Anda di halaman 1dari 35

KOLELITIASIS, KOLESISTITIS, dan

KISTA KOLEDOKUS
KOLELITIASIS
DEFINISI

 kolelitiasis
adalah batu yang terbentuk di dalam kandung
empedu atau di dalam saluran empedu atau pada
keduanya, yang terbentuk dari gabungan beberapa unsur
yang membentuk material seperti batu.
Patofisiologi

Supersaturasi cairan
Konsentrasi Peradangan pada
empedu oleh Pembentukan batu
kolesterol meningkat kantong empedu
kolesterol
Diagnosis
Anamnesis
 Simptomatik
 Kolik bilier: nyeri pada epigastrium, kuadran kanan atas atau
prekordium
 Ikterus

 Perubahan warna urin dan feses


 Riwayat penyakit hemolitik, icterus berulang, Riwayat penyakit
hepar kronis pada anak atau keluarga
Pemeriksaan fisik
 Nyeritekan pada perut kanan atas yang
dapatmenyebar sampai daerah epigastrium.
 Murphy sign +
Pemeriksaan penunjang
 USG: Penebalan dinding kantung empedu,
tampak gambaran echo
 Kolesistografi oral: tampak batu radiolusen
Tatalaksana

 Non Bedah
 Ursodeoxycholic acid (UDCA)
 Extracorporeal Shock-Wave Lithotripsy (ESWL)
 Bedah
 Laparoscopic Cholecystectomy
KOLELITIASIS
KOLELITIASIS
𝖣 Epidemiologi
 Kolelitiasis merupakan penyakit langka

pada anak
prevalensi antara 0,13 dan 0,22%.
dengan
 Kolelitiasis meningkat seiring bertambah usia
𝖣 Faktor Risiko

 sepsis, penyakit hemolitik, operasi usus (terutama reseksi ileum),


 malabsorpsi, penerimaan nutrisi parenteral, displasia bronkopulmoner,
10
enterokolitis nekrotikans,
fibrosis, kemoterapi, dan katup jantung buatan
KOLELITIASIS
𝖣 Patofisiologi
 Ketidakseimbangan dalam konstituen empedu, seperti
kolesterol,
lesitin, dan garam empedu, adalah penyebab
pembentukan utama batu empedu. Ketika konsentrasi
kolesterol
 meningkat, laju kristalisasi juga meningkat, yang menimbulkan
 kondisi yang mendasari pembentukan batu empedu.
𝖣 Gejala Klinis
11
 Sebagian besar anak-anak tidak menunjukkan gejala
 Hanya 10% yang memiliki gejala dalam 5 tahun diagnosis, dan
 25% menunjukkan gejala dalam 10 tahun setelah diagnosis
KOLELITIASIS
𝖣 Diagnosis
 Ultrasonografi kandung empedu, dan saluran
adalah hati, empedu
metode diagnostik yang optimal dengan sensitivitas dan
spesifisitas tinggi.
 Diagnosis dibuat dengan ultrasonografi hati dan
kantong
empedu. Tes fungsi hati biasanya menghasilkan temuan normal
12
KOLELITIASIS
𝖣 Tatalaksana
 Pengobatan kolelitiasis dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
berkontribusi, seperti status anatomi batu empedu, beratnya
gejala pada anak, kelainan anatomi yang mendasari, penyebab
lain yang mendasari pembentukan batu, perubahan inflamasi
sistem bilier, dan usia anak.
 Pemberian hidroksiurea telah terbukti bermanfaat dalam
mengurangi frekuensi kolelitiasis pada beberapa penyakit
hemolitik, seperti talasemia intermedia atau mayor
13
KOLELITIASIS
𝖣
Tatalaksana
KOLESISTITIS
Definisi

 Kolesistitis: suatu peradangan pada kandung empedu


 Anak perempuan jauh lebih beresiko terkena kolesistitis
daripada anak laki-laki (4:1)
 Penyebab tersering adalah E. coli, spesies
Klebsiella, Streptococcus grup D, spesies
Staphylococcus dan spesies Clostridium.
KOLESISTITIS
𝖣 Epidemiologi
 Penyakit kandung empedu adalah kondisi yang relatif jarang terjadi pada
anak-anak.
 kejadian kolesistitis pada anak-anak telah meningkat selama 20 tahun
terakhir
𝖣 Etiologi dan Faktor Risiko
 Penyebab kolesistitis dibagi menjadi dua yaitu penyebab batu dan non-
batu/acalculous
 Obat-obatan tertentu berhubungan dengan 17 bentuk
kolesistitis ini,
termasuk ceftriaxone, furosemide, octreotide, dan cyclosporine
 Hubungan kolestitis telah ditemukan dengan infeksi
streptokokus,
organisme gram negatif, infeksi parasit, dan vaskulitis sistemik
KOLESISTITIS
𝖣 Patofisiologi
𝖣 Kolesistitis berkembang ketika iritasi dan peradangan pada
mukosa
kandung empedu.
𝖣 Kolesistitis akalkulus: Terdapat dua mekanisme yang
mendasari
kolesistitis : cedera kimia akibat stasis empedu dan iskemia lokal.
𝖣 Diagnosis
𝖣 Biokimia (bilirubin plasma, alkaline phosphatase,
18

aspartate
aminotransferase, alanine aminotransferase, -glutamyl transferase)
𝖣 ultrasonografi (US), minimal 2 dari kriteria berikut: (1) Peningkatan
ketebalan dinding kandung empedu (> 3,5 mm); (2) cairan perikolesistik;
(3) adanya endapan membran mukosa; dan (4) distensi kandung empedu
KOLESISTITIS
𝖣 Tatalaksana
𝖣 Frekuensi pendekatan bedah umumnya jauh lebih rendah
pada anak deng
𝖣 Manajemen terapeutik AAC pada anak-anak saat ini
sebagian
besar konservatifan ACC dibandingkan orang dewasa
𝖣 Anak-anak harus menerima terapi penghilang rasa sakit
yang
19
efektif melalui obat antiinflamasi nonsteroid, sementara opiat
harus dihindari.
𝖣 Terapi antibiotik hampir selalu direkomendasikan dan
harus
mencakup antibiotik terhadap mikroorganisme gram negatif dan
KISTA KOLEDOKUS
Definisi

 Kista duktus koledokus adalah dilatasi kistik dari saluran empedu baik
intrahepatik maupun ekstrahepatik.
Epidemiologi

 Kista koledokus relatif jarang di Negara Barat, 1 kasus dalam100.000-150.000


 Lebih banyak terjadi di Negara Asia, di Jepang mencapai 1 kasus dalam 1000
populasi penduduk.
 Kista koledokus lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki,
perbandingan perempuan dan laki-laki adalah 3:1 hingga 4:1.
Etiologi

1. Terjadinya kegagalan rekanalisasi sehingga terjadi kelemahan kongenital pada


dinding duktus biliaris, dimana hal ini merupakan hipotesis awal.
2. Terdapatnya abnormalitas pada inervasi dari distal commonbile duct yang
menyebabkan terjadinya obstruksi fungsional dan dilatasi proksimal.
3. Kelemahan yang didapat dari dinding duktus biliaris.
4. Terdapatnya obstruksi dari bagian distal duktus biliaris.
Klasifikasi

 Tipe I: Tipe ini merupakan tipe yang tersering (80-90%). Tipe ini mencangkup
dilatasi fusiform atau sacular dari duktus koledokus dengan melibatkan sebagian
hingga seluruh duktus.
 Tipe I A: Berbentuk sacular dan melibatkan seluruh dari duktus ekstrahepatik.
 Tipe I B: Berbentuk sacular dan melibatkan sebagian segmen dari duktus billiaris.
 Tipe I C: Berbentuk fusiform dan melibatkan sebagian besar hingga seluruhnya
dari duktus ekstra hepatik
Klasifikasi

 Tipe II: Tampak seperti divertikulum yang menonjol pada dinding duktus
koledokus, sedangkan duktus billiaris intrahepatik dan ektrahepatik normal.
 Tipe III: Dikenal sebagai choledochocele. Biasanya terdapat intraduodenal tetapi
terkadang dapat muncul pada bagian intra hepatik dari traktus biliaris. Sebaliknya,
sistem duktus normal dan duktus koledokus biasanya memasuki choledochocele
ke dalam dinding dari duodenum.
Klasifikasi

 Tipe IV: untuk tipe IVA terjadi dilatasi multipel dari duktus intra dan ekstrahepatik
sedangkan untuk tipe IV B hanya melibatkan duktus ekstrahepatik saja.
 Tipe V (Caroli disease): multipel dilatasi dari duktus intrahepatik.
Manifestasi Klinis

 Pada bayi, dengan rentang usia 1 sampai 3 bulan, gejala yang muncul adalah
obstruktif jaundice, feses yang akholis, dan hepatomegali. Kadang-kadang disertai
juga dengan fibrosis hati.
 Pada anak yang lebih besar, gejalanya dapat dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu
massa pada perut kanan atas dengan jaundice intermittent karena obstruksi
biliaris.
 Pada kelompok umur ini, classic triad berupa nyeri perut, terabanya massa, dan
jaundice.
Diagnosis
Pemeriksaan Radiologi
 Computed tomography (CT) cholangiography, dahulu digunakan sebagai alat penunjang dalam
menegakkan diagnosis dari kistaduktus koledokus, saat ini digantikan oleh pemeriksaan yang
lebih akurat.
 Ultrasonografi merupakan pemeriksaan penunjang awal yang terpilih dandapat menggambarkan
ukuran, bentuk, duktus proksimal, pembuluh darah dan bnetuk dari hepar. Komplikasi seperti
kolelitiasis, hipertensi portal dan biliary ascites dapat pula terlihat.
Diagnosis

 Percutaneus transhepatic cholangiography dan endoscopic retrograde Echolangio


pancreatography (ERCP) dapat memberikan gambaran yang akurat dari sistem
pancreaticobiliary. Tetapi, pemeriksaan ini bersifat invasif.
 Magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP) yang bersifat noninvasif
dan dapat digunakan untuk menggambarkan duktus pankreatik dan biliaris
proksimal dari obstruksi.
 Kolangiografi intra operatif.
Pemeriksaan Laboratorium

 Pemeriksaan laboratorium tidak mampu untuk menegakkan diagnosis dari


kistaduktus koledokus, tetapi dapat menggambarkan kondisi klinis dari pasien.
 Oleh karena gejala tersering adalah jaundice, hasil laboratorium terpenting adalah
conjugated hiperbilirubinemia, peningkatan alkaline phosphatase, dan marker
lainuntuk obstruktif jaundice.
Tatalaksana

 Eksisi kista merupakan terapi definitif yang terpilih untuk kista duktus koledokus.
 Roux-en-Y cyst jejunostomy telah dikembangkan sebagai alternatif dari
cytduodenostomy untuk menghindari terjadinya reflux isi dari duodenum ke
dalam percabangan traktus billiaris
Komplikasi

 Dari beberapa literatur disebutkan dapat terjadi komplikasi pasca eksisi kista baik
awal maupun lanjut seperti cholangitis, pembentukan batu, striktur anatomosis,
pancreatitis, disfungsi hepar dan keganasan.
 Pankreatitis akut merupakan komplikasi yang terjadi pada 20% kasus.
Prognosis

 Pasien membutuhkan pemantauan jangka panjang akibat adanya peningkatan


resiko kolangiosarkoma, meskipun eksisi total sudah selesai dilakukan. Prognosis
setelah eksisi kista koledokus biasanya adalah baik.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai