STATUS PASIEN
1. Identitas Pasien
a. Nama/Kelamin/umur : Ny.R/Perempuan/36 Tahun
b. Pekerjaan : IRT
c. Alamat : RT 12 Pakuan Baru
1
asien datang ke PKM Pakuan Baru dengan keluhan batuk sejak 3
hari lalu. Batuk dirasakan terus-menerus. Batuk disertai dahak berwarna
kuning, darah (-). Pilek disertai bersin dan hidung tersumbat (+), nyeri
menelan (-). Keluhan disertai demam dan nyeri kepala serta penurunan
nafsu makan. Penurunan berat badan (-). BAB dan BAK seperti biasanya.
demam dan nyeri kepala.
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
a. Keadaan sakit : tampak sakit ringan
b. Kesadaran : kompos mentis
c. Suhu : 38.3oC
d. Nadi : 103 x/menit
e. Pernapasan : 22 x/menit
f. Berat badan : 45 kg
g. Tinggi badan : 155 cm
h. Status gizi : IMT=18.75 (cukup)
Pemeriksaan organ
a. Kepala bentuk : normocephal
Ekspresi : biasa
Simetris : simetris
2
b. Mata : tidak ada kelainan
c. Hidung : sekret (+) berwarna bening, benjolan (-)
d. Telinga : tidak ada kelainan
e. Mulut : Mukosa hiperemis, T1-T1 non hiperemis
f. Leher : pembesaran KGB dan tiroid (-)
g. Toraks : Bentuk simetris, retraksi (-)
Pergerakan dinding dada : tidak ada yang tertinggal
Jantung
Auskultasi : suara normal jantung reguler, gallop (-),
murmur (-)
Paru
Auskultasi : suara napas vesikular kanan dan kiri, ronki
(-), wheezing (-)
h. Abdomen :
Auskultasi : bising usus (+) normal,
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi : timpani.
Ekstremitas : tidak ada kelainan.
5. Pemeriksaan laboratorium :
Darah rutin
WBC : 14.4
RBC : 4.06
HGB : 12.1
HCT : 36.9
PLT : 424
6. Pemeriksaan anjuran :
- Pemeriksaan sputum
- Rontgen thorax
7. Diagnosis kerja :
3
ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) (J.06.9)
8. Diagnosis banding :
Pneumonia (J.18.9)
Asma (J.45)
9. Manajemen
a. Promotif
1. Memberikan penjelasan dan komunikasi perihal ISPA bahwa
ISPA adalah penyakit yang dapat menular melalui air ludah,
udara dan menjelaskan apa yang menyebabkan terjadinya
ISPA.
2. Memberikan penjelasan bahwa ISPA dapat sembuh.
3. Jika batuk, pilek, dan demam anak semakin parah, segera
hubungi pusat pelayanan kesehatan.
b. Preventif
1. Hindarin paparan debu dan asap
2. Jangan batuk sembarangan
3. Hindari minuman dan makanan terlalu dingin
c. Kuratif
1. Nonfarmakologi
Istirahat minimal 8 jam perhari
Meningkatkan asupan makanan bergizi
Bila demam beri kompres dan banyak minum
Bila hidung tersumbat karena pilek, bersihkan lubang
hidung menggunakan sapu tangan yang bersih
2. Farmakologi
Ambroxol 3x1 tab
PCT 3x1 tab
Dexamethasone 3x1 tab
Cefadroxil 2x1 tab
4
3. Obat tradisional
Sambiloto : Rebus daun sambiloto hingga mendidih.
Kemudian minum air rebusan tersebut.
d. Rehabilitasi
Pasien disarankan untuk kontrol ulang ke puskesmas jika
tidak terdapat perubahan.
Meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi
makanan yang bergizi ataupun mengkonsumsi
multivitamin.
Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan
5
PUSKESMAS PAKUAN BARU PUSKESMAS PAKUAN BARU
JAMBI, SEPT 2019 JAMBI, SEPT 2019
DOKTER : dr. SAHLIAN DOKTER :
POLI : DEWASA POLI : DEWASA
Pro : Pro :
Usia : Usia :
Pro : Pro :
Usia : Usia :
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan Infeksi akut yang
menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran napas yang berlangsung
hingga 14 hari mulai dari hidung sampai alveoli termasuk adneksanya (sinus,
rongga telinga tengah, pleura).1 ISPA dapat menimbulkan berbagai spektrum
penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan sampai
penyakit yang parah dan mematikan, tergantung pada patogen penyebabnya,
faktor lingkungan, dan faktor pejamu.
2.2 Epidemiologi
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang sering
terjadi pada anak. Insidens menurut kelompok umur Balita diperkirakan 0,29
episode per anak/tahun di negara berkembang dan 0,05 episode per anak/tahun di
negara maju. Ini menunjukkan bahwa terdapat 156 juta episode baru di dunia per
tahun dimana 151 juta episode (96,7%) terjadi di negara berkembang. Kasus
terbanyak terjadi di India (43 juta), China (21 juta) dan Pakistan (10juta) dan
Bangladesh, Indonesia, Nigeria masing-masing 6 juta episode. Dari semua kasus
yang terjadi di masyarakat, 7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah
sakit. Episode batuk-pilek pada Balita di Indonesia diperkirakan 2-3 kali per tahun
(Rudan et al Bulletin WHO 2008). ISPA merupakan salah satu penyebab utama
kunjungan pasien di Puskesmas (40%-60%) dan rumah sakit (15%-30%).1)
2.3 Etiologi
Mayoritas penyebab ISPA adalah oleh virus, dengan frekuensi lebih dari
90% untuk ISPA bagian atas, sedangkan untuk ISPA bagian bawah frekuensinya
lebih kecil. Dalam Harrison’s Principle of Internal Medicine disebutkan bahwa
penyakit infeksi saluran pernapasan akut bagian atas mulai dari hidung,
nasofaring, sinus paranasalis, sampai dengan laring hampir 90% disebabkan oleh
virus, sedangkan infeksi saluran pernapasan bagian bawah hampir 50%
7
disebabkan oleh bakteri. Penyebab ISPA oleh streptococcus pneumonia sekitar
70-90%, sedangkan stafilokokus aureus dan H. Influenza sekitar 10-20%. Saat ini
telah diketahui bahwa infeksi saluran pernapasan akut ini melibatkan lebih dari
300 tipe antigen dari bakteri maupun virus.2
1. Bakteri seperti Streptococcus grup B, streptococcus pneumoniae,
Haemophillus influenza, Stapylococcus aureus, dan Mycoplasma
pneumoniae.
2. Virus seperti RSV, Rhinovirus, dan Parainfluenza.
2.4 Klasifikasi
Klasifikasi Berdasarkan Umur
1. Kelompok umur < 2 bulan, diklasifikasikan atas :
a. Pneumonia berat: bila disertai dengan tanda-tanda klinis seperti berhenti
menyusu (jika sebelumnya menyusu dengan baik), kejang, rasa kantuk
yang tidak wajar atau sulit bangun, stridor pada anak yang tenang, mengi,
demam (38ºC atau lebih) atau suhu tubuh yang rendah (di bawah 35,5 ºC),
pernafasan cepat 60 kali atau lebih per menit, penarikan dinding dada
berat, sianosis sentral (pada lidah), serangan apnea, distensi abdomen dan
abdomen tegang.
b. Bukan pneumonia: jika anak bernafas dengan frekuensi kurang dari 60 kali
permenit dan tidak terdapat tanda pneumonia seperti diatas.
8
e. Pneumonia persisten: anak dengan diagnosis pneumonia tetap sakit
walaupun telah diobati selama 10-14 hari dengan dosis antibiotik yang
adekuat dan antibiotik yang sesuai, biasanya terdapat penarikan dinding
dada, frekuensi pernafasan yang tinggi, dan demam ringan.3
9
terjadinya pengeluaran cairan mukosa yang melebihi normal. Rangsangan cairan
yang berlebihan dapat menimbulkan gejala batuk sehingga pada tahap awal gejala
ISPA yang paling menonjol adalah batuk.4
Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui air ludah, udara yang telah
tercemar, bibit penyakit masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan, dan penyakit
ISPA termasuk golongan Air Borne Disease. ISPA akibat polusi udara adalah
ISPA yang disebabkan oleh faktor resiko polusi udara seperti asap rokok, asap
pembakaran rumah tangga, gas buang sarana transportasi dan industri, kebakaran
hutan, dan lain-lain. Agen infeksius dapat menyebabkan timbulnya ISPA, namun
keberadaan agen infeksius tidak langsung menimbulkan ISPA karena ketahanan
tubuh juga menjadi faktor penting untuk menentukan.
10
demam dan nyeri kepala. Permukaan mukosa hidung tampak merah dan
membengkak. Infeksi lebih lanjut membuat sekret menjadi kental dan sumbatan di
hidung bertambah. Bila tidak terdapat komplikasi, gejalanya akan berkurang
setelah 3 hingga 5 hari.5
2.7 Diagnosis
Diagnosis ISPA ditegakan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
seperti yang disebukan pada klasifikasi.5
2.8 Komplikasi3
1. Sinusitis
2. Faringitis
3. Infeksi telinga tengah
4. Infeksi saluran tuba eustachii
5. Bronkitis
6. Pneumonia
2.9 Penatalaksanaan3,5,6
ANTIBIOTIKA
Antibiotika digunakan dalam terapi penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
dengan tujuan sbb:
• Terapi empirik infeksi
• Terapi definitif infeksi
• Profilaksis non-Bedah
• Profilaksis Bedah
PENICILIN
Penicilin merupakan derifat β-laktam tertua yang memiliki aksi bakterisidal
dengan mekanisme kerja menghambat sintesis dinding sel bakteri. Masalah
resistensi akibat penicilinase mendorong lahirnya terobosan dengan
ditemukannya derivat penicilin seperti methicilin, fenoksimetil penicilin yang
dapat diberikan oral, karboksipenicilin yang memiliki aksi terhadap Pseudomonas
11
sp. Namun hanya Fenoksimetilpenicilin yang dijumpai di Indonesia yang lebih
dikenal dengan nama Penicilin V.
Spektrum aktivitas dari fenoksimetilpenicilin meliputi terhadap
Streptococcus pyogenes, Streptococcus pneumoniae serta aksi yang kurang kuat
terhadap Enterococcus faecalis. Aktivitas terhadap bakteri Gram negatif sama
sekali tidak dimiliki. Antibiotika ini diabsorbsi sekitar 60-73%, didistribusikan
hingga ke cairan ASI sehingga waspada pemberian pada ibu menyusui.
Antibiotika ini memiliki waktu paruh 30 menit, namun memanjang pada pasien
dengan gagal ginjal berat maupun terminal, sehingga interval pemberian 250 mg
setiap 6 jam.
Terobosan lain terhadap penicilin adalah dengan lahirnya derivat penicilin
yang berspektrum luas seperti golongan aminopenicilin (amoksisilin) yang
mencakup E. Coli, Streptococcus pyogenes, Streptococcus pneumoniae,
Haemophilus influenzae, Neisseria gonorrhoeae. Penambahan gugus β-laktamase
inhibitor seperti klavulanat memperluas cakupan hingga Staphylococcus aureus,
Bacteroides catarrhalis. Sehingga saat ini amoksisilinklavulanat merupakan
alternatif bagi pasien yang tidak dapat mentoleransi alternatif lain setelah resisten
dengan amoksisilin.
Profil farmakokinetik dari amoksisilin-klavulanat antara lain bahwa
absorpsi hampir komplit tidak dipengaruhi makanan. Obat ini terdistribusi baik ke
seluruh cairan tubuh dan tulang bahkan dapat menembus blood brain barrier,
namun penetrasinya ke dalam sel mata sangat kurang. Metabolisme obat ini
terjadi di liver secara parsial. Waktu paruh sangat bervariasi antara lain pada bayi
normal 3,7 jam, pada anak 1-2 jam, sedangkan pada dewasa dengan ginjal normal
07-1,4 jam. Pada pasien dengan gagal ginjal berat waktu paruh memanjang hingga
21 jam. Untuk itu perlu penyesuaian dosis, khususnya pada pasien dengan klirens
kreatinin < 10 ml/menit menjadi 1 x 24 jam.40
SEFALOSPORIN
Sefalosporin merupakan antibiotik spektrum luas yang digunakan untuk
terapi septikemia, pneumonia, meningitis, infeksi saluran empedu, peritonitis, dan
infeksi saluran urin. Aktivitas farmakologi dari sefalosporin sama dengan
penisilin, diekskresi sebagian besar melalui ginjal. Kemampuan sefalosporin
12
melintas sawar otak sangat rendah kecuali pada kondisi inflamasi; sefotaksim
merupakan sefalosporin yang baik untuk infeksi sistem saraf pusat (misalnya
meningitis). Efek samping utama dari sefalosporin adalah hipersensitifitas dan
sekitar 10% dari pasien sensitif terhadap penisilin juga akan alergi terhadap
sefalosporin.
13
yang terjadi pada waktu hamil, infeksi saluran pernafasan, otitis media, sinusitis
serta infeksi kulit dan jaringan lunak.
14
negatif, misalnya Hemophilus influenzae, Pr. mirabilis, Escherichia coli dan
Klebsiella. Golongan ini tidak efektif terhadap Pseudomonas aeruginosa dan
enterokokus. Sefoksitin aktif tehadap kuman anaerob. Sefuroksim dan sefamandol
lebih tahan terhadap penisilinase dibandingkan dengan generasi pertama dan
memiliki aktivitas yang lebih besar terhadap Hemophilus influenzae dan N.
gonorrhoeae.
MAKROLIDA
Eritromisina merupakan prototipe golongan ini sejak ditemukan pertama
kali th 1952. Komponen lain golongan makrolida merupakan derivat sintetik dari
eritromisin yang struktur tambahannya bervariasi antara 14-16 cincin lakton.
Derivat makrolida tersebut terdiri dari spiramysin, midekamisin, roksitromisin,
azitromisin dan klaritromisin.
Aktivitas antimikroba golongan makrolida secara umum meliputi Gram
positif coccus seperti Staphylococcus aureus, coagulase-negatif staphylococci,
streptococci β-hemolitik dan Streptococcus spp. lain,enterococci, H. Influenzae,
Neisseria spp, Bordetella spp, Corynebacterium spp, Chlamydia, Mycoplasma,
Rickettsia dan Legionella spp. Azitromisin memiliki aktivitas yang lebih poten
terhadap Gram negatif, volume distribusi yang lebih luas serta waktu paruh yang
lebih panjang. Klaritromisin memiliki fitur farmakokinetika yang meningkat
15
(waktu paruh plasma lebih panjang, penetrasi ke jaringan lebih besar) serta
peningkatan aktivitas terhadap H. Influenzae, Legionella pneumophila.36
Sedangkan roksitromisin memiliki aktivitas setara dengan eritromisin, namun
profil
farmakokinetiknya mengalami peningkatan sehingga lebih dipilih untuk infeksi
saluran pernapasan.
TERAPI SUPORTIF
ANALGESIK-ANTIPIRETIK
Obat ini seringkali digunakan untuk mengurangi gejala letargi, malaise, demam
terkait infeksi pernapasan.
ANTIHISTAMIN
Selama beberapa tahun antihistamin digunakan dalam terapi rhinitis alergi.
Ada dua kelompok antihistamin yaitu: generasi pertama yang terdiri dari
chlorpheniramine, diphenhydramine, hydroxyzine dan generasi kedua yang terdiri
dari astemizole, cetirizine, loratadine, terfenadine, acrivastine. Antihistamin
generasi pertama mempunyai profil efek samping yaitu sedasi yang dipengaruhi
dosis, merangsang SSP menimbulkan mulut kering. Antihistamin generasi kedua
tidak atau kurang menyebabkan sedasi dan merangsang SSP, serta tidak bereaksi
sinergis dengan alkohol dan obat-obat yang menekan SSP.
KORTIKOSTEROID
Kortikosteroid digunakan untuk mengurangi oedema subglotis dengan
cara menekan proses inflamasi lokal. Sampai saat ini efektivitas kortikosteroid
masih diperdebatkan, namun hasil suatu studi meta-analisis menunjukkan bahwa
steroid mampu mengurangi gejala dalam 24 jam serta mengurangi kebutuhan
untuk intubasi endotrakeal. Kortikosteroid mengatur mekanisme humoral maupun
seluler dari respon inflamasi dengan cara menghambat aktivasi dan infiltrasi
eosinofil, basofil dan mast cell ke tempat inflamasi serta mengurangi produksi dan
pelepasan faktor-faktor inflamasi (prostaglandin, leukotrien). Selain itu
kortikosteroid juga bersifat sebagai vasokonstriktor kuat.
16
DEKONGESTAN
Dekongestan nasal digunakan sebagai terapi simtomatik pada beberapa
kasus infeksi saluran nafas karena efeknya terhadap nasal yang meradang, sinus
serta mukosa tuba eustachius. Ada beberapa agen yang digunakan untuk tujuan
tersebut yang memiliki stimulasi terhadap kardiovaskuler serta SSP minimal
yaitu: pseudoefedrin, fenilpropanolamin yang digunakan secara oral serta
oxymetazolin, fenilefrin, xylometazolin yang digunakan secara topikal.
BRONKHODILATOR
Penggunaan klinik bronkhodilator pada infeksi pernapasan bawah adalah
pada kasus bronkhitis kronik yang disertai obstruksi pernapasan. Agen yang dapat
dipilih adalah:
1. ß-Adrenoceptor Agonist
2. Metilxantine
MUKOLITIK
Mukolitik merupakan obat yang dipakai untuk mengencerkan mukus yang
kental, sehingga mudah dieskpektorasi. Perannya sebagai terapi tambahan pada
bronkhitis, pneumonia. Pada bronchitis kronik terapi dengan mukolitik hanya
berdampak kecil terhadap reduksi dari eksaserbasi akut, namun berdampak
reduksi yang signifikan terhadap jumlah hari sakit pasien.
Agen yang banyak dipakai adalah Acetylcystein yang dapat diberikan
melalui nebulisasi maupun oral. Mekanisme kerja adalah dengan cara membuka
ikatan gugus sulfidril pada mucoprotein sehingga menurunkan viskositas mukus.
17
BAB III
ANALISIS KASUS
18
Jadi adanya hubungan antara perilaku kesehatan keluarga dan diagnosis
penyakit pasien.
19
DAFTAR PUSTAKA
20
DOKUMENTASI
21