Anda di halaman 1dari 29

I.

Diare Akut
a. Definisi
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertai
perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lender dan darah yang berlangsung
kurang dari satu minggu. Sedangkan American Academy of Pediatrics (AAP) mendefinisikan
diare dengan karakteristik peningkatan frekuensi dan/atau perubahan konsistensi, dapat disertai
atau tanpa gejala dan tanda seperti mual, muntah, demam atau sakit perut yang berlangsung
selama 3 7 hari.
b. Epidemiologi
Setiap tahun diperikirakan lebih dari satu milyar kasus diare di dunia dengan 3,3 juta
kasus kematian sebagai akibatnya. Diperkirakan angka kejadian di negara berkembang berkisar
3,5 7 episode per anak pertahun dalam 2 tahun pertama kehidupan dan 2 5 episode per anak
per tahun dalam 5 tahun pertama kehidupan. Hasil survei oleh Depkes. diperoleh angka
kesakitan diare tahun 2000 sebesar 301 per 1000 penduduk angka ini meningkat bila dibanding
survei pada tahun 1996 sebesar 280 per 1000 penduduk. Diare masih merupakan penyebab
utama kematian bayi dan balita. Hasil Surkesnas 2001 didapat proporsi kematian bayi 9,4%
dengan peringkat 3 dan proporsi kematian balita 13,2% dengan peringkat 2. Diare pada anak
merupakan penyakit yang mahal yang berhubungan secara langsung atau tidak terdapat
pembiayaan dalam masyarakat. Biaya untuk infeksi rotavirus ditaksir lebih dari 6,3 juta
poundsterling setiap tahunya di Inggris dan 352 juta dollar di Amerika Serikat.
c. Klasifikasi
Menurut Departemen Kesehatan RI (2000), jenis diare dibagi menjadi empat yaitu:
1. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang
dari 7 hari). Akibat diare akut adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi merupakan
penyebab utama kematian bagi penderita diare.
2. Disentri, yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri adalah
anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, kemungkinan terjadinya
komplikasi pada mukosa.

3. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus
menerus. Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan dan gangguan
metabolisme.
4. Diare dengan masalah lain, yaitu anak yang menderita diare (diare akut dan diare
persisten), mungkin juga disertai dengan penyakit lain, seperti demam, gangguan
gizi atau penyakit lainnya.
Terdapat juga klasifikasi yang membagi diare pada bayi dan anak secara luas berdasarkan
lamanya diare yaitu:
a. Diare akut atau diare disebabkan infeksi usus yang bersifat mendadak, dapat terjadi pada
semua umur dan bila menyerang bayi umumnya disebut gastroenteritis infantile. Diare
akut adalah diare yang timbul secara mendadak dan berhenti cepat atau maksimal sampai
2 minggu. Salah satu penyebab penting diare akut pada bayi dan anak (yang bukan
disebabkan oleh infeksi) adalah enteropati karena sensitive terhadap protein susu sapi
atau Cowsmilk protein sensitive enteropathy (CMPSE) atau lebih dikenal dengan alergi
terhadap susu sapi atau Cows milk Allergy (CMA).
b. Diare kronik yag umumnya bersifat menahun, diantara diare akut dan kronik disebut
diare subakut. Diare kronik didefinisikan sebagai diare yang berlangsung 2 minggu atau
lebih.
d. Etiologi
Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu:
a. Faktor Infeksi
1. Infeksi enteral
Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama
diare pada anak. Infeksi parenteral ini meliputi: (a) Infeksi bakteri: Vibrio, E. coli,
Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagainya. (b)
Infeksi virus: Enteroovirus (Virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis), Adenovirus,
Rotavirus, Astrovirus dan lain-lain. (c) Infestasi parasite: Cacing (Ascaris,
Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides), protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia
lamblia, Trichomonas hominis), jamur (candida albicans).
2. Infeksi parenteral

Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan, seperti
Otitis Media akut (OMA), Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia, Ensefalitis dan
sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2
tahun.
b. Faktor Malabsorbsi
1. Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltose dan sukrosa),
monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak
yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktrosa.
2. Malabsorbsi lemak
3. Malabsorbsi protein
c. Faktor makanan: makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
d. Faktor psikologis: rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat menimbulkan diare
terutama pada anak yang lebih besar.
e. Faktor Pendidikan
Menurut penelitian, ditemukan bahwa kelompok ibu dengan status pendidikan SLTP ke
atas mempunyai kemungkinan 1,25 kali memberikan cairan rehidrasi oral dengan baik pada
balita dibanding dengan kelompok ibu dengan status pendidikan SD ke bawah. Diketahui juga
bahwa pendidikan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap morbiditas anak balita. Semakin
tinggi tingkat pendidikan orang tua, semakin baik tingkat kesehatan yang diperoleh si anak.
f. Faktor pekerjaan
Ayah dan ibu yang bekerja pegawai negeri atau swasta rata-rata mempunyai pendidikan
yang lebih tinggi dibandingkan ayah dan ibu yang bekerja sebagai buruh atau petani. Jenis
pekerjaan umumnya berkaitan dengan tingkat pendidikan dan pendapatan. Tetapi ibu yang
bekerja harus membiarkan anaknya diasuh oleh orang lain, sehingga mempunyai risiko lebih
besar untuk terpapar dengan penyakit.
g. Faktor umur balita
Sebagian besar diare terjadi pada anak dibawah usia 2 tahun. Balita yang berumur 12-24
bulan mempunyai resiko terjadi diare 2,23 kali dibanding anak umur 25-59 bulan.
h. Faktor lingkungan
Penyakit diare merupakan merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua
faktor yang dominan yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan
berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena

tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, yaitu
melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare.
i. Faktor Gizi
Diare menyebabkan gizi kurang dan memperberat diarenya. Oleh karena itu, pengobatan
dengan makanan baik merupakan komponen utama penyembuhan diare tersebut. Bayi dan balita
yang gizinya kurang sebagian besar meninggal karena diare. Hal ini disebabkan karena dehidrasi
dan malnutrisi. Faktor gizi dilihat berdasarkan status gizi yaitu baik = 100-90, kurang = <90-70,
buruk = <70 dengan BB per TB.
j. Faktor sosial ekonomi masyarakat
Sosial ekonomi mempunyai pengaruh langsung terhadap faktor-faktor penyebab diare.
Kebanyakan anak mudah menderita diare berasal dari keluarga besar dengan daya beli yang
rendah, kondisi rumah yang buruk, tidak mempunyai penyediaan air bersih yang memenuhi
persyaratan kesehatan.
k. Faktor makanan dan minuman yang dikonsumsi
Kontak antara sumber dan host dapat terjadi melalui air, terutama air minum yang tidak
dimasak dapat juga terjadi secara sewaktu mandi dan berkumur. Kontak kuman pada kotoran
dapat berlangsung ditularkan pada orang lain apabila melekat pada tangan dan kemudian
dimasukkan kemulut dipakai untuk memegang makanan. Kontaminasi alat-alat makan dan dapur.
Bakteri yang terdapat pada saluran pencernaan adalah bakteri Etamoeba colli, salmonella,
sigella. Dan virusnya yaitu Enterovirus, Rotavirus, serta parasite yaitu cacing (Ascaris,
Trichuris), dan jamur (Candida albikan).
l. Faktor terhadap Laktosa (susu kalemg)
Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan. Pada bayi yang
tidak diberi ASI resiko untuk menderita diare lebih besar daripada bayi yang diberi ASI penuh
dan kemungkinan menderita dehidrasi berat juga lebih besar. Menggunakan botol susu ini
memudahkan pencemaran oleh kuman sehingga menyebabkan diare. Dalam ASI mengandung
antibody yang dapat melindungi kita terhadap berbagai kuman penyebab diare seperti Sigella dan
V. Cholerae.
Beberapa penyebab diare akut yang dapat menyebabkan diare pada manusia adalah
sebagai berikut:

Golongan Bakteri

Golongan Virus

Golongan Parasit

1. Aeromonas

1. Astrovirus

2. Bacillus cereus

2.

3. Campylobacter jejuni

Sapovirus)

3. Cryptosporidium parvum

4. Clostridium pefringens

3. Enteric adenovirus

4. Entamoeba histolytica

5. Clostridium defficile

4. Coronavirus

5. Giardia lambia

6. Eschericiae coli

5. Rotavirus

6. Isospora belli

7. Plesiomonas shigeloides

6. Norwalk virus

7. Strongyloides stercoralis

8. Salmonella

7. Herpes simplex virus

8. Trichuris trichiura

9. Shigella

8. Cytomegalovirus

Calcivirus

1. Balantidium coli
(Norovirus, 2. Blastocystis homonis

10. Staphylococcus aureus


11. Vibrio cholera
12. Vibrio parahaemolyticus
13. Yersinia enterocolitica
Disentri
Definisi
Disentri merupakan kumpulan gejala penyakit seperti diare berdarah, lendir dalam tinja,
dan nyeri saat mengeluarkan tinja. Praktisnya, diare berdarah dapat digunakan sebagai petanda
kecurigaan terhadap disentri. Disentri merupakan tipe diare yang berbahaya dan seringkali
menyebabkan kematian dibandingkan dengan tipe diare akut yang lain. Penyakit ini dapat
disebabkan oleh bakteri disentri basiler yang disebabkan oleh shigellosis dan amoeba (disentri
amoeba). Disentri adalah diare yang disertai darah. Sebagian besar episode disebabkan oleh
shigella dan hampir semuanya memerlukan pengobatan antibiotik.
Shigellosis merupakan penyakit infeksi saluran yang ditandai dengan diare cair akut
dan/atau disentri (tinja bercampur darah, lender, dan nanah), pada umumnya disertai demam,
nyeri perut, dan tenesmus. Komplikasi shigelosis berat menjadi fatal adalah perforasi usus,
megakolon toksik, prolapses rekti, kejang, anemia septik, sindrom hemolitik uremia, dan

hiponatremi. Penyakit ini ditularkan melalui rute fekal-oral dengan masa inkubasi 1 - 7 hari,
untuk terjadinya penularan tersebut diperlukan dosis minimal penularan 200 bakteri shigella.
Epidemiologi
Diare masih merupakan masalah di Indonesia, dilaporkan 60 juta pasien pertahun 70-80%
mengenai anak berusia di bawah 5 tahun, Ghiskan melaporkan 5 juta kematian pasien diare di
dunia setiap tahunnya. World Health Oranization membagi diare menjadi tiga kelompok yaitu
diare cair akut, diare berdarah (disentri) dan diare persisten. Diare berdarah dapat disebabkan
disentri basiler (Shigella) dan amuba, enterokolitis (misalnya cows milk allergy), trichuriasis,
EIEC, (Campylobacter jejuni dan virus (rotavirus). diantaranya, penyebab yang paling sering
mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan kematian adalah disentri basiler.
Laporan epidemiologi menunjukkan bahwa 600.000 dari 140 juta pasien shigellosis
meninggal setiap tahun di seluruh dunia. Data di Indonesia memperlihatkan 29% kematian diare
terjadi pada umur 1 sampai 4 tahun disebabkan oleh Disentri basiler. Laporan dari di Amerika
Serikat memperkirakan sebanyak 6000 dari 450.000 kasus diare per tahun dirawat di rumah
sakit, di Inggris 20.000-50.000 kasus per tahun, sedangkan di Mediterania Timur dilaporkan
kematian 40.000 kasus (rata rata case fatality rate 4%). Tingginya insidens dan mortalitas
dihubungkan dengan status sosial ekonomi yang rendah, kepadatan penduduk, dan kebersihan
yang kurang.
Infeksi dengan shigella terjadi paling sering selama bulan-bulan panas di daerah beriklim
sedang dan selama musim hujan di daerah beriklim tropis. Jenis kelamin yang terkena sama.
Walaupun infeksi dapat terjadi pada setiap umur, paling sering pada usia tahun ke-2 dan ke-3.
Infeksi pada 6 bulan pertama jarang dengan alasan yang belum jelas. ASI, yang pada daerah
endemik mengandung antibodi terhadap antigen virulen yang di kode-plasmid maupun
lipopolisakarida, sebagian dapat menjelaskan insiden terkait umur. Infeksi anak dan orang
dewasa yang tidak bergejala dapat terjadi tetapi tidak lazim.
Etiopatogenesis
Penyebab disentri dibagi atas 2 bagian besar yaitu berdasarkan penyebabnya yaitu bakteri
(shigella) dan parasite (amoeba).
-

Disentri basiler

Disentri basiler disebabkan oleh kuman Shigella, Shigella sendiri adalah basil non motil gram
negatif dalam family enterobacteriaceae. Ada 4 spesies dari Shigella yang menimbulkan sakit

yaitu S. Dysentriae (serogrup A), S. Flexneri (serogrup B), S. Boydii (serogrup C) dan S. Sonnei
(serogrup D). Ada 12 serotip pada grup A, 6 serotip dan 13 subserotip pada grup B, 18 serotip di
grup C dan 1 serotip di grup D.
-

Disentri amoeba

Disentri dapat juga disebabkan oleh amoeba atau yang sering disebut amoebiasis. Pada
umumnya disebabkan oleh Entamoeba histolytica yang merupakan protozoa usus yang sering
hidup menjadi mikroorganisme patogen di usus besar manusia. Entamoeba memiliki beberapa
spesies antara lain E. histolytica, E. dispar, E. moshkovskii, E.polecki, E.coli, E.hartmanni,
Jodamoeba butschlii, Dientamoeba fragilis dan Endolimax nana. Semua spesies tersebut dapat
ditemukan dalam rongga usus besar tetapi hanya E. histolytica yang bersifat patogen terhadap
manusia dan infeksi invasif.
Patofisiologi
-

Shigella

Shigella termasuk dalam family Enterobacteriacae, gram negatif berbentuk batang, tidak
bergerak, tidak berkapsul dan lebih tahan asam dibanding enteropatogen lain. Shigella mampu
menginvasi permukaan sel epitel kolon, jarang menembus sampai melewati mukosa, sehingga
tidak ditemukan pada biakan darah walaupun ada gejala hiperpireksia dan toksemia. Setelah
menginvasi enterosit kolon, terjadilah perubahan permukaan mikrovili dari brush border yang
menyebabkan pembentukan vesikel pada membran mukosa. Selanjutnya dapat menghancurkan
vakuola fagositik intraselular, memasuki sitoplasma untuk memperbanyak diri dan menginvasi
sel yang berdekatan. Kemampuan menginvasi sel epitel ini dihubungkan dengan adanya plasmid
besar (120-140 Mdal) yang mampu mengenali bagian luar membran protein seperti plasmid
antigen invasions (Ipa). Sel epitel akan mati dan terjadi ulserasi serta inflamasi mukosa. Dari
bagian yang mengalami inflamasi tersebut shigella menghasilkan ekso-toksin yang berdasarkan
cara kerja toksin dikelompokkan menjadi neurotoksik, enterotoksik, dan sitotoksik. Toksin yang
terbentuk inilah yang menimbulkan berbagai gejala shigellosis, seperti demam, malaise, dan
nyeri otot.
Shigotoksin, suatu eksotoksin kuat penghambat-sintesis protein, dihasilkan dalam jumlah yang
berarti hanya oleh serotype 1 S. dysenteriae dan E. coli tertentu (E. coli enterohemoragik atau E.
coli penghasil toksin-seperti-shiga). Fase diare berair shigellosis dapat disebabkan oleh

enterotoksin unik; enterotoksin shigella 1 (ShET-1), dikode pada kromosom bakteri, dan ShET-2
dikode pada plasmid virulens.
Shigella memerlukan amat sedikit inokulum agar menimbulkan sakit. Penelanan sebanyak 10
organisme S. dysenteriae serotip 1 dapat menyebabkan disentri pada beberapa individu yang
rentan. Hal ini berbeda pada organisme seperti Vibrio cholera, yang memerlukan penelanan 10 8
-1010 organisme agar menimbulkan sakit. Pengaruh inokulum menjelaskan kemudahan penularan
shigella dari orang ke orang yang berbeda dengan V.cholerae.
Perubahan patologis shigellosis terjadi terutama pada kolon, organ sasaran untuk shigella.
Perubahan-perubahannya paling kuat dalam kolon distal, walaupun pankolitis dapat terjadi.
Secara umum dapat ditemukan edema mukosa setempat atau difus, ulserasi, mukosa rapuh,
perdarahan dan eksudat. Secara mikroskopis, ulserasi, pseudomembran, kematian sel epitel,
infiltrasi sel polimorfonuklear dan mononuklear meluas dari lapisan mukosa sampai lapisan
muskularis, dan terjadi edema submukosa.
-

Amoebiasis

Patogenesitas E.hystolitica diyakini tergantung pada dua mekanisme-kontak sel dan pemajanan
toksin. Penelitian baru-baru ini telah menunjukkan bahwa kematian tergantung-kontak oleh
trofosoit meliputi perlekatan (adherence), sitolisis ekstraseluler, dan fagositosis. Reseptor lektin
spesifik-galaktosa diduga bertanggung jawab dalam menjembatani perlekatan pada mukosa
kolon. Juga telah dirumuskan bahwa amoeba dapat mengeluarkan protein pembentuk-pori yang
membentuk saluran pada membran sel-sasaran hospes. Bila trofozoit E.histolytica menginvasi
mukosa usus, mereka menyebabkan penghancuran jaringan (tukak) dengan sedikit respons
radang lokal karena kapasitas sitolitik organisme. Organisme memperbanyak diri dan menyebar
ke lateral di bawah epitel usus untuk menimbulkan ulkus bergaung yang khas. Lesi ini biasanya
ditemukan pada sekum, kolon transversum, dan kolon sigmoid. Amuba dapat menghasilkan lesi
litik yang serupa jika mereka mencapai hati (ini biasanya disebut abses walaupun mereka tidak
mengandung

granulosit).

E.histolytica

kadang-kadang

menyebar

ke

tempat-tempat

ekstraintestinal lain seperti paru dan otak. Perbedaan mencolok antara luas penghancuran
jaringan oleh amuba, tidak adanya respons radang lokal hospes, dan gambaran (antibodi)
humoral sistemik dan reaksi seluler (cell-mediated) terhadap organisme tetap merupakan tekateki ilmiah utama.
Manifestasi Klinis

Shigella
Disentri basiler secara klinis serupa tanpa memandang apakah penyakitnya disebabkan oleh

E.coli enteroinvasif atau salah satu dari empat spesies shigella; namun ada beberapa perbedaan
klinis, terutama yang berkaitan dengan keparahan dan risiko komplikasi dengan infeksi
S.dysentriae serotip 1.
Sesudah penelanan shigella ada masa inkubasi beberapa hari sebelum terjadi gejala-gejala.
Khas adalah nyeri abdomen berat, demam tinggi, muntah, anoreksia, toksisitas menyeluruh,
mendadak ingin buang air besar dan terjadi nyeri defekasi. Pemeriksaan fisik pada saat ini dapat
menunjukkan kembung perut dan nyeri, suara usus hiperaktif, dan nyeri rektum pada
pemeriksaan digital.
Diare mungkin berair dan banyak pada mulanya, berkembang menjadi sering sedikit-sedikit,
tinja berlendir darah, namun beberapa anak tidak pernah memburuk sampai stadium diare
berdarah, sedang pada yang lain tinja pertama berdarah. Dapat terjadi dehidrasi yang berat yang
terkait dengan kehilangan cairan dan elektrolit pada tinja maupun muntah. Diare yang tidak
diobati dapat berakhir 1-2 minggu; hanya sekitar 10% penderita menderita diare menetap selama
lebih dari 10 hari. Diare kronis jarang kecuali pada bayi malnutrisi.
-

Amoebiasis
Kebanyakan individu yang terinfeksi asimtomatik, dan kista ditemukan pada tinjanya. Invasi

jaringan terjadi pada 2-8% individu yang terinfeksi dan berhubungan dengan strain parasit atau
status nutrisi dan flora usus hospes. Manifestasi klinis amoebiasis yang paling sering adalah
karena invasi lokal epitel usus dan penyebaran ke hati.
Amoebiasis usus dapat terjadi dalam 2 minggu infeksi atau tertunda selama beberapa bulan.
Mulainya biasanya sedikit demi sedikit dengan nyeri kolik perut dan gerakan usus yang sering
(6-8 gerakan/24 jam). Diare seringkali disertai dengan tenesmus. Tinja bercampur darah dan
mengandung cukup banyak lendir dengan sedikit leukosit. Karakteristik tidak terdapat gejala dan
tanda konstitusional menyeluruh, dengan demam yang didokumentasi hanya pada sepertiga
penderita. Disentri amuba akut terjadi berupa serangan yang berakhir beberapa hari sampai
beberapa minggu; relaps amat sering pada individu yang tidak diobati. kolitis amuba mengenai
semua kelompok umur, tetapi insidennya sangat tinggi pada anak antara umur 1 dan 5 tahun.
Kolitis amuba berat pada bayi dan anak yang lebih kecil terjadi di negara tropis dan semitropis.
Bila anak kecil terinfeksi, mereka cenderung dengan cepat menjadi sakit berat, sering terdapat

keterlibatan ekstraintestinal, dan angka mortalitas yang tinggi. Pada beberapa penderita
komplikasi seperti amoeboma, megakolon toksik, penyebaran ekstraintestinal, atau perforasi
lokal dan peritonitis dapat terjadi. Ulkus bergaung dengan batas mukosa sehat yang khas, terjadi
pada kebanyakan kasus dan dapat dideteksi dengan sigmoidoskopi pada 25% penderita.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Anamnesis
Keluhan;
-

Sakit perut terutama sebelah kiri dan buang air besar encer secara terus
menerus bercampur lendir dan darah

Muntah-muntah

Sakit kepala

Bentuk yang berat (fulminating cases) biasanya disebabkan oleh S.dysentriae dengan
gejalanya timbul mendadak dan berat, dan dapat meninggal bila tidak cepat ditolong.
Di samping itu diare akut juga bisa menimbulkan dehidrasi, gangguan pencernaan dan

kekurangan zat gizi. Pikirkan juga kemungkinan invaginasi dengan gejala dan tanda:
dominan lendir dan darah, kesakitan dan gelisah, massa intra-abdominal dan muntah.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan:
-

Febris.

Nyeri perut pada penekanan di bagian sebelah kiri.

Terdapat tanda-tanda dehidrasi.

Tenesmus.
Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan tinja secara langsung terhadap kuman penyebab.


Penatalaksanaan
Anak dengan gizi buruk dan disentri dan bayi muda (umur <2 bulan) yang menderita

disentri harus dirawat di rumah sakit. Selain itu, anak yang menderita keracunan, letargis,
mengalami perut kembung dan nyeri tekan atau kejang, mempunyai risiko tinggi terhadap
sepsis dan harus dirawat di rumah sakit. Yang lainnya dapat dirawat di rumah.

Di tingkat pelayanan primer semua diare berdarah selama ini dianjurkan untuk diobati
sebagai shigellosis dan diberi antibiotik kotrimoksazol. Jika dalam 2 hari tidak ada perbaikan,
dianjurkan untuk kunjungan ulang untuk kemungkinan mengganti antibiotiknya.
- Penanganan dehidrasi dan pemberian makan sama dengan diare akut.
- Yang paling baik adalah pengobatan yang didasarkan pada hasil pemeriksaan tinja rutin,
apakah terdapat amuba vegetatif. Jika positif maka berikan metronidazole dengan dosis
50 mg/kgBB dibagi 3 dosis selama 5 hari. Jika tidak ada amuba, maka dapat diberikan
-

pengobatan untuk shigella.


Beri pengobatan antibiotik oral (selama 5 hari), yang sensitif terhadap sebagian besar
strain shigella. Contoh antibiotik yang sensitif terhadap shigella di Indonesia adalah

siprofloxasin, sefiksim dan asam nalidiksat.


Beri tablet zinc sebagaimana pada anak dengan diare cair tanpa dehidrasi.
Pada bayi muda (umur <2bulan), jika ada penyebab lain seperti invaginasi, rujuk anak ke
spesialis bedah.

Tindak lanjut
Anak yang datang untuk kunjungan ulang setelah dua hari, perlu dilihat tanda perbaikan
seperti: tidak adanya demam, berkurangnya BAB, nafsu makan meningkat.
Jika tidak terjadi perbaikan setelah dua hari,
- Ulangi periksa feses untuk melihat apakah ada amuba, giardia atau peningkatan jumlah
leukosit lebih dari 10 per lapangan pandang untuk mendukung adanya diare bakteri
-

invasif.
Jika memungkinkan, lakukan kultur feses dan tes sensitivitas
Periksa apakah ada kondisi lain seperti alergi susu sapi, atau infeksi mikroba lain,
termasuk resistensi terhadap antibiotik yang sudah dipakai.
Hentikan pemberian antibiotic pertama,
Beri antibiotik lini kedua yang diketahui efektif melawan shigella.
Jika kedua antibiotik, yang biasanya efektif melawan shigella, telah diberikan masing-

masing selama 2 hari namun tidak menunjukkan adanya perbaikan klinis:


- Telusuri dengan lebih mendalam ke standar pelayanan medis pediatric.
- Rawat anak jika terdapat kondisi lain yang memerlukan pengobatan di rumah sakit.
Jangan pernah memberi obat untuk menghilangkan gejala simtomatis dari nyeri pada
perut dan anus, atau untuk mengurangi frekuensi BAB, karena obat-obatan ini dapat
menambah parah penyakit yang ada.
Tatalaksana penanganan gizi
Diet yang tepat sangat penting karena disentri memberi efek samping pada status gizi.
Namun demikian, pemberian makan seringkali sulit, karena anak biasanya tidak punya nafsu
makan. Kembalinya nafsu makan anak merupakan suatu tanda perbaikan yang penting.4

Pemberian ASI harus terus dilanjutkan selama anak sakit, lebih sering dari biasanya, jika

memungkinkan, karena bayi mungkin tidak minum sebanyak biasanya.


Anak-anak berumur 6 bulan atau lebih harus menerima makanan mereka yang biasa.

Bujuk anak untuk makan dan biarkan anak untuk memilih makanan yang disukai.
Konseling dan Edukasi
- Penularan disentri amuba dan basiler dapat dicegah dan dikurangi dengan kondisi
lingkungan dan diri yang bersih seperti membersihkan tangan dengan sabun, suplai air
-

yang tidak terkontaminasi, penggunaan jamban yang bersih.


Keluarga ikut berperan dalam mencegah penularan dengan kondisi lingkungan dan diri
yang bersih seperti membersihkan tangan dengan sabun, suplai air yang tidak

terkontaminasi, penggunaan jamban yang bersih.


Keluarga ikut menjaga diet pasien diberikan makanan lunak sampai frekuensi BAB
kurang dari 5kali/hari, kemudian diberikan makanan ringan biasa bila ada kemajuan.

e. Patofisiologi
1) Gangguan absorpsi atau diare osmotic
Secara umum terjadi penurunan fungsi absorpsi oleh berbagai sebab seperti celiac
sprue, atau karena:
a) Mengkonsumsi magnesium hidroksida
b) Defisiensi sukrase-isomaltase
c) Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal pada
usus halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertonis dan menyebabkan
hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmotic antara lumen usus
dan darah maka pada segmen usus jejunum yang bersifat permeable, ait
akan mengaliur kea rah lumen jejunum, sehingga air akan banyak
terkumpul dalam lumen usus. Na akan mengikuti masuk ke dalam lumen,
dengan demikian akan terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan
kadar Na yang normal. Sebagian kecil cairan ini akan diabsorpsi kembali,
akan tetapi lainnya akan tetap tinggal di lumen oleh karena ada bahan
yang tidak dapat diserapt seperti Mg, glukosa, sukrosa, laktosa, maltose di
segmen ileum dan melebihi kemampuan absorpsi kolon, sehingga terjadi
diare.
2) Malabsorpsi umum

Keadaan seperti short bowel syndrome, celiac, protein, peptide, tepung, asam
amino dan monosakarida mempunyai peran pada gerakan osmotic pada lumen
usus. Kerusakan sel dapat disebabkan virus atau kuman. Sel tersebut dapat juga
rusak karena inflammatory bowel disease idiopatik, akibat toksin atau obat-obat
tertentu. Gambaran karakteristik penyakit yang menyebabkan malabsorpsi usus
halus adalah atropi villi. Lebih lanjut, mikroorganisme tertentu menyebabkan
malabsorpsi nutrient dengan mengubah faal membrane brush border tanpa
merusak susunan anatomi mukosa. Maldigesti protein lengkap, karbohidrat, dan
trigliserida diakibatkan insufisiensi eksokrin pankreas menyebabkan malabsorpsi
yang signifikan dan mengakibatkan diare osmotic.
Gangguan atau kegagalan ekskresi pankreas menyebabkan kegagalan pemecahan
kompleks protein, karbohidrat, trigliserida, selanjutnya menyebabkan maldigesti,
malabsorpsi, dan akhirnya diare osmotic. Steatorrhe berbeda dengan malabsorpsi
protein dan karbohidrat dengan asam lemak rantai panjang intraluminal, tidak
hanya menyebabkan diare osmotic, tetapi juga menyebabkan pacuan sekresi Cl
sehingga diare tersebut dapat disebabkan malabsorpsi karbohidrat oleh karena
kerusakan difus mukosa usus, defisiensi sukrosa, isomaltosa, dan defisiensi
congenital lactase, pemberian obat pencahar, lactulose, malabsorpsi karbohidrat
yang berlebihan pada hipermotilitas pada kolon iritabel. Mendapat cairan
hipertonis dalam jumlah yang besar dan cepat, menyebabkan kekambuhan diare.
Pemberian makan atau minum yang tinggi karbohidrat setelah mengalami diare
menyebabkan kekambuhan diare. Infeksi virus yang menyebabkan kerusakan
mukosa sehingga menyebabkan gangguan sekresi enzim lactase, menyebabkan
gangguan absorpsi nutrisi laktosa.
3) Gangguan sekresi atau diare sekretorik
a) Hiperplasia kripta
Teoritis adanya hiperplasia kripta akibat penyakit apapun, dapat
menyebabkan sekresi intestinal dan diare. Pada umumnya penyakit ini
menyebabkan atrofi villi.
b) Luminal secretagogues

Dikenal 2 bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin


bakteri dan bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam
empedu, serta asam lemak rantai panjang.
Toksin penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara meningkatkan
konsentrasi intrasel cAMP, cGMP, atau Ca++ yang selanjutnya akan
mengaktifkan

protein

kinase.

Pengaktifan

protein

kinase

akan

menyebabkan fosforilasi membrane protein sehingga mengakibatkan


perubahan saluran ion, akan menyebabkan Cl- din kripta keluar. Di sisi
lain terjadi peningkatan pompa natrium, dan natrium masuk ke dalam
lumen usus bersama Cl-.
Bahan laksatif menyebabkan bervariasi efek pada aktivitas NaK-ATPase.
Beberaoa diantaranya memacu peningkatan kadar cAMP intraseluler,
meningkatkan permeabilitas intestinal dan sebagian menyebabkan
kerusakan sel mukosa. Beberapa obat menyebabkan sekresi intestinal.
Oenyakit malabsorpsi seperti reseksi ileum dapat menyebabkan kelainan
sekresi seperti peningkatan konsentrasi garam empedu dan lemak.
c) Blood-Borne secretagogues
Diare sekretorik pada anak-anak di negara berkembang, umunya
disebabkan enterotoksin E coli dan Cholera. Berbeda dengan negara
berkembang, di negara maju, diare sekretorik jarang ditemukan, apabila ad
akemungkinan disebabkan obat atau tumor seperti ganglioneuroma atau
neuroblastoma yang menghasilkan hormone seperti VIP. Pada orang
dewasa, diare sekretorik berat disebabkan neoplasma pankreas sel nonbeta yang menhasilkan VIP. Diare yang disebabkan tumor ini termasuk
jarang. Semua kelainan mukosa usus, berakibat sekresi air dan mineral
berlebihan pada vilus dan kripta serta semua enterosit terlibat dan dapat
terjadi mukosa usus dalam keadaan normal.
4) Diare akibat gangguan peristaltic
Meskipun motilitas jarang menjadi penyebab utama malabsorpsi, tetapi perubahan
motilitas mempunyai pengaruh terhadap absorpsi. Baik peningkatan ataupun
penurunan motilitas, keduanya dapat menyebabkan diare. Penurunan motilitas
dapat mengakibatkan bakteri tumbuh lampau yang menyebabkan diare.
Perlambatan transit obat-obatan atau nutrisi akan meningkatkan absorbs.

Kegagalan motilitas usus yang berat menyebabkan statis intestinal berakibat


inflamasi,

dekonjugasi

garam

empedu

dan

malabsorpsi.

Diare

akibat

hiperperistaltik pada anak jarang terjadi. Watery diare dapat disebabkan karena
hipermotilitas pada kasus kolon irritable pada bayi. Gangguan motilitas mungkin
merupakan penyebab diare pada tirotoksikosis, malabsorpsi asam empedu dan
berbagai penyakit lain.
5) Diare inflamasi
Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada beberapa
keadaan. Akibat hilangnya sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan
hidrostatik dalam pembuluh darah dan limfatic menyebabkan air, elektrolit,
mucus, protein dan seringkali sel darah merah dan sel darah putih menumpuk
dalam lumen. Biasanya diare akibat inflamasi ini berhubungan dengan tipe diare
lain seperti diare osmotic, ddan diare sekretorik.
Bakteri enteral pathogen akan mempengaruhi struktur dan fungsi tight junction,
menginduksi sekresi cairan dan elektrolit, dan akan mengaktifkan kaskade
inflamasi. Efek infeksi bacterial pada tight junction akan mempengaruhi susunan
anatomis dan fungsi absorpsi yaitu cytoskeleton dan perubahan susunan protein.
Penelitian menunjukkan bahwa peranan bakteri enteral pathogen pada diare
terletak pada perubahan barrier tight junction oleh toksin atau produk kuman yaitu
kedua komponen tersebut atau salah satu komponen saja sehingga akan
menyebabkan hipersekresi klorida yang akan diikuti oleh natrium dan air. Sebagai
contoh C. difficile akan menginduksi kerusakan cytoskeleton maupun protein,
Bacteroides fragilis menyebabkan degradasi proteolitik protein tight junction, V.
cholera mempengaruhi distribusi protein tight junction, sedangkan EPEC
menyebabkan akumulasi protein cytoskeleton.
6) Diare terkait imunologi
Diare terkait imunologi dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tioe I, III, IV.
Reaksi tipe I yaitu terjadi reaksi antara sel mast dengan IgE dan allergen
makanan. Reaksi tipe III misalnya pada penyakit gastroenteropati, sedangkan
reaksi tipe IV terdapat pada Coeliac disease dan protein loss enteropaties. Pada
reaksi tipe I, allergen yang masuk tubuh menimbulkan respon imun dengan
dibentuknya IgE yang selanjutnya akan diikat oleh reseptor spesifik pada
permukaan sel mast dan basophil. Bila terjadi aktivasi akibat pajanan berulang

dengan antigen yang spesifik, sel mast akan melepaskan mediator seperti
histamine, dan prostaglandin. Pada reaksi tipe III terjadi reaksi kompleks antigenantibodi dalam jaringan atau pembuluh darah yang mengaktifkan komplemen.
Komplemen yang diaktifkan kemudian melepaskan Makrofage Kemotaktic
Faktor yang akan merangsang sel mast dan basophil unyuk melepaskan berbagai
mediator. Pada reaksi tipe IV terjadi respon imun seluler, disini tidak terdapat
peran antibody. Antigen dari luar dipresentasikan sel APC ke sel Th1 yang MHCII dependen. Terjadi pelepasan berbagai sitokin seperti IMF, MAF, dan IFN.
Sitokin tersebut akan mengaktifasi makrofag dan menimbulkan kerusakan
jaringan.
Berbagai mediator diatas akan menyebabkan luas permukaan mukosa berkurang
akibat kerusakan jaringan, merangsang sekresi klorida diikuti oleh natrium dan
air.
f. Diagnosis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal berikut: lama diare, frekuensi, volume,
konsistensi tinja, warna, bau, ada atau tidaknya lendir dan darah. Bila disertai muntah: volume,
dan frekuensinya. Kencing: biasa, berkurang, jarang, atau tidak kencing dalam 6-8 jam terakhir.
Makanan dan minuman yang diberikan selama diare. Adakah panas atau penyakit lain yang
menyertai seperti: batuk, pilek, otitis media, campak. Tindakan yang telah dilakukan ibu selama
anak diare: memberi oralit, membawa berobat ke puskesmas atau rumah sakit dan obat-obatan
yang diberikan serta riwayat imunisasinya.

Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut
jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda utama
dehidrasi: kesadaran, rasa haus dan turgor kulit abdomen dan tanda-tanda tambahan lainnya:
ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata: cowong atau tidak, ada atau tidak adanya air mata,
bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah. Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi
dengan cara objektif, yaitu:
1. Tanpa dehidrasi
Biasanya anak merasa normal, tidak rewel, masih bias bermain seperti biasa. Umumnya
karena diarenya tidak berat, anak masih mau makan dan minum seperti biasa.
2. Dehidrasi ringan atau sedang
Menyebabkan anak rewel atau gelisah, mata sedikit cekung, turgor kulit masih kembali
dengan cepat jika dicubit.
3. Dehidrasi berat
Anak apatis (kesadaran berkabut), mata cekung, pada cubitan kulit turgor kembali
lambat, napas cepat, anak terlihat lemah.

Gejala &
Tanda

Keadaan

Mata

Mulut/
Lidah

Rasa Haus

Kulit

BB % Estimasi
def.

Umum
Tanpa
Dehidrasi

cairan

Baik, Sadar

Normal

Basah

Gelisah Rewel

Cekung

Kering

Letargik,

Sangat

Kesadaran

cekung dan

Menurun

kering

Dehidrasi
Ringan
-Sedang

Dehidrasi
Berat

Minum Normal,
Tidak Haus

Turgor baik

Tampak

Turgor

Kehausan

lambat

Sangat

Sulit, tidak bisa

kering

minum

<5

5 10

50 %

50100
%

Turgor
sangat

>10

>100 %

lambat

Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak


diperlukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab
dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada penderita
dengan dehidrasi berat. Contoh: pemeriksaan darah lengkap, kultur urin dan tinja pada
sepsis atau infeksi saluran kemih. Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang
diperlukan pada diare akut:
a) Darah: darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah,
kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotik
b) Urine: urin lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotic
c) Tinja: pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan kepada semua
penderits dengan diare meskipun pemeriksaan laboratorium tidak
dilakukan. Tinja yang watery dan tanpa mucus atau darah biasanya
disebabkan oleh enterotoksin virus, protozoa atau disebabkan oleh infeksi
diluar saluran gastrointestinal. Tinja yang mengandung darah atau mucus
disebabkan infeksi bakteri yang menghasilkan sitotoksin, bakteri
enteroinvasif yang menyebabkan peradangan mukosa atau parasite usus.
Apabila terdapat darah biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada
infeksi dengan E. histolytica darah sering terdapat pada permukaan tinja

dan pada infeksi EHEC terdapat garis-garis darah pada tinja. Tinja yang
berbau busuk didapatkan pada infeksi dengan Salmonella, Giardia,
Cryptosporum, dan Strongyloides.
d) Mikroskopik Tinja: Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya
leukosit dapat memberikan informasi tentang penyebab diare, letak
anatomis, serta adanya proses peradangan mukosa. Leukosit dalam tinja
diproduksi sebagai respon terhadap bakteri yang menyerang mukosa
kolon. Leukosit yang positif pada pemeriksaan tinja menunjukkan adanya
kuman invasof atau kuman yang memproduksi sitotoksin seperti Shigella,
Salmonella, C. jejuni, EIEC, C. defficile, dan lain-lain. Normalnya tidak
diperlukan pemeriksaan untuk mencari telur atau parasite kecuali terdapat
riwayat baru saja bepergian ke daerah risiko tinggi, kultur tinja negatif
untuk enteropatogen, diare lebih dari 1 minggu atau pada pasien
immunocompromised.
h. Penatalaksanaan
Pengantian cairan dan elektrolit merupakan elemen yang penting dalam terapi efektif
diare akut. Beratnya dehidrasi secara akurat dinilai berdasarkan berat badan yang hilang sebagai
persentasi kehilangan total berat badan dibandingkan berat badan sebelumnya sebagai baku
emas.
Pemberian terapi cairan dapat dilakukan secara oral atau parateral. Pemberian secara oral dapat
dilakukan untuk dehidrasi ringan sampai sedang dapat menggunakan pipa nasogastrik, walaupun
pada dehidrasi ringan dan sedang. Bila diare profus dengan pengeluaran air tinja yang banyak ( >
100 ml/kgBB/hari ) atau muntah hebat (severe vomiting) sehingga penderita tak dapat minum
sama sekali, atau kembung yang sangat hebat (violent meteorism) sehingga upaya rehidrasi oral
tetap akan terjadi defisit maka dapat dilakukan rehidrasi parenteral walaupun sebenarnya
rehidrasi parenteral dilakukan hanya untuk dehidrasi berat dengan gangguan sirkulasi.
Keuntungan upaya terapi oral karena murah dan dapat diberikan dimana-mana. AAP
merekomendasikan cairan rehidrasi oral (ORS) untuk rehidrasi dengan kadar natrium berkisar
antara 75-90 mEq/L dan untuk pencegahan dan pemeliharaan dengan natrium antara 4060mEq/L. Anak yang diare dan tidak lagi dehidrasi harus dilanjutkan segera pemberian
makanannya sesuai umur.

Dehidrasi Ringan Sedang


Rehidrasi pada dehidrasi ringan dan sedang dapat dilakukan dengan pemberian oral
sesuai dengan defisit yang terjadi namun jika gagal dapat diberikan secara intravena sebanyak :
75 ml/kg bb/3jam. Pemberian cairan oral dapat dilakukan setelah anak dapat minum sebanyak
5ml/kgbb/jam. Biasanya dapat dilakukan setelah 3-4 jam pada bayi dan 1-2 jam pada anak .
Penggantian cairan bila masih ada diare atau muntah dapat diberikan sebanyak 10ml/kgbb setiap
diare atau muntah. Secara ringkas kelompok Ahli gastroenterologi dunia memberikan 9 pilar
yang perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan diare akut dehidrasi ringan sedang pada anak,
yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Menggunakan CRO ( Cairan rehidrasi oral )


Cairan hipotonik
Rehidrasi oral cepat 3 4 jam
Realiminasi cepat dengan makanan normal
Tidak dibenarkan memberikan susu formula khusus
Tidak dibenarkan memberikan susu yang diencerkan
ASI diteruskan
Suplemen dnegan CRO ( CRO rumatan )
Anti diare tidak diperlukan

Dehidrasi Berat
Penderita dengan dehidrasi berat, yaitu dehidrasi lebih dari 10% untuk bayi dan anak dan
menunjukkan gangguan tanda-tanda vital tubuh ( somnolen-koma, pernafasan Kussmaul,
gangguan dinamik sirkulasi ) memerlukan pemberian cairan elektrolit parenteral. Penggantian
cairan parenteral menurut panduan WHO diberikan sebagai berikut:
Usia <12 bln: 30ml/kgbb/1jam, selanjutnya 70ml/kgbb/5jam
Usia >12 bln: 30ml/kgbb/1/2-1jam, selanjutnya 70ml/kgbb/2-2 jam
Walaupun pada diare terapi cairan parenteral tidak cukup bagi kebutuhan penderita akan kalori,
namun hal ini tidaklah menjadi masalah besar karena hanya menyangkut waktu yang pendek.
Apabila penderita telah kembali diberikan diet sebagaimana biasanya . Segala kekurangan tubuh
akan karbohidrat, lemak dan protein akan segera dapat dipenuhi. Itulah sebabnya mengapa pada
pemberian terapi cairan diusahakan agar penderita bila memungkinkan cepat mendapatkan

makanan / minuman sebagai biasanya bahkan pada dehidrasi ringan sedang yang tidak
memerlukan terapi cairan parenteral makan dan minum tetap dapat dilanjutkan.
Pemilihan jenis cairan
Cairan Parenteral dibutuhkan terutama untuk dehidrasi berat dengan atau tanpa syok, sehingga
dapat

mengembalikan

dengan

cepat

volume

darahnya,

serta

memperbaiki

renjatan

hipovolemiknya. Cairan Ringer Laktat (RL) adalah cairan yang banyak diperdagangkan dan
mengandung konsentrasi natrium yang tepat serta cukup laktat yang akan dimetabolisme menjadi
bikarbonat. Namun demikian kosentrasi kaliumnya rendah dan tidak mengandung glukosa untuk
mencegah hipoglikemia. Cairan NaCL dengan atau tanpa dekstrosa dapat dipakai, tetapi tidak
mengandung elektrolit yang dibutuhkan dalam jumlah yang cukup. Jenis cairan parenteral yang
saat ini beredar dan dapat memenuhi kebutuhan sebagai cairan pengganti diare dengan dehidrasi
adalah Ka-EN 3B.16 Sejumlah cairan rehidrasi oral dengan osmolaliti 210 268 mmol/1 dengan
Na berkisar 50 75 mEg/L, memperlihatkan efikasi pada diare anak dengan kolera atau tanpa
kolera.

Komposisi cairan Parenteral dan Oral :


Osmolalitas

Glukosa(g/L) Na+(mEq/L)

CI-(mEq/L)

K+(mEq/L) Basa(mEq/L)

154

154

428

50

77

77

253
+D5
Riger Laktat
273
Ka-En 3B
290
Ka-En 3B
264
Standard WHO311
ORS
Reduced

50

38,5

38,5

27
38

130
50
30

109
50
28

4
20
8

Laktat 28
Laktat 20
Laktat 10

111

90

80

20

Citrat 10

osmalarity

245

70

75

65

20

Citrat 10

213

60

60

70

20

Citrat 3

NaCl 0,9 %
NaCl 0,45
+D5
NaCl

(mOsm/L)
308
%

0,225%

WHO-ORS
EPSGAN
recommendation

Komposisi elektrolit pada diare akut :


Komposisi rata-rata elektrolit mmol/L

Macam
Diare

Na
Kolera

140
Dewasa
Diare Kolera Balita
101
Diare Non Kolera
56
Balita
Sumber : Ditjen PPM dan PLP,1999

Cl

HCO3

13

104

44

27

92

32

26

55

14

Mengobati kausa Diare


Tidak ada bukti klinis dari anti diare dan anti motilitis dari beberapa uji klinis. 18 Obat anti diare
hanya simtomatis bukan spesifik untuk mengobati kausa, tidak memperbaiki kehilangan air dan
elektrolit serta menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan. Antibiotik yang tidak diserap
usus seperti streptomisin, neomisin, hidroksikuinolon dan sulfonamid dapat memperberat yang
resisten dan menyebabkan malabsorpsi.21 Sebagian besar kasus diare tidak memerlukan
pengobatan dengan antibiotika oleh karena pada umumnya sembuh sendiri (self limiting). 12
Antibiotik hanya diperlukan pada sebagian kecil penderita diare misalnya kholera shigella,
karena penyebab terbesar dari diare pada anak adalah virus (Rotavirus). Kecuali pada bayi
berusia di bawah 2 bulan karena potensi terjadinya sepsis oleh karena bakteri mudah
mengadakan translokasi kedalam sirkulasi, atau pada anak/bayi yang menunjukkan secara klinis
gajala yang berat serta berulang atau menunjukkan gejala diare dengan darah dan lendir yang
jelas atau segala sepsis15. Anti motilitis seperti difenosilat dan loperamid dapat menimbulkan
paralisis obstruksi sehingga terjadi bacterial overgrowth, gangguan absorpsi dan sirkulasi.
Beberapa antimikroba yang sering menjadi etiologi diare pada anak
Kolera :
Tetrasiklin 50mg/kg/hari dibagi 4 dosis (2 hari)
Furasolidon 5mg/kg/hari dibagi 4 dosis (3 hari)
Shigella :
Trimetroprim 5-10mg/kg/hari
Sulfametoksasol 25mg/kg/hari Diabgi 2 dosis (5 hari)
Asam Nalidiksat : 55mg/kg/hari dibagi 4 (5 hari)

Amebiasis:
Metronidasol 30mg/kg/hari dibari 4 dosis 9 5-10 hari)
Untuk kasus berat : Dehidro emetin hidrokhlorida 1-1,5 mg/kg (maks 90mg) (im) s/d 5 hari
tergantung reaksi (untuk semua umur)
Giardiasis :
Metronidasol 15mg.kg/hari dibagi 4 dosis ( 5 hari )
Antisekretorik - Antidiare
Salazerlindo E dkk dari Department of Pedittrics, Hospital Nacional Cayetano Heredia,
Lima,Peru, melaporkan bahwa pemakaian Racecadotril (acetorphan) yang merupakan
enkephalinace inhibitor dengan efek anti sekretorik serta anti diare ternyata cukup efektif dan
aman bila diberikan pada anak dengan diare akut oleh karena tidak mengganggu motilitas usus
sehingga penderita tidak kembung .Bila diberikan bersamaan dengan cairan rehidrasi oral akan
memberikan hasil yang lebih baik bila dibandingkan dengan hanya memberikan cairan rehidrasi
oral saja .Hasil yang sama juga didapatkan oleh Cojocaru dkk dan cejard dkk.untuk pemakaian
yang lebih luas masih memerlukan penelitian lebih lanjut yang bersifat multi senter dan
melibatkan sampel yang lebih besar.
Probiotik
Probiotik merupakan bakteri hidup yang mempunyai efek yang menguntungkan pada host
dengan cara meningkatkan kolonisasi bakteri probiotik didalam lumen saluran cerna sehingga
seluruh epitel mukosa usus telah diduduki oleh bakteri probiotik melalui reseptor dalam sel epitel
usus. Dengan mencermati penomena tersebut bakteri probiotik dapat dipakai dengan cara untuk
pencegahan dan pengobatn diare baik yang disebabkan oleh Rotavirus maupun mikroorganisme
lain, speudomembran colitis maupun diare yang disebabkan oleh karena pemakaian antibiotika
yang tidak rasional rasional (antibiotik asociatek diarrhea ) dan travellers,s diarrhea.
Terdapat banyak laporan tentang penggunaan probiotik dalam tatalaksana diare akut pada anak.
Hasil meta analisa Van Niel dkk menyatakan lactobacillus aman dan efektif dalam pengobatan
diare akut infeksi pada anak, menurunkan lamanya diare kira-kira 2/3 lamanya diare, dan
menurunkan frekuensi diare pada hari ke dua pemberian sebanyak 1 2 kali. Kemungkinan
mekanisme efekprobiotik dalam pengobatan diare adalah : Perubahan lingkungan mikro lumen

usus, produksi bahan anti mikroba terhadap beberapa patogen, kompetisi nutrien, mencegah
adhesi patogen pada anterosit, modifikasi toksin atau reseptor toksin, efektrofik pada mukosa
usus dan imunno modulasi.
Mikronutrien
Dasar pemikiran pengunaan mikronutrien dalam pengobatan diare akut didasarkan kepada
efeknya terhadap fungsi imun atau terhadap struktur dan fungsi saluran cerna dan terhadap
proses perbaikan epitel seluran cerna selama diare. Seng telah dikenali berperan di dalam metallo
enzymes, polyribosomes , selaput sel, dan fungsi sel, juga berperan penting di dalam
pertumbuhan sel dan fungsi kekebalan. Pada bayi dan anak lebih kecil dengan diare akut,
suplementasi seng secara klinis penting dalam menurunkan lama dan beratnya diare. Efek
pemberian seng tidak dipengaruhi atau meningkat bila diberikan bersama dengan vit A.
Pengobatan diare akut dengan vitamin A tidak memperlihatkan perbaikan baik terhadap lamanya
diare maupun frekuensi diare. Pemberian vitamin A 60mg dibanding dengan plasebo selama
diare akut dapat menurunkan beratnya episode dan risiko menjadi diare persisten pada anak yang
tidak mendapatkan ASI tapi tidak demikian pada yang mendapat ASI.
Mencegah / Menanggulangi Gangguan Gizi
Amatlah penting untuk tetap memberikan nutrisi yang cukup selama diare, terutama pada anak
dengan gizi yang kurang. Minuman dan makanan jangan dihentikan lebih dari 24 jam, karena
pulihnya mukosa usus tergantung dari nutrisi yang cukup.Bila tidak makalah ini akan merupakan
faktor yang memudahkan terjadinya diare kronik. Pemberian kembali makanan atau minuman
(refeeding) secara cepat sangatlah penting bagi anak dengan gizi kurang yang mengalami diare
akut dan hal ini akan mencegah berkurangnya berat badan lebih lanjut dan mempercepat
kesembuhan. Air susu ibu dan susu formula serta makanan pada umumnya harus dilanjutkan
pemberiannya selama diare penelitian menunjukkan bahwa suplemen nukleotida pada susu
formula secara signifikan mengurangi lama dan beratnya diare pada anak oleh karena nucleotide
adalah bahan yang sangat diperlukan untuk replikasi sel termasuk sel epitel usus dan sel
imunokompeten. Pada anak lebih besar makanan yang direkomendasikan meliputi tajin (beras,
kentang, mi, dan pisang) dan gandum (beras, gandum, dan cereal). Makanan yang harus
dihindarkan adalah makanan dengan kandungan tinggi, gula sederhana yang dapat memperburuk

diare seperti minuman kaleng dan sari buah apel. Juga makanan tinggi lemak yang sulit
ditoleransi karena karena menyebabkan lambatnya pengosongan lambung.
Pemberian susu rendah laktosa atau bebas laktosa diberikan pada penderita yang menunjukkan
gejala klinik dan laboratorium intoleransi laktosa. Intoleransi laktosa berspektrum dari yang
ringan sampai yang berat dan kebanyakan adalah tipe yang ringan sehingga cukup memberikan
formula susu biasanya diminum dengan pengenceran oleh karena intoleransi laktosa ringan
bersifat sementara dan dalam waktu 2 3 hari akan sembuh terutama pada anak gizi yang baik.
Namun bila terdapat intoleransi laktosa yang berat dan berkepanjangan tetap diperlukan susu
formula bebas laktosa untuk waktu yang lebih lama. Untuk intoleransi laktosa ringan dan sedang
sebaiknya diberikan formula susu rendah laktosa. Sabagaimana halnya intoleransi laktosa, maka
intoleransi lemak pada diare akut sifatnya sementara dan biasanya tidak terlalu berat sehingga
tidak memerlukan formula khusus.Pada situasi yang memerlukan banyak energi seperti pada fase
penyembuhan diare, diet rendah lemak justru dapat memperburuk keadaan malnutrisi dan dapat
menimbulkan diare kronik.
Menanggulangi Penyakit Penyerta
Anak yang menderita diare mungkin juga disertai dengan penyakit lain. Sehingga dalam
menangani diarenya juga perlu diperhatikan penyakit penyerta yang ada. Beberapa penyakit
penyerta yang sering terjadi bersamaan dengan diare antara lain : infeksi saluran nafas, infeksi
susunan saraf pusat, infeksi saluran kemih, infeksi sistemik lain (sepsis,campak ), kurang gizi,
penyakit jantung dan penyakit ginjal
h. Komplikasi
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi berbagai
macam komplikasi seperti:
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonic atau hipertonik).
2. Renjatan hipovolemik
3. Hypokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia, perubahan
pada elektrokardiogram).
4. Hipoglikemia.
5. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim lactase karena kerusakan vili
mukosa usus halus.
6. Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik.

7. Malnutrisi energy protein, karena selain diare dan muntah penderita juga mengalami
kelaparan.

i. Pencegahan
Upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan cara:

Mencegah penyebaran kuman pathogen penyebab diare

Pemberian ASI yang benar

Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI

Penggunaan air bersih yang cukup

Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis BAB dan


sebelum makan

Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota keluarga

Membuang tinja bayi yang benar

Memperbaiki daya tahan tubuh pejamu (host)

Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 tahun

Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan memberi makan dalam
jumlah yang cukup untuk memperbaiki status gizi anak

Imunisasi campak

DAFTAR PUSTAKA

1. Subagyo B, Santoso NB. Diare akut. In: Jufrie M, Soenarto SSY, Oswasi H, Arief S,
Rosalina I, Mulyani NS, penyunting. Buku ajar gastro-enterologi-hepatologi. Edisi 1.
Jakarta: Penerbit Badan Penerbit IDAI; 2012. h. 87-102.
2. Farthing M, Lindberg G, Dite P, Khelif I, Lindo ES, Ramakrishna BS, et al. Acute
diarrhea. World Gastroenterology Organisation Practice Guideline. 2008;14-5. Available
from: http://www.worldgastroenterology.or g. Cited 2014 Sept 23.
3. Adisasmito W. Faktor resiko diare pada bayi dan balita di Indonesia. Makara Kesehatan.
2007;11:1-10.

Available

from:

http://download.portalgaruda.org/artic

le.php?

article=82605&val=970. Cited 2014 Sept 23.


4. Farthing M, Salam M, Lindberg G, Dite P, Khelif I, Salazar-Lindo ES, et al. Acute
diarrhea. World Gastroenterology Organisation Practice Guideline. 2012;3-4. Available
from: http://www.worldgastroenterology.or g. Cited 2014 Sept 23. Riset Kesehatan Dasar
2013. Kementrian Kesehatan RI.
5. Nofita E, Hasminarti N, Rusjdi SR. Indentifikasi Blastocystis hominis secara mikroskopis
dan PCR pada sampel feses di laboratorium RSUP. Dr. M. Djamil Padang. MKA. 2014;
37:27-31.

Available

from:

http://mka.fk.unand.ac.id/images/artic

les/No_1_2014/artikel_5_1.pdf. Cited 2014 Sept 23.


6. Tan KSW. New insights on classification, identification, and clinical relevance of
Blastocystis

spp.

CMR.

2008;21:639-65.

Available

from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed . Cited 2014 Sept 23.


7. Yusuf S. Haris S. Kadim M. Gambaran derajat dehidrasi dan gangguan fungsi ginjal pada
diare

akut.

Sari

pediatri.

2011;13:221-25.

Available

from:

http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/13- 3-11.pdf.
8. Widowati T, Mulyani SN, Nirwati H, Soenarto Y. Diare rotavirus pada anak usia balita.
Sari Pediatri. 2012;13(5):340-5.
9. Kadim M, Soenarto Y, Hegar B, Firmansyah A. Epidemiology of rotavirus diarrhea in
children under Five: A hospital based surverillance in Jakarta. Paediatr Indones.
2011;51(3):138-43.

10. Manoppo C. Dampak pemberian seng dan probiotik terhadap lama diare akut di RS Prof.
DR. RD. Kandou Manado. Sari Pediatri. 2010;12(1):17-20.
11. Yusuf S. Profil diare di ruang rawat inap anak. Sari pediatri. 2011;13:265-70. Available
from: http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/13- 4-6.pdf. Cited 2014 Sept 23.
12. Tan KSW. Balstocystis spp. In : Khan NA. ed. Emerging protozoan pathogen. New York :
Taylor & Francis group. 2008. p. 153-89. Available from: https://books.google.co.id.
13. Knight R. Blastocystis infection.In : Warrell D, Cox TM, Firth J, Trk E. Eds. Oxford
textbook of medicine. 5 ed. United Kingdom: Oxford University Press. 2012. p. 743.
Available from: https://books.google.co.id. Cited 2015 Jan 12. Jurnal e-Clinic (eCl),
Volume 3, Nomor 1, Januari-April 2015
14. Susanto L, Gandahusada S. Blastocystis hominis. In: Susanto I, Ismid IS, Syarifuddin
PK, Sungkar S, penyunting. Buku ajar parasitologi kedokteran. Edisi ke-4. Jakarta:
Penerbit Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008.h.179-80.
15. Cekin AH. Cekin Y. Adakan Y. Tasdemir E. Koclar FG. Yolcular BO. 2012.
Blastocystosis in patients with gastrointestinal symptoms: a casecontrol study. BMC
Gastroenterology.12:p.1-6.

Available

from:

http://www.biomedcentral.com/conte

nt/pdf/1471-230X-12-122.pdf. Cited 2015 Jan 12.


16. Kumar S, Tan TC. Romancing Blastocystis: a 20 year affair. In : Lim YAL, Vythilingam I.
eds. Parasites and their vectors.Malaysia : Department of parasitology faculty of
medicine

university

of

Malaya.

2013.

https://books.google.co.id. Cited 2015 Jan 12.

P.

131-54.

Available

from:

Anda mungkin juga menyukai