Anda di halaman 1dari 35

Diare Akut

Pendahuluan
Diare akut masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak
dinegara berkembang. Terdapat banyak penyebab diare akut pada anak, pada
sebagian besar kasus penyebabnya adalah infeksi akut intestinum yang
disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit.
Walaupun umumnya self limited, dehidrasi masih merupakan penyebab
morbiditas yang serius dan kematian dari penderita.
Di Indonesia penyakit diare merupakan beban ekonomi yang tinggi disektor
kesehatan oleh karena rata – rata sekitar 30 % dari jumlah tempat tidur yang ada
di Rumah Sakit ditempati oleh bayi dan anak dengan penyakit diare dan
dipelayanan kesehatan primer masih menempati urutan kedua dalam urutan 10
penyakit terbanyak dipopulasi.
Disamping itu diare erat hubungannya dengan terjadinya kekurangan gizi. Setiap
episod diare dapat menyebabkan kekurangan gizi oleh karena adanya anoreksia
dan berkurangnya kemampuan menyerap sari makanan, sehingga bila episodnya
berkepanjangan akan berdampak terhadap pertumbuhan dan kesehatan anak.

Definisi :
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari,
disertai perubahan konsistensi tinja mejadi cair dengan atau tanpa lendir dan
darah yang berlangsung kurang dari satu minggu.
Pada bayi yang minum ASI sering frekwensi buang air besarnya lebih dari 3 – 4
kali per hari, keadaan ini tidak dapat disebut diare, tetapi masih bersifat fisiologis
atau normal. Untuk bayi yang minum ASI secara eksklusif definisi diare yang
praktis adalah meningkatnya frekuensi buang air besar atau konsistensinya
menjadi cair yang menurut ibunya abnormal atau tidak seperti biasanya. Kadang –
kadang pada seorang anak buang air besar kurang dari 3 kali perhari, tetapi
konsistensinya cair, keadaan ini sudah dapat disebut diare.

Epidemiologi :
Baik di negara maju maupun dinegara berkembang (termasuk Indonesia) diare
akut masih merupakan penyebab kesakitan dan kematian yang penting pada anak,
meskipun dengan skala yang berbeda.
Diseluruh dunia tahun 2003 dilaporkan pada balita tidak kurang dari 1,5 milyar
episod diare dengan kematian 1,5 – 2,5 juta setiap tahunnya.
Meskipun angka kematian ini cukup tinggi tetapi telah menurun bila
dibandingkan dengan 5 juta kematian pada tahun 1982 dan 3 juta kematian pada
tahun 1992.
Dinegara berkembang anak-anak balita mengalami rata-rata 3 – 4 episod diare per
tahun, tetapi dibeberapa tempat dapat lebih dari 9 episod diare per tahun atau
hampir atau hampir 15 – 20 % waktu hidup anak dihabiskan untuk diare.

1
Di Amerika Serikat tahun 2003 tercatat 20–35 juta episod diare diantara 16,5 juta
balita, 200.000 memerlukan perawatan dirumah sakit dengan kematian 200–400
setahun.
Di Indonesia dilaporkan 1,6 – 2 episod diare pertahun pada balita, sehingga secara
keseluruhan diperkirakan episod diare pada Balita masih sekitar 40 juta setahun
dengan kematian sebanyak 200.000 – 400.000.
Angka kejadian diare diberbagai daerah berbeda-beda, pada survei terakhir yang
dilakukan Ditjen P2 M PL Depkes, pada tahun 2000 yang dilakukan di 10
propinsi yaitu : Sumatra Utara, Lampung, DI Yogyakarta , Jawa Timur,
Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi
Selatan dan Sulawesi Utara, dari 18.000 rumah tangga yang disurvei diambil
sampel sebanyak 13.440 balita, hasilnya insidens diare pada balita adalah 127,8 %
atau 1,3 episod diare pertahun, tertinggi terjadi di NTB sebesar 273,8 % atau 2,7
episod diare setahun, terendah di Yogyakarta sebesar 15,3 % atau 0,15 episod
diare setahun.
Diare juga merupakan penyebab kematian utama pada balita, menurut peringkat
urutan penyebab kematian pada bayi dan balita, pada SURKESNAS 2001 diare
menempati urutan penyebab kematian no 2 yaitu sebesar 13,2 %.

Cara penularan dan faktor resiko :


Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal – oral yaitu melalui
makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung
tangan dengan penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita
atau tidak langsung melalui lalat. ( melalui 4 F = finger, flies, fluid, field )
Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain :
tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4 – 6 bulan pertama kehidupan bayi,
tidak memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya
sarana kebersihan ( MCK ), kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk,
penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara penyapihan
yang tidak baik.
Selain hal-hal tersebut, beberapa faktor pada penderita dapat meningkatkan
kecenderungan untuk dijangkiti diare antara lain : gizi buruk, imunodefisiensi,
berkurangnya keasaman lambung, menurunnya motilitas usus, menderita campak
dalam 4 minggu terakhir dan faktor genetik.

Faktor Umur
Sebagian besar episod diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insiden
tertinggi pada kelompok umur 6 – 11 bulan pada saat diberikan makanan
pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar
antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin
terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia atau
binatang pada saat bayi mulai merangkak. Kebanyakan enteropatogen
merangsang paling tidak sebagian kekebalan melawan infeksi atau penyakit yang

2
berulang, yang membantu menjelaskan menurunnya insiden penyakit pada anak
yang lebih besar dan pada orang dewasa.

Infeksi Asimtomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi asimtomatik ini
meningkat setelah umur 2 tahun karena pembentukan imunitas aktif. Pada infeksi
asimtomatik yang mungkin berlangsung beberapa hari atau minggu, tinja
penderita mengandung virus, bakteri atau kista protozoa yang infeksius. Orang
dengan infeksi asimtomatik berperan penting dalam penyebaran banyak
enteropatogen terutama bila mereka tidak menyadari adanya infeksi, tidak
menjaga kebersihan dan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain.

Faktor Musim
Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. Didaerah sub
tropik diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas, sedangkan diare
karena virus terutama rotavirus puncaknya pada musim dingin.
Didaerah tropik ( termasuk Indonesia ) diare yang disebabkan oleh rotavirus dapat
terjadi sepanjang tahun dengan peningkatan sepanjang musim kemarau,
sedangkan diare karena bakteri cenderung meningkat pada musim hujan.

Epidemi dan pandemi


Vibrio cholera 0.1 dan Shigella dysentriae 1 dapat menyebabkan epidemi dan
pandemi yang mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan kematian pada
semua golongan usia. Sejak tahun 1961 kolera yang disebabkan oleh V. Cholera
0.1 biotipe Eltor telah menyebar ke negara-negara di Afrika, Amerika Latin, Asia,
Timur Tengah dan di beberapa daerah di Amerika Utara dan Eropa. Dalam kurun
waktu yang sama Shigella dysentriae tipe 1 menjadi penyebab wabah yang besar
di Amerika Tengah dan terakhir di Afrika Tengah dan Asia Selatan. Pada akhir
tahun 1992 di kenal strain baru Vibrio cholera 0139 yang menyebabkan epidemi
di Asia dan lebih dari 11 negara yang mengalami wabah.

Etiologi
Pada saat ini dengan kemajuan dibidang teknik laboratorium telah dapat
mengidentifikasi kuman-kuman patogen dari penderita diare sekitar 75 % pada
kasus yang datang disarana kesehatan dan sekitar 50 % kasus ringan di
masyarakat. Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah golongan
virus, bakteri dan parasit.
Dua tipe dasar dari diare akut oleh karena infeksi adalah non inflammatory dan
inflammatory.
Enteropatogen menimbulkan non inflammatory diare melalui produksi
enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus, perlekatan oleh
parasit, perlekatan dan / atau translokasi dari bakteri. Sebaliknya inflammatory
diare biasanya disebabkan oleh bakteri yang menginvasi usus secara langsung
atau memproduksi sitotoksin.

3
Beberapa panyebab diare akut yang dapat menyebabkan diare pada manusia
adalah sebagai berikut :

Golongan Bakteri :
1. Aeromonas 8. Salmonella
2. Bacillus cereus 9. Shigella
3. Campylobacter jejuni 10. Staphylocoecus anreus
4. Clostridium perfringens 11. Vibrio cholera
5. Clostridium defficile 12. Vibrio parahaemolyticus
6. Escherichia coli 13. Yersinia enterocolitica
7. Plesiomonas shigeloides
Golongan Virus :
1. Astrovirus 4. Rotavirus
2. Calcivirus 5. Cytomegalovirus *
3. Enteric adenovirus 6. Herpes simplex virus *
Golongan Parasit :
1. Balantidium coli 5. Giardia lamblia
2. Blastocystis homonis 6. Isospora belli
3. Cryptosporidium parvum 7. Strongyloides stercoralis
4. Entamoeba histolytica 8. Trichuris trichiura
Sumber = Nelson Textbook of Pediatric 17 th. Ed., 2004
* umumnya berhubungan dengan diare hanya pada penderita imunocompromised
Di negara berkembang kuman patogen penyebab penting diare akut pada anak-
anak yaitu : Rotavirus, Escherichia coli enterotoksigenik, Shigella,
Campylobacter jejuni dan Cryptosporidium.

Disamping itu banyak sebab non infeksi yang dapat menimbulkan diare pada anak
antara lain :
Kesulitan makan
Defek Anatomis
- Malrotasi
- Penyakit Hirchsprung
- Short Bowel Syndorme
- Atrofi mikrovilli
- Stricture
Malabsorpsi
- Defisiensi disakaridase
- Malabsorpsi glukosa – galaktosa
- Cystic fibrosis
- Cholestosis
- Penyakit Celiac
Endokrinopati
- Thyrotoksikosis
- Penyakit Addison
- Sindroma Adrenogenital

4
Keracunan makanan
- Logam Berat
- Mushrooms
Neoplasma
- Neuroblastoma
- Phaeochromocytoma
- Sindroma Zollinger Ellison
Lain -lain :
- Infeksi non gastrointestinal
- Alergi susu sapi
- Penyakit Crohn
- Defisiensi imun
- Colitis ulserosa
- Gangguan motilitas usus
- Pellagra
Sumber : Nelson Textbook of Pediatric 17 th Ed, 2004

Transport air di dalam sel dan patofisiologi diare

I. Anatomi
I.1 Gaster
Sel-sel epitel di gaster merupakan kelenjar gaster. Terdapat 3 tipe kelenjar yaitu :
cardiac, oxyntic dan pyloric. Cardiac merupakan penghasil mukus yang terletak
pada perbatasan cincin gaster sampai oesophagus. Oxyntic merupakan yang paling
banyak dan didapatkan pada fundus. Tipe ketiga yaitu piloric merupakan 10%
permukaan mukosa gaster, ditandai adanya pits yang dalam. Dua tipe sel yang
utama adalah sel penghasil mukus dan sel penghasil gastrin.1
Fungsi neuromuskuler gaster meliputi penyimpanan, mencampur, menggilas dan
melakukan kontrol terhadap pengeluaran makanan ke dalam duodenum. Sekresi
gaster terdiri dari : asam hidroklorid (HCl), gastrin, pepsinogen, faktor intrinsik,
lipase dan mukus.1

Asam hidroklorid (HCl)


Merupakan produksi sel tunggal dari berbagai spesies. HCl ini diproduksi oleh sel
parietal. Pada bayi baru lahir HCl diproduksi dengan cara mengubah-ubah bahan
alkaline amnion yang ditelan hingga dapat mencapai pH lambung kurang dari 4.
Konsentrasi HCl tertinggi terjadi pada hari ke-7 sampai hari ke-10 setelah lahir
dan akan terus meningkat sampai mencapai kadar dewasa pada usia 60 sampai 90
hari. Pada bayi aterm 2 hari pertama setelah lahir stimulasi sekresi tidak dapat
meningkat dengan stimulasi pentagastrin, dan reaksi terhadap bahan-bahan
histamin seperti betazole hidrochloride (histalog) tidak timbul sampai usia 1
bulan.1
Pentagastrin akan meningkatkan sekresi HCl mulai usia 1 minggu dan lebih besar
pada bayi-bayi aterm daripada yang preterm. Respon stimuli makanan pada bayi

5
aterm oleh HCl lambung terjadi setelah 2 jam. Sekresi asam lambung
dikendalikan oleh sistem sekresi dan inhibisi. Sistem persarafan gaster ada dua
yaitu pleksus myenteric dan pleksus mukosal. Pleksus myenteric menginervasi
lapisan otot dan melakukan regulasi fungsi motorik. Saraf-saraf ini terdiri atas 80
sampai 90 % saraf afferen dan 10 sampai 20% saraf efferen. Pleksus mukosal
terdiri dari neuropeptide transmiter seperti acetylcholin, serotonin, dan GABA dan
transmiter peptide seperti bombesin, vasoactive intestinal peptide (VIP) dan
substansi kalium.1

Gastrin
Disintesis dan dilepaskan oleh sel endokrin G yang terletak pada antrum gaster.
Sekresi sel G yaitu gastrin secara lokal dihambat oleh somatostatin yang berasal
dari sel D yang letaknya berdekatan dengan sel G. Terdapat 2 bentuk gastrin yaitu
G-17 dan G-34. G-34 mempunyai waktu paruh lebih panjang.1
Peregangan ringan pada gaster terutama antrum akan mengaktifkan saraf VIP
yang akan menghambat sekresi gastrin dengan cara melepaskan antral
somatostatin dan prostaglandin E (PGE). Pada peregangan yang lebih besar
terutama pada proksimal lambung akan menstimuli pelepasan cholinergic vagal
gaster. Sebagian makanan dalam lambung dan protein duodenum terutama
triptofan dan phenylalanin akan merangsang pelepasan gastrin. Hambatan
pelepasan gastrin tidak hanya oleh somatostatin, tapi juga oleh sekretin,
neurotensin, gastric inhibitory polypeptide (GIP) dan PGE.1
Sel-sel somatostatin yang tersebar hingga melewati usus bekerja sebagai hormon
endokrin seperti halnya parakrin yang menghambat sekresi sel G. Lemak usus
merupakan perangsang utama pelepasan somatostatin, sehingga terjadi penurunan
gastrin dan perlambatan pengosongan lambung.
Sekretin terdapat nyata di usus halus proksimal dan dilepaskan karena
pengasaman intraduodenal. Neurotensin disintesis di ileum untuk merespon lemak
usus, menurunkan keasaman lambung. PGE seperti halnya somatostatin bekerja
menurunkan produksi asam oleh sel parietal.1

Pepsinogen
Diproduksi oleh sel kepala dan sel mukosa leher fundus, badan dan cardiac
gaster. Fundus gaster memproduksi 4 proteinase acidic yaitu pepsinogen I atau
A, pepsinogen II atau C, captensin D dan captensin A. Sekresi pepsinogen dipacu
oleh stimuli cholinergic dan beta adrenergik. Perangsangan beta adrenergik
diperantarai oleh cAMP dan dihambat dengan propanolol, tidak oleh atropin atau
cimetidine. Stimuli cholinergic dihambat oleh atropin dan mengikuti perubahan
Ca intrasel. Pepsinogen juga dirangsang secara langsung oleh histamin,
cholesystokinin (CCK), sekretin dan VIP. CCK bekerja melalui pelepasan Ca
intrasel, sedangkan sekretin dan VIP bekerja melalui cAMP. Somatostatin dan
PGE menghambat sekresi pepsinogen dengan menurunkan cAMP.1

6
Faktor intrinsik
Merupakan glikoprotein yang diproduksi oleh sel parietal di mukosa oxyntic
badan dan fundus gaster. Faktor intrinsik didapatkan pada jaringan gaster fetus
pad usia kehamilan 11 minggu. Sekresi kontinyu sedikit demi sedikit terjadi di
bawah kondisi basal oleh transpor membran vesikuler. Peningkatan sekresi
distimuli oleh agent penginduksi sekresi sel parietal seperti histamin, acetylcholin,
dan gastrin. Puncak pelepasan terjadi 25 sampai 30 menit. Sekresi dihambat oleh
H2 reseptor antagonis.1
Pada bayi aterm atau pretem sekresi basal ini tidak tergantung sekresi asam
gestasi atau kelebihan nutrisi enteral. Disosiasi stimuli pelepasan asam dan faktor
intrinsik secara baik terdapat pada usia anak mulai berjalan. Sekresi faktor ini
mendekati kadar dewasa pada usia 3 bulan.1

Lipase gaster
Aktifitas lipase pada semua usia maksimal di badan gaster dan minimal di
antrum. Meski pH optimun 5.5 tetapi lipase aktif bekerja dalam 1 jam setelah
lahir, dan pelepaskan lipolytic intragaster merangsang sekresi CCK; pelepasana
asam lemak rantai sedang menyebabkan absorbsi lemak langsung segera di
gaster.1

Mukus gaster
Epitel gaster dan sekresi sel mukus pit merupakn gel mukus tak larut air yang
membentuk lapisan kontinyu dan berfungsi protektif. Sintesis mucin dan volume
total mukus meningkat dengan stimuli oleh histamin, acetylcholin dan gastrin.
Mukus bekerja sebagai barier difusi terhadap pepsin luminal dan HCl. Kerusakan
lapisan mukosa menyebabkan difusi kembali asam peptide dan kehilangan
gradien pH bikarbonat, yang penting untuk mempertahankan integritas epitel dan
pembentukan epitel yang baru.1

I.2. Usus halus


Memanjang dari pilorus hingga cecum, pada neonatus memiliki panjang 275 cm
dan tumbuh mencapai 5 sampai 6 meter pada dewasa. Epitel usus halus tersusun
atas lapisan tunggal sel kolumnar disebut juga enterosit. Permukaan epitel ini
menjadi 300x lebih luas dengan adanya vilus dan kripta. Vilus berbeda dalam
bentuk dan densitas pada masing-masing regio usus halus. Di duodenum vilus
tersebut lebih pendek, lebih lebar dan lebih sedikit; menyerupai bentuk jari dan
lebih tinggi pada jejunum; dan menjadi lebih kecil dan lebih meruncing di ileum.
Densitas terbesar didapatkan di jejunum. Di antara vilus tersebut terdapat
kripta(Lieberkuhn) yang merupakan tempat proliferasi enterosit dan dan
pembaharuan epitel. Terdapat perbedaan tight junction antara jejunum dan ileum,
tight junction ini berperan penting dalam regulasi permeabilitas epitel dengan
melakukan kontrol terhadap aliran air dan solut paraseluler.2

7
Sel goblet
Merupakan sel penghasil mukus yang terpolarisasi. Mukus yang disekresi sel
goblet menghampar di atas glikokaliks berupa lapisan yang kontinyu, membentuk
barier phisikokimia, memberi perlindungan pada epitel permukaan. Mukus ini
paling banyak didapatkan pada gaster dan duodenum.2,3

Sel kripta
Sel kripta yang tidak berdiferensiasi merupakan tipe sel yang paling banyak
terdapat di kripta Lieberkuhn. Merupakan prekursor sel penyerap vilus, sel
paneth, sel enteroendokrine, sel goblet dan mungkin juga sel M. Sel kripta yang
tidak berdiferensiasi ini mensintesis dan mengekspresikan komponen sekretori
pada membran basolateral, dimana molekul ini bertindak sebagai reseptor untuk
sintesis IgA oleh lamina propria sel plasma.2

Paneth sel
Terdapat di basis kripte. Memiliki granula eosinophilic sitoplasma dan basophil.
Gnaula lisosom dan zymogen didapatkan juga pada sitoplasma, meskipun fungsi
sekretori sel panet belum diketahui. Diduga berperan dalam membunuh bakteri
dengan lisosom dan imunoglobulin intrasel, menjaga keseimbangan floranormal
usus.2,3

Sel enteroendokrin
Merupakan sekumpulan sel khusus neurosekretori, sel enteroendokrin, terdapat di
mukosa sal cerna, melapisi kelenjar gaster, vilus dan kripta usus. Sel
enteroendokrin mensekresi neuropeptide seperti gastrin, sekretin, motilin,
neurotensin, glukagon, enteroglukagon, VIP, GIP, neurotensin, cholesistokinin
dan somatostatin.2

Sel M
Merupakan sel epitel khusus yang melapisi folikel limphoid.

I.3. Usus besar


Terdiri atas sekum, appendik, kolon, rektum dan anus. Mukosa usus besar
bertambah dengan adanya plika semilunar yang irreguler dan adanya kripta
tubuler Lieberkuhn. Tidak terdapat vilus pada usus besar. Baik permukaan mukosa
dan kripta dilapisi oleh sel epitel kolumnar (kolonosit) dan sel goblet yang
membatasi dari jaringan mesenkim lamina propria. Kolonosit memiliki
mikrovilus lebih sedikit dan lebih pendek daripada usus halus. Epitel bagian
bawah kripta terdiri atas proliferasi sel kolumnar yang tidak berdiferensiasi, sel
goblet dan sedikit sel endokrin. Morfologi sel goblet dan sel endokrin mirip
seperti pada usus halus.3
Sel kolumnar penyerap berasal dari sel imatur dari bagian bawah kripta yang
berdiferensiasi dan bermigrasi ke bagian atas kripta, akhirnya akan dilepaskan
dari permukaan mukosa ke dalam lumen. Proses siklus pembaharuan sel ini
berlangsung 3 sampai 8 hari pada manusia.Kripta dikelilingi oleh sarung fibroblas

8
dalam lamina propria, mengalami proliferasi dan migrasi secara sinkron dengan
migrasi sel epitel. Jumlah total sel ternyata paling besar pada kripta kolon
desenden, menurun secara progresif di sepanjang kolon transversum dan kolon
desenden dan meningkat lagi pada sekum.2,3,4

II. Fisiologi absorpsi air dan mineral:


Pengaturan transport air dan elektrolit
Pengaturan intraseluler diperankan oleh pembawa pesan intrasel seperti : cyclic
AMP, cyclic GMP, Ca++, dan metabolit dari phosphatidylinositol. Pembawa pesan
ini akan ditingkatkan dengan cara perangsangan reseptor yang diaktifkan oleh
enzim adenilate siklase, guanilate siklase atau phospholipase C.5,6
Kenaikan cAMP dalam sel vilus menghambat proses transport Na+ berpasangan
Cl- melalui aktivasi guanilate siklase. Pembawa pesan yang lain bekerja dengan
cara yang sama yaitu menghambat transport Na+, perbedaannya terdapat pada
protein kinase yang diaktifkan.4,7
Pengaturan ekstraseluler diperankan oleh sistem hormonal, sistem neuronal dan
sistem imun. Segmen terpenting sistem persarafan usus (enteric nervous
system,ENS) berupa jaringan saraf intrinsik yaitu pleksus myenterik (Auerbach’s)
dan pleksus submukosal (Meissner’s). Lebih dari 20 neurotransmiter dan hormon
terdapat dalam sistem persarafan usus ini. Hormon seperti Acetylcholine (Ach)
dan serotonin (5-HT), beberapa toksin kuman dan laksatif meningkatkan
konsentrasi Ca++ intrasel. Peningkatan Ca++ intrasel menurunkan penyerapan
netral NaCl dan merangsang sekresi Cl elektrogenic. Hormon adrenal baik
glukokortikoids maupun mineralokortikoids merangsang penyerapan Na+ dan air
dengan meningkatkan saluran Na+ yang terblok amiloride (amiloride-blockable
Na channels). Selain itu kortikoids adrenal juga meningkatkan aktivitas Na,K-
ATPase di kolon dan ileum. Sistem imun yang berperan penting pada regulasi
transport air dan elektrolit adalah sel phagosit (macrophage, eosinophil, netrofil)
dan mast sel di mukosa. Sel phagosit melepaskan oksigen reaktif (seperti anion
peroksid dan hydrogen peroksid) dan berbagai mediator inflamasi terlarut (seperti
prostaglandin (PGs), leukotrien (LTs) dan platelet acticating factor (PAF)) .
Prostaglandin secara langsung merangsang sekresi Cl dan mengaktifkan saraf
sekretori di ENS. PGs dan LTs juga merupakan produk penting dari degranulasi
sel mast. Sel mast melepaskan adenosine, histamin, 5-HT yang merangsang
sekresi Cl dan menghambat absorbsi NaCl.65,7
Semua segmen usus dari duodenum sampai kolon bagian distal mempunyai fungsi
absorpsi dan sekresi air dan elektrolit. Fungsi ini penting untuk menjaga
homeostasis tubuh. Perpindahan Na+ ke dalam sel dan K+ keluar sel merupakan
peristiwa yang penting dari semua pertukaran ion. Ada 2 komponen yang
berfungsi memindahkan K+ dan Na+ tersebut yaitu komponen protein dan
komponen ATP ase. Komponen protein mempunyai 3 sifat : sifat pertama
memiliki 3 tempat reseptor untuk mengikatkan Na pada bagian protein yang
menonjol ke bagian dalam sel, kedua memiliki 2 tempat reseptor untuk ion K +
pada bagian luar, dan ketiga bagian dalam dari protein ini berbatasan atau dekat
dengan tempat pengikat natrium yang memiliki aktivitas ATPase.3,8

9
Absorpsi
Zat-zat yang ditransport oleh transport aktif primer adalah: Natrium,
Kalium,Kalsium, Hidrogen, Klorida dan beberapa ion lainnya. Air ditrasport
melalui proses pasif mengikuti gerakan ion.

Absorpsi air:
Air diabsoprsi membran usus seluruhnya melalui proses difusi, difusi ini akan
mengikuti hukum osmosis biasa. Apabila kimus bersifat encer, maka air
diabsorpsi melalui mukosa usus ke dalam vilus melalui osmosis. Sebaliknya air di
transport dari plasma ke intra luminal apabila terjadi perbedaan osmosis yang
sebaliknya. Kimus yang hiperosmosis akan menyebabkan air dihantarkan ke
dalam intraluminal agar terjadi isoosmosis kimus dengan plasma.3,5,8
Sewaktu bahan yang larut diabsoprsi dari lumen usus ke dalam darah, maka
tekanan osmotik kimus akan menurun sampai terjadi isoosmotik, air akan
berdifusi masuk kedalam sel melalui membran usus melalui tight junction
bersama ion dan nutrien.3,5,6,8

Absorpsi Natrium.
Transport Na+ terjadi melalui 3 mekanisme yaitu natrium masuk sel akibat
perbedaan gradien elektrokimia, absorbsi Na+ bersama solut seperti glukosa dan
asam amino yang merupakan mekanisme absorbsi utama Na +, dan masuknya
natrium dengan kotransport netral Na+ dan Cl- . Ion Na+ secara aktif akan melalui
membran basolateral, sampai kadar Na+ intrasel mencapai sekitar 50 mEq/L.
Konsentrasi Na+ intraluminal sekitar 142 mEq/L sama dengan konsentrasi di
plasma. Na+ akan bergerak menuruni gradien elektrokimia yang tinggi dari kimus
melalui brush border epitel ke dalam sitoplasma sel. Secara aktif Na+ ini akan
keluar sel oleh kerja pompa Na,K-ATPase ke ruang paraselluler. Mekanisme
yang kedua absorbsi Na+ berpasangan dengan glukosa dan asam amino. Na +
masuk yang masuk ke dalam sel akibat gradien elektrokimia akan menyediakan
energi yang cukup untuk transport solut. Gradien elektrokimia ini akan dijaga
keseimbangannya dengan pengeluaran Na+ secara aktif oleh pompa Na,K-
ATPase. Mekanisme ketiga ion Cl- ikut bersama Na+ ditarik diabsorpsi. Ini terjadi
akibat gerakan menurun Na+ melintasi membran apikal ke dalam sel akan
menyediakan energi untuk gerakan Cl- ke dalam sel. Akibat mekanisme absorbsi
pasangan ini, potensial elektrokimia Cl- intraseluler lebih dari kompartemen
serosa, Cl- akan keluar dari sel melalui gerakan menurun atau proses pasif yang
membutuhkan energi. Transport berpasangan Na+ dan Cl- timbul dari mekanisme
dua pertukaran meliputi Na+ dan H+ sebagaiman Cl- dengan HCO3-. Absorbsi
melalui pertukaran Na+-H+ dikaitkan dengan transpor ALRP ke dalam sel mukosa
yang menghasilkan H+ intrasel. Ion H+ kemudian keluar dari sel melalui
mekanisme berpasangan dengan gerakan masuknya Na+.3,4,5,7,9
Tahap selanjutnya dalam proses transport, adalah osmosis air kedalam ruang
paraselular. Osmosis ini disebabkan gradien osmotik yang dibentuk oleh
peningkatan konsentrasi ion di ruang paraseluler. Osmosis ini sebagian besar

10
melalui tight junction, sebagian kecil melalui sel. Pergerakan osmotik air
merupakan aliran kedalam dan melewati paraselular masuk kedalam sirkulasi
darah vilus.

Absorbsi klorida (Cl)


Absorbsi Cl- terjadi melalui epitel usus halus dengan dua mekanisme. Pertama,
melalui pertukaran klorida dan bikarbonat, yang terjadi terutama di seluruh
membran sel apikal di jaringan ileum. Kedua lebih menonjol jaringan jejunum
yaitu perpindahan pasif ion Cl- melalui jalur paraseluler, yang berrespon terhadap
sejumlah besar volume Cl- yang diabsorbsi di proksimal. Dalam epitel jejunal,
sejumlah besar natrium ditransport ke dalam sel dan menguntungkan pergerakan
Cl- melalui tight junction dan masuknya klorida ke dalam ruang inter seluler
lateral. Absorbsi Cl- di kolon ke dalam sirkulasi darah terjadi dengan cara difusi
pasif melalui lintasan paraselular maupun transelular melalui pertukaran dengan
bikarbonat; dengan konsentrasi yang seimbang antara Na+ dan Cl-, absorbsi Cl-
melampaui absorbsi Na+. Bila Cl- diabsorbsi , HCO3 disekresi. Terdapatnya Cl-
dalam lumen membantu sekresi HCO3.4,9
Sepertinya sejumlah kecil klorida juga ditransport melalui pembawa minor
(carrier minor) seperti sodium-chlorid symport.9

Absorbsi kalium
Pada proses ini yang penting adalah pompa natrium-kalium (Na +-K+), yaitu proses
memompa ion Na+ keluar melalui membran sel, dalam saat yang sama memompa
K+ dari luar masuk kedalam sel. Ion Na + sejumlah 3 akan keluar sel, ditukar 2 ion
K+ dengan bantuan tenaga hasil pemecahan ATP menjadi ADP + P1 (phosphat
yang merupakan energi tinggi untuk memindahkan Na + keluar sel dan K+ kedalam
sel). Dengan demikian maka ion di luar sel cenderung lebih positip dari pada di
dalam sel. Di dalam sel mengandung sejumlah senyawa protein dan senyawa
organik lainnya, yang tidak dapat keluar dari dalam sel. . Muatan listrik di dalam
sel cenderung negatif apabila dibandingkan keadaan di luar sel, sehingga ada
kecenderungan adanya aliran air masuk ke dalam sel. Untuk mencegah terjadinya
pemasukan yang berlebihan tersebut, maka fungsi pertukaran Na+ dan K+ melalui
ATPase sangat penting. Pertukaran ini untuk mencegah terjadinya pembengkaan
sel akibat kadar Na+ yang cenderung tinggi di dalam sel. . Pompa ini terdapat
dalam seluruh sel, yang bertanggung jawab atas pemeliharaan perbedaan
konsentrasi Na+ dan K+ antara bagian luar dan bagian dalam membran sel
demikian juga untuk menetapkan potensial listrik negatif di dalam sel. Pompa ini
merupakan dasar fungsi saraf untuk menjalarkan sinyal saraf ke seluruh sistem
syaraf.8
Absorbsi secara aktif maupun sekresi K+ keduanya terjadi di kolon, di usus halus
absorbsi terjadi melalui difusi. Serum mempunyai konsentrasi kalium lebih
rendah daripada feses. Absorbsi K+ melalui jalur paraseluler dimana K+ masuk sel
melalui membran basolateral karena pompa Na,K-ATPase mengikuti keluarnya
Na+ dari sel seperti dijelaskan di atas. Di distal kolon K + diabsorbsi secara aktif

11
melalui H,K-ATPase. Absorbsi K+ dipengaruhi oleh pelepasan Na+ dan K+, dan
dihambat oleh cAMP. 10

Absorbsi kalsium (Ca)


Diabsorpsi secara aktif dari duodenum. Penyerapan kalsium yang penting
dikontrol hormon parathyroid dan vitamin D. Hormon parathyroid mengaktifkan
vit D di dalam ginjal, vit D yang teraktifasi akan sangat meningkatkan absorpsi
kalsium.

Absorpsi karbonat
HCO3- disekresi oleh pankreas dan empedu, diabsorbsi di jejunum, dan disekresi
di duodenum, ileum dan kolon. Ion H+ dalam jumlah cukup banyak disekresikan
ke dalam lumen usus untuk ditukar dengan beberapa Na+, ion Na+ akan
diabsosrbsi. Ion hidrogen akan bergabung dengan ion bikarbonat untuk
membentuk asam karbonat(H2CO3) yang kemudian berdisosiasi membentuk air
dan CO2. H2O tetap berada di lumen usus, CO2 akan diabsorpsi masuk kedalam
darah, secara bertahap diekspirasi. Proses ini disebut absorpsi aktif ion bikarbonat
melalui paru-paru.4,8,10
Di jejunum NaHCO3 diabsorbsi melalui pertukaran Na+-H+ ,sekresi H+
menetralkan HCO3- yang setara dalam lumen, pergerakan Cl- murni terjadi secara
pasif. Di ileum dan kolon sekresi ion bikarbonat akan bertukar dengan ion Cl -. Cl-
akan berdifusi secara pasif melalui membran basolateral. Ion karbonat akan
menetralisir asam yang dibentuk kuman terutama yang banyak berada di kolon.10

Sekresi
Sekresi Cl-,Na+ dan air:
Kripta merupakan tempat sekresi Na+,Cl- dan air ke dalam lumen usus, yang akan
direabsorpsi vilus (yang akan bercampur dengan pencernakan usus). Sekresi Cl-
terjadi dalam sel kripta usus karena terdapatnya dua mekanisme spesifik sel :
saluran Cl- selektif yang terdapat di apikal dan kotransport khusus Na+
berpasangan Cl- yang terdapat di membrane basolateral. Gradien Na+ merangsang
Cl- melintasi membran basolateral dengan proses transport NaCl atau Na/K/2Cl.
Na+ akan dikeluarkan lagi oleh Na,K-ATPase sehingga Cl- mengumpul di dalam
sel pada konsentrasi di atas keseimbangan elektrokimia. Terjadi peningkatan
cyclic AMP, cyclic GMP atau Ca++ bebas merangsang phosphorilasi membran
protein oleh protein kinase, membuka saluran Cl - di membran sel kripte sehingga
terjadi sekresi Cl-. Sekresi air mengikuti pergerakan ion.5,9

Sekresi kalium
Terjadi di kolon, sekresi di lumen kolon terjadi secara aktif melalui saluran K +
apikal. Pada kolon saluran kalium terutama terletak pada sisi luminal, sehingga K+
yang masuk ke dalam sel melalui pompa Na dan kotransport akan disekresi
kedalam lumen. Sekresi kalium dipengaruhi oleh cAMP dan diit kronik berlebih
kalium6

12
Sekresi karbonat
Terjadi di duodenum, ileum dan kolon. Sekresi karbonat sebagian melalui
pertukaran Cl/HCO3, tetapi sebagian besar melalui CTFR, yang permeable baik
terhadap HCO3- maupun Cl-, sekresi relative HCO3- dan Cl- ditentukan oleh
perbedaan konentrasi sel dan lumen dan kemampuan konduksi relative melalui
CTFR.10

C. Mekanisme diare
Secara umum diare disebabkan 2 hal yaitu gangguan pada proses absorbsi atau
sekresi. Terdapat beberapa pembagian diare :
1. Pembagian diare menurut etiologi
2. Pembagian diare menurut mekanismenya yaitu gangguan
a. absorbsi
b. gangguan sekresi.
3. Pembagian diare menurut lamanya diare
a. diare akut yang berlangsung kurang dari 14 hati.
b. diare kronik diare yang berlangsung lebih dari 14 hari.
Kejadian diare secara umum terjadi dari satu atau beberapa mekanisme yang
saling tumpang tindih. Menurut mekanisme diare maka dikenal a. diare akibat
gangguan absorpsi yaitu volume cairan yang berada di kolon lebih besar daripada
kapasitas absorpsi. Disini diare dapat terjadi akibat kelainan di usus halus,
mengakibatkan absorpsi menurun atau sekresi yang bertambah. b. Apabila fungsi
usus halus normal, diare dapat terjadi akibat absorpsi di kolon menurun atau
sekresi di kolon meningkat. Diare dapat juga dikaitkan dengan gangguan
motilitas, inflamasi dan imunologi.6,10,11

C.1. Gangguan absorpsi atau diare osmotik.


Secara umum terjadi penurunan fungsi absorpsi oleh berbagai sebab, seperti
celiac sprue, atau karena a. mengkonsumsi magnesium hidroksida b.defisiensi
sukrase-isomaltase adanya laktase defisien pada anak yang lebih besar c. adanya
bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal pada usus halus
bagian proksimal tersebut bersifat hipertonis dan menyebabkan hiperosmolaritas.
Akibat perbedaan tekanan osmose antara lumen usus dan darah maka pada
segmen usus jejenum yang bersifat permeabel, air akan mengalir ke arah lumen
jejenum, sehingga air akan banyak terkumpul air dalam lumen usus. Na akan
mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan terkumpul cairan
intraluminal yang besar dengan kadar Na yang normal. Sebagian kecil cairan ini
akan diabsorpsi kembali, akan tetapi lainnya akan tetap tinggal di lumen oleh
karena ada bahan yang tidak dapat diserap seperti Mg, glukose, sukrose,laktose,
maltose di segmen illeum dan melebihi kemampuan absorpsi kolon, sehingga
terjadi diare. Bahan-bahan seperti karbohidrat dari jus buah, atau bahan yang
mengandung sorbitol dalam jumlah berlebihan,akan memberikan dampak yang
sama.3,5
Malabsoprsi umum. Keadaan seperti short bowel syndrom, celiac, protein,
peptida, tepung, asam amino dan monosakarida mempunyai peran gerakan

13
osmotik pada lumen usus. Kerusakan sel (yang secara normal akan menyerap Na
dan air) dapat disebabkan virus atau kuman, seperti Salmonella, Shigella atau
Campylobacter. Sel tersebut juga dapat rusak karena inflammatory bowel disease
idiopatik, akibat toksin atau obat-obat tertentu. Gambaran karakteristik penyakit
yang menyebabkan malabsorbsi usus halus adalah atropi villi. Lebih lanjut,
mikororganisme tertentu (bakteri tumbuh lampau, giardiasis, dan enteroadheren E.
coli) menyebabkan malabsorbsi nutrien dengan merubah faal membran brush
border tanpa merusak susunan anatomi mukosa. Maldigesti protein lengkap,
karbohidrat, dan trigliserid diakibatkan insuficiensi eksokrine pancreas
menyebabkan malabsorbsi yang signifikan dan mengakibatkan diare osmotik.5
Gangguan atau kegagalan ekskresi pankreas menyebabkan kegagalan pemecahan
kompleks protein, karbohidrat, trigliseride, selanjutnya menyebabkan maldisgesti,
malabsorpsi dan akhirnya menyebabkan diare osmotik. Steatorrhe berbeda dengan
malabsorpsi protein dan karbohidrat dengan asam lemak rantai panjang
intraluminal, tidak hanya menyebabkan diare osmotik, tetapi juga menyebabkan
pacuan sekresi Cl-. Sehingga diare tersebut dapat disebabkan malabsorpsi
karbohidrat oleh karena kerusakan difus mukosa usus, defisiensi sukrose,
isomaltose dan laktase defisiensi congenital. Pemberian obat pencahar; laktulose,
pemberian Mg hydroxide (misalnya susu Mg). Malabsorpsi karbohidrat yang
berlebihan pada hipermotilitas pada kolon iritabel. Mendapat cairan hipertonis
dalam jumlah besar dan cepat, menyebabkan kekambuhan diare. Pemberian
makan/minum yang tinggi KH, setelah mengalami diare, menyebabkan
kekambuhan diare. Infeksi virus yang menyebabkan kerusakan mukosa sehingga
menyebabkan gangguan sekresi enzim laktase, menyebabkan gangguan absorpsi
nutrisi laktose.4,5

C.2. Gangguan sekresi atau diare sekretorik


Hiperplasia kripta. Teoritis adanya hiperplasia kripta akibat penyakit apapun,
dapat menyebabkan sekresi intestinal dan diare.Pada umumnya penyakit ini
menyebabkan atrofi vili.

Luminal secretorygouges
Dikenal 2 bahan yang menstimulais sekresi yaitu enterotoksin bakteri dan bahan
kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam empedu bentuk
dihydroxy, asam lemak rantai panjang.
Toksin penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara meningkatkan
konsentrasi intrasel cAMP, cGMP atau Ca++ yang selanjutnya akan mengaktifkan
protein kinase. Pengaktifan protein kinase akan menyebabkan phosphorilasi
membran protein sehingga mengakibatkan perubahan saluran ion, akan
menyebabkan Cl- di kripta keluar, disisi lain terjadi peningkatan pompa natrium,
dan natrium masuk kedalam lumen usus bersama Cl-.5,10
Bahan laksatif dapat menyebabkan bervariasi efek pada aktivitas Na,K-ATPase,
beberapa diantaranya memacu peningkatan kadar cAMP intraseluler.,
meningkatkan permeabilitas intestinal., sebagian menyebabkan kerusakan sel
mukosa. Beberapa obat menyebabkan sekresi intestinal. Penyakit malabsorpsi

14
menyebabkan peningkatan konsentrasi garam empedu, lemak, seperti reseksi
ileum dan penyakit Crohn dapat menyebabkan kelainan sekresi.

Blood-Borne Secretagouges.
Di negara berkembang, diare sekretorik pada anak-anak umumnya disebabkan
enterotoksin E coli atau Cholera. Di negara maju, diare sekretorik jarang, apabila
ada, maka kemungkinan disebabkan obat atau tumor. Seperti ganglioneuroma atau
neuroblastoma yang menghasilkan hormon, seperti VIP. Pada orang dewasa, diare
sekretorik berat disebabkan neoplasma pankreas, sel non-beta yang menghasilkan
VIP. Polipeptida pankreas, hormon sekretorik lainnya (sindroma watery diarrhe
hypokalemia achlorhydria [WDHA]). Diare yang disebabkan tumor ini termasuk
jarang.5
Semua kelainan mukosa usus, berakibat sekresi air dan mineral berlebihan pada
vilus dan kripta semua enterosit terlibat, dapat terjadi mukosa usus dalam keadaan
normal.

C.3. Diare akibat gangguan peristaltik


Meskipun motilitas jarang menjadi penyebab utama malabsorbsi, tetapi perubahan
motilitas mempunyai pengaruh terhadap absorbsi. Baik peningkatan ataupun
penurunan motilitas keduanya dapat menyebabkan diare. Penurunan motilitas
dapat mengakibatkan bakteri tumbuh lampau yang menyebabkan diare.
Perlambatan transit obat-obatan atau nutrisi akan meningkatkan absorbsi.
Kegagalan motilitas usus yang berat menyebabkan stasis intestinal berakibat
inflamasi, dekonjugasi garam empedu dan malabsorbsi. Diare akibat
hiperperistaltik pada anak jarang. Watery diare dapat disebabkan karena
hipermotilitas pada kasus kolon iritable pada bayi. Gangguan motilitas mungkin
merupakan penyebab diare pada thyrotoksikosis, malabsorbsi asam empedu dan
berbagai penyakit lain.4,10,11

C.4. Diare inflamasi


Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada beberapa
keadaan. Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan
hidrostatik dalam pembuluh darah dan limphatic menyebabkan air, eletrolit,
mukus, protein dan seringkali sel darah merah dan sel darah putih menumpuk
dalam lumen. Biasanya diare akibat inflamasi ini berhubungan dengan tipe diare
lain seperti diare osmotik dan diare sekretorik.11
Bakteri enteral patogen akan mempengaruhi struktur dan fungsi tight junctiom,
menginduksi sekresi cairan dan elektrolit, dan akan mengaktiflkan kaskade
inflamasi. Efek infeksi bakterial pada tight junction akan mempengaruhi susunan
anatomis dan fungsi absorpsi yaitu cytoskeleton dan perubahan susunan protein.
Penelitian oleh Berkes J dkk. 2003 menunjukkan bahwa peranan bakteri enteral
patogen pada diare terletak pada perubahan barrier tight junction oleh toksin atau
produk kuman yaitu perubahan pada cellular cytoskleleton dan spesifik tight
junction. Pengaruh itu bisa pada kedua komponen tersebut atau salah satu
komponen saja sehingga akan menyebabkan hipersekresi clorida yang akan

15
diikuti natrium dan air. Sebagai contoh C. difficile akan menginduksi kerusakan
cytoskeleton maupun protein, bacteroides fragilis menyebabkan degradasi
proteolitik protein tight junction, V cholera mempengaruhi distribusi protein tiht
junction, sedangkan EPEC menyebabkan akumulasi protein cytoskeleton.12

C.5. Diare terkait imunologi


Terkait dengan reaksi hipersensitivitas tipe I, III dan IV. Reaksi tipe I yaitu terjadi
reaksi antara sel mast dengan IgE dan alergen makanan. Reaksi tipe III misalnya
pada penyakit gastroenteropati, sedangkan reaksi tipe IV terdapat pada penyakit
Coeliac disease dan protein loss enteropaties. Pada reaksi tipe I alergen yang
masuk tubuh menimbulkan respon imun dengan dibentuknya IgE, yang
selanjutnya akan diikat oleh reseptor spesifik pada permukaan sel mast dan
basofil. Bila terjagi aktivasi akibat pajanan berulang dengan antigen yang spesifik,
sel mast akan melepaskan mediator seperti histamin, ECF-A, PAF, SRA-A dan
prostaglandin. Pada reaksi tipe III terjadi reaksi komplek antigen-antibodi dalam
jaringan atau pembuluh darah yang mengaktifkan komplemen. Komplemen yang
diaktifkan kemudian melepaskan Machrophage Chemotactic Factor yang akan
merangsang sel mast dan basofil melepas berbagai mediator. Pada reaksi tipe IV
terjadi respon imun seluler, disini tidak terdapat peran antibodi. Antigen dari luar
dipresentasikan sel APC ke sel Th1 yang MHC-II dependen. Terjadi pelepasan
berbagai sitokin seperti MIF, MAF dan IFN-gama oleh Th1. Sitokin tersebut akan
mengaktifkan makrofag dan menimbulkan kerusakan jaringan. 13,14
Berbagai mediator diatas akan menyebabkan luas permukaan mukosa berkurang
akibat kerusakan jaringan, merangsang sekresi klorida diikuti oleh natrium dan
air.

Manifestasi klinis :
Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal dan gejala lainnya bila
terjadi komplikasi extra intestinal termasuk manifestasi neurologik. Gejala
gastrointestinal bisa berupa diare, kramp perut dan muntah. Sedangkan
manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya.
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion
natrium, clorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila
ada muntah dan kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal ini dapat
menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik dan hipokalemia. Dehidrasi
merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan
hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kematian bila tidak diobati dengan tepat.
Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma bisa berupa dehidrasi isotonik,
dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik dan menurut derajat
dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau
dehidrasi berat.
Infeksi ekstraintestinal yang berkaitan dengan bakteri enterik patogen antara lain :
vulvovaginitis, infeksi saluran kemih, endokarditis, osteomielitis, meningitis,
pneumonia, hepatitis, peritonitis dan septik trombophlebitis.

16
Gejala neurologik dari infeksi usus bisa berupa paresthesia (akibat makan ikan,
kerang, monosodium glutamat) hipotoni dan kelemahan otot (C. botulinum).
Manifestasi immun mediated ekstraintestinal biasanya terjadi setelah diarenya
sembuh, contoh :
m

Manifestasi Enteropatogen terkait


Reactive arthritis Salmonella, Shigella, Yersinia,
Camphylobacter, Clostridium difficile
Guillain Barre Syndrome Camphylobacter
Glomerulonephritis Shigella, Camphylobacter, Salmonella
IgA nephropathy Camphylobacter
Erythema nodusum Yersinia, Camphylobacter, Salmonella
Hemolytic anemia Camphylobacter, Yersinia
Hemolytic Uremic Syndrome S. dysentrie, E. coli

Sumber : Nelson Textbook of Pediatrics 17 Ed, 2004.

Bila ada panas mungkin oleh karena proses keradangan atau akibat dehidrasi.
Panas badan umum pada penderita dengan inflammatory diare, nyeri perut lebih
hebat dan tenesmus bisa terjadi pada perut bagian bawah dan rektum yang
menunjukkan terkenanya usus besar.
Mual dan muntah adalah simptom yang non spesifik tetapi muntah mungkin
disebabkan oleh karena organisme yang menginfeksi saluran cerna bagian atas
seperti : enterik virus, bakteri yang memproduksi enterotoksin, Giardia, dan
Cryptosporidium.
Muntah juga sering pada non inflammatory diare biasanya tidak panas atau hanya
sumer-sumer, nyeri perut periumbilikal dan tidak berat, diarenya watery,
menunjukkan yang terkena saluran cerna bagian atas. Oleh karena pasien
imunokompromise memerlukan perhatian khusus, informasi tentang adanya
imunodefisiensi atau penyakit kronis sangat penting.
Manifestasi klinis dari beberapa kuman penyebab diare yang sering dijumpai
dapat dilihat pada table 1

17
Tabel 1 : Gejala khas diare akut oleh berbagai penyebab
Gejala klinik Rotavirus Shigella Salmonella ETEC EIEC Kolera
Masa tunas 17-72 jam 24-48 jam 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 48-72 jam
Panas + ++ ++ - ++ -
Enek dan muntah sering jarang sering - - sering
Nyeri perut tenesmus tenesmus tenesmus + tenesmus kramp
kramp kolik kramp
Nyeri kepala - + + - - -
Lamanya sakit 5-7 hari > 7 hari 3-7 hari 2-3 hari variasi 3 hari
Sifat tinja
Volume sedang sedikit sedikit banyak sedikit banyak
Frekuensi 5-10x/hr >10x/hr sering sering sering terus-menerus
Konsistensi cair lembek lembek cair lembek cair
Lendir
Darah - sering kadang- - + -
kadang
Bau -  busuk + tidak amis khas
Warna kuning- merah- kehijauan tak merah- seperti air
hijau hijau berwarna hijau cucian beras
Leukosit - + + - - -
Lain-lain anorexia kejang  sepsis  meteo- infeksi 
rismus sistemik
Sumber : Sunoto 1991

Diagnosa
Anamnesa :
Pada anamnesa perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut : Diare sudah beberapa
lama, frekwensi, volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada / tidak lendir dan
darah. Bila disertai muntah : volume dan frekwensinya. Kencing : biasa,
berkurang, jarang atau tidak kencing dalam 6 – 8 jam terakhir. Makanan dan
minuman yang diberikan selama diare. Adakah panas atau penyakit lain yang
menyertai seperti : batuk, pilek, otitis media, campak.
Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak diare : memberi oralit, membawa
berobat ke Puskesmas atau ke Rumah Sakit dan obat-obatan yang diberikan serta
riwayat imunisasinya.

Pemeriksaan fisik :
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa : berat badan, suhu tubuh, frekwensi
denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah.

18
Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda utama dehidrasi : kesadaran, rasa haus dan
turgor kulit abdomen dan tanda-tanda tambahan lainnya : ubun-ubun besar cekung
atau tidak, mata : cowong atau tidak, ada atau tidak adanya air mata, bibir,
mukosa mulut dan lidah kering atau basah.
Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik. Bising usus
yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemi. Pemeriksaan ekstremitas
perlu karena perfusi dan capillary reffil dapat menentukan derajat dehidrasi yang
terjadi.
Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara : obyektif
yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare. Subyektif
dengan menggunakan kriteria WHO, Skor Maurice King, kriteria MMWR dan
lain-lain dapat dilihat pada tabel : 2, 3 , 4 dan 5.

Tabel 2 : Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 2003


Simptom Minimal atau tanpa Dehidrasi Ringan - Dehidrasi Berat Kehilangan
dehidrasi kehilangan Sedang, Kehilangan BB > 9%
BB < 3% BB 3 % - 9 %
Kesadaran Baik Normal, lelah, Apathis, letargi, tidak sadar
gelisah, irritable
Denyut jantung Normal Normal - meningkat Takikardi, bradikardia pada
kasus berat
Kualitas nadi Normal Normal – melemah Lemah, kecil, tidak teraba
Pernapasan Normal Normal – cepat Dalam
Mata Normal Sedikit cowong Sangat cowong
Air mata Ada Berkurang Tidak ada
Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering
Cubitan kulit Segera kembali Kembali < 2 detik Kembali > 2 detik
Capillary refill Normal Memanjang Memanjang, minimal
Extremitas Hangat Dingin Dingin, mottled, sianotik
Kencing Normal Berkurang Minimal
Sumber : adapatasi dari Duggan C, Santosham M, Glaso RI, MMWR 1992 dan
WHO 1995
Tabel 3 : Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO 1995
Penilaian A B C
1. Lihat : keadaan umum Baik, sadar * Gelisah, rewel * Lesu, lunglai atau
tidak sadar
mata Normal Cekung Sangat cekung dan
air mata Ada Tidak ada kering
mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering
rasa haus Minum biasa tidak * Haus, ingin * Malas minum atau
haus minum banyak tidak bisa minum
2. Periksa : turgor kulit Kembali cepat * Kembali lambat * Kembali sangat
lambat
3. Hasil pemeriksaan : Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan / Dehidrasi berat
sedang
Bila ada 1 tanda *
ditambah 1 atau lebih Bila ada 1 tanda *
tanda lain ditambah 1 atau lebih
tanda lain
4. Terapi : Rencana Terapi A Rencana Terapi B Rencana Terapi C

19
Tabel 4 : Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO 1980
TANDA dan GEJALA DEHIDRASI RINGAN DEHIDRASI DEHIDRASI BERAT
SEDANG
1. Keadaan umum dan kondisi
 Bayi dan anak kecil Haus, sadar, gelisah Haus, gelisah Mengantuk, lemas,
atau letargi extremitas dingin,
tetapi irritable berkeringat, sianotik,
mungkin koma
 Anak lebih besar Haus, sadar, gelisah Haus, sadar, Biasanya sadar, gelisah,
dan dewasa merasa pusing extremitas dingin,
pada berkeringat dan sianotik,
perubahan kulit jari-jari tangan dan
kaki berkeriput, kejang
otot
2. Nadi radialis Normal (frekuensi dan isi) Cepat dan Cepat, halus, kadang tak
lemah teraba
3. Pernapasan Normal Dalam, Dalam dan cepat
mungkin cepat
4. Ubun-ubun besar Normal Cekung Sangat cekung
5. Elastisitas kulit Pada pencubitan, Lambat Sangat lambat (> 2 detik)
elastisitas kembali segera
6. Mata Normal Cekung Sangat cekung
7. Air mata Ada Kering Sangat kering
8. Selaput lendir Lembab Kering Sangat kering
9. Pengeluaran urin Normal Berkurang dan Tidak ada urin untuk
warna tua beberapa jam, kandung
kencing kosong
10.Tekanan darah Normal Normal – < 80 mmHg, mungkin
sistolik rendah tak terukur
% kehilangan berat 4–5% 6–9% 10 % atau lebih
Prakiraaan kehilangan 40 – 50 ml/kg 60 – 90 ml/kg 100 – 110 ml/kg
cairan

Tabel 5 : Penentuan derajat dehidrasi menurut sistim pengangkaan –


Maurice King (1974)
Bagian tubuh yang Nilai untuk gejala yang ditemukan
diperiksa 0 1 2
Keadaan umum Sehat Gelisah, cengeng, Mengigau, koma atau
apatis, ngantuk syok
Kekenyalan kulit Normal Sedikit kurang Sangat kurang
Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Ubun-ubun besar Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Mulut Normal Kering Kering & sianosis
Denyut nadi/menit Kuat < 120 Sedang (120-140) Lemah > 140

Hasil yang didapat pada penderita diberi angka 0, 1 atau 2 sesuai dengan tabel
kemudian dijumlahkan.
Nilai : 0 – 2 = d. ringan 3 – 6 = d. sedang 7 – 12 = d. berat

20
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak
diperlukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab
dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada
penderita dengan dehidrasi berat. Contoh : pemeriksaan darah lengkap, kultur
urine dan tinja pada sepsis atau infeksi saluran kemih.
Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan pada diare akut :
Darah : darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kultur
dan tes kepekaan terhadap antibiotika.
Urine : urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika.
Tinja :
Pemeriksaan makroskopik :
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita dengan
diare meskipun pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan. Tinja yang watery dan
tanpa mukus atau darah biasanya disebabkan oleh enterotoksin virus, protozoa
atau disebabkan oleh infeksi diluar saluran gastrointestinal.
Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebabkan infeksi bakteri yang
menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasive yang menyebabkan keradangan
mukosa atau parasit usus seperti : E. histolytica, B. coli dan T. trichiura. Bila ada
darah biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan E. histolytica
darah sering terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi EHEC terdapat garis-
garis darah pada tinja. Tinja yang berbau busuk didapatkan pada infeksi dengan
Salmonella juga pada Giardia, Cryptosporidium dan Strongyloides.

Test laboratorium tinja yang digunakan untuk mendeteksi entereopatogen :


Test Laboratorium Organisme diduga / identifikasi
Mikroskopik : Lekosit pada tinja Invasive atau bakteri yang
memproduksi sitotoksin
Trophozoit, kista, oocysts, spora G. lamblia, E. histolytika,
Cryptosporidium, I. belli, Cyclospora
Rhabditiform lava Stongyloides
Spiral atau basil gram (-) berbentuk S Camphylobacter jejuni
Kultur tinja : Standard E. coli, Shigella, Salmonella,
Camphylobacter jejuni
Spesial Y. enterocolitica, V. cholerae, V.
parahaemolyticus, C. difficile, E.
coli, O 157 : H 7
Enzym imunoassay atau latex aglutinasi Rotavirus, G. lamblia, enteric
adenovirus, C. difficile
Serotyping E. coli, O 157 : H 7, EHEC, EPEC
Latex aglutinasi setelah broth enrichment Salmonella, Shigella
Test yang dilakukan di laboratorium riset Bakteri yang memproduksi toksin,
EIEC, EAEC, PCR untuk genus yang
virulen

21
Pemeriksaan mikroskopik :
Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya lekosit dapat memberikan
informasi tentang penyebab diare, letak anatomis serta adanya proses keradangan
mukosa. Lekosit dalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap bakteri yang
menyerang mukosa kolon. Lekosit yang positif pada pemeriksaan tinja
menunjukkan adanya kuman invasive atau kuman yang memproduksi sitotoksin
seperti Shigella, Salmonella, C. jejuni, EIEC, C. difficile, Y. enterocolitica, V.
parahaemolyticus dan kemungkinan Aeromonas atau P. shigelloides. Lekosit yang
ditemukan pada umumnya adalah lekosit PMN kecuali pada S. typhii lekosit
mononuklear. Tidak semua penderita kolitis terdapat lekosit pada tinjanya, pasien
yang terinfeksi dengan E. histolytica pada umumnya lekosit pada tinja minimal.
Parasit yang menyebabkan diare pada umumnya tidak memproduksi lekosit dalam
jumlah banyak. Normal tidak diperlukan pemeriksaan untuk mencari telur atau
parasit kecuali terdapat riwayat baru bepergian kedaerah resiko tinggi, kultur tinja
negatif untuk enteropatogen, diare lebih dari 1 minggu atau pada pasien
imunokompromise. Pasien yang dicurigai penyebabnya giardiasis,
cryptosporidiosis, isosporiasis dan strongyloidiasis dimana pemeriksaan tinja
negatif, aspirasi atau biopsi duodenum atau yeyunum bagian atas mungkin
diperlukan. Karena organisme ini hidup disaluran cerna bagian atas prosedur ini
lebih tepat daripada pemeriksaan spesimen tinja. Biopsi duodenum adalah metoda
yang spesifik dan sensitif untuk diagnosis giardiasis, strongylodiasis dan protozoa
yang membentuk spora. E. hystolitica dapat didiagnosa dengan pemeriksaan
mikroskopik tinja segar. Trophozoit biasanya ditemukan pada tinja cair sedangkan
kista ditemukan pada tinja yang berbentuk. Tehnik konsentrasi dapat membantu
untuk menemukan kista amuba. Pemeriksaan serial mungkin diperlukan oleh
karena ekskresi kista sering intermiten. Sejumlah test serologis untuk amubiasis
untuk mendeteksi tipe dan konsentrasi antibodi juga tersedia. Serologis test untuk
amuba hampir selalu positif pada disentri amuba akut dan amubiasis hati.
Kultur tinja harus segera dilakukan bila dicurigai terdapat Hemolytic Uremic
Syndrome, diare dengan tinja berdarah, bila terdapat lekosit pada tinja, KLB diare
dan pada penderita imunokompromise.
Oleh karena bakteri tertentu seperti : Y. enterocolitica, V. cholerae, V.
Parahaemolyticus, Aeromonas, C. difficile, E. coli 0157 : H7 dan
Camphylobacter membutuhkan prosedur laboratorium khusus untuk
identifikasinya, perlu diberi catatan pada label bila ada salah satu dicurigai
sebagai penyebab diare yang terjadi. Deteksi toksin C. difficile sangat berguna
untuk diagnosa antimikrobial kolitis. Proctosigmoidoscopy mungkin membantu
dalam menegakkan diagnosis pada penderita dengan simptom kolitis berat atau
penyebab inflammatory enteritis syndrome tidak jelas setelah dilakukan
pemeriksaan laboratorium pendahuluan.

Terapi
Infeksi usus pada umumnya self limited, tetapi terapi non spesifik dapat
membantu penyembuhan pada sebagian pasien dan terapi spesifik, dapat

22
memperpendek lamanya sakit dan memberantas organisme penyebabnya. Dalam
merawat penderita dengan diare dan dehidrasi terdapat beberapa pertimbangan
terapi :
1. Terapi cairan dan elektrolit
2. Terapi diit
3. Terapi non spesifik dengan antidiare
4. Terapi spesifik dengan antimikroba
Walaupun demikian dari penelitian epidemiologis di Indonesia dan negara
berkembang lainnya diketahui bahwa sebagian besar penderita diare biasanya
masih dalam keadaan dehidrasi ringan atau belum dehidrasi, hanya sebagian kecil
dengan dehidrasi lebih berat dan memerlukan perawatan disarana kesehatan.
Prakiraan secara kasar menunjukkan dari 1000 kasus diare yang ada di
masyarakat 900 dalam keadaan dehidrasi ringan, 90 dalam keadaan dehidrasi
sedang dan 10 dalam keadaan dehidrasi berat, 1 diantaranya disertai komplikasi
dan penyakit penyerta yang penatalaksanaannya cukup rumit. Berdasarkan data
diatas sesuai dengan panduan WHO pengobatan diare akut dapat dilaksanakan
secara sederhana yaitu dengan terapi cairan dan elektrolit per-oral dan
melanjutkan pemberian makanan, sedangkan terapi non spesifik dengan anti diare
tidak direkomendasikan dan terapi antibiotika hanya diberikan bila ada indikasi.
Pemberian cairan dan elektrolit secara parenteral hanya untuk kasus dehidrasi
berat.

Pengobatan diare tanpa dehidrasi


TRO. Penderita diare tanpa dehidrasi harus segera diberi cairan rumah tangga
untuk mencegah dehidrasi, seperti : air tajin, larutan gula garam, kuah sayur-
sayuran dan sebagainya. Pengobatan dapat dilakukan dirumah oleh keluarga
penderita. Jumlah cairan yang diberikan adalah 10 ml/kgBB atau untuk anak usia
< 1 tahun 50 – 100 ml, 1 – 5 tahun 100 – 200 ml, 5 – 12 tahun 200 – 300 ml dan
dewasa 300 – 400 ml setiap berak.
Untuk anak dibawah umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan sendok dengan
cara 1 sendok setiap 1 sampai 2 menit, pemberian dengan botol tidak boleh
dilakukan. Anak yang lebih besar dapat minum langsung dari cangkir atau gelas
dengan tegukan yang sering. Bila terjadi muntah hentikan dulu selama 10 menit
kemudian mulai lagi perlahan-lahan misalnya 1 sendok setiap 2 – 3 menit.
Pemberian cairan ini dilanjutkan sampai dengan diare berhenti. Selain cairan
rumah tangga ASI dan makanan yang biasa dimakan tetap harus diberikan.
Makanan diberikan sedikit-sedikit tetapi sering (lebih kurang 6 kali sehari) rendah
serat. Buah-buahan diberikan terutama pisang. Makanan yang merangsang (pedas,
asam, terlalu banyak lemak) jangan diberikan dulu karena dapat menyebabkan
diare bertambah berat. Bila dengan cara pengobatan ini diare tetap berlangsung
atau bertambah hebat dan keadaan anak bertambah berat serta jatuh dalam
keadaan dehidrasi ringan - sedang, obati dengan cara pengobatan dehidrasi ringan
– sedang.

23
Pengobatan diare dehidrasi ringan – sedang :
TRO. Penderita diare dengan dehidrasi ringan – sedang harus dirawat di sarana
kesehatan dan segera diberikan terapi rehidrasi oral dengan oralit. Jumlah oralit
yang diberikan 3 jam pertama 75 cc/kgBB. Bila berat badannya tidak diketahui,
perkiraan kekurangan cairan dapat ditentukan dengan menggunakan umur
penderita, meskipun cara ini kurang tepat, yaitu : untuk umur < 1 tahun 300 ml, 1
– 5 tahun 600 ml, > 5 tahun 1200 ml dan dewasa 2400 ml. Rentang nilai volume
cairan ini adalah perkiraan, volume yang sesungguhnya diberikan ditentukan
dengan menilai rasa haus penderita dan memantau tanda-tanda dehidrasi.
Bila penderita masih haus dan masih ingin minum harus diberi lagi. Sebaliknya
bila dengan volume diatas kelopak mata menjadi bengkak, pemberian oralit harus
dihentikan sementara dan diberikan minum air putih atau air tawar. Bila oedem
kelopak mata sudah hilang dapat diberikan lagi.
Bila oleh karena sesuatu hal pemberian oralit tidak dapat diberikan secara per-
oral, dapat diberikan melalui nasogastrik dengan volume yang sama dengan
kecepatan 20 ml/kgBB/jam.
Setelah 3 jam keadaan penderita dievaluasi, apakah membaik, tetap atau
memburuk. Bila keadaan penderita membaik dan dehidrasi teratasi pengobatan
dapat dilanjutkan dirumah dengan memberikan oralit dan makanan dengan cara
seperti pada pengobatan diare tanpa dehidrasi.
Bila memburuk dan penderita jatuh dalam keadaan dehidrasi berat, penderita tetap
dirawat di sarana kesehatan dan pengobatan yang terbaik adalah pemberian cairan
parenteral.

Pengobatan diare dehidrasi berat


TRP. Penderita diare dehidrasi berat harus dirawat di Puskesmas atau Rumah
Sakit. Pengobatan yang terbaik adalah dengan terapi rehidrasi parenteral.
Pasien yang masih dapat minum meskipun hanya sedikit harus diberikan oralit
sampai cairan infus terpasang. Disamping itu semua anak harus diberikan oralit
selama pemberian cairan intravena ( 5 ml/kgBB/jam) bila dapat minum dengan
baik yang biasanya dalam 3 – 4 jam (untuk bayi) atau 1 – 2 jam (untuk anak yang
lebih besar). Ini untuk memberi tambahan basa dan kalium yang mungkin tidak
dapat disuplai dengan cukup dengan pemberian cairan intravena.
Untuk rehidrasi parenteral digunakan cairan Ringer Laktat dengan dosis 100
ml/kgBB. Cara pemberiannya untuk < 1 tahun 1 jam pertama 30 cc/kgBB,
dilanjutkan 5 jam berikutnya 70 cc/kgBB. Diatas 1 tahun ½ jam pertama 30
cc/kgBB dilanjutkan 2 ½ jam berikutnya 70 cc/kgBB.
Lakukan evaluasi tiap jam. Bila hidrasi tidak membaik tetesan I.V. dapat
dipercepat. Setelah 6 jam (bayi) atau 3 jam (anak lebih besar) lakukan evaluasi,
pilih pengobatan selanjutnya yang sesuai yaitu : pengobatan diare dengan
dehidrasi ringan sedang atau pengobatan diare tanpa dehidrasi.

24
Cairan Rehidrasi Oral (CRO) :
Pada tahun 1975 WHO dan Unicef menyetujui untuk mempromosikan CRO
tunggal yang mengandung (dalam mmol/L) Natrium 90, Kalium 20, Chlorida 80,
Basa 30 dan Glukosa 111 (2%).
Komposisi ini dipilih untuk memungkinkan satu jenis larutan saja untuk
digunakan pada pengobatan diare yang disebabkan oleh bermacam sebab bahan
infeksius yang disertai dengan berbagai derajat kehilangan elektrolit. Contoh diare
Rotavirus berhubungan dengan kehilangan natrium bersama tinja 30 – 40 mEq/L,
ETEC 50 – 60 mEq/L dan V. cholera > 90 – 120 mEq/L. CRO – WHO (Oralit)
telah terbukti selama lebih dari 25 tahun efektif baik untuk terapi maupun rumatan
pada anak dan dewasa dengan semua tipe diare infeksi.
Walaupun demikian, dari hasil-hasil riset klinik berikutnya, pada metaanalisa
mendukung penggunaan CRO yang osmolaritasnya rendah. CRO dengan
osmolaritasnya yang lebih rendah berkaitan dengan muntah lebih sedikit, keluaran
tinja yang lebih sedikit, berkurangnya pemberian intravena dibandingkan dengan
CRO standard, pada bayi dan anak non kolera.
Pada kolera tidak ada perbedaan klinik antara penderita yang diberi CRO
osmolaritas rendah dengan CRO standard kecuali angka kejadian hiponatremi.
Atas dasar hasil tersebut WHO dan Unicef mengadakan konsultasi tentang
penggunaan CRO dengan osmolaritas lebih rendah untuk digunakan secara
global.
Pada tahun 2002 WHO mengumumkan CRO formula baru yang sesuai dengan
rekomendasi tersebut dengan 75 mEq/L Natrium, 75 mmol/L glucosa dan
osmolaritas total 245 mOsm/L. CRO formula baru ini juga direkomendasikan
untuk digunakan pada anak dan dewasa dengan kolera, meskipun post marketing
surveilans sedang dilakukan untuk memastikan keamanan dan indikasinya.

CRO baru
Resep untuk memperbaiki CRO antara lain menambahkan substrat untuk
kotransport natrium (contoh : asam amino glycine, alanine dan glutamin) atau
substitusi glukosa dengan komplek karbohidrat (CRO berbasis beras atau cereal).
Asam amino tidak menunjukkan lebih efektif dari CRO tradisional dan lebih
mahal. CRO berbasis beras dapat direkomendasikan bila cukup latihan dan
penyediaan dirumah dapat dilakukan, dan mungkin sangat efektif untuk
mengobati dehidrasi karena kolera.
Walaupun demikian, kemudahan dan keamanan CRO paket dinegara berkembang
dan secara komersial tersedia CRO dinegara maju, maka CRO standard tetap
merupakan pilihan utama dari sebagian besar klinisi.
Potential aditive pada CRO termasuk mampu melepaskan SCFA (amylase
resistent starch derivat dari jagung) dan partially hydrolized guar gum.
Mekanisme kerja yang diharapkan adalah meningkatkan uptake natrium oleh
kolon terikat pada transport SCFA. Kemungkinan lain dari perbaikan komposisi
CRO masa depan adalah penambahan probiotik, prebiotik, seng dan protein
polimer.

25
Pemberian makanan selama diare
Pemberian makanan harus diteruskan selama diare dan ditingkatkan setelah
sembuh. Tujuannya adalah memberikan makanan kaya nutrien sebanyak anak bisa
menerima. Sebagian besar anak dengan diare cair, nafsu makannya timbul
kembali setelah dehidrasi teratasi. Meneruskan pemberian makanan mempercepat
kembalinya fungsi usus yang normal termasuk kemampuan menerima dan
mengabsorbsi berbagai nutrien, sehingga memburuknya status gizi dapat dicegah
atau paling tidak dikurangi. Sebaliknya pembatasan makanan akan menyebabkan
penurunan berat badan diare menjadi lebih lama dan kembalinya fungsi usus lebih
lama. Makanan yang diberikan pada anak diare bergantung kepada umur,
makanan yang disukai dan pola makan sebelum sakit serta budaya setempat. Pada
umumnya makanan yang tepat untuk anak diare sama dengan yang dibutuhkan
dengan anak sehat. Bayi yang minum ASI harus diteruskan sesering mungkin dan
selama anak mau. Bayi yang tidak minum ASI harus diberi susu yang biasa
diminum paling tidak setiap 3 jam. Pengenceran susu atau penggunaan susu
rendah atau bebas laktosa secara rutin tidak diperlukan, kecuali bila pemberian
susu menyebabkan diare timbul kembali atau bertambah hebat dan terjadi
dehidrasi lagi, atau dibuktikan dengan pemeriksaan terdapat tinja yang asam (pH
< 6) dan terdapat bahan yang mereduksi dalam tinja > 0,5%, mungkin
memerlukan susu rendah laktosa atau bebas laktosa untuk sementara. Setelah
diare berhenti, pemberian tetap dilanjutkan selama 2 hari kemudian coba kembali
dengan susu atau formula biasanya diminum secara bertahap selama 2 – 3 hari.
Bila anak berumur 4 bulan atau lebih dan sudah mendapatkan makanan lunak atau
padat, makanan ini harus diteruskan. Paling tidak 50% dari energi diit harus
berasal dari makanan dan diberikan dalam porsi kecil atau sering (6 kali atau
lebih) dan dibujuk untuk makan. Kombinasi susu formula dengan makanan
tambahan seperti serealia pada umumnya dapat ditoleransi dengan baik pada anak
yang telah disapih. Pada anak yang lebih besar, dapat diberikan makanan yang
terdiri dari : makanan pokok setempat, misalnya nasi, kentang, gandum, roti,
bakmi. Untuk meningkatkan kandungan energinya dapat ditambahkan 5 – 10 ml
minyak nabati untuk setiap 100 ml makanan, minyak kelapa sawit sangat bagus
karena kaya akan karoten. Campur makanan pokok tersebut dengan kacang-
kacangan dan sayur-sayuran, serta ditambahkan tahu, tempe, daging atau ikan.
Sari buah segar atau pisang baik untuk menambah kalium. Sedangkan makanan
yang berlemak atau makanan yang mengandung banyak gula seperti sari buah
manis yang diperdagangkan, minuman ringan, sebaiknya dihindari.

Pemberian makanan setelah diare


Meskipun anak diberi makanan sebanyak dia mau selama diare, beberapa
kegagalan pertumbuhan mungkin dapat terjadi terutama bila terjadi anoreksia
hebat. Oleh karena itu perlu pemberian ekstra makan yang kaya akan zat gizi
beberapa minggu setelah sembuh untuk memperbaiki kurang gizi dan untuk
mencapai dan mempertahankan pertumbuhan yang normal. Berikan ekstra makan
pada saat anak merasa lapar, pada keadaan semacam ini biasanya anak dapat
menghabiskan tambahan 50% atau lebih kalori dari biasanya.

26
Terapi medikamentosa
Berbagai macam obat telah digunakan untuk pengobatan diare seperti :
antibiotika, antidiare, adsorben, antiemetik dan obat yang mempengaruhi
mikroflora usus. Beberapa obat mempunyai lebih dari satu mekanisme kerja,
banyak diantaranya mempunyai efek toksik sistemik dan sebagian besar tidak
direkomendasikan untuk anak umur kurang dari 2 – 3 tahun.
Secara umum dikatakan bahwa obat-obat tersebut tidak diperlukan untuk
pengobatan diare akut.

Antibiotik
Antibiotika pada umumnya tidak diperlukan pada semua diare akut oleh krena
sebagian besar diare infeksi adalah rotavirus yang sifatnya self limited dan tidak
dapat dibunuh dengan antibiotika.
Hanya sebagian kecil (10 – 20%) yang disebabkan oleh bakteri patogen seperti V.
cholera, Shigella, Enterotoksigenik E. coli, Salmonella, Camphylobacter dan
sebagainya.
Bila secara klinis jelas diduga oleh karena kuman tersebut dapat diberikan
antibiotika misalnya tetrasiklin untuk kolera, kotrimoksazole / ampisilin untuk
Shigella dan eritromisin untuk Camphylobacter.

Obat antidiare
Obat-obat ini meskipun sering digunakan tidak mempunyai keuntungan praktis
dan tidak diindikasikan untuk pengobatan diare akut pada anak. Beberapa dari
obat-obat ini berbahaya. Produk yang termasuk dalam kategori ini adalah :

Adsorben
(contoh : kaolin, attapulgite, smectite, activated charcoal, cholestyramine). Obat-
obat ini dipromosikan untuk pengobatan diare atas dasar kemampuannya untuk
mengikat dan menginaktifasi toksin bakteri atau bahan lain yang menyebabkan
diare dan dikatakan mempunyai kemampuan melindungi mukosa usus. Walaupun
demikian, tidak ada bukti keuntungan praktis dari penggunaan obat ini untuk
pengobatan rutin diare akut pada anak.

Antimotilitas
(contoh : loperamide hydrochloride, diphenoxylate dengan atropine, tinctura opii,
paregoric, codein). Obat-obatan ini dapat mengurangi frekuensi diare pada orang
dewasa. Walaupun demikian, tidak mengurangi volume tinja pada anak. Lebih
dari itu dapat menyebabkan ileus paralitik yang berat yang dapat fatal atau dapat
memperpanjang infeksi dengan memperlambat eliminasi dari organisme
penyebab. Dapat terjadi efek sedatif pada dosis normal. Tidak satu pun dari obat-
obatan ini boleh diberikan pada bayi dan anak dengan diare.

27
Bismuth subsalicylate
Bila diberikan setiap 4 jam dilaporkan dapat mengurangi keluaran tinja pada anak
dengan diare akut sebanyak 30%. Walaupun demikian, cara ini jarang digunakan.

Kombinasi obat
Banyak produk kombinasi adsorben, antimikroba, antimotilitas atau bahan lain.
Produsen obat mengatakan bahwa formulasi ini baik untuk digunakan pada
berbagai macam diare. Kombinasi obat semacam ini tidak rasional, mahal dan
lebih banyak efek samping daripada bila obat ini digunakan sendiri-sendiri. Oleh
karena itu tidak ada tempat untuk menggunakan obat ini pada anak dengan diare.

Obat-obat lain :
Anti muntah.
Termasuk obat ini seperti prochlorperazine dan chlorpromazine yang dapat
menyebabkan mengantuk sehingga mengganggu pemberian terapi rehidrasi oral.
Oleh karena itu obat anti muntah tidak digunakan pada anak dengan diare, muntah
biasanya berhenti bila penderita telah terrehidrasi.

Cardiac stimulan
Renjatan pada diare akut disebabkan oleh karena dehidrasi dan hipovolemi.
Pengobatan yang tepat adalah pemberian cairan parenteral dengan elektrolit yang
seimbang. Penggunaan cardiac stimulan dan obat vasoactive seperti adrenalin,
nicotinamide, tidak pernah diindikasikan.

Darah atau plasma


Darah, plasma atau plasma expander tidak diindikasikan untuk anak dengan
dehidrasi oleh karena diare. Yang dibutuhkan adalah penggantian dari kehilangan
air dan elektrolit. Walaupun demikian, dapat diberikan untuk penderita dengan
hipovolemia oleh karena renjatan septik.

Steroid
Tidak memberikan keuntungan dan tidak diindikasikan.

Komplikasi
Beberapa masalah mungkin terjadi selama pengobatan rehidrasi. Beberapa
diataranya membutuhkan pengobatan khusus.

Gangguan Elektrolit :
Hipernatremi :
Penderita diare dengan natrium plasma > 150 m.mol/L memerlukan pemantauan
berkala yang ketat. Tujuannya adalah menurunkan kadar natrium secara perlahan-
lahan. Penurunan kadar natrium plasma yang cepat sangat berbahaya oleh karena
dapat menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau nasogastrik menggunakan
oralit adalah cara terbaik dan paling aman.

28
Bila koreksi, dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan menggunakan cairan
0,45% saline – 5% dextrose selama 8 jam. Hitung kebutuhan cairan menggunakan
berat badan tanpa koreksi. Periksa kadar natrium plasma setelah 8 jam. Bila
normal lanjutkan dengan rumatan, bila sebaliknya lanjutkan 8 jam lagi dan
periksa kembali natrium plasma setelah 8 jam. Untuk rumatan gunakan 0,18%
saline - 5% dektrosa, perhitungkan untuk 24 jam.
Tambahkan 10 m.mol KCl pada setiap 500 ml cairan infus setelah pasien dapat
kencing. Selanjutnya pemberian diet normal dapat mulai diberikan.
Lanjutkan pemberian oralit 10 ml/kgBB/setiap berak, sampai diare berhenti.

Hiponatremi :
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya
mengandung sedikit garam, dapat terjadi hiponatremi (Na < 130 mol/L).
Hiponatremi sering terjadi pada anak dengan Shigellosis dan pada anak malnutrisi
berat dengan oedema. Oralit aman dan efektif untuk terapi dari hampir semua
anak dengan hiponatremi. Bila tidak berhasil, koreksi Na dilakukan bersamaan
dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu : memakai Ringer Laktat atau Normal
Saline. Kadar Na koreksi (mEq/L) = 125 – kadar Na serum yang diperiksa x 0,6 x
berat badan. Separuh diberikan dalam 8 jam, sisanya diberikan dalam 16 jam.
Peningkatan serum Na tidak boleh melebihi 2 mEq/L/jam.

Hiperkalemia
(K > 5 mEq/L), koreksi dilakukan dengan pemberian kalsium glukonas 10% 0,5 –
1 ml/kgBB i.v. pelan-pelan dalam 5 – 10 menit dengan monitor detak jantung.

Hipokalemia
(K < 3.5 mEq/L), koreksi dilakukan menurut kadar K : jika kalium 2,5 – 3,5
mEq/L diberikan per-oral 75 mcg/kgBB/hr dibagi 3 dosis. Bila < 2,5 mEq/L maka
diberikan secara intravena drip (tidak boleh bolus) diberikan dalam 4 jam.
Dosisnya : 3,5 – kadar K terukur x BB x 0,4 + 2 mEq/kgBB/24 jam diberikan
dalam 4 jam, kemudian 20 jam berikutnya adalah 3,5 – kadar K terukur x BB x
0,4 + 1/6 x 2 mEq x BB.
Hipokalemi dapat menyebabkan kelemahan otot, paralitik ileus, gangguan fungsi
ginjal dan aritmia jantung. Hipokalemi dapat dicegah dan kekurangan kalium
dapat dikoreksi dengan menggunakan oralit dan memberikan makanan yang kaya
kalium selama diare dan sesudah diare berhenti.

Kegagalan upaya rehidrasi oral


Kegagalan upaya rehidrasi oral dapat terjadi pada keadaan tertentu. Misalnya
pengeluaran tinja cair yang sering dengan volume yang banyak, muntah yang
menetap, tidak dapat minum, kembung dan ileus paralitik, serta malabsorbsi
glukosa. Pada keadaan-keadaan tersebut mungkin penderita harus diberikan
cairan intravena.

29
Kejang-kejang
Pada anak yang mengalami dehidrasi walaupun tidak selalu dapat terjadi kejang
sebelum atau selama pengobatan rehidrasi, yang dapat disebabkan oleh karena :
hipoglikemi, kebanyakan terjadi pada bayi atau anak yang gizinya buruk,
hiperpireksia, kejang terjadi bila panas tinggi, misalnya melebihi 400C,
hipernatremi atau hiponatremi.

Pencegahan :
Upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan cara :
1. Mencegah penyebaran kuman patogen penyebab diare.
Kuman-kuman patogen penyebab diare umumnya disebarkan secara fekal -
oral. Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan pada
cara penyebaran ini.
Upaya pencegahan diare yang terbukti efektif meliputi :
 Pemberian ASI yang benar.
 Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI.
 Penggunaan air bersih yang cukup.
 Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis
buang air besar dan sebelum makan.
 Penggunaan jamban yang saniter oleh seluruh anggota keluarga.
 Membuang tinja bayi yang benar.
2. Memperbaiki daya tahan tubuh pejamu ( host ).
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak
dan dapat mengurangi resiko diare antara lain :
 Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 th.
 Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan memberi
makan dalam jumlah yang cukup untuk memperbaiki status gizi anak.
 Imunisasi campak .

Akhir-akhir ini banyak diteliti tentang peranan probiotik, prebiotik dan seng
dalam pencegahan diare.

Probiotik
Probiotik diberi batas sebagai mikroorganisme hidup dalam makanan yang
difermentasi yang menunjang kesehatan melalui terciptanya keseimbangan
mikroflora intestinal yang lebih baik.
Pencegahan diare dikatakan dapat dilakukan dengan pemberian probiotik dalam
waktu yang panjang terutama untuk bayi yang tidak minum ASI.
Pada sistematik review yang dilakukan Komisi Nutrisi ESPGHAN (Eropean
Society of Gastreoenterology Hepatology and Nutrition) pada tahun 2004,
didapatkan laporan-laporan yang berkaitan dengan peran probiotik untuk
pencegahan diare.
Saavedra dkk tahun 1994, melaporkan pada penelitiannya bahwa susu formula
yang disuplementasi dengan Bifidobacterium lactis dan Streptococcus

30
thermophilus bila diberikan pada bayi dan anak usia 5 - 24 bulan yang dirawat di
Rumah Sakit dapat menurunkan angka kejadian diare dari 31% menjadi 7%,
infeksi Rotavirus juga berkurang dari 39% pada kelompok placebo menjadi 10 %
pada kelompok probiotik.
Penelitian Phuapradit P. dkk di Thailand pada tahun 1999 menunjukan bahwa bayi
yang minum susu formula yang mengandung probiotik Bifidobacterium Bb 12
dan Streptococcus thermophylus lebih jarang menderita diare oleh karena infeksi
Rotavirus.
Oberhelman RA dkk tahun 2002 melaporkan penggunaan Lactobacillus GG di
Peru pada komunitas dengan resiko tinggi diare dapat menurunkan episod diare
terutama pada anak-anak usia 18 – 29 bulan dibandingkan dengan placebo (4,7 v
5,9 episod/anak/thn dengan p = 0,0005), tetapi penelitian yang sama di Finlandia
tahun 2001 tidak ditemukan adanya efek proteksi pada konsumsi jangka lama
susu formula yang disuplementasi dengan probiotik.
D’Souza dkk tahun 2002 melaporkan bahwa probiotik jika diberikan bersama-
sama dengan antibiotika mengurangi resiko ”Antibiotic Associated Diaorrhea”.
Kemungkinan mekanisme efek probiotik dalam pencegahan diare melalui :
perubahan lingkungan mikro lumen usus (pH, oksigen), produksi bahan anti
mikroba terhadap beberapa patogen usus, kompetisi nutrien, mencegah adhesi
kuman patogen pada enterosit, modifikasi toksin atau reseptor toksin efek trofik
terhadap mukosa usus melalui penyediaan nutrien dan imunomodulasi.
Disimpulkan bahwa beberapa probiotik potential mempunyai efek protektif
terhadap diare, tetapi masih diperlukan penelitian dan evaluasi lebih lanjut
termasuk efektifitas dan keamanannya, walaupun sejauh ini penggunaan probiotik
pada percobaan klinis dikatakan aman.
Surveilans diperlukan untuk mencari kemungkinan efek samping seperti infeksi
pada kelompok resiko tinggi antara lain bayi prematur dan pasien imuno
kompromise.

Prebiotik
Prebiotik bukan mikroorganisme tetapi bahan makanan, umumnya komplex
karbohidrat yang bila dikonsumsi dapat merangsang pertumbuhan flora intestinal
yang menguntungkan kesehatan.
Oligosacharida yang ada didalam ASI dianggap sebagai prototipe prebiotik oleh
karena dapat merangsang pertumbuhan Lactobacilli dan Bifidobacteria didalam
kolon bayi yang minum ASI.
Data menunjukan angka kejadian diare akut lebih rendah pada bayi yang minum
ASI. Tetapi pada dua penelitian RCT di Peru th. 2003, bayi-bayi dikomunitas
yang diberi cereal yang disuplementasi dengan Fruktooligosakarida ( FOS ) tidak
menunjukan penurunan angka kejadian diare.
Rekomendasi penggunaannya untuk aspek pencegahan diare akut masih perlu
menunggu penelitian-penelitian selanjutnya.

31
Seng :
Defisiensi seng sering didapatkan pada anak-anak di negara berkembang dan
dihubungkan dengan menurunnya fungsi imun dan meningkatnya kejadian
penyakit infeksi yang serius.
Pada sistematik review dari 10 RCT yang semuanya dilakukan di negara
berkembang pada tahun 1999 didapatkan bahwa suplementasi seng dengan dosis
minimal ½ RDA Amerika Serikat untuk seng, ternyata dapat menurunkan insiden
diare sebanyak 15% dan prevalensi diare sampai 25%, kurang lebih sama dengan
hasil yang dicapai upaya preventive yang lain seperti perbaikan higiene sanitasi
dan pemberian ASI.

Garvin Yamey, menyimpulkan bahwa upaya intervensi yang efektif dan layak,
penting untuk memperbaiki status seng dari populasi di negara berkembang.
Fortifikasi seng potensial dapat dilakukan melalui produk makanan misalnya roti.
Bila tidak ada makanan komersial, peningkatan intake seng mungkin dapat
dilakukan dengan mengurangi phytate dalam diet yang mempengaruhi
penyerapan seng dengan merendam atau fermentasi dalam jangka panjang
diupayakan ”plant breeding” yang dapat meningkatkan kandungan seng atau
mengurangi kandungan phytatenya.
Namun demikian sampai saat ini WHO belum merekomendasikan suplementasi
seng secara rutin. Masih diperlukan penelitian-penelitian lanjutan dalam skala
yang lebih besar dan mendalam termasuk dosis dan lamanya pemberian oleh
karena seng secara potensial menimbulkan reaksi antagonistik dengan besi dan
tembaga sehingga perlu berhati-hati dalam menentukan dosis dan lamanya
suplementasi seng sebelum direkomendasikan untuk pencegahan diare
dikomunitas.

Bambang Subagyo
Nurtjahjo Budi Santoso

32
Daftar Kepustakaan :
1. Sunoto, Penyakit radang usus : infeksi, dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Anak. Balai Penerbit FKUI. 1991 ; I : 448 - 66.
2. Dit.jen PPM, PLP Dep. Kes. RI. PMPD. Buku Ajar Diare, 1996.
3. Pickering LK and Snyder JD. Gastroenteritis in Behrman, Kliegman, Jenson
eds. Nelson Textbook of Pediatrics 17 ed. Saunders 2004 : 1272 – 6.
4. Suparto P. Sumbangan dan peran kaum profesional dalam mendukung
program penyakit saluran cerna di era otonomi.
Kumpulan makalah Kongres Nasional II BKGAI Bandung, 2003 : 17 – 27.
5. Kandun IN. Upaya pencegahan diare ditinjau dari aspek kesehatan
masyarakat.
Kumpulan makalah Kongers Nasional II BKGAI Bandung, 2003 : 29 – 43.
6. Widayana I.W. dan Gandi. Konsistensi pelaksanaan program serta
morbiditas dan mortalitas diare di era otonomi dan krisis. Kumpulan
makalah Kongres Nasional II BKGAI Bandung, 2003 : 45 – 54.
7. Lake AM. Anatomy and physiology of stomatch. Dalam : Wyllie R, Hyams
JS eds. Pediatric gastrointestinal disease pathophysiology, diagnosis and
management. WB Saunders Co. 1993;40511.
8. Weaver LT. Anatomy and embryology. Dalam : Walker WA, Durie PR,
Hamilton JR, Smith JA eds. Pediatric gastrointestinal disease and
pathophysiology, diagnosis and management. BC Decker Inc. 1991;405-11.
9. Burke V. Mechanisms of intestinal digestion and absorption. Dalam : Gracey
M, Burke V eds. Gastroenterology and hepatology 3rd. Blackwell scientific
publication Inc, 1993;150-6.
10. Firmansyah A. Pengaruh malnutrisi terhadap saluran cerna tikus putih:
penelitian khusus pada perkembangan morfologid, biokimiawi, dan
fisiologis terutama kolon. Disertasi. 1992;13-20.
11. Rhoads JM, Powell DW. Diarrhea. Dalam : Walker WA, Durie PR, Hamilton
JR, Smith JA eds. Pediatric gastrointestinal disease and pathophysiology,
diagnosis and management. BC Decker Inc. 1991;65-73.
12. Soeparto P, Djupri LS, Sudarmo SM, Ranuh IRG. Diare. Dalam : Soeparto
P, Djupri LS, Sudarmo SM, Ranuh IRG eds. Gangguan absorbsi-sekresi
sindroma diare. Graha masyarakat ilmiah kedokteran FK Unair. 1999;1- 36.
13. Desjeux JF. Transport water and ions. Dalam : Walker WA, Durie PR,
Hamilton JR, Smith JA eds. Pediatric gastrointestinal disease and
pathophysiology, diagnosis and management. BC Decker Inc. 1991;312-18.
14. Guyton AC, Hall JE. Transport ion dan molekul melalui sel. Dalam : Guyton
AC, Hall JE eds. Buku ajar fisiologi kedokteran. EGC. 1997;55-69.
15. Antonsun DL. Anatomy and physiology of the small and large intestine.
Dalam : Wyllie R, Hyams JS eds. Pediatric gastrointestinal disease
pathophysiology, diagnosis and management. WB Saunders Co. 1993;479-
91.
16. Field M. Intestinal ion transport and the pathophysiology of diarrhea.
Didapat dari : http://www.jci.orig.

33
17. Vanderhoof JA. Diarrhe. Dalam : Wyllie R, Hyams JS eds. Pediatric
gastrointestinal disease pathophysiology, diagnosis and management. WB
Saunders Co. 1993; p 187-95.
18. Berkes J, Viswanathan VK, Savkovic SD, Hecht G. Intestinal ephitel to
enteric pathogens: effects on tight junction barrier, ion transport, and
inflammation. Didapt dari: http://gut.bmjjournals.com/
19. Brueton MJ. Immunology of the gastrointestinal tract. Dalam : Gracey M,
Burke V eds. Gastroenterology and hepatology 3rd. Blackwell scientific
publication Inc, 1993; p 224-32.
20. Reaksi hipersensitivitas. Dalam: Baratawidjaya KG ed. Imunologi Dasar.
BPFKUI, 2002;135-49.
21. Pickering LK and Cleary TG. Approach to patients with gastrointestinal
tract infection and food poisoning in Feigin RD. Cherry JC eds. Textbook of
Pediatric infectious diseases 4 Ed WB Saunders Co 1998 ; 1 : 567 – 94.
22. King CK, Glass R, Bresee JS, Duggan C. Managing acute gastroenteritis
among child ; oral rehydration, maintenance and nutritional therapy.
MMWR 2003, 52 (RR16) : 1 – 16.
23. American academy of pediatric. The management of acute gastroenteritis in
young children. Pediatrics 1996, 97 : 1 – 20.
24. WHO. The treatment of diarrhea : a manual for physicians and other senior
health workers Child Health / WHO. CDR 95 (1995).
25. Duggan C, Santosham M, Glass RI. The management of acute diarrhea in
children : oral rehydration, maintenance and nutritional therapy. MMWR
1992 : 41 (RR-16) : 1 – 20.
26. Sandhu BK. Practical guidelines for the management of gastroenteritis in
children. J Pediatr Gastroenterol Nutr 2001 ; 33 : 36 – 9.
27. Hoekstra JH. Acute gastroenteritis in industriliazed countries : Compliance
with guidelines for treatment. J Pediatr Gastroenterol Nutr 2001 ; 33:531–5.
28. Guarino A et al. Oral rehydration toward a real solution. J Pediatr
Gastroenterol Nutr 2001 ; 33 : 2 – 12.
29. Duggan C et al. Oral rehydration solution for acute diarrhea prevents
subsequent unscheduled follow up visits. Pediatrics 1999 ; 104 (3) : 29 – 33.
30. Hans S et al. Reduced osmolarity oral rehydration solution for treating
dehydration due to diarrhea in children : systematic review. BMJ 2001 ;
325 : 81 – 5.
31. Tolia V. Acute infections diarrhea in children. Current treatment option in
infections diseases 2002 ; 4 : 183 – 94.
32. Rahmat H. Kebijakan Nasional pemberantasan penyakit menular langsung
dan oralit formula baru. Kumpulan makalah Kongres Nasional II BKGAI
Bandung 2003 : 91 – 7.
33. Brown KH and Mac Lean W.C. Nutritional management of acute diarrhea :
an appraisal of the alternatives. Pediatrics 1984 ; 73 : 2 : 119 – 125.
34. Sandhu BK. Rationale for early feeding in childhood gastroenteritis.
J Pediatr Gastroenterol Nutr 2001 : 33 : 13 – 6.

34
35. Agostoni C et al. Medical position paper. Probiotic bacteria in dietetic
product for infants : A commentary by ESPGHAN committee on nutrition. J
Pediatr Gastroenerol Nutr 2004 : 38 : 365 – 74.
36. Szajewska H and Mrukowics JZ. Probiotic in the treatment and prevention
of acute infectious diarrhea in infants and children : A systematic review of
published randomized, double blind, placebo controlled trials. J Pediatr
Gastroenterol Nutr 2001 ; 33 : 17 – 25.
37. Yamey G. Zinc supplementation prevents diarrhea and pneumonia.
BMJ 1999 : 1521 – 3.
38. Baqui AH et al. Effect of zinc supplementation started during diarrhea on
morbidity and mortality in Bangladeshi children : Community randomized
trial. BMJ 2002 ; 325 : 1 – 7.
39. Sazawal S et al. Zinc supplementation in young children with acute diarrhea
in India. N Engl J Med 1995 ; 333 : 839 – 44.

35

Anda mungkin juga menyukai