Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KASUS

Pneumonia e.c. suspek Covid-19 DD/ Bakteri + Sepsis (A41.9) +


Efusi Pleura Bilateral (J90) + Anemia Hipokromik Mikrositer
(D50.9)

OLEH:
Reinhard Wilson S. Talakua, S. Ked
2018-84-088

PEMBIMBING:
dr. Sri Wahyuni Djoko, Sp. A.

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK RSUD dr. M. HAULUSSY
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
DESEMBER 2020
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Identitas Kasus
Nama : An. B
Umur saat dijadikan kasus : 10 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Tantui
Masuk Rumah Sakit : 09 Desember 2020
Mulai dijadikan kasus : 09 Desember 2020

II. ANAMNESIS
Heteroanamnesis diperoleh dari orang tua
1. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama: Batuk sejak 4 hari yang lalu
Pasien datang dengan keluhan batuk sejak 4 hari yang lalu, disertai
dahak warna putih, darah (-). Batuk sepanjang hari dan memberat pada
malam hari. Saat batuk, pasien merasakan nyeri dada. Satu minggu yang
lalu pasien mengeluhkan sesak napas dan demam yang muncul
bersamaan, keluhan ini dirasakan sampai sekarang. Sesak napas terjadi
sepanjang hari. Demam tinggi dan terus-menerus dengan suhu di rumah
39-40oC, turun dengan pemberian Paracetamol namun suhu naik
kembali. Anak juga mengelukan sulit tidur selama 3 hari terakhir. Anak
lebih suka duduk daripada berbaring. Mual (-), muntah (-). Anak masih
mau minum, minum seperti biasanya, tampak lemas. Intake makanan
baik.
2. Riwayat penyakit dan pengobatan sebelumnya
Pasien baru pertama kali mengalami batuk dan demam. Anak memiliki
riwayat sesak sebelumnya.
Kesan: memiliki riwayat sesak
3. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama tidak ada. Ayah pasien
merupakan perokok aktif.
Kesan: Faktor risiko sesak dan batuk pada anak.
4. Riwayat pribadi/sosial
a. Riwayat kehamilan ibu
Pasien merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Tidak ada
riwayat keguguran sebelumnya. Selama hamil ibu pasien rutin
kontrol kehamilan ke dokter spesialis dan puskesmas dan tidak
ditemukan kelainan. Ibu tidak pernah mengonsumsi obat-obatan,
jamu-jamuan, merokok, atau minum alkohol. Riwayat imunisasi
lengkap selama kehamilan tidak jelas, riwayat menderita penyakit
infeksi TORCH (Toxoplasmosis, Other infection, Rubella,
Cytomegalovirus, Herpes) selama kehamilan tidak jelas.
Kesan: riwayat kehamilan ibu normal, faktor risiko kelainan
kongenital karena infeksi tidak jelas.
b. Riwayat persalinan
Pasien lahir secara normal dibantu oleh bidan. Segera setelah lahir
langsung menangis. Berat lahir, panjang badan, lingkar kepala saat
lahir tidak diketahui. Kelainan bawaan tidak ditemukan.
Kesan: riwayat persalinan normal.
c. Riwayat paska-lahir
Pasien dalam keadaan sehat sejak lahir, tidak pernah dirawat di
rumah sakit karena kuning, sesak napas ataupun sakit berat lainnya.
Kesan: riwayat paska-lahir normal
d. Riwayat makanan
Pasien memperoleh ASI eksklusif dari lahir sampai usia 2 tahun.
Kesan: riwayat asupan makanan sesuai kebutuhan harian.
e. Riwayat tumbuh kembang
Pasien sudah dapat tersenyum spontan, menatap muka. Anak rutin
ke posyandu sehingga pertambahan berat badan diketahui dengan
pasti.
Kesan: perkembangan dan pertumbuhan penderita sesuai usia.
f. Riwayat imunisasi
Riwayat imunisasi tidak jelas.
Kesan: riwayat imunisasi tidak jelas
g. Riwayat kebutuhan dasar anak
Asuh: Kebutuhan penderita akan sandang, pangan,dan papan cukup
terpenuhi.
Asih: Orang tua sangat menyayangi penderita. Perhatian diberikan
dengan baik oeh orangtuanya. Keuarga tidak pernah menggunakan
kekerasan, baik fisik maupun verbal pada penderita.
Asah: Sejak kecil, penderita diasuh oleh orangtuanya.
Kesan: riwayat kebutuhan dasar anak tercukupi.
h. Keadaan sosial-ekonomi dan linkungan keluarga
Penderita tinggal bersama orangtua dalam satu bangunan rumah
permanen. Ventilasi baik dan lingkungan rumah bersih. Pasien
tinggal di daerah padat pemukiman. Ekonomi menengah ke bawah.
Orang tua pasien pengusaha dengan penghasilan lima juta perbulan.
Sumber air minum berasal dari sumur dan sumber penerangan
berasal dari Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Kesan: keadaan sosial-ekonomi keluarga tercukupi, keadaan
lingkungan cukup bersih, tinggal di padat pemukiman.

III. Perjalanan Penyakit Penderita saat MRS hingga dijadikan Kasus


Pada 09 Desember 2020 di Unit Gawat Darurat Rumah Sakit, orang tua
pasien mengeluhkan anaknya batuk sejak 4 hari yang lalu, disertai dahak
warna putih, darah (-). Batuk sepanjang hari dan memberat pada malam
hari. Saat batuk, pasien merasakan nyeri dada. Pasien juga mengeluhkan
sesak napas sejak satu minggu SMRS yang dirasakan sepanjang hari.
Timbul demam sejak satu minggu SMRS, demam tinggi terus-menerus
dengan suhu di rumah 39-40oC, turun dengan pemberian Paracetamol
namun suhu naik kembali. Anak juga mengelukan sulit tidur selama 3
hari terakhir. Anak lebih suka duduk daripada berbaring. Mual (-),
muntah (-). Anak masih mau minum, minum seperti biasanya, tampak
lemas. Intake makanan baik. Pasien memiliki riwayat sesak sebelumnya.
Ayah pasien merupakan perokok aktif. Riwayat imunisasi anak tidak
jelas. Pasien tinggal di daerah padat pemukiman.
Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran kompos mentis, denyut nadi 150x/menit, laju pernapasan
28x/menit, suhu 39,80 C dan saturasi oksigen 98% dengan O2. Konjugtiva
anemis +/+, sklera normal, edema palpebral tidak ada. Telinga kanan
tampak kemerahan pada mukosa ostium auditorius eksterna. Faring dan
tonsil T1/T1 tidak hiperemis, tidak ada detritus dan kripta. Tidak ada
pembesaran kelenjar getah bening. Retraksi subcostal dan intercostal
tidak ditemukan, rhonki +/+. Tidak ditemukan murmur atau bising
jantung. Hepar dalam batas normal, konsistensi kenyal, permukaan rata,
tidak nyeri tekan. Lien (limpa) tidak teraba. Ekstremitas atas normal dan
ekstermitas bawah juga dalam batas normal tidak ada kelainan. Status
neurologis dalam batas normal. Status antropometri diperoleh BB 40
kg, tinggi badan dan lingkar lengan atas (LILA) tidak diketahui, status
gizi pasien adalah obesitas. Pemeriksaan laboratorium didapatkan
leukosit 14,4x103/ul, granulosit 11x103/ul, Hb 8,5 g/dl, MCV 76,8 um3,
MCH 24,1 pg. Pemeriksaan Chest X-Ray (CXR) menunjukkan adanya
bercak infiltrat pada kedua lapang paru dan perselubungan homogen
pada hemitoraks dextra et sinistra yang menutupi sinus costophrenicus
dan diafragma. Gambaran ground glass opacity (GGO) pada lobus
superior pulmo sinistra. Pembesaran jantung tidak dapat dinilai karena
batas jantung kanan tidak jelas. Kesan: pneumonia + efusi pleura
bilateral. Pasien didiagnosis dengan Pneumonia e.c. suspek Covid-19
DD/ Bakteri + Sepsis (A41.9) + Efusi Pleura Bilateral (J90) +
Anemia Hipokromik Mikrositer (D50.9). Penderita diberikan terapi:
pemberian oksigen, IVFD NaCl 0,9% 20 tpm, ampisilin 4x1/2 vial IV,
paracetamol drips/4 jam jika demam dan vectrin syr. 3x1 cth, transfusi
PRC 2 kantong. Monitoring yang perlu dilakukan mencakup kesadaran,
tanda-tanda vital, pemantauan pelaksanaan transfusi dan reaksi transfusi.

IV. DATA OBJEKTIF SAAT DIJADIKAN KASUS (09 DESEMBER 2020)


PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Present
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
Nadi : 150 x/menit
Respirasi : 28 x/menit
Suhu aksila : 39,80 C
Saturasi : 98% dengan O2
oksigen

b. Status General
Kepala : Normocephal, tidak terdapat perdarahan seperti hematom
Rambut : Hitam dan kokoh, tidak terdapat flag sign.
Wajah : Tidak ada kelainan, tidak ada edema dan tidak tampak ada
fasies sindrom tententu, tidak tampak old man face.
Mata : Konjungtiva anemis +/+, sklera dalam batas normal, celah
kelopak mata kanan dan kiri normal, kedua pupil bulat
diameter 2 mm, reflek cahaya kedua pupil normal dan
isokor, air mata +/+.
Telinga : Tidak adak kelainan bentuk, tidak ada sekret.
Hidung : Tidak ada napas cuping hidung, tidak ada sianosis, mukosa
tidak hiperemis, tidak ada secret, tidak ada epistaksis.
Tenggoro : Faring tidak hiperemi, tonsil tidak membesar dan tidak
k hiperemi.
Mulut : Sianosis tidak ada, mukosa mulut kering (-).
Leher : Pembesaran KGB (-)
Dada
Jantung
Inspeksi : Tidak tampak adanya precordial bulging, iktus cordis dan
denyut epigastrium tidak tampak.
Palpasi : Iktus cordis teraba di sela iga ke-4 pada perpotongan
dengan garis midklavikula kiri, tidak kuat angkat, tidak
teraba thrill, tidak teraba adanya left ventricle impuls dan
right ventricle heave.
Perkusi : Batas kanan jantung: parasternal kanan, batas kiri jantung
pada garis midklavikula kiri, batas atas jantung: sela iga
kedua kiri, batas bawah jantung terletak pada sela iga
keempat kiri.
Auskultasi : Suara jantung I dan II reguler, M1>T1 dan A2>P2, tidak
didapatkan adanya murmur.
Paru
Inspeksi : Bentuk normal, simetris saat diam maupun bergerak,
retraksi subkostal dan interkostal tidak ada, sela iga
gambang tidak ada.
Palpasi : Gerakan dada simetris, fremitus raba didapatkan sama pada
kedua lapangan paru.
Perkusi : Sonor di kedua sisi.
Auskultasi : Rhonki +/+, wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi : Perut tidak tampak distensi, pembuluh darah vena di perut
tidak tampak.
Auskultasi : Suara bising usus normal
Palpasi : Nyeri tekan (-), organomegali (-)
Perkusi : Timpani
Ekstremitas : teraba hangat, tidak ada udem, tidak ada sianosis, CRT < 2s
Genitalia : Testis teraba pada kedua skrotum, besar normal, kenyal,
tidak teraba massa. Status pubertas laki-laki: Tanner 2
(G2P2).
Inguinal : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening pada regio
inguinal dekstra dan sinistra.
Kulit : Teraba hangat, tidak pucat, tidak tampak ikterus.

c. Status Neurologis
Pemeriksaan neurologis pada keempat ekstremitas atas dan bawah:
Ekstremitas atas Ekstremitas bawah
Tenaga 5555 5555
Tonus Normal Normal
Tropik Normal Normal
Refleks fisiologis Normal Normal
Refleks patologis Tidak ada Tidak ada

d. Status Antropometri berdasarkan CDC 2000


Berat Badan (BB) : 40 kg
Tinggi Badan (TB) : Tidak diukur
BB ideal menurut umur : 32 kg
Lingkar Lengan Atas (LILA) : Tidak diukur
Lingkar lengan atas standar : Tidak diukur
BB/U : >P95
TB/U : -
BB/TB : -
Status gizi : Obesitas (BB berdasarkan Presecentil
50 kurva CDC)

LABORATORIUM

Hasil: leukositosis, granulositosis, limfopenia, anemia hipkromik


mikrositer.
RADIOLOGI (Chest X-Ray AP)

Interpretasi: bercak infiltrat pada kedua lapang paru dan perselubungan


homogen pada hemitoraks dextra et sinistra yang menutupi sinus
costophrenicus dan diafragma. Gambaran ground glass opacity (GGO) pada
lobus superior pulmo sinistra.
Kesan: pneumonia + efusi pleura bilateral.
V. RESUME
Pasien datang dengan keluhan batuk sejak 4 hari yang lalu, disertai dahak
warna putih, darah (-). Batuk sepanjang hari dan memberat pada malam hari. Saat
batuk, pasien merasakan nyeri dada. Satu minggu yang lalu pasien mengeluhkan
sesak napas dan demam yang muncul bersamaan, keluhan ini dirasakan sampai
sekarang. Sesak napas terjadi sepanjang hari. Demam tinggi dan terus-menerus
dengan suhu di rumah 39-40oC, turun dengan pemberian Paracetamol namun suhu
naik kembali. Anak juga mengelukan sulit tidur selama 3 hari terakhir. Anak
tampak lemas. Pasien memiliki riwayat sesak sebelumnya. Ayah pasien
merupakan perokok aktif. Riwayat imunisasi anak tidak jelas.
Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, denyut
nadi 150x/menit, laju pernapasan 28x/menit, suhu 39,80 C dan saturasi oksigen
98% dengan O2, konjungtiva anemis +/+, rhonki +/+. Status gizi obesitas.
Pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis, granulositosis, limfopenia,
anemia hipokromik mikrositer. Pemeriksaan Chest X-Ray (CXR): pneumonia +
efusi pleura bilateral.

VI. DIAGNOSIS KERJA


Pneumonia e.c. suspek Covid-19 DD/ Bakteri + Sepsis (A41.9) + Efusi
Pleura Bilateral (J90) + Anemia Hipokromik Mikrositer (D50.9)

VII. PERMASALAHAN
a. Saat ini
Faktor Risiko
Faktor paparan asap rokok dan riwayat imunisasi tidak jelas. Ingin diketahui
faktor apa saja yang berisiko meningkatkan kejadian pneumonia pada anak.
b. Jangka panjang
1. Terapi
Terapi antibiotik empiris pada pneumonia. Ingin mengetahui efektivitas
antara terapi ß-laktam monoterapi dengan kombinasi makrolida.

2. Prognosis
Prognosis anak dengan pneumonia. Ingin mengetahui apa saja yang dapat
memperburuk prognosis pasien pneumonia.

VIII. RENCANA PENGELOLAAN (PLANNING)


a. Tatalaksana
- Oksigen diberikan jika SpO2 ≤92%
- IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
- Ampisilin 4x1/2 vial IV
- Paracetamol drips/4 jam jika demam
- Vectrin syr. 3x1 cth
- Transfusi 2 kantong PRC, 1 kantong/hari
- Monitoring tanda-tanda vital: denyut nadi, laju pernapasan, dan suhu
badan.

b. Rencana pemeriksaan penunjang diagnosis


Pemeriksaan swab test PCR, serum besi.

c. Asuhan nutrisi pediatrik


1. Nutritional assessment: Penderita makan nasi dengan lauk pauk dan sayur
3 kali sehari dengan tambahan makanan selingan berupa sup sayur,
biskuit, buah.
2. Nutritional requirement : kebutuhan kalori sesuai dengan RDA.
Kebutuhan kalori yang diberikan adalah 100 kkal/kg berat badan
ideal/hari, yaitu 4100 kkal/hari. Dengan protein 1,5g/kgbb/hari, yaitu
51g/hari. Kebutuhan cairan 1000ml/hari.
3. Nutritional route: per oral
4. Nutritional selection: anak usia 10 tahun diberikan dalam bentuk nasi dan
lauk pauk,sayur, buah, 1 porsi tiap 8 jam dengan makan selingan tiap 12
jam.
5. Nutritional monitoring: dilakukan pemantauan terhadap asupan, toleransi,
dan monitoring pertumbuhan.
d. Rencana Pemantauan
Anak harus diperiksa oleh perawat paling sedikit setiap 3 jam dan oleh dokter
minimal 1 kali perhari. Monitoring tanda-tanda vital: denyut nadi, laju
pernapasan, dan suhu badan.

e. Pemberian komunikasi, informasi, edukasi (KIE)


1. Komunikasi, informasi, dan edukasi diberikan kepaada orang tua terkait
penyakit yang dialami pasien.
2. Jika anak belum divaksin, segera vaksin. Vaksin yang diberikan yaitu
campak, DPT, dan Hib.
3. Hindari polusi udara baik dalam rumah (asap rokok) maupun di luar
rumah.
4. Lingkungan tempat tinggal pasien harus dibersihkan agar penyebaran
penyakit dapat di kontrol.
IX. PEMANTAUAN SETELAH DIJADIKAN KASUS

Hari
S O A P
Perawatan
Hari I Batuk berdahak, Status present: - Pneumonia e.c. - Oksigen diberikan jika SpO2 ≤92%
(09/12/20) demam, sesak KU: sakit sedang suspek Covis-19 - IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
napas, lemas, Kesadaran: CM DD/ Bakteri
dan sulit tidur N: 150x/menit, RR: 28x/menit, S: 39,80C, SpO2: 98% dgn O2 - Sepsis (A41.9)
- Ampisilin 4x1/2 vial IV
- Efusi Pleura - Paracetamol drips/4 jam jika demam
Status general: Bilateral (J90) - Vectrin syr. 3x1 cth
Kepala: normocephal - Anemia - Transfusi 2 kantong PRC, 1 kantong/hari
Mata: konjungtiva anemis +/+, air mata +/+, mukosa mulut Hipokromik
kering (-) Mikrositer
Thoraks: pengembangan dada simetris (D50.9) Monitoring :
Cor: BJ I.II reguler Kesadaran dan tanda-tanda vital.
Pulp: Rhonki +/+, wheezing -/-
Andomen: supel, turgor kulit baik
Ekstremitas: hangat, CRT <2s
*Pasien meninggal setelah 1 hari perawatan
Laboratorium darah rutin:
- Leukosit 14,4x103/ul
- Granulosit 11x103/ul
- Limfosit 19,4%
- Hb 8,5 g/dl
- MCV 76,8 um3
- MCH 24,1 pg
CXR:
Tampak bercak infiltrat pada kedua lapang paru dan
perselubungan homogen pada hemitoraks dextra et sinistra
yang menutupi sinus costophrenicus dan diafragma.
Pembesaran jantung tidak dapat dinilai karena batas jantung
kanan tidak jelas.
Kesan: pneumonia + efusi pleura bilateral.
X. PROGNOSIS
Ad vitam : malam
Ad functionam : malam
Ad sanationam : malam.

14
XII. SKEMA ANALISIS KASUS

Faktor
risiko anak laki-laki 10 tahun Faktor risiko Jurnal 1. level of
Paparan Riwayat munisasi
evidence 3, grades of
asap rokok tidak jelas
recommendation B).

Pemfis: KU: sedang , N:150x/m, RR: 28x/m, S: 39,8, SpO2: 98% dengan
Masalah

Klinis: batuk dahak sejak 4


O2, konjungtiva anemis +/+, rhonki +/+.
hari yll, sesak, demam
sejak 1 mgg SMRS, nyeri
Lab: leukositosis, granulositosis,limfopenia, anemia hipokromik mikrositer
dada, sulit tidur, lemas
CXR: pneumonia + efusi pleura bilateral
Diagnosis

Tegak diagnosis Pneumonia suspek Covid-19 DD/ Pemeriksaan swab test PCR,
Bakteri + Sepsis (A41.9) + Efusi Pleura Bilateral (J90) + serum besi
Anemia Hipokromik Mikrositer (D50.9)

Terapi suportif Terapi definitif Terapi terhadap


komplikasi
Terapi

Ampisilin 4x1/2 vial IV


Oksigen Paracetamol drips/4 jam jika demam
IVFD NaCl 0,9% 20 tpm Vectrin syr. 3x1 cth
Nutrisi Tf 2 ktg PRC, 1 ktg/hari

Luaran terkait pneumonia


Prognosis

Ad vitam: malam Efektivitas terapi


Jurnal (level of evidence 3, Jurnal (level of evidence 3,
Ad functionam: malam
grade recommendation B). grade recommendation A).
Ad sanactionam: malam

15
XI. ANALISIS KASUS
Pneumonia merupakan proses inflamasi yang terjadi pada parenkim
paru. Pada anak, pneumonia merupakan penyakit yang paling umum terjadi
dan sebagai salah satu penyebab kesakitan dan kematian utama pada anak
(paling banyak anak < usia 5 tahun).1 Pada kasus ini, anak laki-laki berusia
10 tahun.
Pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, aspirasi dari cairan
lambung, benda asing, hidrokarbon, bahan-bahan lipoid, dan reaksi
hipersensitivitas. Penyebab tersering adalah respiratory syncytial virus
(RSV) pada bayi, virus respiratori lain (RSV, parainfluenza, influenza, dan
adenovirus) pada anak berusia kurang dari lima tahun, dan Mycoplasma
pneumoniae, Streptococcus pneumoniae, Chlamydia pneuomoniae,
Haemophilus indluenzae pada anak berusia 5-18 tahun. Beberapa agen juga
dapat menyebabkan pneumonia walaupun jarang terjadi, yaitu SARS-
associated coronavirus (SARS-CoV).2 Pada kasus ini, belum diketahui
etiologinya karena tidak dilakukan kultur sputum, biakan darah dan swab
test PCR. Namun, dimasa pandemi Covid-19 ini, kita harus mencurigai salah
satu penyebab yang mungkin pada anak ini yaitu SARS-CoV 2.
Berdasarkan jurnal “Faktor-faktor Yang Berpengaruh Terhadap
Kejadian Pneumonia Pada Balita di Puskesmas Susunan Kota Bandar
Lampung Tahun 2012” oleh Rosbiatul Adawiyah dkk dalam Jurnal
Kedokteran Yarsi tahun 2016, ada beberapa faktor risiko yang berhubungan
dengan terjadinya pneumonia, yaitu kelengkapan status imunisasi (OR 7,8,
p=0,006), paparan asap rumah tangga (salah satunya asap rokok) (OR 4,7,
p=0,000), dan pemberian ASI eksklusif (OR 3,6, p=0,002). 7 Jurnal ini valid,
penting, dan dapat diterapkan (level of evidence 3, grades of
recommendation B). Pada kasus ini, anak memiliki faktor risiko, yaitu
ayah pasien merupakan perokok aktif sehingga anak dapat terpapar asap
rokok hampir setiap hari. Kedua, riwayat imunisasi anak tidak diketahui
secara jelas, sehingga bisa saja hal ini menjadi salah satu faktor risiko anak
mengalami pneumoni.

16
Usia merupakan faktor penentu dalam manifestasi klinis pneumonia.
Demam, menggigil, takipneu, batuk, malaise, nyeri dada akibat pleuritis,
retraksi, dan iritabilitas akibat sesak respiratori, sering terjadi pada bayi yang
lebih tua dan anak.2 Pada tahun 2012, Nurjannah dkk melakukan penelitian
untuk melihat profil pneumonia pada anak di RSUD dr. Zainoel Abidin,
terdapat 144 anak dengan pneumonia. Berdasarkan gambaran klinis, batuk
merupakan gejala klinis paling banyak ditemukan yaitu 94.4% diikuti napas
cuping hidung 93,1%, dan ronki 92,4%, kemudian demam dengan suhu rata-
rata 380C, takipnu dengan rata-rata laju napas 60 kali/menit, takikardi
dengan denyut nadi rata-rata 147 kali/menit.1 Pada kasus ini, anak datang
dengan keluhan batuk sejak 4 hari yang lalu, demam tinggi, sesak, nyeri
dada, sulit tidur dan tampak lemas. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
denyut nadi 150x/menit, laju pernapasan 28x/menit, suhu 39,80 C, askultasi
paru rhonki +/+.
Bakteri yang ada di saluran respiratori atas tidak dapat menjadi
refleksi yang akurat penyebab infeksi respiratori bawah, dan sediaan sputum
dengan kualitas baik sangat sulit didapat pada pasien anak. Hitung jenis
leukosit pada pneumonia viral seringkali normal ataupun sedikit meningkat,
dengan limfosit predominan, sedangkan pada pneumonia bakterial hitung
jenis leukosit mengalami peningkatan >20.000/mm3 dengan predominan
neutrofil. Biakan darah harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis dan
menentukan bakteri penyebab pneumonia. Apabila terdapat efusi atau
empiema, maka tindakan torakosintesis harus dilakukan guna mengambil
cairan pleural untuk keperluan diagnostik.1 Pada kasus ini, hasil
laboratorium didapatkan leukosit 14,4x103/ul, granulosit 11x103/ul.
Pemeriksaan radiografi dari frontal dan lateral harus dilakukan untuk
mengetahui lokasi penyakit dan untuk memvisualisasikan infiltrat yang ada
di balik jantung atau di lengkung diafragma. Pneumonia bakterial ditandai
oleh adanya konsolidasi lobaris atau pneumonia berbentuk bundar dengan
disertai adanya efusi pleura pada 10-30% kasus. Pada pneumonia viral
tampak infiltrat bronkopneumonia yang berbentuk seperti garis yang

17
tumpang tindih dan menyebar.1 Pada kasus ini, Chest X-Ray (CXR)
menunjukkan adanya bercak infiltrat pada kedua lapang paru dan
perselubungan homogen pada hemitoraks dextra et sinistra yang menutupi
sinus costophrenicus dan diafragma. Pembesaran jantung tidak dapat dinilai
karena batas jantung kanan tidak jelas. Kesan: pneumonia + efusi pleura
bilateral.
Terapi pneumonia adalah terapi suportif dan spesifik yang tergantung
pada berat ringannya penyakit, komplikasi dan kuman penyebab pneumonia.
Terapi suportif berupa pemberian makanan atau cairan sesuai kebutuhan,
dan terapi oksigen. Jika penyakitnya berat dan sarana tersedia, alat bantu
napas mungkin diperlukan terutama dalam 24-48 jam pertama. Bagian yang
sangat penting dari tata laksana pneumonia adalah pemberian antibiotik.
Penyebab pasti pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa
hari untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat
menyebabkan kematian bila tidak segera diobati. Sehingga penegakkan
diagnosis berdasarkan gejala klinis dan penatalaksanaan awal pneumonia
diberikan antibiotika secara empiris. Untuk anak umur 5-18 tahun patogen
yang umum menyebabkan pneumonia sesuai dengan urutan frekuensi yaitu:
Mycoplasma pneumoniae, Streptococcus pneumoniae, Chlamydia
pneuomoniae, Haemophilus indluenzae. Pilihan antibiotik empiris sesuai
umur dan patogen penyebab pada pasien rawat inap adalah golongan
makrolida (eritromisin, azitromisin, atau klaritromisin) dengan ataupun
tanpa golongan ß-laktam (sefuroksim atau ampisilin). Dosis ampisilin 50-
100 mg/kgBB/hari IV, sehari 4 kali, dosis eritromisin 50 mg/kgBB/hari PO,
sehari 4 kali. Bila anak disertai demam (> 39oC) yang tampaknya
menyebabkan distres, beri parasetamol. Bila terdapat sekret kental di
tenggorokan yang tidak dapat dikeluarkan oleh anak, hilangkan dengan alat
pengisap secara perlahan.1,3,4
Berdasarkan jurnal “Effectiveness of ß-lactam monotherapy vs
macrolide combination therapy for children hospitalized with pneumonia”
oleh William DJ et al dalam JAMA Pediatrics tahun 2017, sebanyak 1019

18
anak diterapi dengan monoterapi ß-laktam dan 399 anak diterapi dengan ß-
laktam + makrolida. Hasil menunjukkan tidak terdapat perbedaan lama
rawat yang signifikan secara statistik antara yang menerima monoterapi ß-
laktam dan kombinasi terapi (HR 0.87; 95% CI, 0.74-1.01).8 Pada kasus ini,
terapi suportif yang diberikan adalah pemberian oksigen dan pemebrian
cairan IVFD NaCl 0,9% 20 tpm. Pasien ini diberikan terapi antibiotik
empiris yaitu monoterapi ß-laktam: ampisilin 4x1/2 vial IV, paracetamol
drips/4 jam jika demam dan vectrin syr. 3x1 cth.
Berdasarkan The International Consensus Conference on Pediatric
Sepsis, 2005, pasien dikatakan sepsis jika adanya sindrom respon inflamasi
sistemik (SIRS/Systemic inflammatory response syndrome) ditambah
dengan adanya infeksi. Respon inflamasi umum, yang didefinisikan oleh
adanya ≥2 dari kriteria berikut (suhu atau jumlah leukosit abnormal harus
terpenuhi pada salah satu kriteria: (1) demam (suhu inti >38,50C atau suhu
aksila >37,90C) atau hipotermia (suhu inti <360C); (2) takikardi (denyut nati
normal anak usia 6-12 tahun adalah ≤140x/menit); (3) takipnea (laju
pernapasan normal anak usia 6-12 ≤38x/menit); (4) leukositosis (cut off anak
usia 6-12 thn >13.500 atau <4.500/mm 3). Infeksi yaitu diduga atau terbukti
terinfeksi patogen apapun atau sindrom klinis terkait dengan kemungkinan
infeksi.6 Pada kasus ini, denyut nadi pasien 150x/menit, laju pernapasan
28x/menit, dan suhu 39,80C. Hasil lab menunjukkan adanya leukositosis
yaitu 14,4x103/ul. Pada CXR menunjukkan adanya bukti infeksi yaitu
adanya gambaran bercak infiltrat pada kedua lapang paru yang mengarah ke
pneumonia. Sehingga, pada pasien ini dapat dikatakan sepsis karena terdapat
3 kriteria SIRS ditambah dengan adanya bukti infeksi pneumonia pada
CXR.
Pneumonia bakterial seringkali menyebabkan cairan inflamasi
terkumpul di ruang pleura, kondisi ini mengakibatkan efusi parapneumonik
atau apabila cairan tersebut purulen disebut empiema. Efusi ringan dapat
asimptomatik. Efusi yang cukup luas dapat menyebabkan kompresi jaringan
paru sehingga menimbulkan gejala dispnea, takipnea, dan terkadang nyeri

19
dada. Efusi karena infeksi biasanya berhubungan dengan demam, malaise,
nafsu makan menurun dan nyeri dada pleuritik. Pada pemfis didapatkan
adanya takipnea, perkusi redup, suara napas melemah, pergeseran
mediastinum (efusi luas), dan penurunan fremitus taktil. Gambaran radiologi
menunjukkan perselubungan homogen pada hemitoraks dextra atau sinistra
atau keduanya yang menutupi sinus costophrenicus dan diafragma serta
adanya pendorongan jantung dan trakea. Pada efusi
parapneumonia/empiema, penggunaan pipa toraks saja tidak mencakup
karena dapat sangat kental dan terlokulasi. Pada kasus seperti ini, drainase
pleura plaing baik dilakukan dengan pemberian agen fibrinolitik melalui
pipa toraks atau torakoskopi dengan panduan video (VATS). 1,2 Pada kasus
ini, anak mengeluhkan sesak napas sepanjang hari, lebih suka duduk
daripada berbaring, dan saat batuk terdapat nyeri dada. Pada CXR tampak
perselubungan homogen pada hemitoraks dextra et sinistra yang menutupi
sinus costophrenicus dan diafragma. Sehingga, pasien ini didiagnosis efusi
pleura bilateral. Efusi ini mungkin terjadi akibat komplikasi dari pneumonia
sehingga anak ini harus dilakukan drainase cairan pleura dengan cara
torakosintesis.
Menurut WHO, seorang anak 6-12 tahun dikatakan anemia jika kadar
Hb nya dibawah 12 g/dl. Secara umum, transfusi PRC hampir selalu
diindikasikan pada kadar Hb <7,0 g/dl, terutama pada keadaan anemia akut.
Transfusi juga dapat dilakukan pada kadar Hb 7,0-10,0 g/dl, apabila
ditemukan hipoksia yang bermakna secara klinis dan laboratorium. Dosis
yang digunakan untuk transfusi PRC pada anak adalah 10-15 ml/kgBB/hari
apabila Hb >6,0 g/dl. Pada anak, pemberian PRC 4 ml/kgBB dapat
meningkatkan kadar Hb sekitar 1 g/dl. Rumus untuk menghitung kebutuhan
PRC adalah [DHb (target Hb-Hb saat ini) x BB x 4], sementara kebutuhan
per hari adalah 10-15 kgBB/hari. 5 Pada kasus ini, kadar Hb anak 8,5 g/dl,
MCV 76,8 um3 dan MCH 24,1 pg. Sehingga, didiagnosis juga sebagai
anemia hipokromik mikrositer. Pasien ini diberikan transfusi PRC 2 kantong
untuk menaikkan Hb menjadi 10 g/dl. Untuk mengetahui lebih lanjut jenis

20
anemia apa yang dialami pasien, maka dapat dilakukan pemeriksaan serum
besi untuk melihat apakah anak mengalami anemia defisiensi atau tidak.
Ada beberapa faktor yang dapat memperburuk prognosis pasien
pneumoni sehingga dapat menyebabkan kematian. Berdasarkan jurnal “Risk
factors for a poor outcome among children admitted with clinically severe
pneumonia to a university hospital in Rabat, Morocco” oleh Imane
Jroundi, Chafiq Mahraoui, Rachid Benmessaoud et al dalam International
Journal of Infectious Diseases tahun 2014, faktor-faktor tersebut, yaitu
riwayat prematuritas (OR 2.50), adanya demam (OR 2,25), tinggal serumah
dengan perokok (OR 1,79), gangguan kesadaran (OR 10,96), sianosis (OR
2,09), pucat (OR 2,27), rhonki pada auskultasi (OR 2,45).9 Jurnal ini valid,
penting, dan dapat diterapkan (level of evidence 3, grades of
recommendation B). Pada kasus ini, faktor risiko yang memperburuk
prognosis pasien yaitu adanya demam yang tinggi 39,8 0C, tinggal serumah
dengan perokok, yaitu ayah pasien, dan ditemukannya rhonki pada
auskultasi. Pasien ini meninggal setelah satu hari perawatan. Alur penyebab
kematian pada pasien ini adalah awalnya menderita pneumonia kemudian
sepsis, sepsis menyebabkan acute respiratory distress syndrome (ARDS),
congestive heart failure (CHF), dan endokarditis. Kemudian mengakibatkan
multi organ dysfunction (MOD) dan selanjutnya mengakibatkan multi organ
failure (MOF) dan akhirnya menyebabkan kematian.

21
XII. DAFTAR PUSTAKA
A. Daftar Pustaka
1. Nurjannah, Sovira N, Anwar S. Profil pneumonia pada anak di RSUD dr.
Zainoel Abidin , studi retrospektif. Sari Pediatri. 2012;13(5).
2. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB , Behrman RE. Nelson ilmu
kesehatan anak esensial. Ed 6. Singapore: Elsevier; 2014.
3. Samuel A. Laporan Kasus: Bronkopneumonia on pediatric patient. J
Agromed Unila. 2014;1(2).
4. World Health Organization. Buku saku pelayanan kesehatan anak di
rumah sakit. Jakarta: WHO Indonesia; 2009.
5. Wahidiyat PA, Adnani NB. Transfusi rasional pada anak. Sari Pediatri.
2016;18(4).
6. Wulandari A, Martuti S, Pudjiastuti. Perkembangan diagnosis sepsis pada
anak. Sari Pediatri. 2017;19(4):237-44.

B. Daftar Jurnal (Sajian Kasus Berbasis Bukti)


7. Adawiyah R, Duarsa ABS. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
kejadian pneumonia pada balita di puskesmas susunan kota bandar
lampung tahun 2012. Jurnal Kedokteran Yarsi. 2016;24(1):051-068.
8. William DJ, Edwards KM, Self WH et al. Effectiveness of ß-lactam
monotherapy vs macrolide combination therapy for children hospitalized
with pneumonia. JAMA Pediatr. 2017;171(12):1184-1191.
9. Jroundi I, Mahraoui C, Benmessaoud R et al. Risk factors for a poor
outcome among children admitted with clinically severe pneumonia to a
university hospital in Rabat, Morocco. International Journal of Infectious
Diseases. 2014;28:164-170.

22
KAJIAN JURNAL KEDOKTERAN BERBASIS BUKTI

PERMASALAHAN 1
Faktor paparan asap rokok dan riwayat imunisasi yang tidak jelas.

PICO:
Dari masalah yang ada maka dijabarkan dalam bentuk komponen PICO sebagai
berikut :
P Population/problem : anak dengan pneumonia
I Intervention : faktor paparan asap rokok dan riwayat imunisasi
yang tidak jelas
C Comparison/control : faktor lain
O Outcome : meningkatkan kejadian pneumonia.
PERTANYAAN KLINIS
Apakah paparan asap rokok dan riwayat imunisasi berhubungan dengan kejadian
pneumonia dan apa saja faktor risiko lain yang berhubungan dengan kejadian
pneumonia ?
Kata kunci : faktor risiko, rokok, imunisasi, pneumonia

Dari penelusuran jurnal diperoleh jurnal dengan judul “Faktor-faktor Yang


Berpengaruh Terhadap Kejadian Pneumonia Pada Balita di Puskesmas
Susunan Kota Bandar Lampung Tahun 2012” oleh Rosbiatul Adawiyah, Artha
Budi Susila Duarsa dalam Jurnal Kedokteran Yarsi tahun 2016.

Ringkasan jurnal
Latar Belakang: Pneumonia merupakan pembunuh utama anak dibawah usia
lima tahun di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

23
AIDS, Malaria dan Campak. Namun, belum banyak perhatian terhadap penyakit
ini. Di dunia, dari 9 juta kematian balita lebih dari 2 juta balita meninggal setiap
tahun akibat pneumonia atau sama dengan 4 balita meninggal setiap menitnya.
Dari lima kematian balita, satu diantaranya disebabkan pneumonia. Di Puskesmas
Susunan Baru pada bulan Februari 2012 terjadi satu kematian balita akibat
pneumonia.
Tujuan: untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh Kejadian Pneumonia
pada Balita di Puskesmas Susunan Kota Bandar Lampung Tahun 2012.
Metode: penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain studi case control,
dilakukan pada bulan Oktober- November 2012 pada 130 balita yang tediri 65
kasus dan 65 kontrol di Puskesmas Susunan Baru yang dipilih sebagai sampel.
Variabel dependen adalah kejadian Pneumonia pada balita, sedangkan variabel
Independen adalah umur balita, status gizi balita, kelengkapan status imunisasi,
pemberian Vitamin A, pemberian ASI Eksklusif, pendidikan ibu, dan asap
pembakaran keluarga. Analisa data secara univariat, bivariat dan multivariat.
Hasil: ada pengaruh kelengkapan status imunisasi, pemberian Vitamin A,
pemberian ASI Eksklusif, dan asap pembakaran keluarga dengan kejadian
Pneumonia pada balita. Variabel yang merupakan faktor paling dominan
berpengaruh terhadap kejadian Pneumonia pada balita adalah asap pembakaran
keluarga setelah dikontrol variabel kelengkapan status imunisasi, pemberian
Vitamin A, pemberian ASI Eksklusif, dan pendidikan ibu, dengan nilai
OR=13,363 yang berarti balita dengan asap pembakaran keluarga yang tidak baik
akan berisiko terkena Pneumonia 13 kali lebih tinggi dibandingkan balita dengan
asap pembakaran keluarga yang baik.

I. Apakah bukti tentang aspek causatif ini valid ?

1. Apakah kelompk pasien Ya, dilakukan matching dengan


didefenisikan dengan jelas sample pembanding yang sama.
yang serupa untuk semua
aspek penting selain dari

24
paparan yang diberikan ?
2. Apakah paparan dan Ya, dengan mengunakan alat ukur
kesudahan klinis diukur yang sama.
dengan cara yang sama
dalam dua kelompok ?
3. Apakah pengamatan pasien Ya, dilakukan dari Oktober-
dilakukan dalam jangka November 2012 (1 bulan)
waktu yang cukup panjang ?
4. Apakah hasil dari penilitian Ya
tentang aspek causatif ini
memenuhi beberapa kriteria
untuk causation ?
- Apakah paparan terjadi Ya
sebelum kesudahan ?
- Apakah ada hubungan
dengan faktor lingkungan ? Ya
- Apakah terdapat bukti
adanya hubungan faktor Ya
lingkungan ?
- Apakah hubungan ini
konsisten ?

II. Apakah hasil valid tentang penilitian ini penting ?


1. Seberapa besar dan Kelengkapan OR = 7,8 CI 1,70-36,48
presisi (dinilai dari status imunisasi p=0,006
nilai IK 95%)
hubungan yang Paparan asap OR = 4,7 CI 2,05-10,83
ditemukan antara rumah tangga p=0,000
paparan dan
kesudahan ? Pemberian ASI OR = 3,6 CI 1,67-7,94
eksklusif p=0,002

25
III. Apakah hasil valid, penting pada penilitian faktor risiko ini dapat
diterapkan ?
1. Apakah pasien kita Tidak, pasien kita tidak berbeda dengan pasien pada
berbeda dengan yang penelitian ini.
terdapat pada penelitian
sehingga hasilnya tidak
dapat diterapkan ?
2. Apakah kecenderungan Dengan mengetahui faktor risiko, diharapkan dapat
dan harapan pasien kita menurunkan kejadian pneumonia.
terhadap hasil dari
penilitian ?
Jurnal ini valid, penting, dan dapat diterapkan.
level of evidence 3, grades of recommendation B

26
PERMASALAHAN 2
Prognosis anak dengan pneumonia

PICO:
Dari masalah yang ada maka dijabarkan dalam bentuk komponen PICO sebagai
berikut :
P Population/problem : anak dengan pneumonia
I Intervention : apa yang memperburuk prognosis pneumonia
C Comparison/control :
O Outcome : prognosis buruk
PERTANYAAN KLINIS
Apa saja yang memperburuk prognosis anak dengan pneumonia ?
Kata kunci : Poor, outcome, pneumonia

Dari penelusuran jurnal diperoleh jurnal dengan judul “Risk factors for a poor
outcome among children admitted with clinically severe pneumonia to a
university hospital in Rabat, Morocco” oleh Imane Jroundi, Chafiq Mahraoui,
Rachid Benmessaoud et al dalam International Journal of Infectious Diseases
tahun 2014.

Ringkasan jurnal
Objectives: Data on prognostic factors among children with severe pneumonia
are scarce in middle- income countries. We investigated prognostic factors for an
adverse outcome among children admitted to the Hoˆpital d’Enfants de Rabat,
Morocco with World Health Organization-defined clinically severe pneumonia
(CSP).
Methods: Children aged 2–59 months admitted to the hospital and fulfilling the
CSP definition were recruited into this 13-month prospective study. A poor
prognosis was defined as death, a need for intensive care, or a Respiratory Index
of Severity in Children (RISC) score 3. Multivariate logistic regression was
performed to ascertain independent predictive factors for a poor prognosis.

27
Results: Of the 689 children included in this analysis, 55 (8.0%) required
intensive care and 28 died (4.0%). 502 (72.8%) children were classified as having
a good prognosis and 187 (27.2%) as having a poor prognosis. A history of
prematurity (odds ratio (OR) 2.50, 95% confidence interval (CI) 1.24–5.04), of
fever (OR 2.25, 95% CI 1.32–3.83), living in a house with smokers (OR 1.79, 95%
CI 1.18– 2.72), impaired consciousness (OR 10.96, 95% CI 2.88–41.73), cyanosis
(OR 2.09, 95% CI 1.05–4.15), pallor (OR 2.27, 95% CI 1.34–3.84), having
rhonchi on auscultation (OR 2.45, 95% CI 1.58–3.79), and human
metapneumovirus infection (OR 2.13, 95% CI 1.13–4.02) were all independent
risk factors for an adverse outcome, whereas a history of asthma (OR 0.46, 95%
CI 0.25–0.84) was the only independent risk factor for a positive outcome.
Conclusions: The early identification of factors associated with a poor prognosis
could improve management strategies and the likelihood of survival of Moroccan
children with severe pneumonia.

I. Apakah bukti tentang aspek causatif ini valid ?

II. Apakah kelompk pasien Ya, dilakukan matching dengan sample


didefenisikan dengan jelas pembanding yang sama.
yang seruppa untuk semua
aspek penting selain dari
paparan yang diberikan ?
III. Apakah paparan dan Ya, dengan mengunakan alat ukur
kesudahan klinis
diukur yang sama.
dengan cara yang sama
dalam dua kelompok ?
IV. Apakah pengamatan pasien Ya, dilakukan selama 13 bulan
dilakukan dalam jangka
waktu yang cukup
panjang ?

28
V. Apakah hasil dari penilitian Ya
tentang aspek causatif ini
memenuhi beberapa
kriteria untuk causation ?
- Apakah paparan terjadi Ya
sebelum kesudahan ?
- Apakah ada hubungan dengan
luaran ? Ya

- Apakah terdapat bukti adanya


hubungan faktor lingkungan ? Ya

- Apakah hubungan ini konsisten


?

II. Apakah hasil valid tentang penilitian ini penting ?


2. Seberapa besar dan prematurity OR 2,50 CI 1.24–5.04
presisi (dinilai dari nilan fever OR 2.25 CI 1.32–3.83
IK 95%) hubungan yang living in a house OR 1.79 CI 1.18–
ditemukan antara
with smokers 2.72
paparan dan kesudahan ?
impaired OR 10.96
consciousness CI 2.88–
cyanosis OR 2.09 41.73
pallor OR 2.27 CI 1.05–4.15
having rhonchi OR 2.45 CI 1.34–3.84
on auscultation CI 1.58–3.79

III. Apakah hasil valid, penting pada penilitian faktor risiko ini dapat diterapkan ?

3. Apakah pasien kita Tidak, pasien kitaa tidak berbeda dengan pasien
berbeda dengann yang pada penelitian ini.
terdapat pada penilitian

29
sehingga hasilnya tidak
dapat diterapkan ?
4. Apakah kecenderungan Dengan mengetahui luaran maka dapat melakukan
dan harapan pasien kita pemilihan terapi yang cepat dan tepat terhadap
terhadap hasil dari pneumonia.
penilitian ?
Jurnal ini valid, penting, dan dapat diterapkan.
level of evidence 3, grade recommendation B

PERMASALAHAN 3
Efektivitas terapi antibiotik empiris pada pneumonia

30
PICO:
Dari masalah yang ada maka dijabarkan dalam bentuk komponen PICO sebagai
berikut :
P Population/problem : anak dengan pneumonia
I Intervention : monoterapi dengan β-laktam
C Comparison/control : kombinasi β-laktam dengan makrolida
O Outcome : lama rawat
PERTANYAAN KLINIS
Bagaimana efektivitas terapi antibiotik empirik pada anak dengan pneumonia ?
Kata kunci : effectiveness, antibiotic, empiric, pneumonia, children

Dari penelusuran jurnal diperoleh jurnal dengan judul “Effectiveness of ß-lactam


monotherapy vs macrolide combination therapy for children hospitalized with
pneumonia” oleh William DJ et al dalam JAMA Pediatrics tahun 2017

Ringkasan jurnal
Objectives: To compare the effectiveness of β-lactam monotherapyvs β-lactam
plus macrolide combination therapy among a cohort of children hospitalized with
pneumonia.
Methods: We analyzed data from the Etiology of Pneumoniain the Community
Study, a multicenter, prospective, population-based study of community-acquired
pneumonia hospitalizations conducted from January 1, 2010, to June 30, 2012, in
3 children’s hospitals in Nashville, Tennessee; Memphis, Tennessee; and Salt
Lake City, Utah. The study included all children (up to 18 years of age) who were
hospitalized with radiographically confirmed pneumonia and who received β-
lactam monotherapy or β-lactam plus macrolide combination therapy. Data
analysis was completed in April 2017.
Results: Our study included 1418 children (693 girls and 725 boys) with a
median age of27 months (interquartile range, 12-69 months). This cohort was
60.1% of the 2358 children enrolled in the Etiology of Pneumonia in the

31
Community Study with radiographically confirmed pneumonia in the study
period; 1019 (71.9%) received β-lactam monotherapy and 399 (28.1%) received
β-lactam plus macrolide combination therapy. In the unmatched cohort, there
was no statistically significant difference in length of hospital stay between
children receiving β-lactam monotherapy and combination therapy (median, 55
vs 59 hours; adjusted hazard ratio, 0.87; 95% CI, 0.74-1.01). The propensity-
matched cohort (n = 560, 39.5%) showed similar results. There were also no
significant differences between treatment groups for the secondary outcomes.
Conclusions: Empirical macrolide combination therapy conferred no benefit over
β-lactam monotherapy for children hospitalized with community-acquired
pneumonia. The results of this study elicit questions about the routine empirical
use of macrolide combination therapy in this population.

VI. Apakah bukti tentang aspek causatif ini valid ?

VII. Apakah kelompk pasien Ya, dilakukan matching dengan sample


didefenisikan dengan jelas pembanding yang sama.
yang seruppa untuk semua
aspek penting selain dari
paparan yang diberikan ?
VIII. Apakah paparan dan Ya, dengan mengunakan alat ukur
kesudahan klinis
diukur yang sama.
dengan cara yang sama
dalam dua kelompok ?
IX. Apakah pengamatan pasien Ya, dilakukan selama 2 tahun
dilakukan dalam jangka
waktu yang cukup
panjang ?

32
X. Apakah hasil dari penilitian Ya
tentang aspek causatif ini
memenuhi beberapa
kriteria untuk causation ?
- Apakah paparan terjadi Ya
sebelum kesudahan ?
- Apakah ada hubungan dengan
luaran ? Ya

- Apakah terdapat bukti adanya


hubungan faktor lingkungan ? Ya

- Apakah hubungan ini konsisten


?

II. Apakah hasil valid tentang penilitian ini penting ?


3. Seberapa besar dan Tidak terdapat HR 0.87 CI 0.74-1.01
presisi (dinilai dari nilan hubungan yang
IK 95%) hubungan yang signifikan
ditemukan antara
perbedaan lama
paparan dan kesudahan ?
rawat antara
monoterapi β-
laktam dgn
kombinasi β-
laktam/makrolida.

III. Apakah hasil valid, penting pada penilitian faktor risiko ini dapat diterapkan ?

33
5. Apakah pasien kita Tidak, pasien kita tidak berbeda dengan pasien pada
berbeda dengann yang penelitian ini.
terdapat pada penilitian
sehingga hasilnya tidak
dapat diterapkan ?
6. Apakah kecenderungan Dengan mengetahui luaran maka dapat melakukan
dan harapan pasien kita pemilihan terapi yang cepat dan tepat terhadap
terhadap hasil dari pneumonia.
penilitian ?
Jurnal ini valid, penting, dan dapat diterapkan.
level of evidence 3, grade recommendation A

34

Anda mungkin juga menyukai