Anda di halaman 1dari 21

BAB I

STATUS PASIEN
1. Identitas Pasien
a. Nama/Kelamin/umur : Ny.R/Perempuan/36 Tahun
b. Pekerjaan : IRT
c. Alamat : RT 12 Pakuan Baru

2. Latar belakang sosial-ekonomi-demografi-lingkungan keluarga


a. Status perkawinan : Menikah
b. Jumlah anak/saudara : 3 orang
c. Status ekonomi keluarga : Cukup
d. Kondisi rumah
Pasien tinggal di sebuah rumah yang terdiri dari 1 ruang tamu, 1 ruang
keluarga, 3 kamar tidur, 1 dapur dan 1 kamar mandi. Di bagian depan
pintu masuk dan jendela yang cukup untuk sirkulasi udara dan
pencahayaan. Pada seluruh bagian rumah juga kondisi udara dan
pencahayaan cukup, serta rumah tampak bersih dan rapi. Sumber air
berasal dari PDAM dan listrik berasal dari PLN.
e. Kondisi lingkungan keluarga
Pasien tinggal bersama suami dan dua orang anaknya. Komunikasi
antar keluarga cukup harmonis. Tidak ada permasalahan dalam
keluarga dan cukup harmonis.
f. Riwayat makan, alergi, obat-obatan, perilaku kesehatan :
 Alergi obat-obatan (-), alergi makanan (-) .
 Pasien memiliki suami yang selalu merokok di dalam rumah.
 Kondisi iklim yang sedang berdebu, tetapi pasien sering beraktifitas
diluar rumah tanpa memakai alat pelidung (masker).
 Dalam pola makannya, pasien mengaku memang jarang konsumsi
buah dan sayur
3. Keluhan Utama :
Batuk berdahak sejak 3 hari yang lalu.
4. Riwayat penyakit sekarang :

1
asien datang ke PKM Pakuan Baru dengan keluhan batuk sejak 3
hari lalu. Batuk dirasakan terus-menerus. Batuk disertai dahak berwarna
kuning, darah (-). Pilek disertai bersin dan hidung tersumbat (+), nyeri
menelan (-). Keluhan disertai demam dan nyeri kepala serta penurunan
nafsu makan. Penurunan berat badan (-). BAB dan BAK seperti biasanya.
demam dan nyeri kepala.

5. Riwayat Penyakit Dahulu :


 Riwayat hipertensi (-)
 Riwayat keluhan serupa (+)
 Riwayat DM (-)
6. Riwayat penyakit dalam keluarga
 Riwayat keluhan serupa (+)
 Riwayat hipertensi (-)
 Riwayat DM (-)

Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
a. Keadaan sakit : tampak sakit ringan
b. Kesadaran : kompos mentis
c. Suhu : 38.3oC
d. Nadi : 103 x/menit
e. Pernapasan : 22 x/menit
f. Berat badan : 45 kg
g. Tinggi badan : 155 cm
h. Status gizi : IMT=18.75 (cukup)

Pemeriksaan organ
a. Kepala bentuk : normocephal
Ekspresi : biasa
Simetris : simetris

2
b. Mata : tidak ada kelainan
c. Hidung : sekret (+) berwarna bening, benjolan (-)
d. Telinga : tidak ada kelainan
e. Mulut : Mukosa hiperemis, T1-T1 non hiperemis
f. Leher : pembesaran KGB dan tiroid (-)
g. Toraks : Bentuk simetris, retraksi (-)
Pergerakan dinding dada : tidak ada yang tertinggal
Jantung
 Auskultasi : suara normal jantung reguler, gallop (-),
murmur (-)

Paru
 Auskultasi : suara napas vesikular kanan dan kiri, ronki
(-), wheezing (-)
h. Abdomen :
 Auskultasi : bising usus (+) normal,
 Palpasi : nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.
 Perkusi : timpani.
Ekstremitas : tidak ada kelainan.
5. Pemeriksaan laboratorium :
Darah rutin
WBC : 14.4
RBC : 4.06
HGB : 12.1
HCT : 36.9
PLT : 424

6. Pemeriksaan anjuran :
- Pemeriksaan sputum
- Rontgen thorax

7. Diagnosis kerja :

3
ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) (J.06.9)

8. Diagnosis banding :
 Pneumonia (J.18.9)
 Asma (J.45)

9. Manajemen
a. Promotif
1. Memberikan penjelasan dan komunikasi perihal ISPA bahwa
ISPA adalah penyakit yang dapat menular melalui air ludah,
udara dan menjelaskan apa yang menyebabkan terjadinya
ISPA.
2. Memberikan penjelasan bahwa ISPA dapat sembuh.
3. Jika batuk, pilek, dan demam anak semakin parah, segera
hubungi pusat pelayanan kesehatan.
b. Preventif
1. Hindarin paparan debu dan asap
2. Jangan batuk sembarangan
3. Hindari minuman dan makanan terlalu dingin
c. Kuratif
1. Nonfarmakologi
 Istirahat minimal 8 jam perhari
 Meningkatkan asupan makanan bergizi
 Bila demam beri kompres dan banyak minum
 Bila hidung tersumbat karena pilek, bersihkan lubang
hidung menggunakan sapu tangan yang bersih
2. Farmakologi
 Ambroxol 3x1 tab
 PCT 3x1 tab
 Dexamethasone 3x1 tab
 Cefadroxil 2x1 tab

4
3. Obat tradisional
 Sambiloto : Rebus daun sambiloto hingga mendidih.
Kemudian minum air rebusan tersebut.

d. Rehabilitasi
 Pasien disarankan untuk kontrol ulang ke puskesmas jika
tidak terdapat perubahan.
 Meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi
makanan yang bergizi ataupun mengkonsumsi
multivitamin.
 Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan

5
PUSKESMAS PAKUAN BARU PUSKESMAS PAKUAN BARU
JAMBI, SEPT 2019 JAMBI, SEPT 2019
DOKTER : dr. SAHLIAN DOKTER :
POLI : DEWASA POLI : DEWASA

Pro : Pro :
Usia : Usia :

PUSKESMAS PAKUAN BARU PUSKESMAS PAKUAN BARU


JAMBI, SEPT 2019 JAMBI, SEPT 2019
DOKTER : DOKTER :
POLI : DEWASA POLI : DEWASA

Pro : Pro :
Usia : Usia :

6
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan Infeksi akut yang
menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran napas yang berlangsung
hingga 14 hari mulai dari hidung sampai alveoli termasuk adneksanya (sinus,
rongga telinga tengah, pleura).1 ISPA dapat menimbulkan berbagai spektrum
penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan sampai
penyakit yang parah dan mematikan, tergantung pada patogen penyebabnya,
faktor lingkungan, dan faktor pejamu.

2.2 Epidemiologi
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang sering
terjadi pada anak. Insidens menurut kelompok umur Balita diperkirakan 0,29
episode per anak/tahun di negara berkembang dan 0,05 episode per anak/tahun di
negara maju. Ini menunjukkan bahwa terdapat 156 juta episode baru di dunia per
tahun dimana 151 juta episode (96,7%) terjadi di negara berkembang. Kasus
terbanyak terjadi di India (43 juta), China (21 juta) dan Pakistan (10juta) dan
Bangladesh, Indonesia, Nigeria masing-masing 6 juta episode. Dari semua kasus
yang terjadi di masyarakat, 7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah
sakit. Episode batuk-pilek pada Balita di Indonesia diperkirakan 2-3 kali per tahun
(Rudan et al Bulletin WHO 2008). ISPA merupakan salah satu penyebab utama
kunjungan pasien di Puskesmas (40%-60%) dan rumah sakit (15%-30%).1)

2.3 Etiologi
Mayoritas penyebab ISPA adalah oleh virus, dengan frekuensi lebih dari
90% untuk ISPA bagian atas, sedangkan untuk ISPA bagian bawah frekuensinya
lebih kecil. Dalam Harrison’s Principle of Internal Medicine disebutkan bahwa
penyakit infeksi saluran pernapasan akut bagian atas mulai dari hidung,
nasofaring, sinus paranasalis, sampai dengan laring hampir 90% disebabkan oleh
virus, sedangkan infeksi saluran pernapasan bagian bawah hampir 50%

7
disebabkan oleh bakteri. Penyebab ISPA oleh streptococcus pneumonia sekitar
70-90%, sedangkan stafilokokus aureus dan H. Influenza sekitar 10-20%. Saat ini
telah diketahui bahwa infeksi saluran pernapasan akut ini melibatkan lebih dari
300 tipe antigen dari bakteri maupun virus.2
1. Bakteri seperti Streptococcus grup B, streptococcus pneumoniae,
Haemophillus influenza, Stapylococcus aureus, dan Mycoplasma
pneumoniae.
2. Virus seperti RSV, Rhinovirus, dan Parainfluenza.

2.4 Klasifikasi
Klasifikasi Berdasarkan Umur
1. Kelompok umur < 2 bulan, diklasifikasikan atas :
a. Pneumonia berat: bila disertai dengan tanda-tanda klinis seperti berhenti
menyusu (jika sebelumnya menyusu dengan baik), kejang, rasa kantuk
yang tidak wajar atau sulit bangun, stridor pada anak yang tenang, mengi,
demam (38ºC atau lebih) atau suhu tubuh yang rendah (di bawah 35,5 ºC),
pernafasan cepat 60 kali atau lebih per menit, penarikan dinding dada
berat, sianosis sentral (pada lidah), serangan apnea, distensi abdomen dan
abdomen tegang.
b. Bukan pneumonia: jika anak bernafas dengan frekuensi kurang dari 60 kali
permenit dan tidak terdapat tanda pneumonia seperti diatas.

2. Kelompok umur 2 bulan - < 5 tahun, diklasifikasikan atas :


a. Pneumonia sangat berat: batuk atau kesulitan bernafas yang disertai
dengan sianosis sentral, tidak dapat minum, adanya penarikan dinding
dada, anakkejang dan sulit dibangunkan.
b. Pneumonia berat: batuk atau kesulitan bernafas dan penarikan dinding
dada, tetapi tidak disertai sianosis sentral dan dapat minum.
c. Pneumonia: batuk (atau kesulitan bernafas) dan pernafasan cepat tanpa
penarikan dinding dada.
d. Bukan pneumonia (batuk pilek biasa): batuk (atau kesulitan bernafas)
tanpa pernafasan cepat atau penarikan dinding dada.

8
e. Pneumonia persisten: anak dengan diagnosis pneumonia tetap sakit
walaupun telah diobati selama 10-14 hari dengan dosis antibiotik yang
adekuat dan antibiotik yang sesuai, biasanya terdapat penarikan dinding
dada, frekuensi pernafasan yang tinggi, dan demam ringan.3

Klasifikasi Berdasarkan Lokasi Anatomi


1. Infeksi Saluran Pernafasan atas Akut (ISPaA)
Infeksi yang menyerang hidung sampai bagian faring, seperti pilek, otitis
media, faringitis.
2. Infeksi Saluran Pernafasan bawah Akut (ISPbA)
Infeksi yang menyerang mulai dari bagian epiglotis atau laring sampai
dengan alveoli, dinamakan sesuai dengan organ saluran nafas, seperti
epiglotitis, laringitis, laringotrakeitis, bronkitis, bronkiolitis, pneumonia.3

2.5 Patologi, Patogenesis, dan Cara Penularan


Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer
melalui saluran respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang
mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian
paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin,
eritrosit, cairan edema, dan ditemukannya kuman di alveoli. Deposisi fibrin
semakin bertambah, terdapat fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses
fagositosis yang cepat. Selanjutnya jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel
akan mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang. Sistem
bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap normal. Perjalanan
klinis penyakit ISPA dimulai dengan interaksi antara virus atau bakteri dengan
tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernapasan bergerak ke atas
mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh
laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus atau bakteri dapat merusak jaringan
epitel dan lapisan mukosa saluran pernapasan. Iritasi virus atau bakteri pada kedua
lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering. Kerusakan struktur lapisan
dinding saluran pernapasan menyebabkan peningkatan aktivitas kelenjar mukus,
yang banyak terdapat pada dinding saluran pernapasan. Hal ini mengakibatkan

9
terjadinya pengeluaran cairan mukosa yang melebihi normal. Rangsangan cairan
yang berlebihan dapat menimbulkan gejala batuk sehingga pada tahap awal gejala
ISPA yang paling menonjol adalah batuk.4
Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui air ludah, udara yang telah
tercemar, bibit penyakit masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan, dan penyakit
ISPA termasuk golongan Air Borne Disease. ISPA akibat polusi udara adalah
ISPA yang disebabkan oleh faktor resiko polusi udara seperti asap rokok, asap
pembakaran rumah tangga, gas buang sarana transportasi dan industri, kebakaran
hutan, dan lain-lain. Agen infeksius dapat menyebabkan timbulnya ISPA, namun
keberadaan agen infeksius tidak langsung menimbulkan ISPA karena ketahanan
tubuh juga menjadi faktor penting untuk menentukan.

2.6 Faktor Risiko dan Manifestasi Klinis


Ada berbagai faktor yang dapat menyebabkan terjadinya ISPA, seperti
lingkungan dan pejamu. Menurut berbagai penelitian sebelumnya, faktor
lingkungan yang dapat menyebabkan ISPA adalah kualitas udara dalam ruangan
yang dipengaruhi oleh polusi udara dalam ruangan. Pencemaran udara dalam
ruangan disebabkan oleh akifitas penghuni dalam rumah, seperti perilaku
merokok anggota keluarga dalam rumah dan penggunaan kayu bakar sebagai
bahan bakar dalam rumah tangga. Sedangkan faktor pejamu yang dapat
mempengaruhi terjadinya ISPA antara lain, status imunisasi, Berat Badan Lahir
Rendah, dan usia. Balita yang memiliki status imunisasi yang tidak lengkap akan
lebih mudah terserang penyakit dibandingkan dengan balita yang memiliki status
imunisasi lengkap. Balita BBLR memiliki kekebalan tubuh yang masih rendah
dan organ pernapasan masih lemah sehingga balita BBLR lebih mudah terserang
penyakit infeksi, khususnya infeksi pernapasan dibandingkan dengan balita tidak
BBLR atau normal. Hal ini disebabkan karena balita yang lebih muda memiliki
daya tahan tubuh yang lebih rendah dibandingkan dengan balita yang lebih tua.
Penyakit ISPA adalah penyakit yang sangat menular, hal ini timbul karena
menurunnya sistem kekebalan tubuh, misalnya karena kelelahan atau stres. Pada
stadium awal, gejalanya berupa rasa panas, kering, dan gatal dalam hidung yang
kemudian diikuti bersin terus-menerus, hidung tersumbat dengan ingus encer serta

10
demam dan nyeri kepala. Permukaan mukosa hidung tampak merah dan
membengkak. Infeksi lebih lanjut membuat sekret menjadi kental dan sumbatan di
hidung bertambah. Bila tidak terdapat komplikasi, gejalanya akan berkurang
setelah 3 hingga 5 hari.5

2.7 Diagnosis
Diagnosis ISPA ditegakan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
seperti yang disebukan pada klasifikasi.5

2.8 Komplikasi3
1. Sinusitis
2. Faringitis
3. Infeksi telinga tengah
4. Infeksi saluran tuba eustachii
5. Bronkitis
6. Pneumonia

2.9 Penatalaksanaan3,5,6
ANTIBIOTIKA
Antibiotika digunakan dalam terapi penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
dengan tujuan sbb:
• Terapi empirik infeksi
• Terapi definitif infeksi
• Profilaksis non-Bedah
• Profilaksis Bedah
PENICILIN
Penicilin merupakan derifat β-laktam tertua yang memiliki aksi bakterisidal
dengan mekanisme kerja menghambat sintesis dinding sel bakteri. Masalah
resistensi akibat penicilinase mendorong lahirnya terobosan dengan
ditemukannya derivat penicilin seperti methicilin, fenoksimetil penicilin yang
dapat diberikan oral, karboksipenicilin yang memiliki aksi terhadap Pseudomonas

11
sp. Namun hanya Fenoksimetilpenicilin yang dijumpai di Indonesia yang lebih
dikenal dengan nama Penicilin V.
Spektrum aktivitas dari fenoksimetilpenicilin meliputi terhadap
Streptococcus pyogenes, Streptococcus pneumoniae serta aksi yang kurang kuat
terhadap Enterococcus faecalis. Aktivitas terhadap bakteri Gram negatif sama
sekali tidak dimiliki. Antibiotika ini diabsorbsi sekitar 60-73%, didistribusikan
hingga ke cairan ASI sehingga waspada pemberian pada ibu menyusui.
Antibiotika ini memiliki waktu paruh 30 menit, namun memanjang pada pasien
dengan gagal ginjal berat maupun terminal, sehingga interval pemberian 250 mg
setiap 6 jam.
Terobosan lain terhadap penicilin adalah dengan lahirnya derivat penicilin
yang berspektrum luas seperti golongan aminopenicilin (amoksisilin) yang
mencakup E. Coli, Streptococcus pyogenes, Streptococcus pneumoniae,
Haemophilus influenzae, Neisseria gonorrhoeae. Penambahan gugus β-laktamase
inhibitor seperti klavulanat memperluas cakupan hingga Staphylococcus aureus,
Bacteroides catarrhalis. Sehingga saat ini amoksisilinklavulanat merupakan
alternatif bagi pasien yang tidak dapat mentoleransi alternatif lain setelah resisten
dengan amoksisilin.
Profil farmakokinetik dari amoksisilin-klavulanat antara lain bahwa
absorpsi hampir komplit tidak dipengaruhi makanan. Obat ini terdistribusi baik ke
seluruh cairan tubuh dan tulang bahkan dapat menembus blood brain barrier,
namun penetrasinya ke dalam sel mata sangat kurang. Metabolisme obat ini
terjadi di liver secara parsial. Waktu paruh sangat bervariasi antara lain pada bayi
normal 3,7 jam, pada anak 1-2 jam, sedangkan pada dewasa dengan ginjal normal
07-1,4 jam. Pada pasien dengan gagal ginjal berat waktu paruh memanjang hingga
21 jam. Untuk itu perlu penyesuaian dosis, khususnya pada pasien dengan klirens
kreatinin < 10 ml/menit menjadi 1 x 24 jam.40
SEFALOSPORIN
Sefalosporin merupakan antibiotik spektrum luas yang digunakan untuk
terapi septikemia, pneumonia, meningitis, infeksi saluran empedu, peritonitis, dan
infeksi saluran urin. Aktivitas farmakologi dari sefalosporin sama dengan
penisilin, diekskresi sebagian besar melalui ginjal. Kemampuan sefalosporin

12
melintas sawar otak sangat rendah kecuali pada kondisi inflamasi; sefotaksim
merupakan sefalosporin yang baik untuk infeksi sistem saraf pusat (misalnya
meningitis). Efek samping utama dari sefalosporin adalah hipersensitifitas dan
sekitar 10% dari pasien sensitif terhadap penisilin juga akan alergi terhadap
sefalosporin.

Sefuroksim merupakan sefalosporin generasi kedua yang kurang sensitif


terhadap inaktivasi oleh beta-laktamase dibandingkan dengan sefalosporin
generasi pertama sehingga antibiotik ini aktif terhadap bakteri tertentu yang
resisten terhadap antibiotik lain dan mempunyai aktivitas yang lebih besar
terhadap Haemophilus influenza dan Neisseria gonorrhoeae.

Sefotaksim, seftazidim dan seftriakson merupakan sefalosporin generasi


ketiga dengan aktivitas yang lebih luas dibandingkan dengan generasi kedua,
terhadap bakteri Gram negatif. Namun, antibiotik ini kurang aktif dibandingkan
sefuroksim terhadap bakteri Gram positif, terutama Staphylococcus aureus.
Spektrum antibakterinya yang luas ini dapat menyebabkan superinfeksi dengan
bakteri atau jamur yang resisten. Seftazidim memiliki aktivitas yang baik terhadap
pseudomonas. Juga aktif terhadap bakteri Gram negatif. Seftriakson memiliki
waktu paruh yang lebih panjang sehingga dapat diberikan satu kali sehari. Indikasi
meliputi infeksi berat seperti septikemia, pneumonia dan meningitis. Garam
kalsium dari seftriakson membentuk endapan dalam kandung kemih yang walau
jarang tetapi dapat menimbulkan keluhan, namun dapat hilang jika dihentikan.
Pada neonatus, seftriakson dapat menggeser bilirubin dari plasma albumin, oleh
karena itu penggunaannya sebaiknya dihindari pada neonatus dengan
hiperbilirubinemia yang tidak terkonjugasi, hipoalbuminemia, asidosis atau
kegagalan pengikatan bilirubin.

Sefalosporin oral. Sefalosporin generasi pertama yang dapat diberikan


secara oral adalah sefaleksin, sefradin, dan sefadroksil, sedangkan yang dari
generasi kedua adalah sefaklor dan sefprozil. Obat-obat ini bermanfaat dalam
infeksi saluran kemih, yang tidak memberikan respon terhadap antibiotik lain atau

13
yang terjadi pada waktu hamil, infeksi saluran pernafasan, otitis media, sinusitis
serta infeksi kulit dan jaringan lunak.

Sefaklor aktif terhadap Hemophilus influenzae, namun antibiotik ini


menyebabkan reaksi kulit yang lebih lama dari biasanya, terutama pada anak-
anak. Sefadroksil memiliki masa kerja yang lama dan dapat diberikan dua kali
sehari; memiliki aktivitas yang lemah terhadap Hemophilus influenzae.
Sefuroksim aksetil, bentuk ester dari sefuroksim yang merupakan sefalosporin
generasi kedua sefuroksim, memiliki spektrum antibakteri yang sama dengan
senyawa asalnya; antibiotik ini sulit diabsorpsi.

Sefiksim memiliki lama kerja yang lebih panjang daripada sefalosporin


lainnya yang dapat diberikan secara oral. Hanya diindikasikan untuk infeksi akut.
Sefpodoksim proksetil lebih aktif daripada sefaloporin oral lainnya terhadap
bakteri patogen pernafasan dan diindikasikan untuk infeksi saluran pernafasan
atas dan bawah.

Sefalosporin generasi pertama:


Terutama aktif terhadap kuman Gram positif. Golongan ini efektif
terhadap sebagian besar Staphylococcus aureus dan streptokokus termasuk
Streptococcus pyogenes, Streptococcus viridans dan Streptococcus pneumoniae.
Bakteri gram positif yang juga sensitif adalah Streptococcus anaerob, Clostridium
perfringens, Listeria monocytogenes dan Corynebacterium diphteria. Kuman yang
resisten antara lain MRSA, Staphylococcus epidermidis dan Streptococcus
faecalis. Sefaleksin, sefradin, sefadroksil, aktif pada pemberian per oral. Obat ini
diindikasikan untuk infeksi saluran kemih yang tidak memberikan respons
terhadap obat lain atau yang terjadi selama hamil, infeksi saluran napas, sinusitis,
infeksi kulit dan jaringan lunak.

Sefalosporin generasi kedua:


Dibandingkan dengan generasi pertama, sefalosporin generasi kedua
kurang aktif terhadap bakteri gram positif, tapi lebih aktif terhadap bakteri gram

14
negatif, misalnya Hemophilus influenzae, Pr. mirabilis, Escherichia coli dan
Klebsiella. Golongan ini tidak efektif terhadap Pseudomonas aeruginosa dan
enterokokus. Sefoksitin aktif tehadap kuman anaerob. Sefuroksim dan sefamandol
lebih tahan terhadap penisilinase dibandingkan dengan generasi pertama dan
memiliki aktivitas yang lebih besar terhadap Hemophilus influenzae dan N.
gonorrhoeae.

Sefalosporin generasi ketiga:


Golongan ini umumnya kurang aktif terhadap kokus gram positif
dibandingkan dengan generasi pertama, tapi jauh lebih aktif terhadap
Enterobacteriaceae, termasuk strain penghasil penisilinase. Seftazidim aktif
terhadap pseudomonas dan beberapa kuman gram negatif lainnya. Seftriakson
memiliki waktu paruh yang lebih panjang dibandingkan sefalosporin yang lain,
sehingga cukup diberikan satu kali sehari. Obat ini diindikasikan untuk infeksi
berat seperti septikemia, pneumonia dan meningitis. Garam kalsium seftriakson
kadang-kadang menimbul-kan presipitasi di kandung empedu. Tapi biasanya
menghilang bila obat dihentikan. Sefoksitin aktif terhadap flora usus termasuk
Bacteroides fragilis, sehingga diindikasikan untuk sepsis karena peritonitis.

MAKROLIDA
Eritromisina merupakan prototipe golongan ini sejak ditemukan pertama
kali th 1952. Komponen lain golongan makrolida merupakan derivat sintetik dari
eritromisin yang struktur tambahannya bervariasi antara 14-16 cincin lakton.
Derivat makrolida tersebut terdiri dari spiramysin, midekamisin, roksitromisin,
azitromisin dan klaritromisin.
Aktivitas antimikroba golongan makrolida secara umum meliputi Gram
positif coccus seperti Staphylococcus aureus, coagulase-negatif staphylococci,
streptococci β-hemolitik dan Streptococcus spp. lain,enterococci, H. Influenzae,
Neisseria spp, Bordetella spp, Corynebacterium spp, Chlamydia, Mycoplasma,
Rickettsia dan Legionella spp. Azitromisin memiliki aktivitas yang lebih poten
terhadap Gram negatif, volume distribusi yang lebih luas serta waktu paruh yang
lebih panjang. Klaritromisin memiliki fitur farmakokinetika yang meningkat

15
(waktu paruh plasma lebih panjang, penetrasi ke jaringan lebih besar) serta
peningkatan aktivitas terhadap H. Influenzae, Legionella pneumophila.36
Sedangkan roksitromisin memiliki aktivitas setara dengan eritromisin, namun
profil
farmakokinetiknya mengalami peningkatan sehingga lebih dipilih untuk infeksi
saluran pernapasan.

TERAPI SUPORTIF
ANALGESIK-ANTIPIRETIK
Obat ini seringkali digunakan untuk mengurangi gejala letargi, malaise, demam
terkait infeksi pernapasan.

ANTIHISTAMIN
Selama beberapa tahun antihistamin digunakan dalam terapi rhinitis alergi.
Ada dua kelompok antihistamin yaitu: generasi pertama yang terdiri dari
chlorpheniramine, diphenhydramine, hydroxyzine dan generasi kedua yang terdiri
dari astemizole, cetirizine, loratadine, terfenadine, acrivastine. Antihistamin
generasi pertama mempunyai profil efek samping yaitu sedasi yang dipengaruhi
dosis, merangsang SSP menimbulkan mulut kering. Antihistamin generasi kedua
tidak atau kurang menyebabkan sedasi dan merangsang SSP, serta tidak bereaksi
sinergis dengan alkohol dan obat-obat yang menekan SSP.

KORTIKOSTEROID
Kortikosteroid digunakan untuk mengurangi oedema subglotis dengan
cara menekan proses inflamasi lokal. Sampai saat ini efektivitas kortikosteroid
masih diperdebatkan, namun hasil suatu studi meta-analisis menunjukkan bahwa
steroid mampu mengurangi gejala dalam 24 jam serta mengurangi kebutuhan
untuk intubasi endotrakeal. Kortikosteroid mengatur mekanisme humoral maupun
seluler dari respon inflamasi dengan cara menghambat aktivasi dan infiltrasi
eosinofil, basofil dan mast cell ke tempat inflamasi serta mengurangi produksi dan
pelepasan faktor-faktor inflamasi (prostaglandin, leukotrien). Selain itu
kortikosteroid juga bersifat sebagai vasokonstriktor kuat.

16
DEKONGESTAN
Dekongestan nasal digunakan sebagai terapi simtomatik pada beberapa
kasus infeksi saluran nafas karena efeknya terhadap nasal yang meradang, sinus
serta mukosa tuba eustachius. Ada beberapa agen yang digunakan untuk tujuan
tersebut yang memiliki stimulasi terhadap kardiovaskuler serta SSP minimal
yaitu: pseudoefedrin, fenilpropanolamin yang digunakan secara oral serta
oxymetazolin, fenilefrin, xylometazolin yang digunakan secara topikal.

BRONKHODILATOR
Penggunaan klinik bronkhodilator pada infeksi pernapasan bawah adalah
pada kasus bronkhitis kronik yang disertai obstruksi pernapasan. Agen yang dapat
dipilih adalah:
1. ß-Adrenoceptor Agonist
2. Metilxantine

MUKOLITIK
Mukolitik merupakan obat yang dipakai untuk mengencerkan mukus yang
kental, sehingga mudah dieskpektorasi. Perannya sebagai terapi tambahan pada
bronkhitis, pneumonia. Pada bronchitis kronik terapi dengan mukolitik hanya
berdampak kecil terhadap reduksi dari eksaserbasi akut, namun berdampak
reduksi yang signifikan terhadap jumlah hari sakit pasien.
Agen yang banyak dipakai adalah Acetylcystein yang dapat diberikan
melalui nebulisasi maupun oral. Mekanisme kerja adalah dengan cara membuka
ikatan gugus sulfidril pada mucoprotein sehingga menurunkan viskositas mukus.

17
BAB III
ANALISIS KASUS

a. Hubungan diagnosis dengan keadaan rumah :


Pasien tinggal di sebuah rumah yang terdiri dari 1 ruang tamu, 1 ruang
keluarga, 3 kamar tidur, 1 dapur dan 1 kamar mandi. Di bagian depan pintu
masuk dan jendela yang cukup untuk sirkulasi udara dan pencahayaan. Pada
seluruh bagian rumah juga kondisi udara dan pencahayaan cukup, serta rumah
tampak bersih dan rapi. Sumber air berasal dari PDAM dan listrik berasal dari
PLN.
 Dari kondisi rumah ada tidak hubungan antara kondisi rumah dengan
keadaan pasien.

b. Hubungan diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan keluarga


Pasien tinggal bersama suami dan dua orang anaknya. Komunikasi antar
keluarga cukup harmonis. Tidak ada permasalahan dalam keluarga dan cukup
harmonis.
 Jadi tidak ada hubungan yang memperberat penyakit akibat dari faktor
psikologi pasien.

c. Hubungan diagnosis dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan


lingkungan sekitar
Riwayat makan, alergi, obat-obatan, perilaku kesehatan : Alergi obat-
obatan (-), alergi makanan (-) . Pasien memiliki suami yang selalu merokok di
dalam rumah. Kondisi iklim yang sedang berdebu, tetapi pasien sering beraktifitas
diluar rumah tanpa memakai alat pelidung (masker). Dalam pola makannya,
pasien mengaku memang jarang konsumsi buah dan sayur disini tidak ada
hubungan yang memperberat penyakit akibat dari faktor psikologi pasien.

18
 Jadi adanya hubungan antara perilaku kesehatan keluarga dan diagnosis
penyakit pasien.

d. Analisis faktor risiko atau etiologi penyakit pada pasien


- Suami yang merokok di dalam rumah.
- Kondisi iklim yang berdebu.
- Kurangnya konsumsi makanan yang meningkatkan daya tahan tubuh.
- Tidak memakai pelindung diri saat keluar rumah.

e.. Analisis untuk menghindari faktor memperberat dan penularan penyakit


Untuk menghindari faktor memperberat dan penularan terjadinya
penyakit ISPA adalah dengan cara :
 Menghindari kontak dengan penderita ISPA
 Menyarankan kepada suami dan anak pasien agar menggunakan masker
keluar rumah dan kontak dengan ibunya
 Meningkatkan daya tahan tubuh dengan memakan makanan yang bergizi
 Menghindarkan anak dari asap rokok maupun asap bakaran
 Meningkatkan kebersihan rumah dan lingkungan

f. Edukasi yang diberikan pada pasien atau keluarga

 Memberikan penjelasan dan komunikasi perihal ISPA bahwa ISPA


adalah penyakit yang dapat menular melalui air ludah, udara dan
menjelaskan apa yang menyebabkan terjadinya ISPA.
 Memberikan penjelasan bahwa ISPA dapat sembuh.
 Jika batuk, pilek, dan demam anak semakin parah, segera hubungi pusat
pelayanan kesehatan.
 Istirahat yang cukup, banyak makan buah dan sayur.
 Memakai alat pelindung apabila keluar rumah.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernafasan Akut


(ISPA) yang Cenderung Menjadi Epidemi dan Pandemi di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan. 2008.
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pharmaceutical Care
untuk penyakit infeksi pernapasan. Jakarta: Departemen Kesehatan;
2010.
3. Rubin, MA. Et al Harrison’s Principle of Interna medicine. USA : Mc
Graw Hill. 2005
4. World Health Organization. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
yang cenderung menjadi epidemic dan pandemic: pencegah dan
pengendalian infeksi difasilitas pelayanan kesehatan. Jenewa: WHO;
2007.
5. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pelayanan
Kefarmasian Untuk Terapi Antibiotik. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia; 2011.

20
DOKUMENTASI

21

Anda mungkin juga menyukai