OLEH :
ABDURRAHMAN HASANUDDIN
C105211006
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
Kasus RS Mitra Keluarga yang Menolak Bayi
"Dalam undang-undang perlindungan anak pun juga sudah menegaskan itu," ujar Susanto
di Kantor KPAI, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (11/9/2017).
Adapun pihak yang diharapkan uluran tangannya terhadap kasus ini agar tidak berulang
adalah Kementerian Kesehatan, Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta, dan lainnya. Dia sudah
menemui Henny Silalahi, ibu Debora, untuk mendengar kronologi kejadiannya. Tiara Debora
meninggal pada Minggu, 3 September 2017 karena terlambat mendapat pertolongan dari
Rumah Sakit Mitra Keluarga Kalideres. Pada sekitar pukul 03.30 WIB, Rudianto
Simanjorang dan Henny Silalahi membawa anaknya ke rumah sakit tersebut karena
mengalami sesak napas.
Sejumlah rumah sakit ditelepon, namun tak ada satupun yang fasilitas PICU-nya kosong.
Henny mengunggah status di Facebook dan menghubungi teman-temannya untuk minta
dicarikan rumah sakit. Pada pukul 09.00 WIB orangtua Debora mendapat kabar bahwa RS
1
Koja yang memiliki PICU, bersedia menampung anaknya. Namun, ketika dokter dari RS
Mitra Keluarga Kalideres menghubungi rumah sakit RS Koja, kondisi Debora makin
memburuk. Tak lama kemudian bayi berusia 4 bulan itu meninggal dunia. Mereka membawa
pulang Debora dan menguburkan anak kelimanya itu untuk selamanya. Kisah Henny ini
sempat viral di media sosial. Henny mengaku tak mengharapkan apa-apa, selain berharap tak
ada Debora-Debora lainnya. Direktur RS Mitra Keluarga Fransisca Dewi menjelaskan
pihaknya sudah melakukan penanganan untuk kondisi emergency. “Namun untuk masuk ke
ruang PICU memang harus dikomunikasikan terlebih dulu karena biayanya sangat mahal.
Jadi alangkah lebih baik kalau dirujuk ke RS yang bekerja sama dengan BPJS supaya tidak
terbebani biaya,” ujar Fransisca Dewi di kantor Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta pada
Senin (11/9/22017). Kepala Dinas Kesehatan Jakarta Koesmedi Priharto dan Fransisca Dewi
berbicara dengan wartawan menjelaskan kasus bayi Debora.
Pada kasus Debora diatas telah digambarkan bahwa sebenarnya dasar dari permasalahan
ini bukanlah karena tidak adanya ruangan PICU ataupun penanganan yang salah di ruang
emergensi, melainkan kesalahpahaman yang terjadi antara keluarga pasien dan dokter. Pada
pembahasan bioetik pada kasus ini jika dijabarkan :
1. Autonomi : Keluarga pasien telah dijelaskan kondisi pasien dan telah dibantukan
untuk dicarikan ruangan PICU untuk perawatan selanjutnya. Yang keluarga tidak
pahami adalah seberapa kritis dan tidak stabilnya pasien. Keluarga mendapat
pemahaman jika pasien dirawat di Ruang PICU akan menyembuhkan pasien. Kurang
edukasi mengakibatkan pemahaman keluarga salah, sehingga membuat keluarga salah
dalam mengambil pilihannya.
2. Beneficance : tidak ada pelanggaran pada kaidah bioetik, ini dokter jaga UGD telah
melakukan resusitasi awal pada pasien, membantu mencarikan RS dengan ruang
PICU.
3. Non-Maleficance : Tidak ada pelanggaran dalam bioetik ini, tidak ada tindakan medis
yang sekiranya dapat mencelakai pasien.
4. Justice : Pada kasus ini, seharusnya setelah penanganan darurat di UGD, perawatan
PICU dapat dilakukan di RS Mitra keluarga tanpa memandang apakah pihak RS
sudah berkerja sama dengan BPJS atau tidak untuk melayani pasien.
2
5. Honesty : Tidak ada pelanggaran dalam bidang bioetik ini. Dokter telah
menyampaikan kondisi pasien dan rencana perawatan kedepannya walau mungkin hal
ini kurang dikarenakan masih adanya pemahaman yang salah dari keluarga.