PADA ANAK
DI SUSUN OLEH:
1. Definisi
Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti
biasanya ditandai dengan peningkatan volume, keenceran serta frekuensi lebih dari 3 kali
sehari dan pada neonates lebih dari 4 kali sehari dengan tanpa lender darah.
2. Klasifikasi Diare
Diare akut
Yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari tanpa diselang-seling berhenti lebih dari
2 hari. Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dari tubuh penderita, gradasi penyakit
diare akut dapat dibedakan dalam empat kategori, yaitu:
(1) Diare tanpa dehidrasi,
(2) Diare dengan dehidrasi ringan, apabila cairan yang hilang 2-5% dari berat badan,
(3) Diare dengan dehidrasi sedang, apabila cairan yang hilang berkisar 5-8% dari berat
badan,
(4) Diare dengan dehidrasi berat, apabila cairan yang hilang lebih dari 8-10%
Diare persisten
Diare persisten adalah diare yang berlangsung 15-30 hari, merupakan kelanjutan dari
diare akut atau peralihan antara diare akut dan kronik.
Diare kronik
Diare kronis adalah diare hilang-timbul, atau berlangsung lama dengan penyebab
non-infeksi, seperti penyakit sensitif terhadap gluten atau gangguan metabolisme
yang menurun. Lama diare kronik lebih dari 30 hari.
3. Etiologi
a. Faktor Infeksi
1) Infeksi enteral
Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare
pada anak. Infeksi parenteral ini meliputi:
(a) Infeksi bakteri: Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas dan
sebagainya.
(b) Infeksi virus: Enteroovirus (Virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus,
Astrovirus dan lain-lain.
(c) Infestasi parasite : Cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides), protozoa (Entamoeba
histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis), jamur (candida albicans).
2) Infeksi parenteral
Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan, seperti Otitis
Media akut (OMA), Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia, Ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini
terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun.
b. Faktor Malabsorbsi
e. Faktor Pendidikan
f. Faktor pekerjaan
g. Faktor umur balita
Sebagian besar diare terjadi pada anak dibawah usia 2 tahun. Balita yang berumur 12-24 bulan
mempunyai resiko terjadi diare 2,23 kali dibanding anak umur 25-59 bulan.
h. Faktor lingkungan
i. Faktor Gizi
Diare menyebabkan gizi kurang dan memperberat diarenya. Oleh karena itu, pengobatan
dengan makanan baik merupakan komponen utama penyembuhan diare tersebut. Bayi dan
balita yang gizinya kurang sebagian besar meninggal karena diare. Hal ini disebabkan karena
dehidrasi dan malnutrisi. Faktor gizi dilihat berdasarkan status gizi yaitu baik = 100-90, kurang
= <90-70, buruk = <70 dengan BB per TB.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik (makanan yang tidak
dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat sehingga
terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus berlebihan
sehingga timbul diare). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding
usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan
motilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu
sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam
basa (asidosis metabolik dan hypokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih),
hipoglikemia dan gangguan sirkulasi.
Sebagai akibat diare baik akut maupun kronis akan terjadi: (a) Kehilangan air dan elektrolit
(dehidrasi) yang mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan asam-basa (asidosis
metabolik, hypokalemia dan sebagainya). (b) Gangguan gizi sebagai akibat kelaparan
(masukan makanan kurang, pengeluaran bertambah). (c) Hipoglikemia, (d) Gangguan
sirkulasi darah.
5. Manifestasi Klinis
Mula-mula bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya
meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare.
Tinja cair dan mungkin disertai lendir dan atau darah. Warna tinja makin lama
berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu.
Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin
lama makin asam sebagai akibat makin banyaknya asam laktat yang berasal dari
laktosa yang tidak dapat diabsorbsi usus selama diare.
Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan
oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam-
basa dan elektrolit. Bila penderita telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit,
maka gejala dehidrasi makin tampak.
Berat badan menurun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun membesar
menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering.
6. Penatalaksaan
Prinsip penatalaksanaan diare antara lain dengan rehidrasi, nutrisi, medikamentosa.
Penanganan Diare yaitu hal pertama yang harus diperhatikan dalam penanggulangan diare
adalah masalah kehilangan cairan yang berlebihan (dehidrasi). Dehidrasi ini bila tidak segera
diatasi dapat membawa bahaya terutama bagi balita dan anak-anak. Bagi penderita diare
ringan diberikan oralit, tetapi bila dehidrasi berat maka perlu dibantu dengan cairan intravena
atau infus. Hal yang tidak kalah penting dalam menanggulangi kehilangan cairan tubuh adalah
pemberian makanan kembali (refeeding) sebab selama diare pemasukan makanan akan sangat
kurang karena akan kehilangan nafsu makan dan kehilangan makanan secara langsung melalui
tinja atau muntah dan peningkatan metabolisme selama sakit. (sitorus, 2008).
7. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dari diare adalah:
a. Pemeriksaan tinja
b. Makroskopis dan mikroskopis
c. pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet clinitest, bila diduga
terdapat intoleransi gula.
d. Bila perlu dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.
e. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam-basa dalam darah, dengan menentukan pH
dan cadangan alkali atau lebih tepat lagi dengan pemeriksaan analisa gas darah menurut
ASTRUP (bila memungkinkan).
f. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
g. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan fosfor dalam serum
(terutama pada penderita diare yang disertai kejang).
h. Pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jenis jasad renik atau parasite
secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan pada penderita diare kronik.
8. Komplikasi
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi berbagai
macam komplikasi seperti:
a. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonic atau hipertonik).
b. Renjatan hipovolemik
c. Hypokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia, perubahan
pada elektrokardiogram).
d. Hipoglikemia.
e. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim lactase karena kerusakan vili
mukosa usus halus.
f. Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik.
g. Malnutrisi energy protein, karena selain diare dan muntah penderita juga mengalami
kelaparan.
9. Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Identitas
Diare akut lebih sering terjadi pada bayi dari pada anak, frekuensi diare untuk
neonatus > 4 kali/hari sedangkan untuk anak > 3 kali/hari dalam sehari. Status
ekonomi yang rendah merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
terjadinya diare pada nak ditinjau dari pola makan, kebersihan dan perawatan.
Tingkat pengetahuan perlu dikaji untuk mengetahui tingkat perlaku kesehatan dan
komunikasi dalam pengumpulan data melalui wawancara atau interview. Alamat
berhubungan dengan epidemiologi (tempat, waktu dan orang)
Keluhan utama
Yang membuat klien dibawa ke rumah sakit. Manifestasi klnis berupa BAB yang
tidak normal/cair lebih banyak dari biasanya.
Prenatal
Pengaruh konsumsi jamu-jamuan terutamma pada kehamilan semester pertama,
penyakti selama kehamilan yang menyertai seperti TORCH, DM, Hipertiroid yang dapat
mempengaruhi pertunbuhan dan perkembangan janin di dalam rahim.
Natal
Umur kehamilan, persalinan dengan bantuan alat yang dapat mempengaruhi fungsi
dan maturitas organ vital.
Post natal
Apgar skor <6 berhubungan dengan asfiksia, resusitasi atau hiperbilirubinemia. berat
badan dan panjang badan untuk mengikuti pertumbuhan dan perkembangan anak
pada usia sekelompoknya. Pemberian ASI dan PASI terhadap perkembangan daya
tahan tubuh alami dan imunisasi buatan yang dapat mengurangi pengaruh infeksi
pada tubuh.
d. Persepsi keluarga
Kondisi lemah dan mencret yang berlebihan perlu suatu keputusan untuk
penangan awal atau lanjutan ini bergantung pada tingkat pengetahuan dan
penglaman yang dimiliki oleh anggota keluarga (orang tua).
B. Pemeriksaan Fisik
Sistem Neurologi
a) Subyektif,
klien tidak sadar, kadang-kadang disertai kejang
b) Inspeksi,
Keadaan umum klien yang diamati mulai pertama kali bertemu dengan klien.
Keadaan sakit diamati apakah berat, sedang, ringan atau tidak tampak sakit.
KeSadaran diamati komposmentis, apatis, somnolen, delirium, stupor dan koma.
2. Sistem Penginderaan
a) Subyektif, klien merasa haus, mata berkunang-kunang,
b) Inspeksi
Kepala, kesemitiras muka, cephal hematoma (-), caput sucedum (-), warna dan
distibusi rambut serta kondisi kulit kepala kering, pada neonatus dan bayi ubun-
ubun besar tampak cekung.
Mata, Amati mata conjunctiva adakah anemis, sklera adakah icterus. Reflek mata
dan pupil terhadap cahaya, isokor, miosis atau midriasis. Pada keadaan diare yang
lebih lanjut atau syok hipovolumia reflek pupil (-), mata cowong.
Hidung, pada klien dengan dehidrasi berat dapat menimbulkan asidosis metabolik
sehingga kompensasinya adalah alkalosis respiratorik untuk mengeluarkan CO2
dan mengambil O2,nampak adanya pernafasan cuping hidung.
Telinga, adakah infeksi telinga (OMA, OMP) berpengaruh pada kemungkinan infeksi
parenteal yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya diare
c) Palpasi,
Kepala, Ubun-ubun besar cekung, kulit kepala kering, sedangkan untuk anak-anak
ubun-ubun besar sudah menutup maksimal umur 2 tahun. Mata, tekanan bola mata
dapat menurun, Telinga, nyeri tekan, mastoiditis
3. Sistem Integumen
a) Subyektif, kulit kering
b) Inspeksi , kulit kering, sekresi sedikit, selaput mokosa kering
c) Palpasi, tidak berkeringat, turgor kulit (kekenyalan kulit kembali dalam 1 detik =
dehidrasi ringan, 1-2 detik = dehidrasi sedang dan > 2 detik = dehidrasi berat
4. Sistem Kardiovaskuler
a) Subyektif, badan terasa panas tetapi bagian tangan dan kaki terasa dingin
b) Inspeksi,
pucat, tekanan vena jugularis menurun, pulsasi ictus cordis (-), adakah pembesaran
jantung, suhu tubuh meningkat.
c) Palpasi,
suhu akral dingin karena perfusi jaringan menurun, heart rate meningkat karena
vasodilatasi pembuluh darah, tahanan perifer menurun sehingga cardiac output
meningkat. Kaji frekuensi, irama dan kekuatan nadi.
d) Perkusi,
normal redup, ukuran dan bentuk jantung secara kasar pada kasus diare akut
masih dalam batas normal (batas kiri umumnya tidak lebih dari 4-7 dan 10 cm ke
arah kiri dari garis midsternal pada ruang interkostalis ke 4,5 dan 8.
e) Auskultasi,
pada dehidrasi berat dapat terjadi gangguan sirkulasi, auskulatasi bunyi jantung S1,
S2, murmur atau bunyi tambahan lainnya. Kaji tekanan darah.
5. Sistem Pernafasan
a) Subyektif, sesak atau tidak
b) Inspeksi,
bentuk simetris, ekspansi , retraksi interkostal atau subcostal. Kaji frekuensi, irama
dan tingkat kedalaman pernafasan, adakah penumpukan sekresi, stridor pernafas
inspirasi atau ekspirasi.
c) Palpasi, kajik adanya massa, nyeri tekan , kesemitrisan ekspansi, tacti vremitus (-).
d) Auskultasi,
dengan menggunakan stetoskop kaji suara nafas vesikuler, intensitas, nada dan
durasi. Adakah ronchi, wheezing untuk mendeteksi adanya penyakit penyerta
seperti broncho pnemonia atau infeksi lainnya.
6. Sistem Pencernaan
a) Subyektif, Kelaparan, haus
b) Inspeksi
BAB, konsistensi (cair, padat, lembek), frekuensi lebih dari 3 kali dalam sehari,
adakah bau, disertai lendi atau darah. Kontur permukaan kulit menurun, retraksi (-)
dan kesemitrisan abdomen.
c) Auskultasi,
Bising usus (dengan menggunakan diafragma stetoskope), peristaltik usus
meningkat (gurgling) > 5-20 detik dengan durasi 1 detik.
d) Perkusi,
mendengar aanya gas, cairan atau massa (-), hepar dan lien tidak membesar suara
tymphani.
e) Palpasi, adakah nyeri tekan, superfisial pemuluh darah, massa (-). Hepar dan lien
tidak teraba.
7. Sistem Perkemihan
a) Subyektif, kencing sedikit lain dari biasanya
b) Inspeksi, testis positif pada jenis kelamin laki-laki, pembesaran scrotum (-),
rambut(-). BAK frekuensi, warna dan bau serta cara pengeluaran kencing spontan
atau mengunakan alat. Observasi output tiap 24 jam atau sesuai ketentuan.
c) Palpasi, adakah pembesaran scrotum,infeksi testis atau femosis.
8. Sistem Muskuloskletal
a) Subyektif, lemah
b) Inspeksi, klien tampak lemah, aktivitas menurun
c) Palpasi, hipotoni, kulit kering , elastisitas menurun. Kemudian dilanjutkan dengan
pengukuran berat badan dan tinggi badan , kekuatan otot.
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a) Feces lengkap
Makroskopis dan mikroskopis (bakteri (+) mis. E. Coli, PH dan kadar gula, biakan dan uji
resistensi
f) Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi diperlukan kalau ada penyulit atau penyakit penyerta seperti
bronchopnemonia dll seperti foto thorax AP/PA Lateral.
D. Masalah Keperawatan
1. Diare b/d Inflamasi gastrointestinal
2. Defisit volume cairan b/d kehilangan jumlah cairan secara aktif
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi
nutrien
E. Intervensi Keperawatan
1. Diare b/d inflamasi gastrointestinal
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diare pasien teratasi
NOC NIC
NOC NIC
NOC NIC
Referensi
Aziz, Aimul Hidayat. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : EGC.
Cholina Trisa Siregar (2004). Kebutuhan Dasar manusia Eliminasi B.A.B.Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas kedokteran. Universitas Sumatera Utara.
Depkes RI (2007). Buku Pedoman Pengendalian Penyakit Diare, Ditjen PP&PL. Jakarta
Depkes RI, 2008, Diare Penyebab Kematian Utama pada Balita di Indonesia, Depkes RI, Jakarta
Suharyono, 2002. Diare Akut Klinik dan Laboraktorik, Jakarta, Rhineka Cipta.de.