disebabkan
oleh berbagai hal. Salah satu penyebab yang sering luput dari perhatian kita
adalah diare
akibat infeksi parasit. Indonesia sebagai negara berkembang dan
negara tropis
diperkirakan memiliki angka kejadian infeksi parasit yang cukup tinggi. Tidak
semua
parasit dapat menyebabkan diare. Pengetahuan mengenai jenis parasit yang
dapat
menyebabkan diare beserta gejala klinisnya diperlukan dalam tata laksana optimal
diare
akibat infeksi parasit.
Diare sebagai salah satu penyakit yang masih sering terjadi di Indonesia dapat
disebabkan
oleh berbagai hal. Salah satu penyebab yang sering luput dari perhatian kita
adalah diare
akibat infeksi parasit. Indonesia sebagai negara berkembang dan
negara tropis
diperkirakan memiliki angka kejadian infeksi parasit yang cukup tinggi. Tidak
semua
parasit dapat menyebabkan diare. Pengetahuan mengenai jenis parasit yang
dapat
menyebabkan diare beserta gejala klinisnya diperlukan dalam tata laksana optimal
diare
akibat infeksi parasit.
Diare sebagai salah satu penyakit yang masih sering terjadi di Indonesia dapat
disebabkan
oleh berbagai hal. Salah satu penyebab yang sering luput dari perhatian kita
adalah diare
akibat infeksi parasit. Indonesia sebagai negara berkembang dan
negara tropis
diperkirakan memiliki angka kejadian infeksi parasit yang cukup tinggi. Tidak
semua
parasit dapat menyebabkan diare. Pengetahuan mengenai jenis parasit yang
dapat
menyebabkan diare beserta gejala klinisnya diperlukan dalam tata laksana optimal
diare
akibat infeksi parasit.
BACA PUSTAKA
DIVISI GASTROENTERO-HEPATOLOGI
1
A.Husni Esa Darussalam
Departemen Ilmu Kesehatan Anak – FK UNHAS
RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo
A. PENDAHULUAN
Diare sebagai salah satu penyakit yang masih sering terjadi di Indonesia dapat
disebabkan
oleh berbagai hal. Salah satu penyebab yang sering luput dari perhatian kita
adalah diare
akibat infeksi parasit. Indonesia sebagai negara berkembang dan
negara tropis
diperkirakan memiliki angka kejadian infeksi parasit yang cukup tinggi. Tidak
semua
parasit dapat menyebabkan diare. Pengetahuan mengenai jenis parasit yang
dapat
menyebabkan diare beserta gejala klinisnya diperlukan dalam tata laksana optimal
diare
akibat infeksi parasit.
Diare sebagai salah satu penyakit yang masih sering terjadi di
indonesia yang dapat disebabkan oleh berbagai hal, salah satunya penyebab
yang paling sering luput dari perhatian kita adalah diare akibat infeksi parasit.
memiliki angka kejadian infeksi parasit yang cukup tinggi. Tidak semua
laksana optimal diare akibat infeksi parasit. Berbagai hal dapat menjadi
di daerah tropis.(1-5)
2
nfeksi saluran cerna oleh parasit memiliki
morbiditas dan mortalitas yang tinggi di
seluruh dunia.
1-3
Berbagai hal dapat
menjadi penyebab tingginya angka prevalensi infeksi
parasit diantaranya adalah buruknya sanitasi.
3-6
Angka
prevalensi tertinggi infeksi saluran cerna oleh parasit
didapatkan di negara berkembang dengan ekonomi
rendah terutama di daerah tropis
B. DEFENISI
Diare adalah buang air besar tidak normal atau bentuk tinja yang encer
adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih
dari 3 kali pada anak konsistensi feses encer dapat berwarna hijau dan dapat
pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja dan berlangsung antara 5-7
hari.
3
C. PATOGENESIS.
Menurut patofisiologinya diare dibedakan dalam beberapa kategori
yaitu diare osmotik, sekretorik dan diare karena gangguan motilitas usus. :
diabsorpsi oleh usus akan difermentasi oleh bakteri usus sehingga tekanan
Diare sekretorik terjadi karena toxin dari bakteri akan menstimulasi cAMP
4
Gambar 1. Patofisiologi Diare
a) Giardia Lamblia.
ditemukan pada anak usia prasekolah dan pada anak dengan gangguan
gizi. Infeksi Giardia lamblia dapat melalui air, makanan, atau langsung
5
melalui rute fekal-oral. Giardia lamblia mempunyai dua bentuk yaitu
tetapi trofozoit tidak dapat hidup di luar tubuh manusia. Kista adalah
gangguan di luar pejamu dan dapat bertahan hidup selama sebulan di air
atau di tanah. Kista matang yang tertelan oleh pejamu akan mengalami
trofozoit lepas dari kista terjadi perlekatan ke dinding epitel usus dan
flagel yang cepat membuat trofozoit bergerak dari satu tempat ke tempat
lain dan dengan batil isapnya melekatkan diri pada epitel usus.
6
vitro bahwa aktivasi sel T dapat meningkatkan proliferasi sel kripta dan
atrofi vili. Salah satu studi mendapatkan adanya penurunan asam empedu
mengalami malabsorbsi.
b) Entamoeba Histolytica
dapat melalui makanan dan air serta melalui kontak manusia ke manusia.
bentuk histolitika, minuta dan kista. Bentuk histolitika dan minuta adalah
besar dari bentuk minuta. Bentuk histolitika bersifat patogen dan dapat
hidup di jaringan hati, paru, usus besar, kulit, otak, dan vagina. Bentuk ini
jaringan tersebut. Minuta adalah bentuk pokok dan tanpa bentuk minuta
daur hidup tak dapat berlangsung. Kista dibentuk di rongga usus besar dan
dalam tinja, berinti 1 atau 4 dan tidak patogen, tetapi dapat merupakan
bentuk infektif. Dengan adanya dinding kista, bentuk kista dapat bertahan
7
hidup terhadap pengaruh buruk di luar badan manusia.
keadaan utuh karena kista tahan terhadap asam lambung. Di rongga usus
dalam rongga usus besar. Bentuk minuta ini berubah menjadi bentuk
menimbulkan gejala.
usus sehingga terjadi luka yang disebut ulkus amuba. Lesi ini biasanya
bentuk rongga ulkus seperti botol dengan lubang sempit dan dasar yang
lebar, dengan tepi yang tidak teratur agak meninggi dan menggaung.
Proses yang terjadi terutama nekrosis dengan lisis sel jaringan. Bila
8
menyerang lagi mukosa usus yang sehat atau dikeluarkan bersama tinja.
c) Trichuris trichiura
tergantung dari pola sanitasi, higiene per- orangan, dan juga status nutrisi
Panjang badan cacing betina kira-kira 5 cm, sedangkan cacing jantan 4 cm.
Cacing dewasa ini hidup di kolon asendens dan sekum dengan bagian
10000 butir. Telur yang dibuahi dikeluarkan dari pejamu bersama tinja.
tanah yang lembab dan tempat yang teduh.Telur matang yang berisi larva
telur matang. Larva keluar melalui telur dan masuk ke dalam usus halus.
Sesudah dewasa, cacing turun ke usus bagian distal dan masuk ke daerah
9
kolon, terutama sekum. Masa pertumbuhan mulai dari telur yang tertelan
perdarahan. Selain itu cacing ini menghisap darah pejamu sehingga dapat
menimbulkan anemia.
d) Strongyloides stercoralis
10
sedangkan di daerah yang beriklim dingin jarang ditemukan. Daerah yang
Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva adalah tanah gembur, berpasir
dan humus. Hanya cacing dewasa betina yang hidup sebagai parasit di
berwarna dan panjangnya kira- kira 2 mm. Parasit ini mempunyai 3 daur
hidup yaitu;
1) Siklus Langsung.
darah vena dan melalui jantung kanan sampai ke paru. Dari paru
trakea dan laring dan dengan refleks batuk, parasit akan tertelan
infektif dan masuk ke dalam pejamu baru atau dapat juga mengulangi
11
fase hidup bebas. Siklus tidak langsung ini terjadi bilamana keadaan
3) Otoinfeksi
menjadi filariform pada tinja yang masih melekat di sekitar dubur. Bila
e) Candida
12
Pada manusia kandida sering ditemukan dalam mulut orang sehat, tinja,
yang sehat dengan mekanisme pertahanan yang baik tidak akan meng-
alami infeksi jamur. Anak akan terinfeksi jamur bila mendapat terapi
antimiroba secara intensif. Pasien yang dirawat di rumah sakit juga mudah
D. MANIFESTASI KLINIS
a) Giardia Lamblia.
Infeksi G.lamblia dapat bermanifestasi dalam 3 bentuk yaitu tanpa
gejala, diare akut swasirna dan diare kronik dengan atau tanpa disertai
b) Entamoeba histolytica
Manifestasi klinis amebiasis dapat tanpa gejala sampai tampak sakit berat.
malaise. Pada infeksi kronik, diare dapat diselingi oleh fase konstipasi.
13
Amebiasis intestinal dibagi menjadi 2 yaitu amebiasis kolon akut bila
gejala berlangsung kurang dari 1 bulan dan amebiasis kolon menahun bila
gejalanya berlangsung lebih dari 1 bulan atau bila terjadi gejala yang
c) Trichuris trichiura
keluhan yang ringan sampai keluhan yang berat. Gejala yang timbul dapat
berupa diare yang sering diselingi dengan sindrom disentri, berat badan
d) Strongyloides stercoralis
dengan rasa gatal yang hebat. Infeksi ringan Stronglioides pada umumnya
daerah epigastrium dan tidak menjalar. Dapat disertai muntah, mual, diare
e) Candida
pada bayi dengan gejala perut sering kembung dengan disertai diare.
14
kontroversi. Menurut Forbes kandida tidak menyebabkan diare pada anak
nyebabkan diare pada keadaan tertentu saja seperti adanya defisiensi imun.
E. DIAGNOSIS
a) Giardia Lamblia.
Diagnosis giardiasis dapat ditegakkan dengan perjalanan penyakit.
Pasien giardiasis yang bergejala akan mengeluh diare baik akut maupun
kronik dan dapat diselingi oleh konstipasi. Tinja biasanya disertai dengan
dalam tinja encer dan cairan duodenum serta bentuk kista dalam tinja
lain dengan menggunakan sediaan basah dengan larutan iodin atau dalam
15
b) Entamoeba histolytica
atau kista pada sediaan tinja basah. Tinja harus diperiksa dalam 1 jam
pertama dan dalam suhu kamar karena trofozoit setelah 1 jam akan lisis
dan tidak dapat dikenali lagi. Biasanya tidak ditemukan leukosit pada
amuba. Bila tinja tidak mungkin diperiksa dalam 1 jam maka tinja dapat
disimpan dalam formalin 10% untuk me- nemukan kista atau dalam
membedakan antara infeksi lampau atau infeksi akut, akan tetapi serologi
ameba.
c) Trichuris trichiura
16
Diagnosis infeksi trikuris dengan menemukan telur yang berbentuk tong
menempel ke mukosa
d) Strongyloides stercoralis
e) Candida
atau dalam bahan klinis yang diambil secara aseptik. Tinja dapat dibuat
sediaan eosin, lugol atau sedaan KOH. Jamur akan terlihat sebagai sel ragi
F. PENATALAKSANAAN
a) Giardia Lamblia
berat badan 3 kali sehari selama 7 hari atau 30 mg/kg berat badan dosis
17
mg/ kg berat badan 3 kali sehari selama 7 hari, furazolidone 1,25 mg/kg
b) Entamoeba histolytica
hari diikuti diloxanide furoate 20 mg/kg berat badan per hari selama 10
hari.
c) Trichuris trichiura
Terapi yang menjadi pilihan utama saat ini adalah mebendazole dengan
dosis 100 mg per hari dua kali sehari selama 3 hari. Rerata kesembuhan
d) Strongyloides stercoralis
e) Candida
Terapi yang digunakan adalah flukonasol oral 6 mg/ kg pada hari pertama
itrakonasol dengan dosis 3-5 mg/kg berat badan/hari dibagi menjadi 2 atau
G. PENCEGAHAN
18
Diantara langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh ibu balita, yang paling
penting adalah menjaga higenis perorangan dengan baik. Ini dapat dilakukan
dengan melaksanakan perilaku sehat, yaitu mencuci tangan dengan sabun
sesudah membuang tinja anak dan setelah buang air besar dan juga sebelum
menyiapkan makanan kepada anak. Ibu-ibu juga seharusnya melatih anak
mereka sejak awal lagi tentang perilaku cuci tangan terutama sebelum makan
dan sesudah bermain. Selalu menggunakan alat kaki saat keluar rumah Hindari
kontak kaki secara langsung dengan tanah Tidak buang air besar sembarangan.
Ini dapat mencegah terjadinya penularan kuman yang dapat menyebabkan
diare.
H. KOMPLIKASI
Komplikasi utama akibat penyakit gastroenteritis ini adalah dehidrasi dan
masalah kardiovaskular akibat hipovolemia dengan derajat berat. Apabila
diare itu disebabkan oleh Shigella, demam tinggi dan kejang bisa timbul.
Abses pada saluran usus juga dapat timbul akibat infeksi shigella dan
salmonella terutama pada demam tifoid yang dapat menyebabkan perforasi
pada saluran usus. Hal ini sangat berbahaya dan mengancam nyawa. Muntah
yang berat dapat menyebabkan aspirasi dan robekan pada esofagus (Kliegman,
Marcdante, Jenson, Behrman, 2006).
I.
DAFTAR PUSTAKA
19
1. Bernardus sandjaja, Parasitologi kedokteran Helminthologi kedokteran buku
2, Jakarta : prestasi pustaka publisher.
2. Taylor DN, Connor BA, Shlim DR. Chronic diarrhea in the returned traveler.
Med Clin North Am. 1999; 83:1033-52.
3. Vanderhoof JA. Diarrhea.Dalam: Wyllie R, Hyams JS, penyunting. Pediatric
gastrointestinal disease, patho- physiology, diagnosis, management.
Philadelphia: W.B.Saunders Company; 1993. h. 187-97.
4. Roy CC, Silverman A, Alagille D. Pediatric clinical gas- troenterology, Edisi
ke 4. St. Louis: Mosby; 1995. h. 216- 86.
5. Owen RL. Parasitic diseases. Dalam: Sleisenger M, Fordtran JS, penyunting.
Gastrointestinal Disease: Patho- physiology, diagnosis, management. Edisi ke
4. Phila- delphia: W.B.Saunders Company; 1989. h. 1153-91.
6. Grove DI. Parasitic intestinal infections. Dalam: Gracey M, Burke V,
penyunting. Pediatric Gastroenterology and Hepatology. Edisi ke 3. Boston:
Blackwell Scientific Publications; 1993. h. 318-31.
7. Farthing MJ. Parasitic infectious diarrhea. Dalam: Lebenthal E, penyunting.
Textbook of Gastroenterol- ogy and Nutrition in Infancy. edisi ke 2. New
York: Raven Press; 1989. h. 1135-52.
8. Greenberg ME. Candidiasis. Emedicine Journal. 24 Januari 2002.
http://www.emedicine.com/ped/topic312.htm
9. Henderson OS. Candidiasis. Emedicine Journal. 2 Januari 2002.
http://www.emedicine.com/emerg/topic76.htm Moylett EH, Shearer WT.
HIV: clinical manifestations. J Allergy Clin Immunol. 2002; 110:3-16.
10. Baden LR, Maguire JH. Gastrointestinal infections in the
immunocompromised host. Infect Dis Clin North Am 2001; 15:639-70.
11. Wright WL, Wenzel RP. Nosocomial candida: epidemi- ology, transmission,
and prevention. Infect Dis Clin North Am 1997; 11:411-25.
12. Forbes D. Faecal candida and diarrhoea. Arch Dis Child 2001; 84:328-31.
13. Levine J. Candida-associated diarrhea: a syndrome in search of credibility.
Clin Infect Dis 1995; 21:881-6.
20