Anda di halaman 1dari 7

Tugas Etikomedikolegal

PENELITIAN SIFILIS TUSKEGEE

OLEH :

ABDURRAHMAN HASANUDDIN

C105211006

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2021
Penelitian Sifilis Tuskegee

Eksperimen Syphilis Tuskegee adalah penelitian yang dilakukan pada tahun 1932 dan
1972 pada Tuskegee, Alabama, oleh Dinas Kesehatan Amerika Serikat, untuk mempelajari
perjalanan dan karakteristik penyakit sifilis yang belum ditemukan pengobatannya saat itu.
Penelitian ini dilakukan pria Pria Afrika-Amerika yang kemudian dijuluki Penelitian
Tuskegee. Penelitian mengenai pengobatan sifilis ini adalah percobaan intervensi terlama
pada manusia dalam sejarah medis, seperti dicatat oleh Arthur L. Caplan. Penelitian ini konon
dirancang untuk menentukan proses alamiah dari penyakit sifilis pada periode laten yang
tidak diobati pada 400 pria keturunan Amerika-Afrika di Tuskegee, Macon County, Alabama.
(1)
Subjek penelitian ternyata tidak semuanya menderita sifilis saat mereka terdaftar
dalam penelitian ini, namun mereka kemudian disuntik bakteri penyebab sifilis dan kemudian
dibandingkan dengan 200 subjek lainnya yang tidak terinfeksi yang termasuk sebagai
kelompok kontrol. Dengan berpartisipasi dalam penelitian ini, peserta penelitian diiming-
imingi uji kesehatan gratis, makanan gratis dan penggantian biaya penguburan. Mereka tidak
pernah diberi tahu bahwa mereka menderita sifilis, dan tidak pernah pula mereka dirawat dan
diobati untuk itu. Menurut Centers for Disease Control (CDC), orang-orang diberitahu
bahwa mereka sedang dirawat karena menderita "bad blood," (istilah yang digunakan
masyarakat lokal untuk menjelaskan beberapa penyakit) termasuk sifilis, anemia, dan
kelelahan. (2)
Pusat Pelayanan Kesehatan AS mengatakan Tuskegee dimulai sebagai percobaan
klinis dari kasus sifilis pada populasi Macon County. Pada awalnya, subjek dipelajari selama
enam sampai delapan bulan dan kemudian diobati dengan pengobatan konvensional termasuk
pemberian Salvarsan, salep Melcurial, dan bismuth. Metode-metode tersebut, ternyata cukup
efektif untuk mengobati sifilis. Kerugiannya adalah perawatan ini semua sangat beracun
namun tidak ada metode lain yang diketahui. Banyak pasien yang dibohongi dan kemudian
diberi pengobatan plasebo sehingga peneliti dapat mengamati perkembangan, pada jangka
panjang dari penyakit mematikan tersebut. Bahkan ketika penisilin telah ditemukan dan
dijadikan sebagai pengobatan utama untuk sifilis pada awal tahun 1950-an, percobaan ini
tetap dilakukan. (2,3)
Pada akhir penelitian pada tahun 1972, hanya 74 dari peserta percobaan ini yang
masih hidup. Dari 399 orang asli, 28 telah meninggal karena sifilis, 100 sudah mati
komplikasi terkait penyakit sifilis, 40 dari istri-istri mereka telah terinfeksi dan 19 anak-anak

1
mereka lahir dengan sifilis kongenital. Presiden Clintonpun secara terbuka meminta maaf atas
nama pemerintah amerika serikat untuk segelintir orang yang dijadikan kelinci percobaan
yang selamat dari penelitian tersebut pada bulan April 1997. (3)

Masalah Etika dari Penelitian Tuskegee


Dalam bioetic kedokteran ada lima prinsip dasar yang harus diterapkan, yakni : (3,4)
 Autonomi - pasien memiliki hak untuk menolak atau memilih pengobatan mereka.
 Non-malefecient- mengharuskan kita untuk tidak mencelakai pasien, atau melakukan
hal-hal yang tidak menguntungkan pasien
 Justice - menyangkut distribusi sumber daya kesehatan langka, dan keputusan yang
mendapatkan perawatan apa (keadilan dan kesetaraan)
 Beneficience- melakukan yang baik atau yang nantinya akan menguntungkan pasien
 Honesty- konsep informed consent telah menjadi semakin penting semenjak kejadian
historis 'Persidangan Dokter Nuremberg dan Studi Sifilis Tuskegee.

The Tuskegee Syphilis Experiment adalah sebuah percobaan untuk mempelajari


tentang perjalanan dari penyakit sifilis pada tahapan akhir, dilakukan selama 40 tahun (1932-
1972) di USA. Penelitian ini melibatkan 399 pria kulit hitam, dimana sebagian besar dari
mereka buta huruf dan sangat miskin. Mereka diberitahukan bahwa mereka diberi
pengobatan terhadap ‘bad blood’, walaupun sebenarnya para peneliti tidak berniat memberi
terapi apa-apa. Penderita diberikan ’pil merah jambu’ yang berisi aspirin, dan dijanjikan
mendapat pelayanan kesehatan gratis.(5)
Data yang diinginkan oleh peneliti adalah manifestasi dan gejala dari sifilis jika tidak
diobati, termasuk diantaranya penyakit jantung, kelumpuhan, kebutaan, kegilaan, dan
terburuk adalah kematian. Data ini didapatkan dengan mengikuti perjalanan penyakit dari
penderita dan pengidap dan melakukan otopsi pada saat pasien telah meninggal. Pada akhir
penelitian, didaatkan 28 orang meninggal karena sifilis, 100 orang meninggal karena
komplikasi penyerta, 40 orang istri peserta terinfeksi, dan 19 orang anak mereka lahir dengan
sifilis congenital. (5)
Ada dua pendapat yang berbeda mengenai penelitian eksperimental sifilis ini, di satu
sisi, para peneliti berpendapat bahwa percobaan atau penelitian ini dilakukan demi
perkembangan ilmu pengetahuan yang nantinya dipercaya akan memberikan keuntungan
untuk manusia. (5)

2
Di sisi lain, percobaan ini jelas berlawanan dengan lima nilai bioetik kedokteran yang
tertulis di atas karena:
 Secara autonomi pasien bahkan tidak pernah tahu apa yang dilakukan para peneliti
pada mereka. Jangankan diberi pilihan bahkan perawatan yang dijalani oleh pasien
saja mereka tidak mengerti. Tanpa pengetahuan yang cukup, tentulah seseorang tidak
dapat membuat pilihan yang baik untuk dirinya.
 Dari segi “kebaikan” atau beneficience; para peneliti hanya memikirkan tentang apa
yang akan didapat tanpa memikirkan kebaikan untuk pasien. Jangankan kebaikan,
peserta penelitian malah diberikan kuman penyakit yang berbahaya dan pengobatan
yang efek sampingnya berbahaya
 Honesty; ini jelas diabaikan dan telah diuraikan pada pembahasan yang sudah dibahas
sebelumnya.
 Non maleficence; Kegiatan yang dilakukan para peneliti jelas merugikan pasien
 Justice; - menyangkut distribusi sumber daya kesehatan yang langka, dan keputusan
yang mendapatkan perawatan yang tidak sama berdasarkan rasnya (keadilan dan
kesetaraan)(5)

Masalah etika dari kasus ini berangkat dari beberapa hal yaitu: (6,7)

- Penipuan selama 40 tahun


Mereka telah ditipu dan bihongi untuk ikut serta dalam percobaan selama 40 tahun dari
tahun 1932-1973, dan tidak pernah diberi tahu bahwa mereka menderita sifilis dan hasilnya
mereka tidak mendapatkan pengobatan sifilis. Sampai akhir 1972, hanya 74 dari 399 orang
itu yang selamat, 28 mati karena sifilis dan 100 lainnya mati karena komplikasi, 40 ibu (istri)
terinfeksi, dan 19 anak lahir dengan sifilis kongenital.

- Perlakuan seperti objek


Semasa proyek ini, orang kulit hitam (Afrika-Amerika) tidak memiliki akses ke layanan
kesehatan, sehingga pemeriksaan oleh pihak peneliti merupakan pemeriksaan kesehatan
pertama bagi kebanyakan dari mereka. Selain pemeriksaan kesehatan gratis, makanan, dan
transportasi juga diberikan kepada mereka. Ongkos pemakaman juga diberikan untuk
mendapatkan izin otopsi dari pihak keluarga.

- Pengobatan

3
Setelah penisilin diketahui sebagai terapi yang efektif untuk sifilis, penelitian tetap
dilanjutkan (membiarkan orang kulit hitam yang menderita sifilis tanpa pengobatan) bahkan
selama 25 tahun. 

- Pro & Kontra


Untuk kasus ini, penulis tidak setuju karena jelas penelitian ini jelas-jelas melanggar
hak asasi manusia. Walaupun tujuannya memang baik yaitu untuk penelitian terhadap
penyakit, untuk melihat bagaimana suatu penyakit berkembang, dari laten samapai fatal,
tetapi karena subjek penelitiannya adalah manusia, yang jelas-jelas adalah makhluk hidup dan
mempunyai hak, moral, serta nurani percobaan tersebut sungguh-sungguh telah mencoreng
etika kemanusiaan. Apakah memang perlu dalam suatu penelitian atau percobaan memakai
prinsip “Doing bad in the name of good?”

- Kontra
Bahkan sebagai mahasiswa kedokteran pun, kita tahu bahwa harus ada penghormatan
terhadap pasien dan untuk itu kita familiar dengan istilah inform consent. Pasien harus
mengetahui apa yang terjadi pada dirinya dan menerima informasi akan langkah apa saja
yang dapat dokter lakukan sehingga nantinya pasien dapat menentukan (membuat
persetujuan/penolakan) akan perlakuan yang dokter buat. Pada kasus ini sangat jelas, pasien
tidak mengetahui apa-apa tentang penyakitnya serta pengobatan yang diberikan sehingga di
sini tidak ada inform consent yang sebenarnya.
Pihak peniliti jelas-jelas tahu dan sadar bahwa percobaan mereka terhadap manusia
tersebut sangat berbahaya bahkan sampai mengakibatkan kematian. Seharusnya percobaan
yang sedemikan berbahaya ini di uji coba pada binatang terlebih dahulu. Walaupun binatang
juga merupakan makhluk hidup, namun tidak akan meninggalkan masalah etika sekompleks
ini karena binatang tidak memiliki akal dan moral.(1,7)
Sekalipun memang harus melakukan percobaan pada manusia, seharusnya percobaan
itu dilakukan dengan standar perlindungan medis yang sesuai, pejelasan dan persetujuan yang
jelas kepada peserta penelitian dan manajemen yang baik. (1,8)

Setelah kasus Tuskegee ini terjadi, pemerintah langusung memperbaiki prinsip pada
praktik-praktik penelitian agar tidak lagi terjadi kasus seperti itu. National Research Act
disahkan tahun 1974 yang mengakari berdirinya National Commission for the Protection of
Human Subjects of Biomedical and Behavioural Research. Komisi ini berdiri untuk
mengidentifikasi prinsip-prinsip dalam penelitian dan member solusi untuk memastikan

4
prinsip-prinsip tersebut dipatuhi.  (1,5)

5
DAFTAR PUSTAKA

1. Curran WJ. The Tuskegee syphilis study. Mass Medical Soc; 1973.

2. Gamble VN. Under the shadow of Tuskegee: African Americans and health care. American
journal of public health. 1997;87(11):1773–8.

3. Brandt AM. Racism and research: the case of the Tuskegee Syphilis Study. Hastings center
report. 1978;21–9.

4. Freimuth VS, Quinn SC, Thomas SB, Cole G, Zook E, Duncan T. African Americans’ views
on research and the Tuskegee Syphilis Study. Social science & medicine. 2001;52(5):797–
808.

5. Jones J. The Tuskegee syphilis experiment. The" Racial" Economy of Science: Toward a
Democratic Future. 1993;275–86.

6. Shavers VL, Lynch CF, Burmeister LF. Knowledge of the Tuskegee study and its impact on
the willingness to participate in medical research studies. Journal of the National Medical
Association. 2000;92(12):563.

7. Park J. Historical Origins of the Tuskegee Experiment: The Dilemma of Public Health in the
United States. Ui sahak. 2017;26(3):545–78.

8. Fairchild AL, Bayer R. Uses and abuses of Tuskegee. Science. 1999;284(5416):919–21.

Anda mungkin juga menyukai