Anda di halaman 1dari 27

Portofolio (Kasus Emergency)

DIARE AKUT

Oleh:

dr. Hanna Khairat

Pendamping :

dr. Dr. Endayani T, MPH

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


PADANG PANJANG
2014

Nama Peserta

: dr. Hanna Khairat

Nama Wahana

: RSUD Padang Panjang

Topik

: Diare Akut

Nama

:Y

Tanggal Presentasi

: 10 Mei 2014

Nama Pendamping

: dr. Endayani T, MPH

Tempat Presentasi

: Ruang Konfrensi RSUD Padang Panjang

Objektif Presentasi

: Keilmuan dan Diagnostik

Bahan Bahasan

: Kasus Medis

Cara Membahas

: Presentasi dan diskusi

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
I. Pendahuluan
Diare merupakan penyakit yang biasa terjadi pada anak-anak dan dapat disebabkan
oleh berbagai macam penyebab dengan variasi penyakit dari yang ringan hingga berat. Diare
yang terjadi pada anak-anak biasanya disebabkan oleh karena infeksi, meskipun demikian
diet makanan yang tidak sesuai, terjadinya malabsorpsi makanan, dan berbagai macam
gangguan pada saluran cerna juga dapat menyebabkan keadaan tersebut. Penyakit diare ini
biasanya merupakan penyakit yang sembuh dengan sendirinya (self-limited), tetapi
manajemen dan tatalaksana yang tidak baik dari infeksi akut tersebut dapat menyebabkan
komplikasi yang tidak diinginkan.
Komplikasi yang seringkali terjadi akibat diare adalah kehilangan cairan dari tubuh
atau yang disebut dengan dehidrasi. Cairan akan masuk ke dalam tubuh melalui saluran
pencernaan dan kemudian akan diabsorpsi di dalam tubuh. Jika kemampuan untuk minum
untuk mengkompensasi kehilangan cairan akibat diare terganggu maka dehidrasi akan terjadi.
Kematian yang terjadi akibat diare pada anak-anak terutama disebabkan karena kehilangan
cairan dari tubuh dalam jumlah yang besar.
II. Definisi
Diare akut adalah buang air besar dengan konsistensi lebih encer/cair dari biasanya,
tiga kali atau lebih dalam satu hari, dapat/tidak disertai dengan lendir/darah yang timbul
secara mendadak dan berlangsung kurang dari 2 minggu (14 hari). Pada bayi yang masih
mendapat ASI tidak jarang frekuensi defekasinya lebih dari 3-4 kali sehari, keadaan ini tidak
dapat disebut diare, melainkan masih bersifat fisiologis atau normal.
III. Epidemiologi
Diare merupakan penyakit yang umum terjadi pada hampir semua kelompok usia dan
merupakan penyakit kedua tersering setelah influenza (common cold). Diare masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang termasuk di Indonesia dan merupakan
salah satu penyebab kematian dan kesakitan tertinggi pada anak terutama usia di bawah 5
tahun. Di dunia, sebanyak 6 juta anak meninggal tiap tahunnya karena diare dan sebagian
terjadi di negara berkembang. Sebagai gambaran, 17% kematian anak di dunia disebabkan

oleh diare sedangkan di Indonesia, hasil Riskesdas 2007 diperoleh bahwa diare masih
merupakan penyebab kematian yang terbanyak yaitu 42% dibanding pneumonia 24% pada
bayi dan 25,2% dibanding pneumonia 15,5% untuk anak 1-4 tahun.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh WHO maka anak dibawah usia 3 tahun
mengalami 2-8 episode diare setiap tahunnya. Anak yang lebih besar mengalami kejadian
diare 1 kali setiap tahunnya.
Cara penularan diare pada umumnya adalah secara oro-fecal melalui makanan dan
minuman yang telah terkontaminasi oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan
penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita, atau tidak langsung melalui
lalat. Cara penularan diare adalah 4F yaitu food (makanan), feces (tinja), finger (jari tangan),
and fly (lalat).
Faktor risiko terjadinya diare diantaranya adalah tidak memberikan ASI secara penuh
untuk 4-6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak cukup tersedianya air bersih, tercemarnya air
oleh tinja, tidak ada/kurangnya sarana MCK, higiene perorangan dan sanitasi lingkungan
yang buruk, cara penyimpanan dan penyediaan makan yang tidak higienis, dan cara
penyapihan bayi yang tidak baik (terlalu cepat disapih, terlalu cepat diberi susu botol, dan
terlalu cepat diberi makanan padat). Selain itu terdapat pula beberapa faktor risiko pada
pejamu (host) yang dapat meningkatkan kerentanan pejamu terhadap enteropatogen
diantaranya adalah malnutrisi dan bayi berat badan lahir rendah (BBLR), imunodefisiensi
atau imunodepresi, rendahnya kadar asam lambung, dan menurunnya motilitas usus,
menderita campak dalam 4 minggu terakhir, dan faktor genetik.
IV. Etiologi
Penyebab diare akut adalah sebagai berikut ini:
1) Infeksi : virus, bakteri, dan parasit.
Dua tipe dasar dari diare akut oleh karena infeksi adalah non inflammatory dan
inflammatory. Enteropatogen minumbulkan non inflammatory diare melalui produksi
enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permukaan vili oleh virus, perlekatan oleh parasit,
perlekatan dan/ atau translokasi dari bakteri. Sebaliknya, inflammatory diare biasanya
disebabkan oleh bakteri yang menginvasi usus secara langsung atau memproduksi
sitotoksin.

a) Golongan virus : Rotavirus, Adenovirus, Virus Norwalk, Astrovirus, Calicivirus,


Coronavirus, Minirotavirus.
b) Golongan bakteri : Shigella spp., Salmonella spp., Escherecia coli, Vibrio cholera,
Vibrio parahaemoliticus, Aeromonas hidrophilia, Bacillus cereus, Campylobacter
jejuni, Clostridium difficile, Clostridium perfringens, Staphylococcus aureus, Yersinia
enterocolitica.
c) Golongan parasit, protozoa : Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Balantidium
coli ; cacing perut : Ascariasis, Trichuris truchiura, Strongiloides stercoralis ; jamur :
Candida spp.
2) Malabsorpsi : karbohidrat (intoleransi laktosa), lemak terutama trigliserida rantai panjang,
atau protein seperti beta-laktoglobulin.
3) Makanan : makanan basi, makanan beracun. Diare karena keracunan makanan terjadi
akibat dua hal yaitu makanan mengandung zat kimia atau makanan mengandung
mikroorganisme yang mengeluarkan toksin, antara lain Clostridium perfringens,
Staphylococcus.
4) Alergi terhadap makanan : terutama disebabkan oleh Cows milk protein sensitive
enteropathy (CMPSE), dan juga dapat disebabkan oleh makanan lainnya.
5) Defek anatomis: Malrotasi, Penyakit Hirchsprung, dan Short Bowel Syndrome
6) Neoplasma: Neuroblastoma
7) Endokrinopati: Thyrotoksikosis
8) Psikologis : rasa takut dan cemas.
Dari berbagai macam penyebab diare akut tersebut diatas, maka yang paling sering
menjadi penyebab diare akut apa anak-anak adalah infeksi virus. Rotavirus dan adenovirus
merupakan penyebab tersering diare akut pada anak dibawah usia 2 tahun.
Berikut ini akan dibahas beberapa enteropatogen/penyebab diare akut spesifik yang
dianggap merupakan penyebab diare yang utama :
Rotavirus.
Rotavirus pertama kali ditemukan oleh Bishop (1973) di Australia pada biopsi
duodenum penderita diare dengan menggunakan mikroskop elektron. Ternyata kemudian
Rotavirus ditemukan di seluruh dunia sebagai penyebab diare akut yang paling sering,
terutama pada bayi dan anak usia 6-24 bulan. Di Indonesia, berdasarkan penelitian di

beberapa Rumah Sakit di Jakarta, Yogyakarta, dan Bandung berkisar 40-60% diare akut
disebabkan oleh Rotavirus.
Akibat infeksi Rotavirus ini pada usus terjadi kerusakan sel epitel mukosa usus,
infeksi sel-sel radang pada lamina propia, pemendekan jonjot usus, pembengkakan
mitokondria, dan bentuk mikrovili (brush border) yang tidak teratur. Sebagai akibat dari
semua ini adalah terjadinya gangguan absorpsi cairan/elektrolit pada usus halus dan juga akan
terjadi gangguan pencernaan (digesti) dari makanan terutama karbohidrat karena defisiensi
enzim disakaridase akibat kerusakan epitel mukosa usus tadi.
Escherichia coli.
E. coli menyebabkan sekitar 25% diare di negara berkembang dan juga merupakan
penyebab diare kedua setelah Rotavirus pada bayi dan anak. Pada saat ini telah dikenal 5
golongan E.coli yang dapat menyebabkan diare, yaitu ETEC (Enterotoxic Escherichia coli),
EPEC (Enteropathogenic Eschericia coli), EIEC (Enteroinvasive Eschericia coli), EAEC
(Enteroadherent Escherichia coli), dan EHEC (Enterohemorrhagic Escherichia coli).
ETEC merupakan penyebab utama diare dehidrasi di negara berkembang.
Transmisinya melalui makanan (makanan sapihan/makanan pendamping), dan minuman yang
telah terkontaminasi. Pada ETEC dikenal 2 faktor virulen, yaitu 1) faktor kolonisasi, yang
menyebabkan ETEC dapat melekat pada sel epitel usus halus (enterosit) dan 2) enterotoksin.
Gen untuk faktor kolonisasi dan enterotoksin terdapat dalam plasmid, yang dapat
ditransmisikan ke bakteri E.coli lain. Terdapat 2 macam toksin yang dihasilkan oleh ETEC,
yaitu toksin yang tidak tahan panas (heat labile toxin = LT) dan toksin yang tahan panas
(heat stable toxin = ST). Toksin LT menyebabkan diare dengan jalan merangsang aktivitas
enzim adenil siklase seperti halnya toksin kolera sehingga akan meningkatkan akumulasi
cAMP, sedangkan toksin ST melalui enzim guanil siklase yang akan meningkatkan akumulasi
cGMP. Baik cAMP maupun cGMP akan menyebabkan perangsangan sekresi cairan ke lumen
usus sehingga terjadi diare. Bakteri ETEC dapat menghasilkan LT saja, ST saja atau keduaduanya. ETEC tidak menyebabkan kerusakan rambut getar (mikrovili) atau menembus
mukosa usus halus (invasif). Diare biasanya berlangsung terbatas antara 3-5 hari, tetapi dapat
juga lebih lama (menetap, persisten).
EPEC dapat menyebabkan diare berair disertai muntah dan panas pada bayi dan anak
dibawah usia 2 tahun. Di dalam usus, bakteri ini membentuk koloni melekat pada mukosa

usus, akan tetapi tidak mampu menembus dinding usus. Melekatnya bakteri ini pada mukosa
usus karena adanya plasmid. Bakteri ini cepat berkembang biak dengan membentuk toksin
yang melekat erat pada mukosa usus sehingga timbul diare pada bayi dan sering
menimbulkan prolong diarrhea terutama bagi mereka yang tidak minum ASI.
EIEC biasanya apatogen, tetapi sering pula menyebabkan letusan kecil (KLB) diare
karena keracunan makanan (food borne). Secara biokimiawi dan serologis bakteri ini
menyerupai Shigella spp., dapat menembus mukosa usus halus, berkembang biak di dalam
kolonosit (sel epitel kolon) dan menyebabkan disentri basiler. Dalam tinja penderita, sering
ditemukan eritrosit dan leukosit.
EAEC merupakan golongan E.coli yang mampu melekat dengan kuat pada mukosa
usus halus dan menyebabkan perubahan morfologis. Diduga bakteri ini mengeluarkan
sitotoksin, dapat menyebabkan diare berair sampai lebih dari 7 hari (prolonged diarrhea).
EHEC merupakan E.coli serotipe 0157 : H7, yang dikenal dapat menyebabkan kolitis
hemoragik. Transmisinya melalui makanan, berupa daging yang dimasak kurang matang.
Diarenya disertai sakit perut hebat (kolik, kram) tanpa atau disertai sedikit panas, diare cair
disertai darah. EHEC menghasilkan sitotoksin yang dapat menyebabkan edem dan
perdarahan usus besar.
Shigella spp.
Infeksi Shigella pada manusia dapat asimptomatik sampai dengan disentri hebat
disertai dengan demam, kejang-kejang, toksis, tenesmus ani, dan tinja yang berlendir dan
darah. Golongan Shigella yang sering menyerang manusia di daerah tropis adalah Shigella
dysentri, Shigella flexnori, sedangkan Shigella sonnei lebih sering terjadi di daerah sub tropis.
Patogenesis terjadinya diare oleh Shigella spp. adalah karena kemampuannya
mengadakan invasi ke epitel sel mukosa usus. Shigella juga mengeluarkan leksotoksin yang
bersifat merusak sel (sitotoksin). Daerah yang sering diserang adalah bagian terminal dari
ileum dan kolon. Akibat invasi dari bakteri ini terjadi infiltrasi sel-sel PMN dan kerusakan sel
epitel mukosa sehingga timbul ulkus kecil-kecil di daerah invasi yang menyebabkan sel-sel
darah merah, plasma protein, sel darah putih, masuk ke dalam lumen usus dan akhirnya
keluar bersama tinja.

Salmonella spp.
Di dunia terdapat lebih dari 2000 spesies, namun hanya 6-10 jenis saja yang
menyebabkan diare. Di dalam klinik, golongan Salmonella yang menyebabkan diare dikenal
dengan nama Nontyphoidal Salmonellosis, yang paling sering menimbulkan diare pada anak
adalah S. Paratyphi A, B dan C. Binatang merupaka reservoir utama, oleh karena itu infeksi
Salmonella spp. ini biasanya disebabkan oleh makanan yang berasal dari binatang, seperti
daging, telur, susu, dan makanan-makanan daging dalam kaleng. Diare yang disebabkan
Salmonella spp, biasanya disertai dengan rasa mual, kram perut, dan panas.
Patogenesis Salmonella spp. ini seperti halnya dengan Shigella dapat melakukan
invasi ke dalam mukosa usus halus sehingga juga dapat dijumpai adanya lendir dan darah
pada tinja. Akan tetapi Salmonellosis ini tidak menyebabkan ulkus seperti pada Shigella.
Vibrio cholera.
Vibrio cholera pertama kali ditemukan oleh Robert Koch tahun 1883 pada penderita
kolera. Terdapat dua biotipe Vibrio cholera yaitu El Tor dan classic, serta dua serotipe yaitu
Ogawa dan Inaba. El Tor terkenal menyebabkan pandemi yang dimulai dari Sulawesi dan
kemudian menyebab ke Asia, Afrika, Eropa, dan Amerika Utara.
Vibrio cholera mempunyai sifat yaitu tidak menyebabkan kerusakan mukosa usus dan
mengeluarkan toksin yang menyebabkan diare. Vibrio cholera masuk ke dalam lumen usus
melalui lambung dan peranan asam lambung akan menentukan seseorang apakah rentan
terhadap diare atau tidak. Pada orang yang kadar asam lambungnya normal maka untuk dapat
menimbulkan diare dibutuhkan jumlah kuman yang masuk sebesar 106, akan tetapi jika asam
lambungnya kurang (pH menjadi lebih tinggi) maka jumlah 104 sudah dapat menimbulkan
diare. Setelah kuman tersebut masuk ke dalam usus maka ia akan mengeluarkan toksin.
Toksin yang dihasilkan oleh kuman kolera ini yaitu enterotoksin dan terdapat 2 jenis yaitu
komponen A dan komponen B. Komponen B ini akan menempel pada reseptor yang ada di
dinding sel mukosa usus yang disebut Gmi. Kemudian komponen A yang terlihat bersama
dengan komponen B akan melakukan penetrasi ke dalam sel dan memisahkan diri dari
komponen B. Selanjutnya di dalam sel komponen ini akan merangsang sensitifitas enzim
adenil siklase dengan hasil selanjutnya akan meningkatkan akumulasi cAMP yang akan
merangsang sekresi cairan isotonis dan klorida sehingga timbulah diare berair (Watery
diarrhea).

Campylobacter jejuni.
C. jejuni merupakan penyebab 5-10% diare di dunia. Di Indonesia prevalensinya
sekitar 5,3%. Selain diare yang disertai lendir dan darah, juga terdapat gejala sakit perut
disekitar pusar, yang kemudian menjalar ke kanan bawah dan rasa nyerinya menetap di
tempat tersebut (seperti pada apendisitis akut). C. jejuni mengeluarkan 2 macam toksin yaitu
sitotoksin dan toksin LT.
Tempat infeksi yang paling sering dari C. jejuni ini adalah jejenum, ileum, dan colon.
Terdapat kelainan pada mukosa usus, peradangan, edema, pembesaran kelenjar limfe
mesenterium dan adanya cairan bebas di cavum peritonei. Jonjot usus halus ditemukan
memendek dan melebar tetapi tidak konsisten. Ileum mengalami nekrosis hemoragik karena
invasi bakteri ke dinding usus sehingga pada tinja dapat ditemukan adanya darah dan sel-sel
radang.
Yersinia enterokolitika
Yersinia enterokolitika merupakan bakteri baru sebagai penyebab diare dan telah
banyak dilaporkan di berbagai negara di Eropa dan Amerika Utara. Patogenesis terutama oleh
strain serotipe 03.08809 dengan melakukan invasi ke dalam mukosa usus, membentuk
plasmid perantara dan enterotoksin yang tahan panas (ST) dan dapat mengaktifkan enzim
guanilat siklase sehingga terjadi akumulasi cGMP pada sel sehingga akan terjadi diare. Pada
pemeriksaan histologis terdapat abses-abses kecil di daerah plaque Peyeri dan nodula
limphatisi. Pada beberapa penderita menyebabkan limfadenitis mesenterikum dan ileutis.
Entamoeba histolytica
Entamoeba histolytica tersebar di seluruh dunia. Insidensinya rendah dan sering
terjadi overdiagnosis sehingga pengobatannya juga sering berlebihan (misalnya penggunaan
enterovioform). Insidensi pembawa kista pada anak (carrier) sekitar 5% saja tetapi sebagian
besar (90%) asimptomatik dan hanya sebagian kecil (10%) saja yang menjadi sakit. Diare
biasanya berlendir disertai darah, terkenal dengan nama disentri amoeba. Gejala yang
mencolok adalah tenesmusnya. Penularan biasanya melalui makanan atau air (minuman)
yang tercemar oleh parasit Entamoeba histolytica, terkenal menyebabkan ulkus yang
menggaung, dan dapat menyebabkan abses hati.

Cryptosporodium
Cryptosporodium pada saat ini sedang populer dan dianggap sebagai penyebab diare
terbanyak yang disebabkan oleh parasit. Dahulu dikenal hanya patogen pada binatang saja.
Cryptosporodium merupakan golongan coccidium, sering menyebabkan diare pada manusia
yang menderita imunodefisiensi, misalnya pada penderita AIDS. Di negara berkembang
Cryptosporodium merupakan 4-11% penyebab diare pada anak. Penularan melalui oro-fekal
dan biasanya diare bersifat akut. Mulainya karena terjadi kerusakan mukosa usus oleh
perlekatan parasit pada mikrovilus enterosit, sehingga terjadi gangguan absorpsi makanan.
V. Patogenesis
Virus.
Virus terbanyak penyebab diare adalah rotavirus, selain itu juga dapat disebabkan oleh
adenovirus, enterovirus, astrovirus, minirotavirus, calicivirus, dan sebagainya. Virus masuk
ke dalam traktus digestivus bersama makanan dan/atau minuman, kemudian berkembang
biak di dalam usus. Setelah itu virus masuk ke dalam epitel usus halus dan menyebabkan
kerusakan bagian apikal vili usus halus. Sel epitel usus halus bagian apikal akan diganti oleh
sel dari bagian kripta yang belum matang, berbentuk kuboid atau gepeng. Akibatnya villus
mengalami atrofi dan tidak dapat mengabsorbsi cairan dan makanan dengan baik. Selanjutnya
akan terjadi diare osmotik. Cairan dan makan yang tidak terserap akan meningkatkan tekanan
koloid osmotik usus dan terjadi hiperperistaltik usus sehingga cairan beserta makanan yang
tidak terserap terdorong keluar usus melalui anus.
Bakteri.
Bakteri masuk ke dalam traktus digestivus, kemudian berkembang biak di dalam
traktus digestivus tersebut. Bakteri ini kemudian mengeluarkan toksin yang akan merangsang
epitel usus sehingga terjadi peningkatan aktivitas enzim adenili siklase (bila toksin bersifat
tidak tahan panas, disebut labile toxin = LT) atau enzim guanil siklase (bila toksin bersifat
tahan panas atau disebut stable toxin = ST). Sebagai akibat peningkatan aktivitas enzimenzim ini akan terjadi peningkatan cAMP atau cGMP, yang mempunyai kemampuan
merangsang sekresi klorida, natrium, dan air dari dalam sel ke lumen usus (sekresi cairan
yang isotonis) serta menghambat absorpsi natrium, klorida, dan air dari lumen usus ke dalam
sel. Kemudian akan terjadi hiperperistaltik usus untuk mengeluarkan cairan yang berlebihan
di dalam lumen usus tersebut, sehingga cairan dapat dialirkan dari lumen usus halus ke lumen

usus besar (kolon). Dalam keadaan normal, kolon seorang anak dapat menyerap sebanyak
hingga 4400 ml cairan sehari, karena itu produksi atau sekresi cairan sebanyak 400 ml sehari
belum menyebabkan diare. Bila kemampuan penyerapan kolon berkurang, atau sekresi cairan
melebihi kapasitas penyerapan kolon, maka akan terjadi diare. Pada kolera sekresi cairan dari
usus halus ke usus besar dapat mencapai 10 liter atau lebih sehari. Oleh karena itu diare pada
kolera biasanya sangat hebat, suatu keadaan yang disebut sebagai diare profus. Bakteri dapat
menembus (invasi) sel mukosa usus sehingga dapat menyebabkan reaksi sistemik seperti
toksin shigella yang dapat masuk ke dalam serabut saraf otak sehingga menimbulkan kejang.
Secara umum golongan bakteri yang menghasilkan cAMP akan menyebabkan diare
yang lebih hebat dibandingkan dengan golongan bakteri lain yang menghasilkan cGMP.
Golongan kuman yang mengandung LT dan merangsang pembentukan cAMP, diantaranya
adalah V. Cholera, ETEC, Shigella spp., dan Aeromonas spp. Sedangkan yang mengandung
ST dan merangsang pembentukan cGMP adalah ETEC, Campylobacter sp., Yersinia sp., dan
Staphylococcus sp.
VI. Mekanisme Diare
Menurut mekanisme terjadinya diare, maka diare dapat dibagi menjadi 3 bagian besar yaitu:
1) Diare sekretorik
2) Diare invasif/dysentriform diarrhae
3) Diare osmotik
Diare Sekretorik
Diare sekretorik adalah diare yang terjadi akibat aktifnya enzim adenil siklase. Enzim
ini selanjutnya akan mengubah ATP menjadi cAMP. Akumulasi cAMP intrasel akan
menyebabkan sekresi aktif ion klorida, yang akan diikuti secara pasif oleh air, natrium,
kalium dan bikarbonat ke dalam lumen usus sehingga terjadi diare dan muntah-muntah
sehingga penderita cepat jatuh ke dalam keadaan dehidrasi.
Pada anak, diare sekretorik ini sering disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh
mikroorganisme Vibrio, ETEC, Shigella, Clostridium, Salmonella, Campylobacter. Toksin
yang dihasilkannya tersebut akan merangsang enzim adenil siklase, selanjutnya enzim
tersebut akan mengubah ATP menjadi cAMP. Diare sekretorik pada anak paling sering
disebabkan oleh kolera.

Gejala dari diare sekretorik ini adalah 1) diare yang cair dan bila disebabkan oleh
vibrio biasanya hebat dan berbau amis, 2) muntah-muntah, 3) tidak disertai dengan panas
badan, dan 4) penderita biasanya cepat jatuh ke dalam keadaan dehidrasi.
Diare Invasif
Diare invasif adalah diare yang terjadi akibat invasi mikroorganisme dalam mukosa
usus sehingga menimbulkan kerusakan pada mukosa usus. Diare invasif ini disebabkan oleh
Rotavirus, bakteri (Shigella, Salmonella, Campylobacter, EIEC, Yersinia), parasit (amoeba).
Diare invasif yang disebabkan oleh bakteri dan amoeba menyebabkan tinja berlendir dan
berdarah, sering disebut sebgai dysentriform diarrhea.
Di dalam usus pada shigella, setelah kuman melewati barier asam lambung, kuman
masuk ke dalam usus halus dan berkembang biak sambil mengeluarkan enterotoksin. Toksin
ini akan merangsang enzim adenil siklase untuk mengubah ATP menjadi cAMP sehingga
terjadi diare sekretorik. Selanjutnya kuman ini dengan bantuan peristaltik usus sampai di usus
besar/kolon. Di kolon, kuman ini bisa keluar bersama tinja atau melakukan invasi ke dalam
mukosa kolon sehingga terjadi kerusakan mukosa berupa mikro-mikro ulkus yang disertai
dengan serbukan sel-sel radang PMN dan menimbulkan gejala tinja berlendir dan berdarah.
Gejala dysentriform diarrhea adalah 1) tinja berlendir dan berdarah biasanya b.a.b
sering tapi sedikit-sedikit dengan peningkatan panas badan, tenesmus ani, nyeri abdomen,
dan kadang-kadang prolapsus ani, 2) bila disebabkan oleh amoeba, seringkali menjadi kronis
dan meninggalkan jaringan parut pada kolon/rektum, disebut amoeboma.
Mekanisme diare oleh rotavirus berbeda dengan bakteri yang invasif dimana diare
oleh rotavirus tidak berdarah. Setelah rotavirus masuk ke dalam traktus digestivus bersama
makanan/minuman tentunya harus mengatasi barier asam lambung, kemudian berkembang
biak dan masuk ke dalam bagian apikal vili usus halus. Kemudian sel-sel bagian apikal
tersebut akan diganti dengan sel dari bagian kripta yang belum matang/imatur berbentuk
kuboid atau gepeng. Karena imatur, sel-sel ini tidak dapat berfungsi untuk menyerap air dan
makanan sehingga terjadi gangguan absorpsi dan terjadi diare. Kemudian vili usus memendek
dan kemampuan absorpsi akan bertambah terganggu lagi dan diare akan bertambah hebat.
Selain itu sel-sel yang imatur tersebut tidak dapat menghasilkan enzim disakaridase. Bila
daerah usus halus yang terkena cukup luas, maka akan terjadi defisiensi enzim disakaridase
tersebut sehingga akan terjadilah diare osmotik.

Gejala diare yang disebabkan oleh rotavirus adalah 1) paling sering pada anak usia
dibawah 2 tahun dengan tinja cair, 2) seringkali disertai dengan peningkatan panas badan dan
batuk pilek, 3) muntah.
Diare Osmotik
Diare osmotik adalah diare yang disebabkan karena tingginya tekanan osmotik pada
lumen usus sehingga akan menarik cairan dari intra sel ke dalam lumen usus, sehingga terjadi
diare berupa watery diarrhea. Paling sering terjadinya diare osmotik ini disebabkan oleh
malabsorpsi karbohidrat.
Monosakarida biasanya diabsorpsi baik oleh usus secara pasif maupun transpor aktif
dengan ion Natrium. Sedangkan disakarida harus dihidrolisa dahulu menjadi monosakarida
oleh enzim disakaridase yang dihasilkan oleh sel mukosa. Bila terjadi defisiensi enzim ini
maka disakarida tersebut tidak dapat diabsorpsi sehingga menimbulkan osmotic load dan
terjadi diare.
Disakarida atau karbohidrat yang tidak dapat diabsorpsi tersebut akan difermentasikan
di flora usus sehingga akan terjadi asam laktat dan gas hidrogen. Adanya gas ini terlihat pada
perut penderita yang kembung (abdominal distention), pH tinja asam, dan pada pemeriksaan
dengan klinites terlihat positif. Perlu diingat bahwa enzim amilase pada bayi, baru akan
terbentuk sempurna setelah bayi berusia 3-4 bulan. Oleh sebab itu pemberian makanan
tambahan yang mengandung karbohidrat kompleks tidak diberikan sebelum usia 4 bulan,
karena dapat menimbulkan diare osmotik.
Gejala dari diare osmotik adalah 1) tinja cair/watery diarrhae akan tetapi biasanya
tidak seprogresif diare sekretorik, 2) tidak disertai dengan tanda klinis umum seperti panas, 3)
pantat anak sering terlihat merah karena tinja yang asam, 4) distensi abdomen, 5) pH tinja
asam dan klinitest positif. Bentuk yang paling sering dari diare osmotik ini adalah intoleransi
laktosa akibat defisiensi enzim laktase yang dapat terjadi karena adanya kerusakan mukosa
usus. Dilaporkan kurang lebih sekitar 25-30% dari diare oleh rotavirus terjadi intoleransi
laktosa.
VII. Manifestasi Klinis
Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala lainnya bila
terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi neurologik. Gejala gastrointestinal

berupa diare, kram perut, dan muntah. Sedangkan manifestasi sitemik bervariasi tergantung
pada penyebabnya.
Bila terdapat demam dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat dehidrasi.
Panas badan umum terjadi pada penderita dengan inflammatory diare. Nyeri perut yang lebih
hebat dan tenesmus yang terjadi pada perut bagian bawah serta rektum menunjukkan
terkenanya usus besar.
Mual dan muntah adalah gejala yang non spesifik. Muntah mungkin disebabkan oleh
karena organisme yang menginfeksi saluran cerna bagian atas seperti: enterik virus, bakteri
yang memproduksi enterotoksin, Giardia, dan Cryptosporodium. Muntah juga sering terjadi
pada non inflammatory diare. Biasanya penderita tidak demam atau subfebril, nyeri perut
periumbilikal tidak berat, watery diare, menunjukkan bahwa saluran cerna bagian atas yang
terkena.
VIII. Penyulit Diare Akut
Sebagai akibat dari diare akut tersebut diatas maka akan terjadi hal-hal sebagai berikut :
1) Dehidrasi
2) Gangguan keseimbangan elektrolit
3) Gangguan asam basa
4) Gangguan sirkulasi darah
5) Hipoglikemia
6) Gangguan gizi.
Dehidrasi
Sebagai akibat diare adalah tubuh akan kehilangan cairan dan elektrolit yang dikenal
dengan dehidrasi. Dehidrasi terjadi karena 1) hilangnya cairan melalui tinja atau muntah
(concomitant water losses) selama diare/muntah berlangsung. Diperkirakan jumlahnya
sekitar 25-30 ml/kgBB/24 jam, 2) kehilangan cairan melalui pernafasan, keringat, dan urin
(insensible water losses), 3) besarnya jumlah kehilangan cairan (previous water losses).
Kehilangan cairan yang normal (normal water losses) adalah banyaknya kehilangan
cairan/elektrolit melalui pernafasan, keringat, urin, tergantung dari umur. Makin muda anak
makin banyak kehilangan cairan dan makin bertambah umur makin berkurang.

NWL

menurut Darrow adalah 0-3 kg: 175ml/kgBB/24 jam, 3-10 Kg: 105ml/kgBB/24 jam, 10-15
Kg: 85ml/kgBB/24 jam, > 15 Kg: 65ml/kgBB/24 jam. Selain itu NWL juga dipengaruhi oleh
suhu tubuh, makin tinggi suhu tubuh maka akan bertambah kehilangan cairannya. Setiap
kenaikan suhu 1C diatas normal (37C) akan menambah hilangnya cairan sebanyak 12,5%
dari NWL.
Tanda utama dehidrasi adalah rasa haus, menurunnya turgor kulit, mukosa mulut dan
lidah kering, mata cekung, air mata tidak ada, ubun-ubun besar yang cekung pada bayi,
oliguria yang dapat berlanjut menjadi anuria, hipotensi, takikardia, dan menurunnya
kesadaran. Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik. Bising usus
yang lemah atau tidak ada muncul pada hipokalemi. Pemeriksaan ekstremitas perlu karena
perfusi dan capillary refill dapat menentukan dehidrasi yang terjadi.

Tabel 1. Klasifikasi Tingkat Dehidrasi Anak dengan Diare

Gangguan keseimbangan elektrolit


Tonisitas dari plasma sebagian besar ditentukan oleh natrium. Dehidrasi dapat dibagi
menjadi 3 menurut tonisitas plasma yaitu :
1) Dehidrasi isotonik/isonatremik bila kadar Na plasma 130-150 mEq/L. Dalam praktek
di klinik dehidrasi inilah yang terbanyak.
2) Dehidrasi hipotonik, bila Na plasma < 130 mEq/L.
3) Dehidrasi hipertonik, bila Na plasma > 150 mEq/L.
Selain perubahan kadar Na plasma juga kalium dapat mengalami perubahan karena
kalium banyak keluar pada tinja. Pada diare biasa sebesar 26 mEq/L dan pada kolera 96

mEq/L sehingga dapat terjadi hipokalemia, namun penurunan kalium pada plasma ini
biasanya akan diganti dengan kalium yang terdapat pada cairan intraseluler, dengan tentunya
kadar kalium intraseluler akan menurun. Secara singkatnya maka gangguan elektrolit yang
sering terjadi pada keadaan diare adalah hiponatremia (Na < 130mEq/L), hipernatremia (Na
>150mEq/L), dan hipokalemia (K < 3 mEq/L).
Gangguan asam basa
Kehilangan cairan yang banyak pada diare akan menyebabkan terjadinya
hemokonsentrasi/hipoksia. Akibat hipoksia maka jaringan akan terjadi metabolisme secara
anaerobik yang akan menghasilkan produk asam laktat yang selanjutnya akan menyebabkan
keadaan asidosis respiratorik/metabolik. Tanda-tanda asidosis tersebut dapat terlihat berupa
pernafasan cepat dan dalam (Kussmaul).
Akibat lain dari keadaan diare adalah keluarnya bikarbonat melalui tinja, akibatnya
pH darah akan menurun bila badan tidak mengadakan koreksi dengan jalan mengeluarkan
CO2 melalui paru-paru. Sebagai akibat diare yang hebat dan tubuh tidak sanggup
mengadakan kompensasi lagi, maka terjadilah asidosis metabolik, dan mungkin akan
diperberat lagi bila terjadi ketosis, oliguria atau anuria dan penimbunan asam laktat karena
terjadinya hipoksia pada jaringan tubuh.
Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat kehilangan cairan tubuh lebih dari 10% berat badan (dehidrasi berat)
akan terjadi gangguan sirkulasi dan dapat terjadi syok. Hal ini disebabkan cairan ekstraseluler
banyak berkurang (hipovolemik) sehingga perfusi darah ke jaringan berkurang, dengan akibat
hipoksia yang akan menambah beratnya asidosis metabolik, gagal ginjal pre-renal, penurunan
kesadaran, dan dapat menimbulkan kematian bila tidak segera ditangani dengan baik.
Hipoglikemia
Hipoglikemia biasanya dapat terjadi pada anak yang menderita diare dan lebih sering
lagi bila sebelumnya menderita gangguan gizi (KEP). Sebab yang pasti belum diketahui tapi
kemungkinanya adalah 1) gangguan proses glikogenolisis, 2) gangguan penyimpanan
glikogen pada hati, 3) gangguan absorpsi dan digesti karbohidrat terutama pada KEP di mana
terjadi atropi jonjor usus. Akibat dari hipoglikemia ini cairan ekstraseluler akan menjadi

hipotonik dengan kompensasi air akan masuk ke dalam cairan intraseluler sehingga terjadi
edema sel-sel otak yang dapat memberikan gejala penurunan kesadaran, kejang-kejang.
Gangguan gizi
Gangguan gizi biasanya terjadi akibat diare dimana pemberian makanan selama sakit
dihentikan. Selain itu akibat infeksi usus terjadi gangguan absorpsi terutama laktosa karena
terjadinya defisiensi enzim laktase, akibatnya pemberian susu dengan laktosa tinggi akan
menambah beratnya diare. Pada anak yang sebelumnya sudah menderita KEP akan
memperberat keadaan KEP nya, yang dalam fase selanjutnya akan memperberat pula
diarenya.
IX. Pemeriksaan Fisik
Dari hasil pemeriksaan fisik pada penderita diare maka dapat ditemukan beberapa hal,
antara lain adalah sebagai berikut ini :
1) Dehidrasi. Dehidrasi merupakan hal yang utama sebagai penyebab kesakitan dan
kematian, sehingga perlu dilakukan penilaian pada setiap pasien akan tanda, gejala, dan
tingkat keparahan dehidrasinya. Tanda utama dehidrasi adalah menurunnya kesadaran,
rasa haus, menurunnya turgor kulit, mukosa mulut dan lidah kering, mata cekung, air
mata tidak ada, ubun-ubun besar yang cekung pada bayi, oliguria yang dapat berlanjut
menjadi anuria, hipotensi, takikardia, dan terlambatnya capillary refill.
2) Nyeri perut. Nyeri perut yang nonspesifik dan nonfokal disertai dengan kram perut
merupakan hal yang biasa terjadi pada beberapa organisme. Nyeri biasanya tidak
bertambah bila dilakukan palpasi pada perut. Apabila terjadi nyeri perut yang fokal maka
nyeri akan bertambah dengan palpasi, bila terjadi rebound tenderness, maka kita harus
curiga terjadinya komplikasi atau curiga terhadap suatu diagnosis yang noninfeksius.
3) Borborygmi. Merupakan tanda peningkatan aktivitas peristaltik usus yang menyebabkan
auskultasi dan/atau palpasi yang meningkat dari aktivitas saluran pencernaan.
4) Eritema perianal. Defekasi yang sering dapat menyebabkan kerusakan pada kulit perianal,
terutama pada anak-anak yang kecil. Malabsorpsi karbohidrat yang sekunder seringkali
merupakan hasil dari feses yang asam. Malabsoprsi asam empedu sekunder dapat
menyebabkan dermatitis disekitar perianal yang sangat hebat yang seringkali ditandari
sebagai suatu luka bakar.

X. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak diperlukan,
hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya 1) penyebab dasar tidak diketahui
atau 2) ada sebab-sebab lain selain diare akut 3) pada penderita dengan dehidrasi berat
Pemeriksaan laboratorim yang kadang diperlukan pada diare akut:
Darah: Darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kultur, dan tes
sensitivitas terhadap antibiotika.
Urine: Urine lengkap, kultur, dan tes sensitivitas terhadap antibiotika.
Tinja: Analisa dan kultur feses.
XI. Penatalaksanaan
Kebanyakan diare merupakan yang self-limiting, maka dalam pengelolaannya hanya
bersifat suportif. Rehidrasi secara oral (OR) merupakan terapi utama bagi semua anak-anak
yang menderita diare. Neonatus dan bayi berada dalam kelompok risiko tinggi untuk
mengalami komplikasi sekunder seperti dehidrasi berat dan gangguan elektrolit sehingga
memerlukan pengawasan ketat. Jika perlu maka dapat dilakukan rehidrasi cairan secara
intravena bila pemberian cairan secara oral tidak berhasil mengatasi keadaan. Tetapi sebagai
patokan dalam pemberian cairan ini tetap mengacu kepada rencana terapi A, B, atau C.
Cairan yang diberikan untuk rehidrasi idealnya memiliki osmolaritas yang rendah (210-250
mOsm) dan mengandung natrium sekitar 50-60 mmol/L. Pemberian obat antimotilitas tidak
memiliki indikasi untuk diare. Terapi antimikroba juga dilakukan jika penyebab diarenya
adalah non-virus.
Departemen Kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare yaitu:
1. Rehidrasi dengan oralit baru. Oralit baru ini adalah oralit dengan osmolaritas
rendah yang memiliki keefektivitasan lebih baik daripada oralit lama. Oralit
baru ini menurunkan kebutuhan suplemen intravena dan mampu mengurangi
pengeluaran tinja hingga 20% serta mengurangi kejadian muntah hingga 30%.
Ibu diberi 2 bungkus oralit baru dimana tiap 1 bungkus dilarutkan dalam 1 liter
air matang untuk 24 jam dengan pemberian setiap anak buang air besar. Untuk

anak < 2 tahun diberikan 50-100 ml dan untuk anak 2 tahun atau lebih
diberikan 100-200 ml.
2. Zinc selama 10 hari berturut-turut. Zinc mengurang lama dan beratnya diare.
Zinc juga dapat mengembalikan nafsu makan anak.. Dosis zinc untuk anak di
bawah 6 bulan adalah 10 mg (1/2 tablet) perhari dan untuk anak di atas 6 bulan
adalah 20 mg (1 tablet) perhari.
3. ASI dan makanan tetap diteruskan. Pemberian sesuai menu yang sama saaat
anak sehat sesuai dengan umur untuk mencegah kehilangan berat badan dan
sebagai pengganti nutrisi yang hilang. Adanya perbaikan nafsu makan
menandakan fase kesembuhan. Anak tidak boleh dipuasakan, makanan
diberikan sedikit-sedikit tapi sering (lebih kurang 6 x sehari), rendah serat,
buah-buahan diberikan terutama pisang.
4. Antibiotik selektif. Antibiotik diberikan bila ada indikasi karena pemberian
antibiotik yang tidak rasional akan menganggu keseimbangan flora usus
sehingga dapat memperpanjang lama diare dan pemberian antibiotik tidak
rasional dapat mempercepat resistensi kuman terhadap antibiotik.
Antidiare tidak diberikan dan antibiotik hanya digunakan untuk:
1. Diare invasif : Kotrimoksasol 50 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 2 dosis
selama hari.
2. Kolera : Tetrasiklin 50 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 4 dosis selama 2-3
hari.
3. Amoeba,

Giardia,

Kriptosporodium

Metronidazol

30-50

mg/kgBB/hari, dibagi 3 dosis selama 5 hari (10 hari untuk kasus berat)
4. Nasihat kepada orang tua. Kembali jika demam, tinja berdarah,
berulang, makan atau minum sedikit, sangat haus, diare makin sering,
atau belum membaik dalam 3 hari. Langkah promotif/ preventif: (1)
ASI tetap diberikan, (2) kebersihan perorangan, cuci tangan sebelum
makan, (3) kebersihan lingkungan, buang air besar di jamban, (4)
imunisasi campak, (5) memberikan makanan penyapihan yang benar,
(6) penyediaan air minum yang bersih, (7) selalu memasak makanan.

Penatalaksanaan Penyulit :

Dehidrasi
-

Tanpa dehidrasi

: Rencana Terapi A

Dehidrasi ringan-sedang

: Rencana Terapi B

Dehidrasi berat

: Rencana Terapi C

Gangguan elektrolit
-

Hiponatremia (Na < 130 mEq/L)


Kadar natrium diperiksa ulang setelah rehidrasi selesai, apabila masih dijumpai
hiponatremi dilakukan koreksi memakai Ringer Laktat atau Normal Saline dengan
rumus kadar Na koreksi (mEq/L) = 125- kadar Na serum yang diperiksakan x 0,6 x
BB (kg). Separuh diberikan dalam 8 jam, sisanya diberikan alam 16 jam. Peningkatan
serum Na tidak boleh melebihi 2 mEq/L/jam.

Hipernatremia (Na > 155 mEq/L)


Koreksi dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan menggunakan cairan 0,45%
saline-5% dextrose selama 8 jam. Hitung kebutuhan cairan menggunakan berat badan
tanpa koreksi. Periksa kadar natrium plasma setelah 8 jam. Bila normal lanjutkan
dengan rumatan menggunakan 0,18% saline-5% dextrose perhitungkan untuk 24 jam,
bila sebaliknya lanjutkan 8 jam lagi, dan periksa kembali natrium plasma setelah 8
jam. Tambahakan 10 mmol KCL pada setiap 500 ml cairan infus setelah pasien dapat
kencing. Selanjutnya pemberian diet normal dapat mulai diberikan. Lanjutkan
pemberian oralit oralit 10 ml.kgBB.setiap BAB, sampai diare berhenti. Penurunan
kadar Na tidak boleh lebih dari 10 mEq per hari karena bisa menyebabkan edema
otak.

Hipokalemia (K < 3,5 mEq/L)


Bila kadar K 2.5 3.5 mEq/L (dengan atau tanpa gejala), berikan KCL 75
mEq/kgBB/hari per oral dibagi dalam 3 dosis.
Bila kadar K darah < 2.5 mEq/L (dengan atau tanpa gejala), berikan drip intravena
dengan dosis:
- 3,5 kadar K terukur x BB (kg) x 0,4 + 2 mEq/kgBB/24 jam dalam 4 jam pertama
- 3,5 kadar K terukur x BB (kg) x 0,4 + 1/6 x 2 mEq x BB (kg) dalam 20 jam
berikutnya

Hiperkalemia (K > 5 mEq/L)


Koreksi dilakukan dengan pemberian kalsium glukonas 10% sebanyak 0,5-1 ml/kgBB
i.v secara perlahan- lahan dalam 5-10 menit dengan monitor irama jantung dengan
EKG.

Gangguan keseimbangan asam-basa


-

Asidosis metabolik
Apabila kadar bikarbonat < 22mEq/L dan kadar base excess (BE) tidak diketahui
larutan bikarbonat 8.4% (1mEq = 1 ml) atau 7.5% (0.9 mEq = 1ml) sebanyak 2-4
mEq/kgBB.
Bila BE diketahui : mEq NaHCO3 = BE x BB x 0.3

Alkalosis metabolik
Tergantung derajat dehidrasi berikan NaCl 0.9%, 10-20ml/kgBB dalam 1 jam. Bila
telah diuresis, dilanjutkan dengan cairan 0.45 NaCl atau 2,5% dekstrosa (2A) 4080ml/kgBB + KCl 38 mEq/L dalam 8 jam.

Borang Portofolio Kasus Medis


No. ID dan Nama Peserta

dr. Hanna Khairat

No. ID dan Nama Wahana

RSUD Kota Padang Panjang

Topik

Diare Akut

Tanggal (kasus)

14 November 2014

Nama Pasien

Y
11

Tanggal Presentasi

Desember

2014

Tempat Presentasi

No. RM

14727511

Pendamping

dr. Endayani T, MPH

Ruang Konferen RSUD Kota Padang Panjang

Objektif Presentasi
Keilmuan

Keterampilan

Penyegaran

Tinjauan Pustaka

Diagnostik

Manajemen

Masalah

Istimewa

Neonatus
Deskripsi

Bayi

Anak

Remaja

Dewasa

Lansia

Bumil

Pasien perempuan, usia 4 tahun, datang dengan keluhan berak-berak encer


sejak 10 jam yang lalu

Tujuan
Bahan
Bahasan

Menegakkan diagnosis, penatalaksanaan Diare Akut


Tinjauan Pustaka

Riset

Audit
Kasus

Cara
Membahas

Diskusi

Data Pasien
Nama RS : RSUD Kota Padang Panjang

Presentasi dan Diskusi


Nama : Y

E-mail

Pos

No. Registrasi : 14727511


Telp :

Terdaftar sejak :

Data Utama untuk Bahan Diskusi :

1. Diagnosis / Gambaran Klinis : Diare akut dengan dehidrasi ringan/sedang dan intake sulit

2. Riwayat Pengobatan : Tidak ada


3. Riwayat Kesehatan / Penyakit : Tidak ada
4. Riwayat Keluarga : Ayah pasien sedang menderita berak-berak encer sejak 1 hari yang lalu, frekuensi
5 kali/hari
5. Riwayat Pekerjaan : -

6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Tinggal bersama kedua orang tua
7. Riwayat Imunisasi : Imunisasi dasar lengkap
8. Lain-lain : Daftar Pustaka :
1. Subagyo, Bambang dan Nurtjahjo Budi Santoso. Diare Akut. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi Jilid
1. Cetakan 1. Jakarta: IDAI; 2010:137-45
2. Wahyu, Hanariah, Alfa Yasmar, Iesye Martiza, dan Dwi Prasetyo. Gastrohepatologi. Pedoman Diagnosis
dan

Terapi

Ilmu

Kesehatan

Anak.

Edisi

3.

Bandung.

SMF

Ilmu

Kesehatan

Anak

FK

UNPAD/RSHS;2005:237-50
3. Bhutta, Zulfiqar Ahmed. Acute Gastroenteritis in Children. In: Behrman, Kliegman RM, Jenson HB eds.
Nelson Textbook of Pediatrics. 18th ed.Philadelphia. Saunders; 2011
4. WHO. Diare. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta. Departemen Kesehatan RI;
2009:131-55
5. Juffrie, M dkk. Diare Akut. Pedoman Pelayanan Medis. IDAI; 2010:58-62
Hasil Pembelajaran :
1. Diagnosis Diare Akut
2. Tatalaksana awal pasien Diare Akut
3. Mengenal Komplikasi Diare Akut

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio


-

Subjektif :

Demam sejak 1 hari yang lalu, tidak tinggi, terus menerus, tidak menggigil,
tidak berkeringat, tidak disertai kejang.

Nyeri perut sejak 16 jam yang lalu, hilang timbul, dirasakan di seluruh perut.

Berak-berak encer sejak 10 jam yang lalu, frekuensi 10-15 kali, volume 2-3
sendok makan/kali, tidak berlendir dan tidak berdarah, tidak berbau amis, tidak
seperti cucian beras.

Muntah sejak 6 jam yang lalu, frekuensi 3 kali, volume 2 sendok makan,

berisi sisa makanan dan minuman, tidak menyemprot.


-

Batuk pilek tidak ada, sesak napas tidak ada.

Anak tidak ada mengkonsumsi susu formula sejak usia 5 tahun.

Anak tidak mau minum, anak terlihat rewel, oralit belum diberikan.

Buang air kecil jumlah sedikit, warna agak pekat. BAK terakhir 2 jam yang
lalu.

Anak telah berobat ke Sp.A dan dianjurkan untuk dirawat di RSUD Padang
Panjang dengan keterangan diare akut dehidrasi ringan/sedang dan intake sulit.

1. Objektif :
a. Vital sign
-

Keadaan Umum

: Sedang

Kesadaran

: Sadar

Nadi

: 132x/ menit, kuat angkat

Nafas

: 37x/menit

TD

: 100/70 mmHg

Suhu

: 38 0C

BB

: 15 Kg

b. Pemeriksaan sistemik
-

Mata

: Mata cekung, air mata ada, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterik

THT

: tidak ada kelainan

Mulut

: Mukosa bibir, mulut, dan lidah kering.

KGB

: tidak teraba pembesaran KGB

Thoraks

Paru
Inspeksi

: normochest, simetris ki=ka

Palpasi

: fremitus ki=ka

Perkusi

: sonor

Auskultasi

: vesikuler, wheezing (-), ronkhi (-)

Inspeksi

: iktus tidak terlihat

Palpasi

: iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi

: batas jantung normal

Auskultasi

: bunyi jantung murni, irama teratur, bising (-)

Inspeksi

: Perut tidak tampak membuncit

Jantung

Abdomen
Palpasi

: Supel, nyeri tekan (+), turgor kembali cepat, hepar dan


lien tak teraba

Perkusi

: Timpani

Auskultasi

: BU (+) N

Alat kelamin dan anus : Tidak diperiksa


Anggota gerak : Akral hangat, perfusi baik.
c. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan darah rutin : Hb

: 12,6 gr/dl

Leukosit : 13.200/mm3
Ht

: 37 %

Trombosit : 373.000/mm3

2. Assesment (penalaran klinis) :

Telah dilaporkan suatu kasus seorang pasien perempuan berumur 4 tahun dengan
diagnosis kerja : Diare akut dengan dehidrasi ringan/sedang dan intake sulit. Dasar diagnosis
pada pasien dari keluhan utama berak-berak encer sejak 10 jam yang lalu, disertai nyeri perut,
muntah, dan demam. Kemungkinan penyebab diarenya adalah virus karena tidak adanya
lendir atau darah pada feses pasien. Pada pemeriksaan fisik ditemukan anak tampak rewel dan
mata tampak cekung dengan turgor kulit masih kembali dengan cepat. Pada pemeriksaan
laboratorium tidak ditemukan kelainan
Karena anak tidak mau minum maka anak dirawat di bangsal anak dengan tatalaksana awal
berupa terapi cairan dengan IVFD RL 70 cc/kgbb dalam 2,5 jam. Pengobatan simptomatik diberikan
Parasetamol 3 x 250 mg, Domperidone 3 x 2,5 mg, dan Zinc 1 x 1 tab @ 20 mg. Diberikan oralit
5ml/kg/jam segera setelah anak mau minum.
3. Plan :

Diagnosis klinis : Diare akut dengan dehidrasi ringan/sedang dan intake sulit
Pengobatan :
IVFD RL 140 tts/menit (makro)
Parasetamol 3 x 150 mg
Domperidone 3 x 1 mg
Zinc 1 x 1 tab @ 20 mg selama 10 hari
Oralit 7,5 mg/jam

Pendidikan :
Kepada pasien dan keluarga dijelaskan mengenai penyakit ini dan komplikasi yang bisa
terjadi pada penyakit ini serta penatalaksanaan yang diberikan.

Anda mungkin juga menyukai