Anda di halaman 1dari 21

BAB I

STATUS PASIEN

I. PASIEN
1. Identitas Pasien
a. Nama/Kelamin/Umur : Ny.T/PEREMPUAN/64 th
b. Pekerjaan/Pendidikan : Tidak bekerja/SMA
c. Alamat : RT 12 Pakuan Baru
2. Latar Belakang Sosial-Ekonomi-Demografi-Lingkungan Keluarga
a. Status Perkawinan : Telah menikah
b. Jumlah Anak : 4 orang
c. Status Ekonomi Keluarga : Cukup
d. Kondisi Rumah :
Pasien tinggal dirumah permanen 5 orang. Rumah terdiri dari
1 ruang tamu, 3 kamar tidur, 1 dapur dan 1 kamar mandi. Lantai
rumah terbuat dari semen, atap genteng dan dinding batu. Pintu
masuk terdapat di depan disertai jendela. Pencahayaan rumah saat
malam menggunakan listrik PLN dan sumber air berasal dari PDAM.
Rumah terkesan rapih namun kurang ventilasi dan pencahayaan.
e. Kondisi Lingkungan di sekitar Rumah
Lingkungan di sekitar rumah merupakan lingkungan yang padat
penduduk dengan perumahan yang saling berdempet satu sama lain,
kurang pajanan sinar matahari namun terdapat sejumlah saluran
pembuangan air yang berfungsi baik. Lingkungan sekitar terkesan
kurang rapih dan lembab.
3. Aspek Prilaku dan Psikologis di Keluarga
Pasien merupakan seorang istri yang sehari-hari sebagai ibu rumah
tangga, hidup tinggal bersama dengan seorang suami yang sudah pension
dan anak, menantu dan cucu. Menurut pasien hubungan antar anggota
keluarga cukup harmonis. Hubungan dengan tetangga juga tidak ada
masalah.

1
4. Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan gatal-gatal yang memberat pada 1
hari sebelum datang ke Puskesmas Pakuan Baru.

5. Riwayat Penyakit sekarang :

Pasien datang dengan keluhan terasa gatal pada lutut kiri yang
dialami terus- menerus. Keluhan ini sudah dialami lebih dari 1 tahun
yang lalu. Pasien mengeluhkan awalnya timbul benjolan-benjolan di
lutut yang terasa gatal sekali hingga pasien menggaruk hingga
benjolan tersebut pecah dan mengeluarkan cairan, bekas luka garukan
membekas pada lutut pasien.

6. Riwayat penyakit dahulu


 Riwayat hipertensi (-)
 Riwayat DM (-)
 Riwayat kolesterol tinggi (-)

4. Riwayat penyakit dalam keluarga


 Riwayat keluhan serupa (-)
 Riwayat hipertensi (-)
 Riwayat DM (-)
 Riwayat kolesterol tinggi (-)

7. Riwayat makan, alergi, obat-obatan, perilaku kesehatan :


 Alergi obat-obatan (-), alergi makanan (+) seafood.
 Dalam pola makannya, pasien mengaku memang jarang konsumsi
buah dan sayur serta lebih banyak konsumsi makanan poko seperti
nasi, dan lauk pauk yang digoreng.
 Konsumsi alkohol (-)

2
 Pasien sejak muda jarang sekali berolahraga.
 Pasien memiliki kebersihan diri yang cukup baik.

8. Pemeriksaan Fisik
 Keadaan Umum : Baik
 Kesadaran : Compos mentis
 Tanda vital
o TD : 130/90 mmHg
o Nadi : 87 x/I, regular, pulsasi cukup
o Pernafasan : 22 x/i, cepat dangkal.
o Suhu : 36,7 ºC
 BB/TB : 62 kg/157 cm IMT: 25.2 (Overweight)
 Kepala : Normocepal
 Mata : CA (-), SI (-), Isokor, RC (+/+), edem palpebrae(-)
 Telinga : Nyeri tekan tragus(-), nyeri tarik auricula(-) sekret
(-)
 Hidung : Deformitas(-), napas cuping hidung (-), sekret (-)
 Mulut : Bibir kering (-), sianosis (-)
 Tenggorok : Tonsil T1/T1, hiperemis(-),
 Leher : Pemb. KGB (-), Pemb. tiroid (-),otot bantu
nafas(-),
 Thorak : Bentuk dbn, deformitas (-), spider naevi (-)
 Pulmo : vesikuler (+/+), ronki (-), wheezing (-).
 Cor : BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-).
 Abdomen : Soepel, Nyeri tekan (-), BU (+) N.

Ekstrimitas
Superior : akral hangat, CRT<2s, sianosis (-/-), edema (-/-)
Inferior : akral hangat, CRT<2s, sianosis (-/-), edema (-/-)

3
Status Lokalisata
Efluoresensi: Regio genu sinistra
tampak plaque soliter berwarna putih
dengan diameter antara 2-3 cm,
likenifikasi soliter unilateral, batas tegas,
daerah sekitar lesi tidak ada kelainan.

9. Pemeriksaan Penunjang
Darah Rutin
WBC : 7.400 sel/mm3 darah
RBC : 4.73 juta sel/mm3 darah GDS : 142 g/dL
PLT : 216.000 sel/mm3 darah
HGB : 12.8 g/dl
HCT : 40.7
10. Usulan Pemeriksaan
Lampu wood Histopatologi
KOH
11. Diagnosis Kerja : Liken Planus (L.43.9)
12. Diagnosis Banding
- Liken simplek kronik (L28.0)
- Psoriasis (L.40)
- Tinea Corporis (B35.4)
- Prurigo (L.28.2)
13. Manajemen
Promotif :
a. Menjelaskan kepada pasien tentang kemungkinan penyakit Liken Planus
yang dideritanya dan pengobatan hanya mengurangi gejala, bercak yang
ada tidak akan sembuh sempurna.

4
b. Menjelaskan kepada pasien bahwa bercak akan terasa gatal dan bila gatal
pasien disarankan mengolesinya dengan salep yang diberikan.
c. Menyarankan pasien untuk menghindari makanan yang memicu timbulnya
gatal
d. Menyarankan pasien untuk menggunakan obat sesuai aturan dan
melakukan kunjungan lagi ke dokter untuk mengevaluasi hasil terapi.

Preventif
 Hindari makanan yang memicu gatal.
 Hindari aktivitasi berlebihan dan begadang.
 Jangan lupa selalu menjaga kebersihan tubuh.
 Jangan menggaruk apabila gatal timbul.
e. Kuratif :
Non Farmakologi
 Tirah Baring
 Olahraga ringan setiap minggu
Farmakologi :
- Cetirizine 1x10mg
- Hidrokortison zalf
- Dexamethasone 3x0.5mg

Obat Tradisional
Lidah buaya

5
Berkat sifat antibakteri, antijamur, anti-inflamasi dan emolien, obat gatal kulit ini
sangat baik untuk mengobati sejumlah penyakit kulit termasuk ruam yang juga
menenangkan kulit.

Rehabilitatif
 Menaati nasihat dokter dan minum obat sesuai anjuran dokter
 Melakukan kontrol rutin ke Puskesmas
 Mengambil obat rutin ke Puskesmas
PUSKESMAS PAKUAN BARU PUSKESMAS PAKUAN BARU
JAMBI, SEPT 2019 JAMBI, SEPT 2019
DOKTER : DOKTER :
POLI : DEWASA POLI : DEWASA

Pro : Pro :
Usia : Usia :

6
PUSKESMAS PAKUAN BARU PUSKESMAS PAKUAN BARU
JAMBI, SEPT 2019 JAMBI, SEPT 2019
DOKTER : DOKTER :
POLI : DEWASA POLI : DEWASA

Pro : Pro :
Usia : Usia :

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFENISI
Liken planus (LP) pertama kali dijelaskan oleh Erasmus Wilson pada
tahun 1869. Liken planus diklasifikasikan sebagai penyakit papuloskuamosa;
walaupun gejala yang menonjol adalah bersisik tetapi tidak sama dengan psoriasis
dan penyakit kulit lainnya yang termasuk dalam kategori ini.
Liken planus merupakan suatu kesatuan yang khusus dengan bentuk papul
lichenoid yang menunjukkan warna dan morfologi yang khusus, berkembang di
lokasi yang khas, dan pola perkembangan karakteristik yang nyata. 4P : purple,
pruritic, polygonal dan papule, adalah gejala klinis yang dapat dicari untuk
membantu menegakkan diagnosis liken planus.

II. EPIDEMIOLOGI
Distribusi liken planus ditemukan di seluruh dunia. Prevalensi dan
insidensi pasti untuk kasus ini belum diketahui, namun diperkirakan jumlahnya
1% dari total populasi dunia. Di Amerika Serikat, kasus liken planus mencapai
0,44% dari seluruh penduduk. Liken planus tidak memiliki predisposisi yang kuat
untuk setiap jenis kelamin. Beberapa penulis menemukan 60% kasus terjadi pada
wanita, dengan bentuk inflamasi dan deskuamasi vaginitis. Predominan terjadi
pada orang dewasa di usia 30-60 tahun, bagaimanapun sebetulnya penyakit ini
dapat menyerang segala usia.
Liken planus tidak memiliki kecenderungan untuk menjadi suatu
keganasan, namun lesi ulseratif di mulut, terutama pada pria, memiliki
kemungkinan yang lebih besar untuk berlanjut menjadi ganas. Meskipun begitu,
insidensi transformasi ini kecil, yakni kurang dari 2% kasus. Lesi di vulva pada
penderita wanita juga dapat berkembang menjadi karsinoma sel skuamosa.

III. ETIOPATOGENESIS
Sistem imunitas spesifik, terutama selular, memiliki peran penting dalam
memicu terjadinya penyakit liken planus. CD4 dan CD8 dapat ditemukan pada

8
lesi-lesi kulit. Akumulasi sel CD8 pada kulit menentukan progresivitas penyakit
yang diderita; semakin banyak CD8 yang ditemukan maka akan semakin berat
penyakitnya. Sel-sel ini kemudian akan memicu reseptor-reseptor lain di kulit dan
akan berakhir pada suatu proses yang diyakini menjadi dasar dari setiap
perubahan yang terjadi pada kulit yakni apoptosis.
Ada tiga proses yang terjadi sampai akhirnya menjadi apoptosis, yakni
pengenalan antigen, aktivasi limfosit, dan apoptosis keratinosit. Perjalanan
penyakit dimulai dari pengenalan antigen spesifik liken planus oleh sel CD8 di
tempat lesi. Antigen liken planus belum diketahui. Beberapa pendapat
menyebutkan antigen ini adalah suatu protein autoreaktif yang dapat memicu
proses autoimun tubuh, namun ada juga yang menyebutkan bahwa antigen ini
menyerupai antigen eksogen seperti virus, bakteri, dan lain-lain. Selanjutnya,
sistem imunitas innate menjadi terstimulasi, dan memacu sekresi beberapa
interleukin, interferon dan TNF1. Setelah pengenalan antigen, sel CD8 menjadi
teraktivasi, dan kemudian melepaskan sitokin dan kemokin yang menyebabkan
terjadinya konsentrasi limfosit di tempat lesi. Limfosit-limfosit ini selanjutnya
akan terus berada di tempat tersebut. Rangkaian proses ini akan berakhir dengan
apoptosis keratinosit, yang mekanisme pastinya belum diketahui. Diduga adanya
gangguan pada membrane basal kulit dapat menyebabkan apoptosis.
Liken planus dihubungkan dengan reaksi alergi atau reaksi kekebalan,
faktor resikonya termasuk radioterapi, bahan yang dicelup, dan substansi bahan
kimia (emas, antibiotik, arsenik, iodida, kloroquin, quinarine, quinide,
phenothiazine, dan diuretik).

IV. GAMBARAN KLINIS


Liken planus dimulai dengan adanya makula eritema dan papul keunguan
selama beberapa minggu. Dalam waktu yang singkat, kadang-kadang berkembang
lesi yang multipel secara cepat dengan penyebaran awal hanya beberapa papul.
Tanda liken planus hanya ditemukan pada kulit dan membran mukosa. Morfologi
lesinya berupa, kecil, flat-miring, poligonal, papul yang mengkilat, dengan
frekuensi yang sering, tapi tidak selalu ada.

9
Lesi liken planus biasanya didistribusikan secara simetris dan bilateral
pada ekstremitas. Liken planus predileksinya meliputi daerah fleksura pada
pergelangan tangan, lengan, dan pergelangan kaki, paha, punggung bawah, leher
dan penyebaran bertambah di membran mukosa mulut dan genitalia. Retikulum
halus berwarna putih dengan lesi berupa sisik pada permukaan kulit, sehingga
terlihat seperti garis-garis putih, dikenal sebagai Wickham’s striae, tanda
patognomonik liken planus yang mungkin tidak jelas pada anak-anak. Pada
umumnya banyak variasi secara klinik penyakit liken planus yang dikategorikan
menurut: (1) bentuk lesi, (2) morfologi yang terlihat, atau (3) lokasi.
1. Bentuk Lesi
• Bentuk Anuler
o Bentuk lesi ini terdapat di punggung dan lebih sering ditemukan di penis
serta skrotum.
o Kira-kira ditemukan pada 10% penderita liken planus.
o Umumnya papula membentuk gambaran cincin.

o Bentuk lain dari anuler liken planus terjadi ketika lesi membesar dengan
diameter 2 sampai 3 cm dan mengalami hiperpigmentasi.
• Bentuk Linear
o Papul dapat membentuk konfigurasi linear sebagai bentuk sekunder
terhadap trauma, atau pada kasus yang sangat jarang, sebagai erupsi spontan dan
terisolasi.
o Biasanya terjadi pada ekstremitas.
2. Morfologi Lesi
• Erosi dan Ulserasi
Bentuk ini menunjukkan lesi-lesi yang erosif, yang kemudian menjadi ulkus pada
selaput lendir yang telah terkena.
• Atropik
Bentuk ini jarang terdapat, tetapi pernah dilaporkan bersama dengan bentuk
folikuler, vesikulo bulosa, atau hipertrofik.
• Liken Planus hipertrofik

10
Variasi ini biasanya terbentuk di ekstremitas, terutama di daerah inguinal
dan persendian jari, dan merupakan bentuk yang paling terasa gatal. Lesi
berwarna keunguan atau merah kecoklatan, lebih tebal dan lebih tinggi dari
sekitarnya, dan hiperkeratosis. Saat penyembuhan biasanya meninggalkan bekas
berupa jaringan parut atau daerah hiper/hipopigmentasi.
• Liken Planus Folikular (Liken planopilaris)
Lesi folikuler merupakan bagian dari liken planus tipikal, tetapi kadang-
kadang menonjol dan sulit untuk didiagnosis. Sementara mayoritas, papulnya
datar, lesinya berkelompok seperti duri dan berkembang disekitar folikel rambut
(liken plano-pilaris).
Lesi folikuler terdapat di kulit kepala yang bersisik dan terlihat seperti
bekas luka pada alopesia.
• Liken planus pigmentosus
Merupakan pigmen kronik yang difus atau retikulasi hiperpigmen dengan
makula yang berwarna coklat tua pada daerah yang sering terkena paparan sinar
matahari seperti wajah, leher dan daerah lipatan lainnya.
• Liken planus vesiko-bulosa
Vesikel dan bula pada penyakit ini pasti ada, kadang-kadang menonjol
secara bersamaan sehingga sulit untuk didiagnosis. Liken planus bullosa
merupakan variasi yang jarang sehingga berkembang menjadi lesi berupa vesikel
dan bula pada penyakit liken planus.
• Liken planus aktinik
Nama lain variasi ini adalah liken planus subtropik, liken planus tropik,
erupsi likenoid aktinik, liken planus aktinikus, liken planus anuler atropi, dan
likenoid melanodermatosis.
3. Lokasi lesi
• Liken planus pada kulit kepala
Secara klinik maupun histologi liken planopilaris atau liken planus
folikuler menyerang kulit kepala. Pada kulit kepala secara tipikal terlihat seperti
gabungan papul keratotik yang folikuler.
• Liken planus pada kuku.

11
Permukaan kuku yang menipis merupakan karakteristik dari kuku yang
abnormal, ridging longitudinal dan adanya retakan/celah. Dasar kuku mengalami
perubahan, akan tetapi non spesifik seperti kuning karena adanya kerusakan pada
warna kuku, onikolisis dan hiperkeratosis subungual.
• Liken planus pada telapak tangan dan tumit.
Karakteristik bentuk lesi yang terdapat pada telapak tangan dan tumit serta adanya
lesi perubahan warna di tempat lain. Bentuknya terdiri dari papul atau nodul dan
lebih aktif di bagian pinggir daripada di tengah.
• Liken planus pada mukosa.
Liken planus menyerang selaput di mulut, vagina, esofagus, konjungtiva,
uretra, hidung dan laring. Ciri utamanya adalah eritem dan erosi pada lidah ;
kadang-kadang ada plak putih dengan rasa nyeri dan tidak nyaman. Deskuamasi
dan erosi pada vulva dan vagina disertai dengan rasa nyeri terbakar, dispareunia.
Adapun reaksi lain yang terdapat pada penyakit liken planus adalah:
• Lupus Erythematosus Overlap Syndrome
Pasien dengan reaksi ini didapatkan adanya lesi atropik DLE (Discoid
Lupus Erythematosus) di kepala, leher dan badan serta memiliki plak putih
terlihat seperti renda pada mukosa oral. Â Likenoid atau papul verukos dan plak
dapat ditemukan pada kulit non mukosa.
• Graft-versus-host disease
Chronic Graft Versus Host Disease (GVHD), terjadi 100 hari setelah
transplantasi sumsum tulang, dapat timbul sebagai erupsi likenoid yang secara
klinis. Karakteristik yang terlihat berupa papul dengan warna keunguan pada
ekstremitas distal. Lesi ini biasanya tidak gatal. Keterlibatan mukosa oral dengan
makula berwarna putih yang disusun dengan pola fine lace-like; erosi dan ulserasi
mungkin juga ada. Reaksi lainnya adalah liken planus pemfigoid, likenoid
keratosis kronik (penyakit Nekam), liken planus dan transformasi maligna,
keratosis likenoid, dermatitis likenoid.

12
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Belum ada analisis pemeriksaan yang spesifik untuk membantu
menegakkan diagnosis liken planus. Jumlah limfosit dan sel darah putih pada
pemeriksaan darah dapat menurun, karena adanya pengaruh dari aktivitas sitokin
di jaringan kulit. Pada pemeriksaan histopatologi, di epidermis terlihat perubahan
berupa hiperkeratosis, akantosis tak teratur, penebalan stratum granulosum
setempat, degenerasi mencair membran basalis, dan hilangnya stratum basalis.
Striae Wickham mungkin ada hubungan dengan bertambahnya aktivitas fokal
liken planus dan tidak karena penebalan lapisan granular. Bentuk bula pada liken
planus sangat jarang terjadi, paling menonjol antara lamina basal dan kerotinosis
pada sitomembran basal.

VI. DIAGNOSIS
Diagnosis liken planus ditegakkan berdasarkan:
A. Anamnesis : adanya keluhan mengenai adanya perubahan pada kulit,
seringkali berbentuk papul eritematosa, dan disertai rasa gatal.
B. Pemeriksaan fisik : ditemukan lesi pada tubuh pasien. Perlu
diperhatikan bentuk, morfologi, dan tempat beradanya lesi tersebut.
C. Pemeriksaan penunjang : dapat dilakukan pemeriksaan darah rutin dan
pemeriksaan histopatologi.

VII. DIAGNOSIS BANDING


a. Lupus eritematosus
b. Liken nitidus
c. Psoriasis

VIII. PENGOBATAN
Penatalaksanaan liken planus dapat menjadi suatu hal yang sulit bagi
dokter dan pasien. Untuk menentukan jenis obat yang akan digunakan, perlu
dipertimbangkan beratnya penyakit yang dialami oleh pasien, juga segala

13
keuntungan dan efek samping yang akan muncul dengan penggunaan obat
tersebut.
Berikut adalah obat-obatan yang lazim digunakan sebagai terapi liken
planus.
• Steroid
Steroid topikal merupakan pilihan terapi lini pertama pada liken planus
mukosa. Keberagaman glukokortikoid topikal telah terlihat efektif. Pada beberapa
keadaan dimana iritasi sekunder dan inflamasi jaringan mulut muncul dan
berkorelasi dengan kolonisasi candida di mulut, serangkaian terapi antijamur
dapat diindikasikan. Glukokortikoid sistemik memperlihatkan keefektifan dalam
pengobatan liken planus erosif oral dan vulvovaginal. Dosis sistemik dapat
digunakan secara tunggal, atau, yang tersering, digabungkan dengan
kortikosteroid topikal. Dosisnya mulai 30-80 mg/hari, diturunkan setelah 3 sampai
6 minggu setelah menunjukkan perbaikan. Relaps sering terjadi setelah
pengurangan dosis atau penghentian obat. Dosis yang lebih besar selalu
diperlukan untuk liken planus esofageal. Candidiasis oral merupakan komplikasi
yang sering terjadi. Terapi topikal dan sistemik bisa digunakan untuk liken planus
di kulit, tetapi penggunaannya tergantung tingkat kroniknya penyakit, gejala-
gejalanya, dan respon terhadap pengobatan. Glukokortikoid topikal hanya
digunakan pada penyakit kulit tertentu. Glukokortikoid topikal yang poten dengan
atau tanpa oklusi, adalah bermanfaat bagi liken planus di kulit. Triamcinolon
asetonide (5-10 mg/roL) adalah efektif dalam mengobati liken planus di mulut
dan kulit. Bisa juga digunakan pada liken planus yang terjadi di kuku dengan
injeksi di lipatan proksimal kuku setiap 4 minggu. Regresi terjadi dalam 3-4
bulan. Untuk liken planus yang hipertrofi, konsentrasi glukokortikoid intralesi
yang lebih tinggi diperlukan (10-20 mg/ml). Observasi yng ketat diperlukan untuk
mengelak terjadinya komplikasi seperti atrofi atau hipopigmentasi pada tempat
tertentu. Jika adanya tanda-tanda komplikasi tersebut, pengobatan haruslah
diberhentikan segera. Glukokortikoid sistemik sangat berguna dan efektif dengan
penggunaan dosis lebih dari 20 mg/hari (30-80 mg prednisone) untuk 4-6 minggu
dengan dilanjutkan dosis yang dikurangi selama 4-6 minggu juga. Pengobatan lain

14
termasuklah prednisone 5-10 mg/hari selama 3-5 minggu. Gejala cenderung
berkurang. Bagaimanapun, kadar relaps selepas berhenti pemakaian obat tidak
diketahui. Pada liken planus tipe planopilaris, glukokortikoid topikal yang poten
dikombinasi dengan glukokortikoid oral, 30-40 mg/hari, selama sekurang-
kurangnya 3 bulan, berjaya mengurangi gejala. Namun, jika berhenti dari
pemakaian obat akan menyebabkan relaps. Efek jangka panjang bisa berisiko
komplikasi.
• Retinoid
Asam retinoid topikal (gel tretinoin) menunjukkan keefektifan dalam pengobatan
liken planus oral. Iritasi sering membuat pendekatan terapi pada lokasi ini menjadi
kurang bermakna. Isotretinoin gel juga efektif, terutama pada lesi oral non erosif.
Perbaikan biasanya dilaporkan setelah 2 bulan, walaupun rekurensi sering terjadi
setelah penghentian terapi. Retinoid topikal sering digunakan bersama
kortikosteroid topikal. Walaupun tidak ada bukti dalam uji klinis, terapi ini dapat
meningkatkan efisiensi dan mengurangi efek samping pengobatan. Etretinate oral
telah digunakan sebanyak 75mg/hari (0,6 sampai 1,0 mg/kgBB/hari) untuk liken
planus erosif oral dengan perbaikan yang signifikan pada sebagian besar pasien.
Relaps sering terjadi setelah penghentian pengobatan. Retinoid sistemik adalah
sebagai antiinflamasi dan digunakan sebagai terapi untuk liken planus. Remisi dan
perbaikan setelah pemakaian 30mg/hari asitretin selama 8 minggu. Tretinoin
digunakan sebanyak 10-30 mg/hari untuk perbaikan dan efek samping yang
ringan. Etretinat dosis rendah sebanyak 10-20 mg/hari selama 4-6 bulan bagus
untuk remisi pada liken planus di kulit, mulut. Respon yang cepat didapatkan
dengan penggunaan 75 mg/hari atretinat, tetapi efek samping dari retinoid berkait
erat dengan penggunaan dosis.
• Siklosporin, tacrolimus, dan pimecrolimus.
Penggunaan terapi siklosporin topikal 100mg/mL, 5mL 3 kali sehari menunjukkan
hasil yang memuaskan dalam pengobatan liken planus oral. Pencuci mulut
siklosporin topikal memperlihatkan keefektifan terhadap liken planus oral,
terutama untuk bentuk erosif yang berat, tetapi hasilnya tidak lebih baik dari
glukokortikoid topikal. Ketersediaan imunosupresan agen topikal alternatif,

15
tacrolimus dan pimecrolimus, berguna untuk mengganti siklosporin topikal.
Tacrolimus, golongan imunosupresan makrolide, yang menekan aktivasi sel T
pada penyakit mukosa erosif, memberikan penyembuhan yang cepat dari nyeri
dan rasa terbakar dengan efek samping minimal. Siklosporin oral diberikan dalam
rejimen dosis 3-10 mg/kgBB/hari telah digunakan untuk penyakit ulseratif berat.
• Lain-lain
Antijamur poliene, griseofulvin, telah digunakan secara empiris untuk terapi liken
planus oral dan kutaneus; bagaimanapun kurang begitu efektif. Antijamur yang
lebih baru (fluconazole, itraconazole) mungkin berguna dalam pengobatan liken
planus dengan pertumbuhan candida yang berlebihan, terutama yang bersamaan
pemberiannya dengan glukokortikod topikal. Pada sebuah studi,
hydroxychloroquine 200-400mg/hari selama minimal 6 minggu menghasilkan
penyembuhah sempurna liken planus oral. Perlu kehati- hatian dalam penggunaan
hydroxychloroquine karena antimalaria mungkin merupakan penginduksi liken
planus.
Extracorporeal Photochemotherapy (ECP) ECP yang dilakukan 2 kali
seminggu selama 3 minggu lalu diturunkan memberikan hasil terapi yang baik.
Pada sebuah studi, sebanyak 7 pasien yang diujicobakan memperlihatkan remisi
yang sempurna. Azathioprine, cyclophosphamide, dan mycophenolate mofetil
telah memperlihatkan keuntungan dalam pengobatan liken planus, tetapi uji klinis
secara acak menunjukkan hasil yang kurang baik. Penggunaan dikombinasi
dengan glukokortikoid oral untuk mempercepat respon.

IX. PROGNOSIS
Biasanya penyakit ini berlangsung 1-2 tahun sebelum akhirnya sembuh,
kecuali pada keadaan yang menyertai penyakit kronis. Durasi penyakit ditentukan
oleh luasnya area yang mengalami erupsi dan morfologi lesi. Erupsi yang terjadi
secara generalisata cenderung lebih cepat sembuh dibandingkan lesi kulit saja.
Kekambuhan penyakit berkisar antara 15-20% dan cenderung terjadi di tempat
yang sama dengan tempat awal terjadi penyakit.

16
BAB III
ANALISIS KASUS

Hubungan diagnosis dengan keadan rumah dan lingkungan sekitar


Pasien tinggal dirumah permanen 5 orang. Rumah terdiri dari 1 ruang
tamu, 3 kamar tidur, 1 dapur dan 1 kamar mandi. Lantai rumah terbuat dari
semen, atap genteng dan dinding batu. Pintu masuk terdapat di depan disertai
jendela. Pencahayaan rumah saat malam menggunakan listrik PLN dan sumber air
berasal dari PDAM. Rumah terkesan rapih namun kurang ventilasi dan
pencahayaan. Diagnosis penyakit pasien bukan penyakit berbasis lingkungan.
 Tidak terdapat hubungan diagnosa dengan keadaan rumah dan lingkungan
sekitar.

Hubungan diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan dalam


keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang mengeluh penyakit yang sama dengan
pasien. Hubungan antar keluarga harmonis. Tidak terdapat hubungan diagnosis
dengan keadaan keluarga dan hubungan keluarga.

Hubungan diagnosis dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan


lingkungan sekitar
Pasien sehari-hari aktivitas sebagai IRT. Pasien memiliki alergi makanan
laut. Dalam pola makannya, pasien mengaku memang jarang konsumsi buah dan
sayur serta lebih banyak konsumsi makanan pokok seperti nasi, dan lauk pauk
yang digoreng. Pasien sejak muda jarang sekali berolahraga. Pasien memiliki
kebersihan diri yang cukup baik.
Dari perilaku kesehatan pasien diatas adanya hubungan antara pola
perilaku kesehatan dengan diagnosis penyakit pasien.

17
Analisis faktor risiko atau etiologi penyakit pada pasien
Pasien merupakan seorang perempuan. Dari hasil pemeriksaan yang
dilakukan bahwa factor resiko atau etilogi penyakit pasien adalah ada nya riwayat
alergi yang tidak ditangani dengan tepat, serta konsumsi makanan yang tidak
seimbang dan tidak sehat, kurangnya olahraga yang dilakukan sejak usia muda.

Analisis untuk mengurangi paparan


Untuk mengurangi paparan terutama hindari paparan yang menyebabkan
gatal pada tubuh, olahraga ringan secara rutin, konsumsi buah dan sayur sebagai
antioksidan, serta menjaga kebersihan diri dan lingkungan sekitar.

Edukasi yang diberikan pada pasien atau keluarga


a. Menjelaskan kepada pasien tentang kemungkinan penyakit Liken Planus
yang dideritanya dan pengobatan hanya mengurangi gejala, bercak yang
ada tidak akan sembuh sempurna.
b. Menjelaskan kepada pasien bahwa bercak akan terasa gatal dan bila gatal
pasien disarankan mengolesinya dengan salep yang diberikan.
c. Menyarankan pasien untuk menghindari makanan yang memicu timbulnya
gatal.
d. Menyarankan pasien untuk menggunakan obat sesuai aturan dan
melakukan kunjungan lagi ke dokter untuk mengevaluasi hasil terapi.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Daoud M S, Pittelkow M R. Lichen Planus, in : Freedberg I.M, Eisen


A.Z, Wolff K, Austen K.F, Goldsmith L.A, Katz S.I, Fitzpatrick T.B,
eds. Dermatology in General Medicine Eighth Edition, Part 1; Vol. 1. P.
296-312.
2. Chuang T. Lichen Planus. 2013. [cited 2014 Jan 26]. Available from :
http://www.emedicine.medscape.com
3. Cleach L L, Chosidow O. Lichen Planus. [cited 2014 Jan 24]. N Engl J
Med 2012; 366:723-732.
4. Available from :http://www.nejm.org
5. Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FKUI;2009.
6. Katta R. Lichen Planus. [cited 2014 Jan 24]. Am Fam Physician. 2000 Jun
1;61(11):3319-3324.
7. Available from :http://www.aafp.org
8. Cole G W. Lichen Planus. 2013. [cited 2014 Jan 26]. Available from:
http://www.medicinenet.com Berman K. Lichen Planus. [cited 2014 Jan
26]. Atlanta;U.S. National Library of Medicine NIH
9. (National Institutes of Health);2008. Available from :
http://www.nlm.nih.gov
10. Solomon L M, Ehrlich D, Zubkov B. Lichen Planus and Lichen Nitidus,
in : John Harper, Arnold Oranje, Neil Prose, editors. Textbook of
Pediatric Dermatology Volume I, Second Edition. Oxford ; Blackwell
Publishing; 2006. P. 801-10.
11. Higgins E, Vivier A d. Lichen Planus. Skin Disease in Childhood and
Adolescence. Blackwell Science;1996. P.65-66.
12. BS Sahni. Lichen Planus [Serial on the internet]. Homoeopathy Clinic
[Cited 2011-01-15]. Available from :
http://www.homoeopathyclinic.com/articles/diseases/skin/Lichen_Planus

19
.pdf
13. Serrão V.V, Organ V , Pereira L, Vale E , Correia S. Annular
lichen planus in association with Crohn disease. Dermatology
Online Journal Volume 14 Number 9 [Serial On the Internet].
Lisbon;2008; September [Cited 2011-01-15] 13

20
LAMPIRAN

21

Anda mungkin juga menyukai