Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN DIARE

PADA ANAK

DI SUSUN OLEH:

SITI AFRIYANTI SELAN

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN IX


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)
MALUKU HUSADA
KAIRATU 2023
LAPORAN PENDAHULUAN DIARE PADA ANAK

1. Definisi
Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti
biasanya ditandai dengan peningkatan volume, keenceran serta frekuensi lebih dari 3 kali
sehari dan pada neonates lebih dari 4 kali sehari dengan tanpa lender darah.

2. Klasifikasi Diare
 Diare akut
Yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari tanpa diselang-seling berhenti lebih dari
2 hari. Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dari tubuh penderita, gradasi penyakit
diare akut dapat dibedakan dalam empat kategori, yaitu:
(1) Diare tanpa dehidrasi,
(2) Diare dengan dehidrasi ringan, apabila cairan yang hilang 2-5% dari berat badan,
(3) Diare dengan dehidrasi sedang, apabila cairan yang hilang berkisar 5-8% dari berat
badan,
(4) Diare dengan dehidrasi berat, apabila cairan yang hilang lebih dari 8-10%

 Diare persisten
Diare persisten adalah diare yang berlangsung 15-30 hari, merupakan kelanjutan dari
diare akut atau peralihan antara diare akut dan kronik.

 Diare kronik
Diare kronis adalah diare hilang-timbul, atau berlangsung lama dengan penyebab
non-infeksi, seperti penyakit sensitif terhadap gluten atau gangguan metabolisme
yang menurun. Lama diare kronik lebih dari 30 hari.

3. Etiologi
a. Faktor Infeksi
1) Infeksi enteral
Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare
pada anak. Infeksi parenteral ini meliputi:
(a) Infeksi bakteri: Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas dan
sebagainya.
(b) Infeksi virus: Enteroovirus (Virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus,
Astrovirus dan lain-lain.
(c) Infestasi parasite : Cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides), protozoa (Entamoeba
histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis), jamur (candida albicans).

2) Infeksi parenteral
Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan, seperti Otitis
Media akut (OMA), Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia, Ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini
terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun.
b. Faktor Malabsorbsi

 Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltose dan sukrosa),


monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan
anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktrosa.
 Malabsorbsi lemak
 Malabsorbsi protein

c. Faktor makanan: makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.


d. Faktor psikologis: rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat menimbulkan diare
terutama pada anak yang lebih besar

e. Faktor Pendidikan
f. Faktor pekerjaan
g. Faktor umur balita
Sebagian besar diare terjadi pada anak dibawah usia 2 tahun. Balita yang berumur 12-24 bulan
mempunyai resiko terjadi diare 2,23 kali dibanding anak umur 25-59 bulan.

h. Faktor lingkungan
i. Faktor Gizi
Diare menyebabkan gizi kurang dan memperberat diarenya. Oleh karena itu, pengobatan
dengan makanan baik merupakan komponen utama penyembuhan diare tersebut. Bayi dan
balita yang gizinya kurang sebagian besar meninggal karena diare. Hal ini disebabkan karena
dehidrasi dan malnutrisi. Faktor gizi dilihat berdasarkan status gizi yaitu baik = 100-90, kurang
= <90-70, buruk = <70 dengan BB per TB.

j. Faktor sosial ekonomi masyarakat


k. Faktor makanan dan minuman yang dikonsumsi
Kontak antara sumber dan host dapat terjadi melalui air, terutama air minum yang tidak
dimasak dapat juga terjadi secara sewaktu mandi dan berkumur. Kontak kuman pada kotoran
dapat berlangsung ditularkan pada orang lain apabila melekat pada tangan dan kemudian
dimasukkan kemulut dipakai untuk memegang makanan. Kontaminasi alat-alat makan dan
dapur. Bakteri yang terdapat pada saluran pencernaan adalah bakteri Etamoeba colli, salmonella,
sigella. Dan virusnya yaitu Enterovirus, rota virus, serta parasite yaitu cacing (Ascaris, Trichuris), dan
jamur (Candida albikan).

l. Faktor terhadap Laktosa (susu kalemg)


Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan. Pada bayi yang tidak
diberi ASI resiko untuk menderita diare lebih besar daripada bayi yang diberi ASI penuh dan
kemungkinan menderita dehidrasi berat juga lebih besar. Menggunakan botol susu ini
memudahkan pencemaran oleh kuman sehingga menyebabkan diare. Dalam ASI mengandung
antibody yang dapat melindungi kita terhadap berbagai kuman penyebab diare seperti Sigella
dan V. Cholerae.
4. Patofisiologi
Gastroenteritis akut (Diare) adalah masuknya Virus (Rotavirus, Adenovirus enteritis), bakteri
atau toksin (Salmonella. E. colli), dan parasit (Biardia, Lambia). Beberapa mikroorganisme
pathogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau cytotoksin
Penyebab dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada gastroenteritis
akut. Penularan gastroenteritis bisa melalui fekal oral dari satu klien ke klien lainnya.
Beberapa kasus ditemui penyebaran pathogen dikarenakan makanan dan minuman yang
terkontaminasi.

Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik (makanan yang tidak
dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat sehingga
terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus berlebihan
sehingga timbul diare). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding
usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan
motilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu
sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam
basa (asidosis metabolik dan hypokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih),
hipoglikemia dan gangguan sirkulasi.

Sebagai akibat diare baik akut maupun kronis akan terjadi: (a) Kehilangan air dan elektrolit
(dehidrasi) yang mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan asam-basa (asidosis
metabolik, hypokalemia dan sebagainya). (b) Gangguan gizi sebagai akibat kelaparan
(masukan makanan kurang, pengeluaran bertambah). (c) Hipoglikemia, (d) Gangguan
sirkulasi darah.

5. Manifestasi Klinis
 Mula-mula bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya
meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare.
 Tinja cair dan mungkin disertai lendir dan atau darah. Warna tinja makin lama
berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu.
 Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin
lama makin asam sebagai akibat makin banyaknya asam laktat yang berasal dari
laktosa yang tidak dapat diabsorbsi usus selama diare.
 Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan
oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam-
basa dan elektrolit. Bila penderita telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit,
maka gejala dehidrasi makin tampak.
 Berat badan menurun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun membesar
menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering.
6. Penatalaksaan
Prinsip penatalaksanaan diare antara lain dengan rehidrasi, nutrisi, medikamentosa.

 Dehidrasi, diare cair membutuhkan pengganti cairan dan elektrolit tanpa


melihat etiologinya. Jumlah cairan yang diberi harus sama dengan jumlah yang
telah hilang melalui diare dan atau muntah, ditambah dengan banyaknya cairan
yang hilang melalui keringat, urin, pernafasan, dan ditambah dengan banyaknya
cairan yang hilang melalui tinja dan muntah yang masih terus berlangsung.
Jumlah ini tergantung pada derajat dehidrasi serta berat masing-masing anak
atau golongan umur.
 Nutrisi. Makanan harus diteruskan bahkan ditingkatkan selama diare untuk
menghindari efek buruk pada status gizi. Agar pemberian diet pada anak
dengan diare akut dapat memenuhi tujuannya, serta memperhatikan faktor
yang mempengaruhi gizi anak, maka diperlukan persyaratan diet sebagai
berikut yakni pasien segera diberikan makanan oral setelah rehidrasi yakni 24
jam pertama, makanan cukup energy dan protein, makanan tidak merangsang,
makanan diberikan bertahap mulai dengan yang mudah dicerna, makanan
diberikan dalam porsi kecil dengan frekuensi sering. Pemberian ASI diutamakan
pada bayi, pemberian cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan, pemberian vitamin
dan mineral dalam jumlah yang cukup,
 Medikamentosa. Antobiotik dan antiparasit tidak boleh digunakan secara rutin,
obat-obat anti diare meliputi antimotilitas seperti loperamid, difenoksilat, kodein,
opium, adsorben seperti norit, kaolin, attapulgit, anti muntah
termasuk prometazin dan kloropomazin.

Penanganan Diare yaitu hal pertama yang harus diperhatikan dalam penanggulangan diare
adalah masalah kehilangan cairan yang berlebihan (dehidrasi). Dehidrasi ini bila tidak segera
diatasi dapat membawa bahaya terutama bagi balita dan anak-anak. Bagi penderita diare
ringan diberikan oralit, tetapi bila dehidrasi berat maka perlu dibantu dengan cairan intravena
atau infus. Hal yang tidak kalah penting dalam menanggulangi kehilangan cairan tubuh adalah
pemberian makanan kembali (refeeding) sebab selama diare pemasukan makanan akan sangat
kurang karena akan kehilangan nafsu makan dan kehilangan makanan secara langsung melalui
tinja atau muntah dan peningkatan metabolisme selama sakit. (sitorus, 2008).

7. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dari diare adalah:
a. Pemeriksaan tinja
b. Makroskopis dan mikroskopis
c. pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet clinitest, bila diduga
terdapat intoleransi gula.
d. Bila perlu dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.
e. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam-basa dalam darah, dengan menentukan pH
dan cadangan alkali atau lebih tepat lagi dengan pemeriksaan analisa gas darah menurut
ASTRUP (bila memungkinkan).
f. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
g. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan fosfor dalam serum
(terutama pada penderita diare yang disertai kejang).
h. Pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jenis jasad renik atau parasite
secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan pada penderita diare kronik.

8. Komplikasi
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi berbagai
macam komplikasi seperti:
a. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonic atau hipertonik).
b. Renjatan hipovolemik
c. Hypokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia, perubahan
pada elektrokardiogram).
d. Hipoglikemia.
e. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim lactase karena kerusakan vili
mukosa usus halus.
f. Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik.
g. Malnutrisi energy protein, karena selain diare dan muntah penderita juga mengalami
kelaparan.

9. Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian

 Identitas
Diare akut lebih sering terjadi pada bayi dari pada anak, frekuensi diare untuk
neonatus > 4 kali/hari sedangkan untuk anak > 3 kali/hari dalam sehari. Status
ekonomi yang rendah merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
terjadinya diare pada nak ditinjau dari pola makan, kebersihan dan perawatan.
Tingkat pengetahuan perlu dikaji untuk mengetahui tingkat perlaku kesehatan dan
komunikasi dalam pengumpulan data melalui wawancara atau interview. Alamat
berhubungan dengan epidemiologi (tempat, waktu dan orang)

 Keluhan utama
Yang membuat klien dibawa ke rumah sakit. Manifestasi klnis berupa BAB yang
tidak normal/cair lebih banyak dari biasanya.

 Riwayat Keperawatan Sekarang


Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan buang air cair berkali-
kali baik desertai atau tanpa dengan muntah, tinja dapat bercampur lendir dan
atau darah. Keluhan lain yang mungkin didapatkan adalah napsu makan
menurun, suhu badan meningkat, volume diuresis menurun dan gejala
penurunan kesadaran.

 Riwayat Keperawatan Sebelumnya


Meliputi pengkajian riwayat prenatal, natal dan post natal, hospitalisasi dan
pembedahan yang pernah dialami, alergi, pola kebiasaan, tumbuh-kembang,
imunisasi, status gizi (lebih, baik, kurang, buruk), psikososial, psikoseksual, interaksi
dan lain-lain.

Prenatal
Pengaruh konsumsi jamu-jamuan terutamma pada kehamilan semester pertama,
penyakti selama kehamilan yang menyertai seperti TORCH, DM, Hipertiroid yang dapat
mempengaruhi pertunbuhan dan perkembangan janin di dalam rahim.

Natal
Umur kehamilan, persalinan dengan bantuan alat yang dapat mempengaruhi fungsi
dan maturitas organ vital.

Post natal
Apgar skor <6 berhubungan dengan asfiksia, resusitasi atau hiperbilirubinemia. berat
badan dan panjang badan untuk mengikuti pertumbuhan dan perkembangan anak
pada usia sekelompoknya. Pemberian ASI dan PASI terhadap perkembangan daya
tahan tubuh alami dan imunisasi buatan yang dapat mengurangi pengaruh infeksi
pada tubuh.

 Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan


Pertumbuhan dan perkembangan menjadi bahan pertimbangan yang penting
karena setiap individu mempunyai ciri-ciri struktur dan fungsi yang berbeda,
sehingga pendekatan pengkajian fisik dan tindakan harus disesuaikan dengan
pertumbuhan dan perkembangan

 Riwayat Kesehatan Keluarga


a. Penyakit
Apakah ada anggota keluarga yang menderita diare atau tetangga yang
berhubungan dengan distribusi penularan.

b. Lingkungan rumah dan komunitas


Lingkungan yang kotor dan kumuh serta personal hygiene yang kurang mudah
terkena kuman penyebab diare.

c. Perilaku yang mempengaruhi kesehatan


BAB yang tidak pada tempat (sembarang)/ di sungai dan cara bermain anak
yangkurang higienis dapat mempermudah masuknya kuman lewat Fecal-oral.

d. Persepsi keluarga
Kondisi lemah dan mencret yang berlebihan perlu suatu keputusan untuk
penangan awal atau lanjutan ini bergantung pada tingkat pengetahuan dan
penglaman yang dimiliki oleh anggota keluarga (orang tua).

B. Pemeriksaan Fisik
 Sistem Neurologi
a) Subyektif,
klien tidak sadar, kadang-kadang disertai kejang

b) Inspeksi,
Keadaan umum klien yang diamati mulai pertama kali bertemu dengan klien.
Keadaan sakit diamati apakah berat, sedang, ringan atau tidak tampak sakit.
KeSadaran diamati komposmentis, apatis, somnolen, delirium, stupor dan koma.

c) Palpasi, adakah parese, anestesia,


d) Perkusi, refleks fisiologis dan refleks patologis.

2. Sistem Penginderaan
a) Subyektif, klien merasa haus, mata berkunang-kunang,
b) Inspeksi
Kepala, kesemitiras muka, cephal hematoma (-), caput sucedum (-), warna dan
distibusi rambut serta kondisi kulit kepala kering, pada neonatus dan bayi ubun-
ubun besar tampak cekung.

Mata, Amati mata conjunctiva adakah anemis, sklera adakah icterus. Reflek mata
dan pupil terhadap cahaya, isokor, miosis atau midriasis. Pada keadaan diare yang
lebih lanjut atau syok hipovolumia reflek pupil (-), mata cowong.

Hidung, pada klien dengan dehidrasi berat dapat menimbulkan asidosis metabolik
sehingga kompensasinya adalah alkalosis respiratorik untuk mengeluarkan CO2
dan mengambil O2,nampak adanya pernafasan cuping hidung.

Telinga, adakah infeksi telinga (OMA, OMP) berpengaruh pada kemungkinan infeksi
parenteal yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya diare
c) Palpasi,
Kepala, Ubun-ubun besar cekung, kulit kepala kering, sedangkan untuk anak-anak
ubun-ubun besar sudah menutup maksimal umur 2 tahun. Mata, tekanan bola mata
dapat menurun, Telinga, nyeri tekan, mastoiditis

3. Sistem Integumen
a) Subyektif, kulit kering
b) Inspeksi , kulit kering, sekresi sedikit, selaput mokosa kering
c) Palpasi, tidak berkeringat, turgor kulit (kekenyalan kulit kembali dalam 1 detik =
dehidrasi ringan, 1-2 detik = dehidrasi sedang dan > 2 detik = dehidrasi berat
4. Sistem Kardiovaskuler
a) Subyektif, badan terasa panas tetapi bagian tangan dan kaki terasa dingin
b) Inspeksi,
pucat, tekanan vena jugularis menurun, pulsasi ictus cordis (-), adakah pembesaran
jantung, suhu tubuh meningkat.

c) Palpasi,
suhu akral dingin karena perfusi jaringan menurun, heart rate meningkat karena
vasodilatasi pembuluh darah, tahanan perifer menurun sehingga cardiac output
meningkat. Kaji frekuensi, irama dan kekuatan nadi.

d) Perkusi,
normal redup, ukuran dan bentuk jantung secara kasar pada kasus diare akut
masih dalam batas normal (batas kiri umumnya tidak lebih dari 4-7 dan 10 cm ke
arah kiri dari garis midsternal pada ruang interkostalis ke 4,5 dan 8.

e) Auskultasi,
pada dehidrasi berat dapat terjadi gangguan sirkulasi, auskulatasi bunyi jantung S1,
S2, murmur atau bunyi tambahan lainnya. Kaji tekanan darah.

5. Sistem Pernafasan
a) Subyektif, sesak atau tidak
b) Inspeksi,
bentuk simetris, ekspansi , retraksi interkostal atau subcostal. Kaji frekuensi, irama
dan tingkat kedalaman pernafasan, adakah penumpukan sekresi, stridor pernafas
inspirasi atau ekspirasi.

c) Palpasi, kajik adanya massa, nyeri tekan , kesemitrisan ekspansi, tacti vremitus (-).
d) Auskultasi,
dengan menggunakan stetoskop kaji suara nafas vesikuler, intensitas, nada dan
durasi. Adakah ronchi, wheezing untuk mendeteksi adanya penyakit penyerta
seperti broncho pnemonia atau infeksi lainnya.

6. Sistem Pencernaan
a) Subyektif, Kelaparan, haus
b) Inspeksi
BAB, konsistensi (cair, padat, lembek), frekuensi lebih dari 3 kali dalam sehari,
adakah bau, disertai lendi atau darah. Kontur permukaan kulit menurun, retraksi (-)
dan kesemitrisan abdomen.

c) Auskultasi,
Bising usus (dengan menggunakan diafragma stetoskope), peristaltik usus
meningkat (gurgling) > 5-20 detik dengan durasi 1 detik.

d) Perkusi,
mendengar aanya gas, cairan atau massa (-), hepar dan lien tidak membesar suara
tymphani.

e) Palpasi, adakah nyeri tekan, superfisial pemuluh darah, massa (-). Hepar dan lien
tidak teraba.
7. Sistem Perkemihan
a) Subyektif, kencing sedikit lain dari biasanya
b) Inspeksi, testis positif pada jenis kelamin laki-laki, pembesaran scrotum (-),
rambut(-). BAK frekuensi, warna dan bau serta cara pengeluaran kencing spontan
atau mengunakan alat. Observasi output tiap 24 jam atau sesuai ketentuan.
c) Palpasi, adakah pembesaran scrotum,infeksi testis atau femosis.
8. Sistem Muskuloskletal
a) Subyektif, lemah
b) Inspeksi, klien tampak lemah, aktivitas menurun
c) Palpasi, hipotoni, kulit kering , elastisitas menurun. Kemudian dilanjutkan dengan
pengukuran berat badan dan tinggi badan , kekuatan otot.

C. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a) Feces lengkap
Makroskopis dan mikroskopis (bakteri (+) mis. E. Coli, PH dan kadar gula, biakan dan uji
resistensi

b) Pemeriksaan Asam Basa


Analisa Blood Gas Darah dapat menimbulkan Asidosis metabolik dengan kompensasi
alkalosis respiratorik.

c) Pemeriksaan kadar ureum kreatinin


Untuk mengetahui faal ginjal

d) Serum elektrolit (Na, K, Ca dan Fosfor)


Pada diare dapat terjadi hiponatremia, hipokalsemia yang memungkinkan terjadi
penurunan kesadaran dan kejang.

e) Pemeriksaan intubasi duodenum


Terutama untuk diare kronik dapat dideteksi jasad renik atau parasit secara kualitatif
dan kuantitatif.

f) Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi diperlukan kalau ada penyulit atau penyakit penyerta seperti
bronchopnemonia dll seperti foto thorax AP/PA Lateral.
D. Masalah Keperawatan
1. Diare b/d Inflamasi gastrointestinal
2. Defisit volume cairan b/d kehilangan jumlah cairan secara aktif
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi
nutrien

E. Intervensi Keperawatan
1. Diare b/d inflamasi gastrointestinal
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diare pasien teratasi

NOC NIC

1. Tidak ada diare Diare Management


2. Feses tidak ada darah dan mukus
3. Nyeri perut tidak ada  Kelola pemeriksaan kultur
4. Pola BAB normal sensitivitas feses
5. Elektrolit normal
6. Asam basa normal  Evaluasi pengobatan yang
7. Hidrasi baik (membran mukosa lembab, tidak berefek samping
panas, vital sign normal, hematokrit dan urin
output dalam batas normaL gastrointestinal
 Evaluasi jenis intake
makanan
 Monitor kulit sekitar
perianal terhadap adanya
iritasi dan ulserasi
 Ajarkan pada keluarga
penggunaan obat anti
diare
 Instruksikan pada pasien
dan keluarga untuk
mencatat warna, volume,
frekuensi dan konsistensi
feses
 Ajarkan pada pasien
tehnik pengurangan
stress jika perlu
 Kolaburasi jika tanda dan
gejala diare menetap
 Monitor hasil Lab
(elektrolit dan leukosit)
 Monitor turgor kulit,
mukosa oral sebagai
indikator dehidrasi
 Konsultasi dengan ahli gizi
untuk diet yang tepat

2. Defisit volume cairan b/d kehilangan jumlah cairan secara aktif


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam defisit volume cairan teratasi

NOC NIC

 Mempertahankan urine  Pertahankan catatan


output sesuai dengan usia intake dan output yang
dan BB, BJ urine normal, akurat
 Tekanan darah 110-  Monitor status hidrasi
120/60-90 mmHg, Nadi (kelembaban membran
60-120 x/menit, Suhu mukosa, nadi adekuat,
tubuh 36,5-37,5◦C, tekanan darah
Respirasi 20-60 x/meit ortostatik ), jika
diperlukan
 Tidak ada tanda tanda
dehidrasi, Elastisitas  Monitor hasil lab yang
turgor kulit baik, sesuai dengan retensi
membran mukosa cairan (BUN , Hmt ,
lembab, tidak ada rasa osmolalitas urin, albumin,
haus yang berlebihan total protein )
 Orientasi terhadap waktu  Monitor vital sign setiap
dan tempat baik 15menit – 1 jam
 Jumlah dan irama  Kolaborasi pemberian
pernapasan dalam batas cairan IV
normal
 Monitor status nutrisi
 Elektrolit, Hb, Hmt dalam
 Berikan cairan oral
batas normal
 Berikan penggantian
 pH urin dalam batas
normal nasogatrik sesuai output
(50 – 100cc/jam)
 Intake oral dan intravena
adekuat  Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
 Kolaborasi dokter jika
tanda cairan berlebih
muncul meburuk
 Atur kemungkinan
tranfusi
 Persiapan untuk tranfusi
 Pasang kateter jika perlu
 Monitor intake dan urin
output setiap 8 jam

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh gangguan absorbsi nutrien


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam nutrisi kurang teratasi

NOC NIC

 Albumin serum dalam  Kaji adanya alergi


batas normal makanan
 Hematokrit dalam batas  Kolaborasi dengan ahli
normal gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan nutrisi
 Hemoglobin dalam batas
yang dibutuhkan pasien
normal
 Yakinkan diet yang
 Total iron binding capacity
dimakan mengandung
dalam batas normal
tinggi serat untuk
 Jumlah limfosit dalam mencegah konstipasi
batas normal
 Ajarkan pasien
 Intake nutrisi cukup/ bagaimana membuat
sesuai usia catatan makanan harian.
 Berat badan sesuai usia  Monitor adanya
penurunan BB dan gula
darah
 Monitor lingkungan
selama makan
 Jadwalkan pengobatan
dan tindakan tidak selama
jam makan
 Monitor turgor kulit
 Monitor kekeringan,
rambut kusam, total
protein, Hb dan kadar Ht
 Monitor mual dan
muntah
 Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
 Monitor intake nuntrisi
 Informasikan pada klien
dan keluarga tentang
manfaat nutrisi
 Kolaborasi dengan dokter
tentang kebutuhan
suplemen makanan
seperti NGT/ TPN
sehingga intake cairan
yang adekuat dapat
dipertahankan.
 Atur posisi semi fowler
atau fowler tinggi selama
makan
 Kelola pemberan anti
emetik
 Anjurkan banyak minum
 Pertahankan terapi IV line
 Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas
oval

Referensi

Aslis.Wirda Hayati. 2009. Gizi Bayi : Buku Saku Jakarta : EGC

Aziz, 2006, Diare, Pembunuh Utama Balita, Graha Pustaka, Jakarta.

Aziz, Aimul Hidayat. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : EGC.

Betz, Cecily Lynn. (2009). Pediatri. Jakarta: EGC

Cholina Trisa Siregar (2004). Kebutuhan Dasar manusia Eliminasi B.A.B.Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas kedokteran. Universitas Sumatera Utara.

Corwin, J Elizabeth. (2009). Patofisiologi : Buku Saku, edisi 1. Jakarta: EGC.

Depkes RI (2007). Buku Pedoman Pengendalian Penyakit Diare, Ditjen PP&PL. Jakarta

Depkes RI, 2008, Diare Penyebab Kematian Utama pada Balita di Indonesia, Depkes RI, Jakarta

Sitorus, 2008. Pedoman Perawatan Kesehatan Anak, Jakarta, Yrama Widya.

Suharyono, 2002. Diare Akut Klinik dan Laboraktorik, Jakarta, Rhineka Cipta.de.

Anda mungkin juga menyukai