DIVISI RESPIROLOGI
PENDAHULUAN
2
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama Anak : An. FR
Jenis kelamin : Laki-Laki
Usia : 2 bulan 14 hari
Tanggal Lahir : 10 Mei 2020
No. Catatan Medik : 919556
Alamat : Jln. Muh. Yamin Makassar
Tanggal Masuk : 24 Juli 2020
Tanggal Pemeriksaan : 27 Juli 2020
AYAH IBU
Nama : Tn. B Ny.S
Tgl Lahir : 21/7/1989 1/5/1983
Umur : 31 tahun 37 tahun
Pendidikan : SMA SMA
Pekerjaan : Sopir Ibu Rumah Tangga
3
Gambar 1. Pedigree
4
3. Riwayat kehamilan ibu.
Pasien merupakan anak keempat dari empat bersaudara.
Kehamilan ini merupakan kehamilan yang diinginkan. Pada saat
hamil ibu berusia 36 tahun. Selama hamil, ibu rutin memeriksakan
kehamilannya di bidan dan dokter spesialis (3 kali), Ibu tidak rutin
mengkonsumsi vitamin dan tablet penambah darah. Riwayat minum
jamu-jamuan dan obat-obatan diluar resep dokter selama hamil
tidak ada. Selama hamil ibu tidak pernah mengalami muntah yang
berlebihan dan tidak pernah mengalami keguguran sebelumnya,
tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan selama hamil yang tidak
direkomendasikan dokter. Tidak ada riwayat ibu dengan penyakit
gula, penyakit jantung, dan tekanan darah tinggi. Tidak ada riwayat
batuk, demam, nyeri berkemih dan keputihan selama hamil.
4. Riwayat persalinan
5
6. Riwayat nutrisi
Pasien tidak pernah mendapat ASI. Pasien minum susu formula
sejak lahir sampai usia 2 bulan 10 hari. 3 hari terakhir, pasien
dipuasakan.
8. Riwayat imunisasi
Pasien baru mendapat imunisasi Hepatitis B0 saat lahir.
9. Riwayat kebutuhan dasar anak
”Asuh (fisis-biomedis).
Asih (psikososial)
Asah (stimuli)
6
batu bata dan kayu. Rumah terdiri dari 2 kamar tidur, 1 kamar
mandi, 1 dapur, dan ruang tamu berpisah dengan ruang makan.
Sumber listrik dari PLN. Sumber air dari air PAM dan air sumur
tanah. Selama pasien dirawat, pasien selalu dijaga oleh ibu
pasien. Pasien tinggal bersama kedua orang tua. Sarana
kesehatan yang terdekat adalah Puskesmas. Pasien sudah
mempunyai jaminan kesehatan.
b. Status generalis
- Kepala : Mesosefal, Normosefal.
- Rambut : Hitam, lurus, mudah dicabut.
- Wajah : Simetris kiri dan kanan, tampak old man face
- Mata : Tidak ada konjungtivitis.
- Hidung : Tidak tampak sekret.
- Telinga : Tidak ada otorrhe.
- Mulut : Tidak ada ulserasi pada mulut. Tonsil ukuran
T1-T1, tidak hiperemis. Faring tidak
hiperemis.
- Leher : Tidak teraba pembesaran kelenjar getah
bening, tidak ada kaku kuduk, tidak ada
7
rangsang meningeal.
- Dada : Bentuk dan pergerakan simetris. Ada iga
gambang. Ada retraksi subkostal.
- Paru : Bunyi pernapasan bronkovesikuler dikedua
lapangan paru, bunyi tambahan
ada ronkhi di kedua lapangan paru, tidak ada
wheezing.
- Jantung : Iktus kordis tidak tampak. Tidak teraba thrill.
Bunyi jantung satu dan dua murni, regular.
Tidak terdengar bising atau irama gallop.
- Abdomen : Datar ikut gerak napas. Bising usus kesan
Normal. Hepar dan lien tidak teraba. Tidak
ada ascites.
- Ekstremitas : Ada wasting, refleks fisiologis kesan normal,
Reflex patologis tidak ditemukan.
- Kulit : Tidak tampak scar BCG.
- Kelenjar : Tidak ada pembesaran kelenjar getah
bening.
- Punggung : Tidak ada gibbus maupun skoliosis.
- Status pubertas : A1 G1 P1
c. Status neurologis
- Kesadaran : GCS 15 (E4 M6 V5)
- Nervus cranialis : Kesan normal
- Tanda rangsang meningeal : Tidak ada
- Motorik : Normal
- Refleks fisiologis : Normal
- Refleks patologis : Tidak ada
- Sensibilitas dan sistem saraf otonom : kesan normal
d. Status antropometri
- Berat badan (BB) : 3000 gram
- Panjang Badan (PB) : 52 cm
8
- Lingkar kepala (LK) : 39 cm (38-42 cm)
Normosefal
- Lingkar lengan atas (LLA): 8,5 cm
- Lingkar dada : 56 cm
- Lingkar perut : 56 cm
- BB/PB : Terletak dibawah -3 SD (gizi
buruk)
- BB/U : Terletak dibawah -3 SD (berat
badan sangat kurang)
- PB/U : Terletak dibawah -3 SD
(perawakan sangat pendek)
Penilaian status gizi berdasarkan kurva who, pasien massuk
dalam kriteria GIZI BURUK
9
Gambar 2. Kurva berat badan berdasarkan panjang badan menggunakan
standar pertumbuhan anak dari WHO.
10
Gambar 3. Kurva berat badan berdasarkan umur menggunakan standar
pertumbuhan anak dari WHO.
11
Gambar 5. Kurva lingkar lengan atas (LLA) berdasarkan umur
menggunakan standar pertumbuhan anak dari WHO
Skor Tuberkulosis
- Kontak TB :0
- Uji tuberkulin : (belum)
- Status gizi :2
- Demam :1
- Batuk kronik :0
- Pembesaran kel. Limfe :0
- Foto Thorax :1
- Pembengkakan tulang :0
TOTAL :3
12
II. PEMERIKSAAN PENUNJANG
13
mm3
Trombosit 353.000 170.000 -450.000/mm3
%limfosit 9,6 23-53%
%neutrofil 79,9 23-53%
%monosit 9,2 2,0 – 11%
Kesan - Anemia
- Leukositosis
14
Ureum 8 10 - 50 mg/dl
Kreatinin 0,31 L(<1,3), P (<1,1)
SGOT 132 <38 U/L
SGPT 71 <41 U/L
Albumin 2,8 3,5-5,0 gr/dl
CRP 2,0 < 5 mg/l
Prokalsitonin 2,03 <0,05 ng/ml
Feritine 1018,22 13-400 ng/ml
IgM cov 19 Non
reactive
IgG cov 19 Non
reactive
NLR 1,86
ALC 1871,74
Kesan - Anemia
- Hipoalbuminemia
- Hiponatremia
15
Protein Sedimen
Negatif 1
Leukosit
Glukosa Negatif Sedimen Eritrosit 0
Bilirubin Negatif Sedimen Torak 0
Urobilinogen Sedimen epitel
Normal 2
sel
Keton Negatif Sedimen Kristal 1
Nitrit Negatif Sedimen lain-lain Negatif
BTA 1 negatif
BTA 2 negatif
BTA 3 negatif
Konsistensi lunak
Warna hitam
Lendir negatif
Darah negatif
Eritrosit negatif
Lekosit negatif
Amoeba negatif
Cacing negatif
16
Kesan : tidak ada pertumbuhan bakteri aerob
17
Gambar 8. MSCT Thoraks (tanpa kontras) (RS Wahidin Sudirousodo
23 Juli 2020)
18
MSCT Whole Abdomen (tanpa kontras) (RS Wahidin Sudirousodo 23
Juli 2020)
- Hepar : tidak membesar, permukaan reguler, tip tajam, densitas
parenkim dalam batas normal. Tidak tampak dilatasi vaskular
dan bile duct tidak tampak densitas SOL
- Gall bladder : Dinding tidak menebal, mukosa reguler, tidak
tampak densitas batu/SOL
- Lien : tidak membesar dan densitas parenkim dalam batas
normal. Tidak tampak densitas SOL
- Kedua ginjal : bentuk, ukuran dan densitas parenkim dalam
batas normal. Tidak tampak dilatasi PCS. Tidak tampak
densitas batu/SOL
- Vesica urinaria : distended, mukosa reguler, dinding tidak
menebal, tidak tampak densitas batu/SOL
- Diafragma intak, loop-loop usus tampak distensi dan gaster
berada pada cavum peritoneum
- Tidak tampak pembesaran KGB paraaorta abdominalis
- Tidak tampak densitas cairan bebas pada cavum peritoneum
- Tulang-tulang intak
Kesan:
- Loop-loop usus tampak distensi
- Organ intraabdomen lain yang terscan dalam batas normal
19
- Gizi buruk tipe marasmus
- Intake tidak terjamin
- Stunting
c. Rencana tatalakasana
Terapi medikamentosa
- Kebutuhan cairan 150 ml/kgbb – 20% (distress nafas) = 360
ml/hari
- Ceftazidime 50 mg/kgbb/hari = 75 mg/12 jam/intravena
- Amikasin (Hari 1) 25 mg/kgbb/24 jam/intravena = 75
mg/24jam/intravena, (Hari ke 2 dan seterusnya) 18
mg/kgbb/intravena = 54 mg/24 jam/intravena
- Paracetamol 10 mg/kgbb/dosis = 30 mg/8jam/intravena
- Rencana pelacakan Tuberkulosis (mantoux test dan bilas
lambung)
- Stop intake oral
20
- Nasogastric tube dekompresi
- Rencana tatalaksana gizi buruk fase stabilisasi (WHO) tunda
- Pemberian nutrisi parenteral
d. Asuhan nutrisi
Nutritional assestment : Gizi buruk
Nutritional requirement : Tatalaksana gizi buruk (PNC)
Fase stabilisasi tunda
Kebutuhan Cairan (holiday segar) 100 ml/kgbb – 20% distress
nafas = 240 ml/hari
Kebutuhan energi (Schofield) = 0,16 w + 1517,4 H – 627,6
= 0,16 (3) + 1517,4 (0,52) – 627,6
REE= 171,9 kkal/hari
BMR = REE x faktor stres
= 171,9 x 1,5
= 257,85 kkal/hari
Nutritional route : Parenteral
Nutritional selection : Nutrisi parenteral
Ivelip 20% (1) = 15 ml
Kecepatan 3,25 ml/jam
Aminofusin paed (1) = 73 ml
Dextrose 40% (12,5) = 39 ml
Kaen 3b = 113 ml
Total = 225 ml
Kecepatan 11,2 ml/jam
GIR 7,8 ml/kgbb/menit
Balance nitrogen 1: 201
Kalori nutrisi parenteral
Protein = aminofusin/100 x 5 x 4 = 14,6 kkal
Lemak = Ivelip/100 x 20 x 9 = 27 kkal
Kaen 3 B = kaen 3B/100x 2,7 x 4 = 12,2 kkal
Karbohidrat = D40%/100 x 40 x 4 = 62,4 kkal
21
Total 116,2 kkal
% protein 10 %
%Karbohidrat 66%
% Lemak 25%
Nutritional monitoring : toleransi, efek samping, kenaikan berat
badan.
e. Rencana pemantauan
- Pemantauan kondisi umum pasien meliputi keluhan subjektif
dan tanda vital.
- Pemantauan perkembangan penyakit, dan komplikasi serta
respon pengobatan, kepatuhan, toleransi dan kemungkinan
adanya efek samping obat.
- Pemantauan tanda –tanda infeksi
- Pemantauan status antropometri
22
23
V. FOLLOW UP PERJALANAN PENYAKIT SETELAH DIJADIKAN KASUS
I. FOLLOW UP PERJALANAN PENYAKIT
Hari
Subyektif Obyektif Assesment Planning
pengamatan
Hari 2 Ada demam Keadaan umum : lemah, - Community acquired Oksigen nasal kanul 2 liter/menit via
(24 Juli 2020) Ada sesak Nadi 120 kali/menit pneumonia nasal kanul
Pukul 07.00 BAB belum nafas 50 kali/menit - Pneumatocele 3) Ceftazidime 75 mg/12jam/intravena
hari ini suhu 37,8 ºC - Suspek hernia 3) Amikasin 55 mg/24 jam/intravena
BAK biasa skala nyeri 1 flacc diafragmatika sinistra Paracetamol 30 mg/intravenous (when
kuning Sp02 98% (via oksigen - Undesencus testis temperature ≥ 38.5oC
nasal kanul) bilateral Urdafalk 30 mg/8 jam/naso gastric tube
- Anemia penyakit kronik (NGT) delay
Status generalis: - Hipoalbuminemia Stop intake oral
Ada gambang - Peningkatan enzim NGT dekompresi
Paru : ada retraksi transaminase Kerjasama bedah anak
subcostal, intercostal - Gizi buruk tipe marasmik Divisi nutrisi dan penyakit
metabolik :
Bunyi nafas bronkovesikuler - Intake tidak terjamin Nutritional assestment: Gizi buruk
Ronkhi ada dikedua Nutritional requirement : Tatalaksana
lapangan paru gizi buruk (WHO)
Wheezing tidak ada Fase stabilisasi tunda
Jantung : bunyi jantung I-II Kebutuhan Cairan (holiday segar) = 240
murni reguler ml/hari
Bising tidak ada Kebutuhan energi (Schofield) = 0,16 w
Abdomen : peristaltik kesan + 1517,4 H – 627,6 = 171,9 kkal/hari
normal BMR = 257,85 kkal/hari
Hepar dan lien tidak teraba. Nutritional route : Parenteral
Nutritional selection :
Parenteral: Nutrisi parenteral
Nutritional monitoring : toleransi, efek
samping, kenaikan berat badan.
25
Pukul 07.00 Tidak batuk, nafas 28 kali/menit - Pneumatocele 4) Ceftazidime 75 mg/12jam/intravena
ada sesak suhu 36,5 ºC - Suspek hernia 4) Amikasin 55 mg/24 jam/intravena
berkurang skala nyeri 1 flacc diafragmatika sinistra Paracetamol 30 mg/intravenous (when
Tidak muntah Sp02 98% (via oksigen - Undesencus testis temperature ≥ 38.5oC
BAB belum nasal kanul) bilateral Urdafalk 30 mg/8 jam/naso gastric tube
hari ini - Anemia penyakit kronik (NGT) delay
BAK biasa Status generalis: - Hipoalbuminemia Stop intake oral
kuning Ada gambang - Peningkatan enzim NGT dekompresi
Paru : ada retraksi transaminase Kerjasama bedah anak
subcostal, intercostal - Gizi buruk tipe marasmik Divisi nutrisi dan penyakit metabolik
Bunyi nafas bronkovesikuler - Intake tidak terjamin Nutritional assestment: Gizi buruk
Ronkhi ada dikedua Nutritional requirement : Tatalaksana
lapangan paru gizi buruk (PNC)
Wheezing tidak ada Fase stabilisasi tunda
Jantung : bunyi jantung I-II Kebutuhan Cairan (holiday segar) = 240
murni reguler ml/hari
Bising tidak ada Kebutuhan energi (Schofield) = 0,16 w
Abdomen : peristaltik kesan + 1517,4 H – 627,6 = 171,9 kkal/hari
normal BMR = 257,85 kkal/hari
26
Hepar dan lien tidak teraba Nutritional route : Parenteral
Nutritional selection :
Enteral : Priming 10 ml/kgbb (SGM
BBLR) = 8x 4 ml
Parenteral : Nutrisi parenteral
Nutritional monitoring : toleransi, efek
samping, kenaikan berat badan.
Hari 5 Tidak Keadaan umum : lemah, - Community acquired Oksigen nasal kanul 1 liter/menit via
(28 Juli 2020) demam, tidak Nadi 110 kali/menit pneumonia nasal kanul
Pukul 07.00 kejang. nafas 28 kali/menit - Pneumatocele 7) Ceftazidime 75 mg/12jam/intravena
Tidak batuk, suhu 36,5 ºC - Undesencus testis 7) Amikasin 55 mg/24 jam/intravena
ada sesak skala nyeri 1 flacc bilateral Paracetamol 30 mg/intravenous (when
berkurang Sp02 98% (via oksigen - Anemia penyakit kronik temperature ≥ 38.5oC
Tidak muntah nasal kanul) - Hipoalbuminemia Urdafalk 30 mg/8 jam/naso gastric tube
BAB belum - Peningkatan enzim (NGT)
hari ini Status generalis: transaminase Kerjasama bedah anak
BAK biasa Ada gambang - Gizi buruk tipe marasmik Divisi nutrisi dan penyakit
kuning Paru : ada retraksi - Intake tidak terjamin metabolik :
subcostal, intercostal Nutritional assestment : Gizi buruk
27
(berkurang) Nutritional requirement : Tatalaksana
Bunyi nafas bronkovesikuler gizi buruk (PNC)
Ronkhi ada dikedua Fase stabilisasi tunda
lapangan paru Kebutuhan Cairan (holiday segar) = 240
Wheezing tidak ada ml/hari
Jantung : bunyi jantung I-II Kebutuhan energi (Schofield) = 0,16 w
murni reguler + 1517,4 H – 627,6 = 171,9 kkal/hari
Bising tidak ada BMR = 257,85 kkal/hari
Abdomen : peristaltik kesan Nutritional route : Parenteral
normal Nutritional selection :
Hepar dan lien tidak teraba Enteral : Priming 30 ml/kgbb (SGM
BBLR) = 8x 10 ml
Parenteral:
Nutrisi parenteral
Nutritional monitoring : toleransi, efek
samping, kenaikan berat badan.
Hari 8 Tidak Keadaan umum : lemah, Oksigen nasal kanul 2 liter/menit via
28
(31 Juli 2020) demam, tidak Nadi 110 kali/menit - Community acquired nasal kanul (tappering off)
Pukul 07.00 kejang. nafas 28 kali/menit pneumonia 7) Ceftazidime 75 mg/12jam/intravena
Tidak batuk, suhu 36,5 ºC - Pneumatocele
7) Amikasin 55 mg/24 jam/intravena
ada sesak skala nyeri 1 flacc - Undesencus testis
berkurang Sp02 98% (via oksigen bilateral Kerjasama divisi
Gastroenterohepatologi
Tidak muntah nasal kanul) - Anemia penyakit kronik
BAB belum - Hipoalbuminemia Urdafalk 30 mg/8 jam/oral
29
normal SGM BBLR (0,8 kkal = 1 ml)
Hepar dan lien tidak teraba = 300 ml
12 x 25 ml
Nutritional monitoring : toleransi, efek
samping, kenaikan berat badan
Vitamin A 50.000 IU/sonde
Asam folat 5 mg/24jam/sonde
Vitamin B kompleks 1 tablet/24
jam/sonde
Hari 9 Tidak Keadaan umum : lemah, Oksigen nasal kanul 1 liter/menit via
(1 Agustus demam, tidak Nadi 110 kali/menit - Community acquired nasal kanul (tappering off)
2020) kejang. nafas 28 kali/menit pneumonia
8) Ceftazidime 75 mg/12jam/intravena
Pukul 07.00 Tidak batuk, suhu 36,5 ºC - Pneumatocele
ada sesak skala nyeri 1 flacc - Undesencus testis 8) Amikasin 55 mg/24 jam/intravena
berkurang Sp02 98% tanpa oksigen bilateral
Kerjasama divisi
Tidak muntah Status generalis: - Anemia penyakit kronik
Gastroenterohepatologi
BAB belum Ada gambang - Hipoalbuminemia
hari ini Paru : ada retraksi - Peningkatan enzim Urdafalk 30 mg/8 jam/oral
30
BAK biasa subcostal, intercostal transaminase Kerjasama bedah anak
kuning Bunyi nafas bronkovesikuler - Gizi buruk tipe marasmik
Divisi nutrisi dan penyakit metabolik
Ronkhi ada dikedua - Intake tidak terjamin
Nutritional assestment: Gizi buruk
lapangan paru, Wheezing
Nutritional requirement :
tidak ada
Tatalaksana gizi buruk (WHO)
Jantung : bunyi jantung I-II
Tatalaksana gizi buruk fase transisi H1
murni reguler, Bising tidak
(WHO)
ada
BBA x 100 kkal = 280 kkal
Abdomen : peristaltik kesan
normal Nutritional route : Enteral (sonde)
Nutritional selection :
SGM BBLR (0,8 kkal = 1 ml)
= 350 ml
12 x 30 ml
Nutritional monitoring : toleransi, efek
samping, kenaikan berat badan
Vitamin A 50.000 IU/sonde
Asam folat 1 mg/24jam/sonde
Vitamin B kompleks 1 tablet/24
31
jam/sonde
Vitamin C 50 mg/12jam/sonde
32
V. RESUME
Seorang anak laki-laki berusia 2 bulan 14 hari dirujuk dari RS
Akademis Jaury Makassar dengan diagnosis Community Acquired
Pneumonia + Gizi buruk + Undescensus testis bilateral + Hernia Hiatus.
Sesak diperhatikan sejak 16 hari sebelum masuk rumah sakit,
memberat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Anak tidak pernah
mengalami biru. Saat ini,anak tidak pernah mengalami batuk tapi ada
riwayat batuk 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Anak tidak pernah
mengalami demam, kejang, dan muntah. Anak sementara dipuasakan.
Buang air besar dan buang air kecil kesan normal. Riwayat anak
dirawat di RS Akademis Djaury sejak tanggal 11/7/2020 selama 11 hari
dan mendapat terapi cefotaxime 100mg/8jam/intravena, gentamicin 12
mg/24 jam/intravena. Riwayat sering-sering demam sebelumnya tidak
ada. Riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis dewasa atau batuk-
batuk lama tidak ada. Riwayat kontak dengan perokok tidak ada.
Pasien hanya mendapat imunisasi Hepatitis B0 sejak lahir hingga
dirujuk.
Berdasarkan pemeriksaan fisis diketahui bahwa keadaan umum
pasien sakit berat/ gizi buruk/ sadar GCS 15 (E4M6V5). Dari
pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan normal, kecuali adanya
takipneu yaitu 54 kali/menit disertai saturasi oksigen 98% (via nasal
kanul). Berdasarkan pemeriksaan status generalis didapatkan rambut
berwarna hitam, lurus, mudah dicabut. Wajah seperti orang tua (old
man face). Pada dada ditemukan adanya iga gambang dan retraksi
subcostal. Pada paru ditemukan bunyi pernapasan vesikuler, bunyi
tambahan ada ronkhi di kedua lapangan paru, tidak ada wheezing.
Pada ekstremitas ditemukan wasting, refleks fisiologis kesan normal,
refleks patologis tidak ditemukan. Pada kulit tidak tampak scar BCG
dan tidak ada pembesaran kelenjar getah bening. Status generalis
pada regio yang lainnya berada dalam batas normal. Pemeriksaan
status neurologis dalam batas normal. Pemeriksaan status antropometri
ditemukan berat badan 3000 gram, tinggi badan 52 cm, BB/TB terletak
di bawah -3SD % (gizi buruk), BB/U terletak dibawah -3 SD (berat
badan sangat kurang), TB/U 94% terletak dibawah -3 SD (perawakan
sangat pendek). Skor TB pasien ialah 3 poin.
Berdasarkan pemeriksaan penunjang diketahui bahwa pasien
mengalami anemia, leukositosis, dan hipoalbuminemia. Apusan darah
tepi pasien menunjukkan adanya anemia normositik normokrom suspek
kause infeksi IT ratio 11. Pemeriksaan radiologi menunjukkan adanya
Pneumonia bilateral disertai multiple cavitas pulmo sinistra suspek
pnematocele dan efusi pleura bilateral.
VI. PROGNOSIS
- Ad vitam (hidup): dubia ad bonam
- Ad Sanationam (sembuh): dubia ad bonam
- Ad functionam (fungsi): dubia ad bonam
DISKUSI
Paru merupakan organ tubuh yang berperan dalam sistem
pernapasan (respirasi) dengan mengambil oksigen (O2) dari udara bebas
saat menarik napas kemudian masuk melalui saluran napas (bronkus) dan
sampai di dinding alveoli (kantong udara), oksigen akan ditransfer ke
34
pembuluh darah , dan akan mengalir antara lain sel sel darah merah untuk
dibawa ke sel-sel di berbagai organ tubuh lain sebagai energi dalam
proses metabolisme. Pada tahap berikutnya setelah metabolisme maka
sisa-sisa metabolisme itu terutama karbondioksida (CO2) akan dibawa
darah untuk dibuang kembali ke udara bebas melalui paru pada saat
membuang napas. Karena fungsinya tersebut, jadi dapat dikatakan bahwa
paru paling terekspose dengan polusi udara yang diisap, termasuk asap
rokok yang dihisap dengan penuh kesengajaan itu. (Person A, 2013)
Pneumatocele merupakan salah satu jenis dari kelainan paru yang
berupa seperti kantong. Kantong berbentuk seperti kista yang berdinding
tipis, dengan ukuran < 1 mm berisi gas yang terbentuk dari parenkim paru.
Kejadiannya biasanya berhubungan dengan insiden pneumonia akut.
Merupakan emfisema interstitiel murni, dimana dindingnya terdiri dari
tunika adventitia alveolus atau bronkiol yang menggembung karea
desakan Biasanya ditemukan multiple pada basal paru. Pneumatocele
bisa menjadi lesi emphysematous tunggal tapi lebih sering berlapis
banyak, berdinding tipis, berventilasi air, seperti cavities. Paling sering,
Pneumatocele terjadi sebagai sequel terhadap pneumonia akut, umumnya
disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Namun, pembentukan
Pneumatocele juga terjadi pada agen lain, termasuk Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, streptokokus grup
A, Serratia marcescens, Klebsiella pneumoniae, adenovirus, dan
tuberkulosis. Pneumatocele umumnya diamati segera setelah
perkembangan pneumonia namun dapat diamati pada gambaran radiologi
thoraks awal. (Keseime, Hermanowics, 2017)
Pneumatocele dapat terbentuk melalui tiga mekanisme seperti
berikut : (Paramisivem E bodenham,2018)
1. Overinflasi paru yang disebabkan oleh obstruksi bronkial / bronkiolar.
2. Infeksi parenkim paru yang akan menyebabkan nekrotik.
3. Kantong udara yang muncul akibat adanya peradangan, nekrosis
dinding saluran napas serta pembentukan fistula pada lapisan pleura. \
35
Gambar 9 . Patofisiologi pneumotocele (Fleischner Society, 2018)
36
community acquired pneumonia dan membutuhkan penanganan dan
pemeriksaan lebih lanjut. Sebelumnya, pasien sudah dirawat 13 hari
dirawat di RS.Akademis dengan keluhan batuk, sesak disertai demam.
Saat ini keluhan pasien masih sesak, tetapi sudah tidak demam dan
batuk. Karena pasien masih keluhan sesak, jadi direncanakan untuk
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, untuk itu pasien dirujuk kerumah sakit
Wahidin Sudirohusodo. Kasus pasien ini menarik untuk didiskusikan
mengingat angka kejadian pneumatocele yang masih sangat jarang pada
anak.
Sejak tahun 1950an, beberapa teori telah diajukan mengenai
mekanisme pastinya pembentukan pneumatokel. Namun, mekanisme
pastinya tetap menjadi kontroversial. Carrey berpendapat bahwa kejadian
awalnya adalah merupakan peradangan dan penyempitan bronkus, yang
kemudian akan menyebabkan terbentuknya obstruksi pada endobronchial.
Pada akhirnya, obstruksi bronkial ini menyebabkan dilatasi distal bronkus
dan alveoli. Pada tahun 1972, Boisset menyimpulkan bahwa
pneumatocele disebabkan oleh peradangan bronkial yang merusak
dinding bronchiolar dan menyebabkan terbentuknya "saluran udara".
Udara terperangkap di parenkim paru dan membentuk pneumatocele.
Pneumatocele traumatik memiliki patofisiologi yang berbeda dari tipe
infeksius, berkembang dalam proses 2 langkah. Awalnya, paru-paru
dikompresi oleh kekuatan eksternal trauma, diikuti dengan dekompresi
yang cepat dari peningkatan tekanan intrathoracic yang negatif. Lesi
trauma paru menjadi terdesak oleh udara saat inspirasi dan terperangkap
sehingga menyebabkan pembentukan pneumatokel.
Pada kasus ini mekanisme terjadinya pneumatocele kemungkinan
disebabkan oleh karena pasca infeksius, hal itu disebabkan oleh karena
sebelumnya pasien mengalami community acquired pneumonia, yang
mana terdapat gejala demam yang disertai sesak, serta terdapat retraksi
pada dinding dada.
37
Efusi pleura
38
Gambar 11 .Tampak gambaran Pneumatocele pada pasien post
infeksi staphylococcus Aureus. (Hermanowicz A,
2017)
Tatalaksana untuk pasien pneumatocele adalah atasi penyakit
dasarnya. Pada beberapa kasus, dapat dilakukan dengan pemberian
antibiotik spektrum luas jika dicuriga penyebabnya adalah pneumonia.
Terapi yang diberikan sebaiknya sesuai dengan penyebab terbanyak yang
menyebabkan pneumatocele, yaitu S.aureus dan S.pneumoniae.
Pneumatocele yang terjadi akibat infeksi maupun traumatis merupakan
lesi pada paru yang dihasilkan oleh karena infeksi pneumonia dan trauma
tumpul dada, biasanya terjadi pada anak-anak dan dewasa muda.
Pneumatocele hanya membutuhkan pengobatan konservatif. Intervensi
bedah dianjurkan hanya bila komplikasi seperti sepsis dan kondisi yang
mengancam nyawa terjadi, seperti terjadi komplikasi penumatoraks yang
mengindikasikan untuk tindakan bedah segera. Pemeriksaan CT-Scan
merupakan metode yang paling sensitif untuk mendeteksi pneumatocele.
(Hermanowicz,2017)
Pada pasien ini dicurgai pembentukan pneumatocelenya
diakibatkan oleh karena adanya infeksi pneumonia sebelumnya, karena
ditemukan gejala klinis berupa demam, sesak dan terdapat retraksi pada
saat masuk rumah sakit. Dirumah sakit sebelumnya pasien telah
mendapatkan antibiotik selama 12 hari, kemudian dilanjutkan di rumah
39
sakit wahidin sudirohusodo dengan pemberian antibiotik spectrum luas.
Pada pasien ini tidak dilakukan tindakan pembedahan khusus, karena
sudah terdapat perbaikan klinis dan dilakukan MSCT scan kontrol dengan
hasil tidak ditemukan pneumatocele di lokasi sebelumnya.
Perbaikan radiologi pada jenis pneumotocele yang disebabkan oleh
adanya infeksi sebelumnya dan ukurannya dibawah 2 cm biasanya
membutuhkan waktu 3 bulan untuk perbaikan dari segi radiologinya.Lain
halnya jika diameter pneumatocele lebih dari 2 cm, dibutuhkan waktu yang
lama sekitar 5 bulan untuk resolusinya. (Philips B, 2017)
40
didapatkan adanya bising usus pada auskultasi, dan tidak ditemukan
defect pada diafragma pada hasil CT Scan toraks.
a) Kista
1. Insiden
Kista paru merupakan salah satu penyakit yang cukup sering terjadi.
Di kalangan perokok khususnya, penyakit ganas ini telah menjadi
ancaman utama. Kista paru ditandai oleh adanya pertumbuhan
jaringan abnormal pada paru-paru. Kelainan kongenital kista paru
sering dijumpai secara tidak sengaja. Biasanya pada janin kelainan
ini ditemukan pada pemeriksaan ultrasonografi. Gejala yang
ditemukan intrauterin berupa hidrop fetalis, kelainan jantung,
polihidramion dan adanya kelainan kongenital lain. Insiden secara
pasti tidak diketahui, di duga sebesar 25% dari keseluruhan
kelainan kongenital paru janin.
41
2. Etiologi
3. Patofisiologi
4. Diagnosis
42
Adapun gambaran radiologi yang tampak adalah:
43
Gambar 14. Gambaran CT Scan kista pada anak 15 tahun. (Rae
N, Nelson M, 2012)
5. Penatalaksanaan
b) Kavitas
1. Insiden
44
Klebsiella pneumoniae terkait dengan nekrosis paru pyogenic
ekstensif dan sering membentuk kavitas.
2. Etiologi
3. Patofisiologi
4. Diagnosis
45
paling sering digunakan untuk gambaran dada pada kavitas paru.
Ultrasound kurang optimal untuk pencitraan parenkim paru karena
buruknya transmisi suara melalui paru yang sebagian besar berisi
udara. Pada magnetic resonance imaging (MRI) gambaran paru
akan terbatas dengan gerakan artefaak dan resolusi untuk
menggambarkan ruang relatif rendah, sehingga modalitas ini
umumnya tidak digunakan untuk memeriksa paru.
5. Penatalaksanaan
a) Antibiotik
Penisilin merupakan pilihan dengan dosis satu juta unit, 2-3 kali
sehari intramuskular. Bila diperkirakan terdapat kuman gram
negatif dapat ditambahkan kloramfenikol 500 mg empat kali
sehari. Respons terapi yang baik akan terjadi dalam 2-4
minggu, dan selanjutnya bisa dilanjutkan dengan terapi
antibiotik peroral. Pada terapi peroral diberikan:
46
o Gentamisin 5 mg/kg BB dibagi dalam 3 dosis tiap
hari.(25)
b) Drainase postural
d) Bedah
47
menggunakan teknik diagnostik modern, 75 sampai 100% Pasien
dengan pneumotorax spontan tercatat memiliki blebs dan bulla
paru.
2. Etiologi
3. Patofisiologi
48
Gambar 16. Patofisiologi Bleb dan Bulla pada paru. (Agarwal R, 2016)
4. Diagnosis
49
paru-paru antara lain adalah foto polos toraks, bronkografi,
angiografi, CT Scan dan payaran ventilasi-perfusi (ventilation-
perfusion scanning)
Gambar 17. Tampak Bleb (panah biru) dan Bulla panah merah
dan hitam) pada hemithoraks dextra Bulla yang besar pada
lobus paru kanan atas.
50
Gambar 18. Gambaran CT Scan pada paru.
5. Penatalaksanaan
a. Pembedahan
KESIMPULAN
51
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan antropometri
menggunakan kurva WHO, dan pemeriksaan foto thoraks. Tatalaksana
pada pasien ini dengan pemberian antibitoik spectrum luas dan
tatalaksana gizi buruknya. Prognosis quo ad vitam dubia and quo ad
sanationam dubia.
SUMMARY
52