oleh berbagai hal sehingga terjadi kerusakan
penglihatan.1,4

3.5 Etiologi Katarak


Penyebab utama katarak adalah proses penuaan. Anak bisa mengalami
katarak yang biasanya merupakan penyakit yang diturunkan, peradangan di
dalam kehamilan, keadaan ini disebut sebagai katarak kongenital. Lensa mata
mempunyai bagian yang disebut pembungkus lensa atau kapsul lensa, korteks
lensa yang terletak antara nukleus lensa atau inti lensa dengan kapsul lensa. Pada
anak dan remaja nukleus bersifat lembek sedang pada orang tua nukleus ini
menjadi keras. Katarak dapat mulai dari nukleus, korteks, dan subkapsularis
lensa. Dengan menjadi tuanya seseorang maka lensa mata akan kekurangan air
dan menjadi lebih padat. Lensa akan menjadi keras pada bagian tengahnya,
sehingga kemampuannya memfokuskan benda dekat berkurang.
Hal ini mulai terlihat pada usia 45 tahun dimana mulai timbul kesukaran
melihat dekat 21 (presbiopia). Pada usia 60 tahun hampir 60% mulai mengalami
katarak atau lensa keruh. Katarak biasanya berkembang pada kedua mata akan
tetapi progresivitasnya berbeda. Kadang-kadang penglihatan pada satu mata
nyata berbeda dengan mata yang sebelahnya. Perkembangan katarak untuk
menjadi berat memakan waktu dalam bulan hingga tahun. Berbagai faktor dapat
mengakibatkan tumbuhnya katarak lebih cepat. Faktor lain dapat mempengaruhi
kecepatan berkembangnya kekeruhan lensa seperti diabetes melitus, obat
tertentu, sinar ultra violet B dari cahaya matahari, efek racun dari merokok, dan
alkohol, gizi kurang vitamin E, dan radang menahun di dalam bola mata.5
Obat tertentu dapat mempercepat timbulnya katarak seperti betametason,
klorokuin, klorpromazin, kortison, ergotamin, indometasin, medrison,

16
neostigmin, pilokarpin dan beberapa obat lainnya. Penyakit infeksi tertentu dan
penyakit seperti diabetes melitus dapat mengakibatkan timbulnya kekeruhan
lensa yang akan menimbulkan katarak komplikata. Katarak biasanya terjadi
bilateral, namun memiliki kecepatan yang berbeda. Dapat disebabkan oleh
kejadian trauma maupun sistemik, seperti diabetes. Namun kebanyakan
merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak
berkembang secara kronik ketika seseorang memasuki dekade ketujuh. Katarak
dapat bersifat kongenital dan harus diidentifikasi awal, karena bila tidak
terdiagnosa dapat menyebabkan ambliopia dan kehilangan penglihatan
permanen. Faktor yang paling sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi
radiasi sinar ultraviolet B, obat-obatan, alkohol, merokok, diabetes, dan asupan
vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu lama1,2,3,5

3.6 Klasifikasi Katarak


Jenis- jenis katarak terbagi atas:5
1. Katarak terkait usia (katarak senilis)
Katarak senilis adalah jenis katarak yang paling sering dijumpai.
Satusatunya gejala adalah distorsi penglihatan dan penglihatan yang
semakin kabur.
2. Katarak anak- anak (katarak Juvenil)
Katarak anak- anak dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
a. Katarak congenital : Yang terdapat sejak lahir atau segera sesudahnya.
Banyak katarak kongenital yang tidak diketahui penyebabnya walaupun
mungkin terdapat faktor genetik, yang lain disebabkan oleh penyakit
infeksi atau metabolik, atau beerkaitan dengan berbagai sindrom.
b. Katarak didapat : Yang timbul belakangan dan biasanya terkait dengan
sebab-sebab spesifik. Katarak didapat terutama disebabkan oleh trauma,
baik tumpul maupun tembus. Penyebab lain adalah uveitis, infeksi mata
didapat, diabetes dan obat.
3. Katarak traumatic

17
Katarak traumatik paling sering disebabkan oleh cedera benda asing
dilensa atau trauma tumpul terhadap bola mata. Lensa menjadi putih
segerasetelah masuknya benda asing karena lubang pada kapsul
lensamenyebabkan humor aqueus dan kadang- kadang korpus vitreum
masukkedalam struktur lensa.5

4. Katarak komplikata
Katarak komplikata adalah katarak sekunder akibat penyakit
intraokular pada fisiologi lensa. Katarak biasanya berawal didaerah sub
kapsul posterior dan akhirnya mengenai seluruh struktur lensa. Penyakit-
penyakit intraokular yang sering berkaitan dengan pembentukan katarak
adalah uveitis kronik atau rekuren, glaukoma, retinitis pigmentosa dan
pelepasan retina.

5. Katarak akibat penyakit sistemik


Katarak bilateral dapat terjadi karena gangguan- gangguan sistemik
berikut: hipertensi, diabetes mellitus, hipoparatiroidisme, distrofi
miotonik, dermatitis atropik, galaktosemia, dan syndrome Lowe, Werner
atau Down.

6. Katarak toksik
Katarak toksik jarang terjadi.Banyak kasus pada tahun 1930-an
sebagai akibat penelanan dinitrofenol (suatu obat yang digunakan untuk
menekan nafsu makan). Kortokosteroid yang diberikan dalam waktu lama,
baik secara sistemik maupun dalam bentuk tetes yang dapat menyebabkan
kekeruhan lensa. 7. Katarak ikutan Katarak ikutan menunjukkan
kekeruhan kapsul posterior akibat katarak traumatik yang terserap
sebagian atau setelah terjadinya ekstraksi katarak ekstrakapsular.4,5

3.7 Patofisiologi Katarak

18
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan,
berbentuk seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar.
Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus,
di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan
posterior. Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna
menjadi coklat kekuningan. Disekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di
anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk
katarak yang paling bermakna, nampak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.
Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang dari badan silier
ke sekitar daerah diluar lensa, misalnya dapat menyebabkan penglihatan
mengalamui distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan
koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya
cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal
terjadi disertai influks air ke dalam lensa.
Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi
sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam
melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan
bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita
katarak.4,5,6

3.8 Manifestasi Klinis

Gambar 3.4 lensa normal dan katarak pada inspeksi


Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Biasanya, pasien
melaporkan penurunan ketajaman fungsi penglihatan, silau, dan gangguan

19
fungsional sampai derajat tertentu yang diakibatkan karena kehilangan
penglihatan tadi, temuan objektif biasanya meliputi pengembunan seperti mutiara
keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop. Ketika
lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan
dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan
kabur atau redup, menyilaukan yang menjengkelkan dengan distorsi bayangan dan
susah melihat di malam hari. Pupil yang normalnya hitam, akan tampak
kekuningan, abu-abu atau putih. Katarak biasanya terjadi bertahap selama
bertahun-tahun , dan ketika katarak sudah sangat memburuk, lensa koreksi yang
lebih kuat pun tak akan mampu memperbaiki penglihatan.
Orang dengan katarak secara khas selalu mengembangkan strategi untuk
menghindari silau yang menjengkel yang disebabkan oleh cahaya yang salah arah.
Misalnya, ada yang mengatur ulang perabotan rumahnya sehingga sinar tidak
akan langsung menyinari mata mereka. Ada yang mengenakan topi berkelepak
lebar atau kaca mata hitam dan menurunkan pelindung cahaya saat mengendarai
mobil pada siang hari.5,6
Katarak senilis, dikenal 4 stadium yaitu: insipiens, matur, imatur, dan
hipermatur.
Insipiens Matur Immature Hipermatur
Kekeruhan Ringan Seluruh Sebagian Masif
Cairan lensa Normal Normal Bertambah Berkurang
Iris Normal Normal Terdorong Tremulans
Bilik mata Normal Normal Dangkal Dalam
depan
Sudut bilik Normal Normal Sempit Terbuka
mata
Shadow test Negative Negative Positif Pseudopositif
Penyulit - - Glaucoma Uveitis,
glaucoma

3.9 Tata Laksana

20
Sampai saat ini belum ditemukan obat yang dapat mencegah katarak.
Beberapa penelitian sedang dilakukan untuk memperlambat proses bertambah
keruhnya lensa untuk menjadi katarak. Meski telah banyak usaha yang dilakukan
untuk memperlambat progresifitas atau mencegah terjadinya katarak, tatalaksana
masih dengan pembedahan. Untuk menentukan waktu katarak dapat dibedah
ditentukan oleh keadaan tajam penglihatan dan bukan oleh hasil pemeriksaan.
Tajam penglihatan dikaitkan dengan tugas sehari-hari penderita. Digunakan nama
insipien, imatur, matur, dan hipermatur didasarkan atas kemungkinan terjadinya
penyulit yang dapat terjadi.
Operasi katarak terdiri dari pengangkatan sebagian besar lensa dan
penggantian lensa dengan implant plastik. Saat ini pembedahan semakin banyak
dilakukan dengan anestesi lokal dari pada anestesi umum. Anestesi lokal di
infiltrasikan di sekitar bola mata dan kelopak mata atau diberikan secara topikal.
Operasi dilakukan dengan insisi luas pada perifer kornea atau sklera anterior,
diikuti oleh ekstraksi (lensa diangkat dari mata) katarak ekatrakapsular. Insisi
harus dijahit. Likuifikasi lensa menggunakan probe ultrasonografi yang
dimasukkan melalui insisi yang lebih kecil dari kornea atau sklera anterior
(fakoemulsifikasi).4

Tatalaksana katarak
Tidak ada terapi medis untuk katarak. Ekstraksi lensa di indikasikan apabila
penurunan penglihatan mengganggu aktivitas normal penderita. Jika pasien
memiliki penyakit sistemik / yang menjadi etiologi katarak, maka penyakit
tersebut harus dihentikan / di perlambat dengan kontrol pengobatan
- Mengobati dan mengontrol diabetes mellitus
- Penghentian pemakaian obat kataraktogenik (kortikosteroid,
phenothiazine, miotic.
- Meningkatkan kemampuan penglihatan penderita katarak imatur dan
katarak insipien.
Indikasi pembedahan pada katarak senilis :

21
- Bila katarak menimbulkan penyulit seperti uveitis atau glukoma, meskipun
visus masih baik untuk bekerja, dilakukan operasi juga setelah keadaan
menjadi tenang.
- Bila sudah masuk dalam stadium matur karena dapat menimbulkan penyulit.
- Bila visus meskipun sudah dikoreksi, tidak cukup untuk melakukan pekerjaan
sehari-hari atau visus < 6/12.
- Indikasi kosmetik untuk mendapatkan pupil berwarna hitam.

Terapi pembedahan :
1. ICCE (Intra Capsuler Cattharact Extraction)

Gambar 3.4. ICCE

22
Teknik ini sudah jarang digunakan setelah adanya teknik EKEK. Pada EKIK
dilakukan pengangkatan seluruh lensa, termasuk kapsul lensa. Pada teknik ini
dilakukan sayatan 12-14 mm, lebih besar dibandingkan dengan teknik EKEK.
Dapat dilakukan pada zonula zinn yang telah rapuh/ berdegenerasi/ mudah
diputus.2
a. Keuntungan :
- Tidak timbul katarak sekunder
- Diperlukan instrumen yang tidak terlalu canggih (lup operasi, cryoprobe,
forsep kapsul)
b. Kerugian :
Insisi yang lebih besar dapat mengakibatkan :
- Penyembuhan dan rehabilitasi visual tertunda
- Astigmatisma yang signifikan
- Inkarserasi iris dan vitreus
- Lebih sering menimbulkan penyulit seperti glaukoma, uveitis,
endolftalmitis.

2. ECCE (Extra Capsuler Cattharact Extraction)

Gambar 3.5. ECCE

23
Dilakukan dengan merobek kapsul anterior, mengeluarkan nucleus dan
korteks. Sebagian kapsul anterior dan seluruh kapsul posterior ditinggal. Cara ini
umumnya dilakukan pada katarak dengan lensa mata yang sangat keruh sehingga
sulit dihancurkan dengan teknik fakoemulsifikasi. Selain itu, juga dilakukan pada
tempat-tempat dimana teknologi fakoemulsifikasi tidak tersedia. Teknik ini
membutuhkan sayatan yang lebar, karena lensa harus dikeluarkan dalam keadaan
utuh. Setelah lensa dikeluarkan, lensa buatan/ Intra Ocular Lens (IOL) dipasang
untuk menggantikan lensa asli, tepat di posisi semula. Lalu dilakukan penjahitan
untuk menutup luka. Teknik ini dihindari pada penderita dengan zonulla zinii
yang rapuh.2

a. Keuntungan :
1. Luka insisi lebih kecil (8-12 mm) dibanding EKIK
2. Karena kapsul posterior utuh maka :
- Mengurangi resiko hilangnya vitreus durante operasi
- Posisi anatomis yang lebih baik untuk pemasangan IOL
- Mengurangi insidensi ablasio retina, edema kornea, perlengketan vitreus
dengan iris dan kornea .
- Menyediakan barier yang menahan pertukaran beberapa molekul antara
aqueous dan vitreus
- Menurunkan akses bakteri ke kavitas vitreus yang dapat menyebabkan
endofthalmitis.
b. Kerugian :
Dapat timbul katarak sekunder.
Macam tipe ECCE

a. Fakoemulsifikasi

24
Gambar 3.6. Fakoemulsifikasi
Fakoemulsifikasi adalah teknik ekstrakapsular yang menggunakan getaran-
getaran ultrasonik untuk mengangkat nucleus dan korteks melalui insisi limbus
yang kecil (2-5 mm), sehingga mempermudah penyembuhan luka pasca-operasi,
disamping perbaikan penglihatan juga lebih baik. Teknik ini bermanfaat pada
katarak kongenital, traumatik dan kebanyakan katarak senilis. Teknik ini kurang
efektif pada katarak senilis yang padat, dan keuntungan insisi limbus yang kecil
agak berkurang kalau akan dimasukkan lensa intraokuler. Kerugiannya kurve
pembelajaran lebih lama, biaya tinggi, dan komplikasi saat operasi bisa lebih
serius.1,4
Teknik ini menghasilkan insidensi komplikasi luka yang lebih rendah, proses
penyembuhan dan rehabilitasi visual lebih cepat. Teknik ini membuat sistem yang
relatif tertutup sepanjang fakoemulsifikasi dan aspirasi, oleh karenanya
mengontrol kedalaman COA sehingga meminimalkan risiko prolaps vitreus.5

b. SICS
Teknik operasi Small Incision Cataract Surgery (SICS) yang merupakan
teknik pembedahan kecil. Di Negara berkembang, teknik ini lebih dipilih karena
biaya lebih murah, teknik lebih mudah dipelajari, lebih aman untuk dilakukan dan
mempunyai aplikasi yang lebih luas, sesudah di ekstraksi katarak mata tak

25
mempunyai lensa lagi,tanda-tanda nya adalah bilik mata depan dalam, iris
tremulan dan pupil hitam:
- Menggunakan lensa kontak
- Menggunakan kaca mata afakia, kacamata tebal, berat dan tidak nyaman
Persiapan operasi :
Terlebih dahulu lakukan informed consent
1. Status oftalmologik
 Tidak dijumpai tanda-tanda infeksi
 TIO normal
 Saluran air mata lancar, periksa bilik mata depan dengan slit lamp.
 Fungsi retina
2. Keadaan umum/sistemik
 Pemeriksaan kesehatan Umum
 Hasil pemeriksaan laboratorium darah rutin, waktu pembekuan,
waktu perdarahan, kadar gula darah dalam batas normal
 Tidak dijumpai batuk produktif
 Pada penderita DM atau hipertensi, keadaan penyakit tersebut harus
terkontrol.
Setelah itu pemberian antibiotic topical, menurunkan tekanan
bola mata, menjaga pupil tetap dilatasi.

Perawatan pasca operasi :


1. Mata dibebat
2. Diberikan tetes antibiotika dengan kombinasi antiinflamasi
3. Tidak boleh mengangkat benda berat, menggosok mata, berbaring di sisi
mata yang baru dioperasi, dan mengejan keras.
4. Kontrol teratur untuk evaluasi luka operasi dan komplikasi setelah operasi.
5. Bila tanpa pemasangan IOL, maka mata yang tidak mempunyai lensa lagi
(afakia) visusnya 1/60, sehingga perlu dikoreksi dengan lensa S+10D

26
untuk melihat jauh. Koreksi ini diberikan 3 bulan pasca operasi.
Sedangkan untuk melihat dekat perlu diberikan kacamata S+3D.

3.10 Komplikasi
1. Komplikasi Preoperatif
- Kecemasan dapat diberikan obat anxiolitik seperti diazepam 2-5 mg
sesaat sebelum tidur
- Mual dan gastritis, dapat menderita karena obat yang diberikan
sebelum tindakan operasi seperti acetazolamide, glycerol serhingga
dapat diberikan antasida untuk meredakan gejalanya
- Konjungtivitis iritan atau alergi, terjadi karena obat topical antibiotic
yang diberikan sebelum tindakan operasi sehingga operasi harus
ditunda hingga 2 hari dan dilakukan penghentikan obat itu.
- Abrasi kornea, karena Pengukuran tonometry yang salah, sehingga
perlu diberikan antibiotic ointment dan tindakan ditunda selama 2 hari

2. Komplikasi karena anestesi local


- Pendarahan retrobulbar karena blok pada retrobulbar sehingga harus
diberikan pilokarpin 2% dan tindakan ditunda selama 1 minggu
- Oculocardiac reflek dimana terjadi bradikardi dan aritmia karena
adanya blok retrobulbar dapat diberikan atropine intravena
- Perdarahan subkonjungtiva kadang terjadi namun tidak perlu tindakan
lebih lanjut
- Dislokasi dari lensa secara spontan terutama pasien dengan zonule
yang lemah dan telah degenerasi terutama pada katarak hipermatur.

3. Komplikasi tindakan pembedahan


- Intra operatif
o edema kornea, COA dangkal, rupture kapsula posterior,
perdarahan / efusi suprakoroid, perdarahan suprakoroid

27
ekspulsif, disrupsi vitreus, injuri pada iris/iridodialisis, jatuhnya
nucleus ke rongga vitreus.
- Pasca operatif
o Hypnema
o COA dangkal
o Hilangnya vitreous. Jika kapsul posterior mengalami kerusakan
selama operasi maka gel vitreous dapat masuk ke dalam bilik
anterior, yang merupakan resikoterjadinya glaucoma atau traksi
pada retina. Keadaan ini membutuhkan pengangkatan dengan
satu instrument yang mengaspirasi dan mengeksisi gel
(virektomi). Pemasanagan lensa intraocular sesegera mungkin
tidak bias dilakukan pada kondisi ini.
o Prolaps iris. Iris dapat mengalami protrusi melalui insisi bedah
pada periode pasca operasi dini. Terlihat sebagai daerah
berwarna gelap pada lokasi insisi. Pupil mengalami distorsi.
Keadaan ini membutuhkan perbaikan segera dengan
pembedahan.
o Endoftalmitis. Komplikasi infeksi ekstraksi katarak yang serius,
namun jarang terjadi.
o Glaucoma karena aphakia dan pseudoaphakia.

4. Komplikasi pemasangan IOL

- Cystoid macular edema, kerusakan epitel pada kornea, uveitis, dan


glaucoma sekunder
- Malposisi dari IOL
- Sunset syndrome (subluksasi inferior dari IOL)
- Sunrise syndrome (subluksasi superior dari IOL)
- Lost Lens Syndrome (dislokasi IOL ke vitreus cavity)

3.11 Prognosis

28
Jika tanpa penyakit mata lain sebelumnya yang mempengaruhi hasil secara
signifikan seperti degenerasi macula atau atrofi saraf optic, standar ECCE yang
behasil tanpa komplikasi atau fakoemulsifikasi memberikan prognosis yang
sangat menjanjikan, mencapai sekurang-kurangnya 2 baris snellen chart. Jika ada
faktor resiko seperti diabetes mellitus dan retinopati diabetic akan memperburuk
prognosis.

BAB III
ANALISA KASUS

a. Hubungan diagnosis dengan keadaan rumah dan lingkungan sekitar

29
Berdasarkan hasil pengamatan mengenai keadaan rumah pasien, dapat
disimpulkan bahwa keadaan/kondisi rumah pasien tidak mempengaruhi atau
memperberat penyakit yang diderita oleh pasien saat ini.
Hubungan diagnosis dengan lingkungan sekitar pada kasus ini, diagnosis
penyakit pada pasien ini tidak ada pengaruhnya terhadap lingkungan
disekitarnya, karena penyakit pasien ini bukan merupakan penyakit berbasis
lingkungan.

b. Hubungan diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan dalam


keluarga
Dari hasil lingkungan keluarga dan hubungan keluarga yang baik dan
harmonis dapat disimpulkan bahwa penyakit yang diderita pasien tidak
berhubungan dengan keadaan lingkungan keluarga dan hubungan keluarga.

c. Hubungan diagnosis dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan


lingkungan sekitar
Derajat kesehatan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
perilaku kesehatan dan lingkungan di sekitar tempat tinggal kita. Diantara
faktor – faktor tersebut pengaruh perilaku terhadap status kesehatan, baik
kesehatan individu maupun keluarga sangatlah besar.
Pada pasien ini perilaku kesehatan keluarganya cukup baik begitu juga
lingkungan sekitar yang baik. Sehingga tidak ada hubungan antara diagnosis
penyakit dengan perilaku kesehatan dan lingkungan sekitar.

d. Analisis kemungkinan berbagai faktor risiko atau etiologi penyakit pada


pasien ini
Dan dari hasil anamesis dan pemeriksaan fisik didapatkan bahwa
kemungkinan terbesar penyebab dari penyakit pasien adalah karena proses
penuaan dan faktor hipertensi.

30
e. Analisis untuk mengurangi paparan atau memutus rantai penularan
dengan faktor risiko atau etiologi pada pasien ini
 Mengkonsumsi makan makanan yang sehat dan bergizi terutama
makanan yang banyak mengandung antioksidan seperti buah dan
sayuran. Namun, karena penyakit ini salah satu penyebabnya adalah
proses penuaan sehingga terkadang tidak dapat dihindari ( factor yang
tidak dapat dimodifikasi ).

f. Edukasi yang diberikan pada pasien atau keluarga


 Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga bahwa pasien
menderita katarak senilis, dimana penyakit ini berhubungan dengan usia
serta proses penuaan yang terjadi di dalam lensa.
 Memberikan edukasi bahwa terapi dari katarak senilis adalah operasi,
tujuan operasi untuk mengangkat lensa mata yang keruh dan di ganti
dengan lensa mata buatan untuk mencegah penurunan tajam penglihatan.
 Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang tindakan operasi yang
dilakukan pada katarak senilis dimana memiliki resiko post operasi serta
membutuhkan perawatan tertentu post operasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Tsai, James C. Oxford American Handbook of Ophtalmology. New York:


Oxford University Press;2011. P 228-230, 625.

31
2. K. Gerhard Lang, E. Gabriele Lang. Ophthalmology A Text Book Atlas.
New York: Thieme Stuttgart; 2006. P 169-174.
3. Crick RP, Khaw PT. A Textbook of Clinical Ophtalmology. 3rd Edition.
Singapore. World Scientific;2007. P 35, 94.
4. Ilyas S. Penglihatan Turun Perlahan Tanpa Mata Merah. Dalam : Ilmu
Penyakit Mata. Jakarta: Balai penerbit FK UI, 1998
5. Vaughan DG, Taylor A, Paul R. Oftalmologi umum edisi 14. Jakarta :
Widya Medika, 2000
6. Wijana, Nana. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta, Fakultas Kedokteran Unika
Atma Jaya. 1993.
7. Rumah Sakit Mata ‘Bersayap’ Hinggap di Indonesia. Faculty of Medicine
Airlangga University [serial online] 2013. Avalaible from:
www.fk.unair.ac.id/news/focus/rumah-sakit-mata-bersayap-hinggap-di-
indonesia
8. Suhardjo, Hartono. Ilmu Kesehatan Mata. Jogjakarta: Universitas Gajah
Mada. 2007.
9. Bobrow JC, Mark HB, David B et al. Section 11: Lens and Cataract.
Singapore : American Academy of Ophthalmology, 2008.

LAMPIRAN

32
33
34

Anda mungkin juga menyukai