Anda di halaman 1dari 16

DIARE PADA ANAK

Oleh :

dr. Diana Sari


NIM. 2250304204

Pembimbing:
Dr. dr. Yusri Dianne Jurnalis, Sp. A (K)

PPDS ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
2022

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diare merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak di dunia.
Berdasarkan analisis data Global Burden of Disease (GBD) 2017, angka mortalitas diare
pada anak di bawah 5 tahun sebesar 685 kematian per 100.000 anak. terlihat penurunan angka
mortalitas diare dari tahun 1990 sampai 2017 namun bervariasi tiap negara. Hal ini berkaitan
dengan peningkatan sosiodemografis penduduk dan perubahan kebiasaan yang menjadi
faktor risiko diare seperti sanitasi yang tidak baik, gagal tumbuh, dan rendahnya penggunaan
oral rehydration solution (ORS). Penelitian di Ethiopia pada tahun 2020 melaporkan
prevalensi diare pada anak di bawah 5 tahun sebesar 11,2% dengan kelompok usia terbanyak
yaitu kelompok anak usia 6 – 11 bulan diikuti kelompok usia 12 – 23 bulan.1,2

Diare dapat didefinisikan berdasarkan perubahan kuantitas maupun kualitas dari pola
defekasi. Berdasarkan kualitas, diare merupakan kondisi terjadinya perubahan konsistensi
feses menjadi lembek hingga cair, sedangkan berdasarkan kuantitas, diare merupakan
terjadinya peningkatan frekuensi buang air besar yang lembek hingga cair lebih atau sama
dengan 3 kali dalam 24 jam.3,4

Faktor risiko terjadinya diare pada anak sangat kompleks. Interaksi antara faktor
sosioekonomi, lingkungan, dan perilaku berkontribusi terhadap kejadian diare pada anak.
beberapa faktor risiko diare pada anak antara lain adalah usia anak, daerah pedesaan,
ketersediaan kakus dan fasilitas cuci tangan, sumber air minum, dan tempat pembuangan
sampah yang tidak layak. Kebiasaan cuci tangan di keluarga menjadi faktor risiko diare pada
anak. Orang tua atau pengasuh yang tidak terbiasa mencuci tangan menyebabkan tingginya
risiko diare pada anak. Selain itu, waktu dimulainya pemberian makanan pendamping Air
Susu Ibu (MP-ASI) berhubungan signifikan dengan kejadian diare pada anak. Anak yang
mendapat MPASI sebelum usia 6 bulan berisiko sekitar 5 kali terkena diare akut
dibandingkan dengan anak yang memperoleh MPASI di atas usia 6 bulan. Selain infeksi,
diare pada anak dapat disebabkan oleh non-infeksi seperti malabsorpsi, intoleransi makanan,
serta alergi pada makanan. Faktor risiko pada diare non-infeksi ini berkaitan dengan waktu
pengenalan makanan, riwayat alergi, dan kelainan anatomis sistem pencernaan.5,6

2
Diare dan berbagai penyakit infeksi saluran cerna lainnya hingga saat ini masih
menjadi tantangan kesehatan dunia. Selain menjadi penyebab mortalitas utama pada anak,
diare juga berkontribusi terhadap terjadinya malnutrisi berat, stunting, disfungsi kognitif, dan
penurunan produktivitas saat usia dewasa. Berbagai upaya pencegahan dan intervensi harus
dilakukan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat diare seperti dirangkum dalam
program Water, Sanitation, and Hygiene (WASH). Selain itu, strategi pencegahan juga
meliputi mencegah malnutrisi pada anak dan meningkatkan akses terhadap sumber air minum
yang aman.7 Berdasarkan uraian di atas, penulis akan membahas mengenai diare pada anak,
penyebab, tatalaksana, serta pencegahan diare pada anak.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Definisi
Diare merupakan buang air besar (BAB) encer atau lembek dengan frekuensi lebih
sering dari biasanya (minimal tiga kali) dalam 24 jam. Diare merupakan penyebab utama
kematian kedua pada anak. Penilaian anak dengan diare harus mencakup riwayat durasi,
frekuensi, karakteristik diare, serta penilaian bentuk tinja. Diare pada anak dapat
diklasifikasikan menjadi tiga, dimana pengklasifikasian ini berperan dalam manajemen diare
pada anak. Klasifikasi diare pada anak yakni sebagai berikut:1,2,3
a. Diare akut, yakni buang air besar (BAB) encer setidaknya sebanyak tiga kali dalam 24
jam.
b. Diare invasif, yakni ditemukannya darah secara jelas dalam tinja dan berlangsung
selama <14 hari. Hal ini biasanya disertai demam. Diare invasif biasanya muncul
sebagai hasil dari peradangan eksudatif dari usus kecil distal dan mukosa kolon
sebagai respons terhadap invasi bakteri.
c. Diare persisten, yakni BAB encer atau berdarah yang berlangsung ≥ 14 hari.
2.2. Klasifikasi
Diare akut terbagi dua berdasarkan manifestasi klinis yaitu diare akut berair atau acute
watery diarrhea dan diare akut berdarah atau bloody diarrhea. Acute watery diarrhea paling
banyak disebabkan rotavirus, Norwalk-like virus, enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC),
Vibrio cholerae, Staphylococcus aureus, Clostridium difficile, Giardia, dan cryptosporidia.
Patogen yang paling sering menyebabkan acute bloody diarrhea adalah Shigella and
Entamoeba histolytica. Campylobacter sp, invasive Escherichia coli, Salmonella, Aeromonas
organisms, C. difficile, dan Yersinia sp dapat menyebabkan acute bloody diarrhea. 4 Diare
akut juga diklasifikasikan berdasarkan derajat dehidrasi yaitu tanpa dehidrasi, dehidrasi
ringan-sedang, dan dehidrasi berat.5
2.3. Etiopatogenesis
Diare pada umunya ditularkan secara fecal-oral atau dengan mengonsumsi makanan
dan minuman yang terkontaminasi. Diare berkaitan dengan kemiskinan, lingkungan yang
tidak higienis seperti memasak makanan kurang matang dan makanan dibiarkan terbuka.
Faktor risiko lainnya adalah usia muda, imunodefisiensi, malnutrisi, ASI ekslusif tidak
4
diberikan, cara penyapihan bayi yang tidak baik (terlalu cepat disapih, terlalu cepat diberi
susu botol, dan terlalu cepat diberi makanan padat).6
Etiologi diare adalah sebagai berikut:6,7,8
1. Infeksi
a. Virus (agen non-inflamatori)
 Rotavirus
 Norovirus
 Adenovirus
b. Bakteri (agen inflamatori)
 Shigella
 Escherichia coli
 Campylobacter jejuni
 Vibrio Cholera
 Salmonella
 Yersinia enterocilitica
c. Protozoa (agen inflamatori)
 Entamoeba histolytica
 Cryptosporidium
2. Malabsorpsi karbohidrat (intoleransi laktosa), lemak terutama trigliserida rantai panjang,
atau protein.
3. Makanan basi atau makanan beracun. Diare karena keracunan makanan terjadi akibat dua
hal yaitu makanan mengandung zat kimia atau makanan mengandung mikroorganisme
yang mengeluarkan toksin, antara lain Clostridium perfringens, Staphylococcus
4. Alergi terhadap makanan : terutama disebabkan oleh Cow’s milk protein sensitive
enteropathy (CMPSE), dan juga dapat disebabkan oleh makanan lainnya.
5. Defek anatomis: Malrotasi, Penyakit Hirchsprung, dan Short Bowel Syndrome
Etiologi diare akut yang paling sering adalah akibat infeksi virus (70%-90%) yaitu
rotavirus dan norovirus. Puncak infeksi rotavirus terjadi pada usis 6-24 bulan. Infeksi virus
ini bersifat musiman di negara beriklim sedang, dan terjadi sepanjang tahun di negara tropis.
Sedangkan diare akut akibat infeksi bakteri sebanyak 10%-20% dan biasanya terjadi pada
bayi yang berusia beberapa bulan pertama kehidupan.6,9,10

5
Enteropatogen yang infeksius dengan inokulum yang kecil (seperti Shigella,
enterohemorrhagic Escherichia coli, Campylobacter jejuni, noroviruses, rotavirus, Giardia
lamblia, entamoeba histolytica) dapat ditularkan dari kontak orang ke orang, sedangkan yang
lain seperti Cholera secara umum ditularkan melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi.1
Enteropatogen dapat memicu respon inflamasi dan non-inflamasi pada mukosa
intestinal. Enteropatogen menyebabkan diare non-inflamatori memalui enterotoksin yang
dihasilkan oleh beberapa bakteri, dekstrusi vili oleh virus, perlengketan parasit dan bakteri ke
mukosa usus. Diare inflamatori biasanya disebabkan oleh bakteri yang menginvasi usus dan
menghasilkan sitotoksin dengan konsekuensi keluarnya cairan, protein, eritrosit dan leukosit
ke lumen usus. Diare yang menetap hingga 14 hari biasanya disebabkan oleh infeksi
parasit.6,9
Infeksi virus menyebabkan rusaknya vili usus, sehingga terjadi gangguan
penyerapan makanan di lumen usus. Bahan makanan di lumen usus akan menjadi
hiperosmolar atau hipertonis, sehingga dapat menarik cairan dan natrium ke lumen uusu.
Pada infeksi virus juga didapatkan demam yang tidak terlalu tinggi dan diare tanpa lendir dan
darah. 7,10
Akibat infeksi Rotavirus terjadi kerusakan sel epitel mukosa usus, infiltrasi sel-sel
radang pada lamina propia, pemendekan jonjot usus, pembengkakan mitokondria, dan bentuk
mikrovili (brush border) yang tidak teratur. Sebagai akibat dari semua ini adalah terjadinya
gangguan absorpsi cairan/elektrolit pada usus halus dan juga akan terjadi gangguan
pencernaan (digesti) dari makanan terutama karbohidrat karena defisiensi enzim disakaridase
akibat kerusakan epitel mukosa usus. Defisiensi enzim ini menyebabkan karbohidrat tidak
dapat diserap dan dikeluarkam bersama feses. Zat tersebut bersifat asam, sehingga
menyebabkan pH feses menjadi rendah dan dapat mengiritasi anus.7

6
Anak-anak dengan diare bakterial seperti Campylobacter jejuni dan Salmonella sp biasanya
disertai demam tinggi dan diare berdarah akibat invasi kuman di mukosa usus dan perubahan
pada kanal ion. Sedangkan infeksi dengan dihasilkannya sgiha-toksin oleh E. Coli dan
Shigella akan menyebabkan kolitis hemoragik. Toksin vibrio cholera menyebabkan sekresi
klorida, natrium dan air ke lumen usus halus tanpa menyebabkan kerusakan mukosa usus,
dan menyebabkan diare seperti air cucian beras.7,10
2.4. Diagnosis
Penilaian anak dengan diare meliputi penentuan klasifikasi jenis diare, penilaian status
hidrasi, dan penilaian status gizi. Jenis diare dapat berupa diare akut, diare invasif, dan diare
persisten seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Karakteristik lain dan gejala terkait diare
dapat menjadi petunjuk terkait eiologi diare. Seperti riwayat muntah yang singkat (biasanya
kurang dari 24 jam) dan diare cair yang banyak dengan karakteristik seperti air beras dan
berhubungan dengan dehidrasi berat merupakan ciri khas yang didapatkan pada kolera.3,11

7
Gejala Rotavirus Shigella Salmonella ETEC EIEC Kolera
klinik
Masa tunas 17-72 jam 24-48 jam 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 48-72
jam
Panas + ++ ++ - ++ -
Mual Sering Jarang Sering + - Sering
muntah
Nyeri perut Tenesmus Tenesmus Tenesmus - Tenesmus Kramp
cramp kolik kramp
Nyeri - + + - - -
kepala
Lamanya 5-7 hari >7 hari 3-7 hari 2-3 hari Variasi 3 hari
sakit
Volume Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banyak
Frekuensi 5-10x/hr >10x/hr Sering Sering Sering Terus
menerus
Konsistensi Cair Lembek Lembek Cair Lembek Cair
Darah - ± Kadang - + -
Warna Kuning Merah Kehijauan Tak berwarna Merah Seperti
hijau hijau hijau air
cucian
beras
Lain-lain Anorexia Kejang  Sepsis  Meteorismus Infeksi Bau
sistemik amis
khas

Status hidrasi harus ditentukan pada pasien diare dikarenakan dehidrasi merupakan
penyebab kematian pada anak dengan diare. Derajat dehidrasi dapat ditentukan melalui tanda
dan gejala pasien. World Health Organization (WHO) merekomendasikan penilaian dehidrasi
berdasarkan empat tanda klinis, yakni sebagai berikut:1

Tabel 2. Derajat dehidrasi berdasarkan World Health Organization (WHO)1

8
Status nutrisi juga penting dievaluasi untuk penatalaksanaan anak dengan diare
dimana berulang pada anak dikaitkan dengan kondisi malnutrisi. Anak dengan diare akut dan
malnutrisi memiliki risiko timbulnya manifestasi kelebihan cairan dan gagal jantung pada
saat rehidrasi. Selain itu, risiko infeksi bakteri serius juga meningkat.2,3
Dalam evaluasi pasien anak dengan diare, riwayat kontak, pengawasan anak,
perjalanan, dan paparan sangat penting untuk diketahui. Selain itu, jarang sekali diperlukan
pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan mikrobiologis. Gejala klinis diare tidak spesifik,
akan tetapi dapat menjadi petunjuk dalam menegakkan diagnosis. Misalnya, mual dan
muntah menunjukkan keterlibatan usus bagian atas, demam menunjukkan peradangan (invasi
jaringan, dehidrasi, atau koinfeksi), serta nyeri perut yang parah dan tenesmus menunjukkan
keterlibatan usus besar.3,12
Pemeriksaan mikroskopis dan kultur feses digunakan untuk mencari etilogi diare.
Ditemukannya lendir, darah, atau leukosit dapat mengindikasikan adanya agen tersebut.
Kultur harus dilakukan sesegera mungkin jika hasil pemeriksaan mikroskopis menunjukkan
adanya leukosit, pada anak dengan diare berdarah, atau pada anak yang dalam keadaan
imunosupresi. 3,12
Pasien anak dengan diare akut sebenarnya tidak membutuh kan diagnostik work-up
yang spesifik. Hal ini dikarenakan hasil pemeriksaan laboratorium dan mikrobiologi tidak
mempengaruhi tatalaksananya. Tapi investigasi lanjut diperlukan pada anak dengan kondisi
yang parah dan/atau pada lingkungan rumah sakit. Pemeriksaan mikrobiologi perlu

9
dipertimbangkan dalam kasus berupa anak dengan kondisi penyakit kronis (penyakit
onkologi, inflammatory bowel disease, imunodefisiensi), kondisi klinis yang buruk (sepsis),
gejala menetap (> 7 hari), selama outbreak (penitipan anak, sekolah, rumah sakit), anak
dengan diare berdarah dan demam tinggi, serta adanya riwayat berpergian ke daerah berisiko.
3,12

2.5. Tatalaksana
Diare akut tanpa dehidrasi

Terapi yang harus diberikan pada anak dengan diare tanpa dehidrasi adalah pemberian
cairan lebih banyak untuk mencegah dehidrasi, beri suplementasi zinc dan teruskan
pemberian makanan untuk mencegah malnutrisi.
Pemberian cairan pada anak dengan diare meliputi pemberian cairan yang
mengandung garam dan yang tidak mengandung garam. Cairan yang mengandung garam
adalah cairan ORS, salted drink seperti salted yoghurt dan sup ayam maupun sayur yang
mengandung garam. Ibu dibiasakan untuk menambahkan 3g/L pada sebuah cairan maupun
kuah sup selama anak diare. Sedangkan cairan yang tidak mengandung garam adalah air
mineral maupun jus buah segar tanpa pemanis. Terdapat cairan yang tidak boleh diberikan
ketika anak diare seperti teh manis, jus kemasan serta minuman bersoda dan kopi.
Cairan diberikan setiap setelah buang air besar dengan jumlah 50-100 ml untuk anak
usia di bawah 2 tahun, 100-200 ml untuk anak dengan usia 2 hingga 10 tahun dan
memberikan sebanyak mungkin cairan kepada anak dengan usia lebih dari 10 tahun. 13

10
Pemberian zinc juga disarankan dengan dosis 10-20 mg perhari hingga 14 hari. Zinc
merupakan mikronutrien yang penting sebagai kofaktor lebih dari 90 jenis enzim. Zinc
diberikan pada kasus diare karena kadar zinc dalam plasma cenderung menurun pada bayi
dan anak dengan diare. Zinc direkomendasikan diberikan selama 10-14 hari dengan dosis 10
mg per hari untuk bayi dibawah 6 bulan dan 20 mg per hari untuk anak usia diatas 6 bulan
(WHO, 2010).Pada kasus diare akut pada anak, zinc terbukti menurunkan durasi dan
keparahan dari episode diare dan juga menurunkan volume feses serta kebutuhan perawatan
tingkat lanjut. Pemberian zinc juga dapat membantu mencegah dan mengobati dehidrasi
karena anak yang mengkonsumsi zinc cenderung mengkonsumsi cairan rehidrasi lebih
banyak dibandingkan dengan anak yang tidak mengkonsumsi zinc. Pemberian zinc juga dapat
meningkatkan nafsu makan anak yang dapat membantu mempercepat proses penyembuhan.
Pada beberapa kasus, pemberian zinc juga dapat menurunkan pemberian obat anti diare dan
antibiotik yang seharusnya tidak diberikan secara rutin.14
Mekanisme kerja zinc dalam mempercepat penyembuhan diare antara lain: (1)
Sebagai kofaktor enzim superoxide dismutase (SOD) yang berperan dalam menjaga integritas
epitel usus. SOD berfungsi untuk mengubah anion superoksida yang merupakan radikal
bebas dan dapat merusak semua struktur sel. Anion superoksida diubah oleh SOD menjadi
H2O2 yang akhirnya berubah menjadi senyawa lebih aman yaitu H2O dan O2. (2)Berperan
sebagai penguatan sistem imun dengan cara memodulasi sel B dan sel T yang akan membelah
menjadi limfosit. (3) Zinc dapat menghambat sintesis Nitric Oxide (NO) yang berlebih. NO
berfungsi menghancurkan kuman-kuman yang dimakan oleh sel-sel fagosit, namun apabila
produksi NO berlebih akibat inflamasi sehingga menginduksi lipopolisakarida dari bakteri
dan interleukin-1 (IL-1) akan merusak berbagai macam struktur pada jaringan. Selain itu, NO
yang dihasilkan akan berdifusi ke dalam sel epitel usus dan mengaktifkan enzim guanilat
untuk menghasilkan cGMP, selanjutnya cGMP akan mengaktifkan protein kinase C (PKC)
yang menyebabkan sekresi air dan elektrolit dari epitel ke dalam lumen usus. Pemberian zinc
diharapkan dapat mencegah sintesa NO secara berlebihan sehingga tidak terjadi kerusakan
jaringan dan tidak terjadi hipersekresi. 3

Diare akut dengan dehidrasi ringan-sedang

11
Pasien dengan diare akut dengan dehidrasi ringan sedang juga diterapi dengan prinsip
yang sama, namun terdapat target pemberian cairan dalam 4 jam pertama. Pemberian cairan
adalah 75ml/kgBB dalam 4 jam. Namun pemberian cairan sesungguhnya diberikan sesuai
kebutuhan cairan masing masing anak, Apabila anak menginginkan cairan lebih dari target
pemberian cairan tanpa adanya tanda tanda kelebihan cairan seperti edema pada mata, maka
pemberian cairan harus dilanjutkan. Diusahakan pemberian cairan peroral, namun apabila
gagal maka pemberian cairan pada anak dapat dilanjutkan dengan pemasangan NGT dan
secara intravena dengan menggunakan ringer laktat dengan jumlah kebutuhan tetap
75ml/kgBB dalam 4 jam. 13
Pemberian makanan sebaiknya tidak dilakukan dlaam 4 jam pertama rehidrasi, setelah
anak kembali terhidrasi baru pemberian makanan dapat dilanjutkan disertaid dengan
pemberian suplementasi zinc.

12
Diare akut dengan dehidrasi berat

Pada anak diare dengan dehidrasi berat, pemberian cairan dilakukan melalui
intravena. Jumlah cairan yang diberikan sebanyak 100 ml/KgBB dapat berupa cairan ringer
laktat ataupun cairan normal saline. Pada anak usia dibawah 12 bulan, pemberian cairan
dilakukan dengan cara pemberian 30 mg/KgBB selama 1 jam pertama terlebih dahulu
kemudian dilakukan pemberian cairan sebanyak 70 ml/kgBB selama 5 jam. Pada anak usia
diatas 12 bulan, pemberian cairan dilakukan dengan cara memberikan 30 mg/KgBB cairan
selama 30 menit pertama kemudian dilakukan pemberian cairan sebanyak 70 ml/kgBB
selama 2,5 jam setelahnya. Selain pemberian cairan intravena, pemberian oralit secara peroral
harus diberikan apabila anak telah dapat meminum cairan secara peroral. Oralit diberikan
sebanyak 5 ml/kgBB/jam. Monitoring status dehidrasi penting dilakukan setiap 15 – 30 menit
dan setelah 3 jam apabila anak menunjukan perbaikan. Apabila dehidrasi berat telah teratasi,
maka dilanjutkan dengan tatalaksana dehidrasi ringan-sedang. 13
Antibiotik harus diberikan sesuai dengan indikasi seperti diare berdarah atau kolera.
Pemberian antibiotik yang tidak rasional akan memperpanjang lamanya diare, karena
mengganggu keseimbangan flora normal usus dan menyebabkan resistensi obat. Agen
antimotilitas seperti loperamid kontraindikasi diberikan pada anak-anak dengan diare
13
berdarah karena akan menunda eliminasi agen infeksius dari saluran cerna, selain itu tidak
memiliki peran yang penting dalam mengatasi diare akut pada anak.15

Edukasi yang diberikan


a. ASI dan makan tetap dilanjutkan.
b. Apabila anak diare dan tidak tersedia oralit, maka dapat diberikan air tajin, larutan
gula dan garam, kuah sayur-sayuran, dan sebagainya (bila tidak ada tanda dehidrasi).
c. Lengkapi imunisasi
d. Tingkatkan sanitasi dan kebersihan lingkungan, penyediaan air bersih, serta cuci
tangan yang benar sebelum makan.
Harus segera membawa anak ke rumah sakit apabila anak demam, buang air besar berdarah,
makan atau minum sedikit, sangat haus, diare semakin sering, belum membaik dalam 3 hari.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan RI. Buku Saku Petugas Kesehatan. Jakarta. 2011


2. Harris J, Pietroni M. Approach to the child with acute diarrhea in developing
countries [Internet]. Waltham, MA: UpToDate Inc. 2022 [cited 2022 Aug 8]. p. 1–20.
Available from: https://www.uptodate.com/contents/approach-to-the-child-with-
acute-diarrhea-in-resource-limited-countries/print
3. Guarino A, Lo Vecchio A, Dias JA, Berkley JA, Boey C, Bruzzese D, et al. Universal
Recommendations for the Management of Acute Diarrhea in Nonmalnourished
Children. J Pediatr Gastroenterol Nutr. 2018 Nov;67(5):586–93.
4. Yu C, Lougee D, Murno JR. Diarrhea and dehydration. Diunduh pada 15 Agustus
2022. Didapat dari
https://www.aap.org/en-us/Documents/Module_6_Eng_FINAL_10182016.pdf
5. Tim Adaptasi Indonesia. Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit. Pedoman bagi
rumah sakit rujukan tingkat pertama di kabupaten/kota. Jakarta: WHO Indonesia.
2008. Hal 132-142.
6. Bhutta ZA. Acute Gastroenteritis in Children in Nelson Textbook of Pediatric. 20 th
edition. Philadelpia: Elsevier: 2016
7. Subagyo B, Santoso NB. Diare Akut. Buku Ajar Gastrohepatologi Anak. Jakarta:
Balai Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2020, hal83-113
8. Halim F, Warrouw SM, Rampengan NH, Salendu P. Hubungan Jumlah Koloni
eschericia Coli dengan Derajat Dehidrasi pada Diare Akut. Sari Pediatri.
2017;19(2):81-5
9. Webb A, Starr M. Acute Gastroenteritis in Children. Australian Family Physician.
2005. Vol 34; No 4
10. Elliott EJ. Clinical Review; Acute Gastroenteritis in Children. BMJ. 2007; Vol 334:
pp 35-40
11. Harris J, Pietroni M. Approach to the child with acute diarrhea in developing
countries [Internet]. Waltham, MA: UpToDate Inc. 2022 [cited 2022 Aug 8]. p. 1–20.
Available from: https://www.uptodate.com/contents/approach-to-the-child-with-
acute-diarrhea-in-resource-limited-countries/print
12. Rivera-Dominguez G, Ward R. Pediatric Gastroenteritis. In 2022.

15
13. World Health Organization, 2009. Buku Saku: Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah
Sakit. WHO Indonesia : Jakarta
14. Unicef, 2010. Diarrhoea: why children are still dying and what can be
done.http://www.unicef.org/media/files/Final_Diarrhoea_Report_October_2009_final
. pdf.
15. Bruzzese E, Giannattasio A, Guarino A. Antibiotics Treatment of Acute
Gastroenteritis in Children. 2018;7:193

16

Anda mungkin juga menyukai