Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PEMBEDAHAN KANTONG EMPEDU (CHOLELITHIASIS)

DISUSUN OLEH :

1. CINDHY DWI SASTIKA


2. HERVINA LUZWINTA ZAGOTO
3. HIRMA DELVIANA UTARI
4. LIDYA NANDA SARI
5. MARDALISA HUTAGALUNG
6. NURFAIZA
7. NURHANANI AFIFAH
8. SAFITRI GUNAWAN
9. YANTI OKTAVINA

STIKES MITRA BUNDA PERSADA BATAM


TAHUN AJARAN 2017/2018
LAPORAN PENDAHULUAN
A. PENGERTIAN
Batu Empedu adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu
atau di dalam saluran empedu.
Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu disebut kolelitiasis,
sedangkan batu di dalam saluran empedu disebut koledokolitiasis.
Cholelithiasis adalah adanya batu di saluran kandung empedu atau
empedu: ''kole-''berarti "empedu",''Lithia''berarti "batu", dan-sis''''berarti
"proses".sebuah ukuran batu empedu bisa bervariasi dan dapat sekecil
butiran pasir atau sebagai besar sebagai bola golf.

B. ETIOLOGI
1. Kecenderungan keturunan dalam keluarga ( kebiasaan mengkonsumsi
kolesterol yang berlebihan
2. Kegemukan ( mungkin disebabkan kelainan metabolisme lemak)
3. Kehamilan (obat estrogn), pil KB (perubahan hormone dan pelambatan
kontraksi otot kandung empedu. Menyebabkan penurunan kecepatan
pengososngan kandung empedu) angka kejadian meningkat pada wanita
yang hamil berulang.
Batu di dalam kandung empedu. Sebagian besar batu tersusun dari
pigmen-pigmen empedu dan kolesterol, selain itu juga tersusun oleh
bilirubin, kalsium dan protein. Macam-macam batu yang terbentuk antara
lain:
a. Batu empedu kolesterol, terjadi karena : kenaikan sekresi kolesterol dan
penurunan produksi empedu.
Faktor lain yang berperan dalam pembentukan batu:
  Infeksi kandung empedu
  Usia yang bertambah
  Obesitas
  Wanita
  Kurang makan sayur
b. Batu pigmen empedu , ada dua macam;
Batu pigmen hitam : terbentuk di dalam kandung empedu dan disertai
hemolisis kronik/sirosis hati tanpa infeksi
Batu pigmen coklat : bentuk lebih besar , berlapis-lapis, ditemukan
disepanjang saluran empedu, disertai bendungan dan infeksi

C. FAKTOR RESIKO
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini.
Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin
besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut
antara lain:
1. Jenis Kelamin
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen
berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu.
Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko
terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon
(esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan
penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.
2. Usia
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya
usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena
kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.
3. Makanan
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah
operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari
empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
4. Riwayat keluarga
Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih
besar dibandingkan dengan tanpa riwayat keluarga.
5. Aktifitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya
kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit
berkontraksi.
6. Penyakit usus halus
Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn
disease,
diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.
7. Nutrisi intravena jangka lama
Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak
terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang
melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi
meningkat dalam kandung empedu.

D. PATOFISIOLOGI
Batu empedu terdapat di dalam kandung empedu atau dapat bergerak
kearea lain dari system empedu. Pada saat pengosongan kandung empedu
atau pengisian kandung empedu batu dapat pindah dan terjebak dalam leher
kandung empedu. Selain leher cysticduct (saluran cyste), atau saluran
empedu menyebabkan bebuntuan. Ketika empedu tidak bias mengalir dari
kandung empedu. Terjadi bendungan dan iritasi lokal dari batu empedu
menyebabkan radang batu empedu (cholecystitis)
Faktor yang mendukung :
a. Kadar kolesterol yang tinggi pada empedu
b. Pengeluaran empedu yang berkurang
c. Kecepatan pengosongan kandung empedu yang menurun
d. Perubahan pada konsentrasi empedu atau bendungan empedu pada
kandung empedu

E. MANIFESTASI KLINIS
1. Epigastrium kanan terasa nyeri dan spasme, menjalar ke pundak kanan
atau punggung.
2. Kandung empedu membesar dan nyeri
3. Ikterus = Perubahan warna Kulit
4. Kadang terdapat nyeri di kwadran kanan atas
5. Mual dan muntah
6. Kembung
7. Febris (38,5C)
8. Beraknya warna pucat, kencing warna gelap sebagai
9. Blumberg Signs ( kekakuan dan nyeri lenting)
10. Berkurangnya absorbsi lemak dan vitamin yang larut di usus

F. PENATALAKSANAAN
Non Pembedahan (farmakoterapi, diet) :

a) Penatalaksanaan pendukung dan Diet adalah: istirahat, cairan infus,


NGT, analgetik dan antibiotik, diet cair rendah lemak, buah yang masak,
nasi, ketela, kentang yang dilumatkan, sayur non gas, kopi dan teh.
b) Untuk makanan yang perlu dihindari sayur mengandung gas, telur,
krim, daging babi, gorengan, keju, bumbu masak berlemak, alkohol.
c) Farmakoterapi asam ursedeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksiolat
(chenodiol, chenofalk) digunakan untuk melarutkan batu empedu radiolusen
yang berukuran kecil dan terutama tersusun dari kolesterol. Jarang ada efek
sampingnya dan dapat diberikan dengan dosis kecil untuk mendapatkan efek
yang sama. Mekanisme kerjanya menghambat sintesis kolesterol dalam hati
dan sekresinya sehingga terjadi disaturasi getah empedu. Batu yang sudah
ada dikurangi besarnya, yang kecil akan larut dan batu yang baru dicegah
pembentukannya. Diperlukan waktu terapi 6 – 12 bulan untuk melarutkan
batu.
d) Pelarutan batu empedu tanpa pembedahan : dengan cara menginfuskan
suatu bahan pelarut (manooktanoin / metil tersier butil eter ) kedalam
kandung empedu. Melalui selang / kateter yang dipasang perkuatan
langsung kedalam kandung empedu, melalui drain yang dimasukkan melalui
T-Tube untuk melarutkan batu yang belum dikeluarkan pada saat
pembedahan, melalui endoskopi ERCP, atau kateter bilier transnasal.
e) Ektracorporeal shock-wave lithotripsy (ESWL). Metode ini
menggunakan gelombang kejut berulang yang diarahkan pada batu empedu
dalam kandung empedu atau duktus koledokus untuk memecah batu
menjadi sejumlah fragmen. Gelombang kejut tersebut dihasilkan oleh media
cairan oleh percikan listrik yaitu piezoelektrik atau muatan elektromagnetik.
Energi disalurkan kedalam tubuh lewat rendaman air atau kantong berisi
cairan. Setelah batu pecah secara bertahap, pecahannya akan
bergerak perlahan secara spontan dari kandung empedu atau duktus
koledokus dan dikeluarkan melalui endoskop atau dilarutkan dengan pelarut
atau asam empedu peroral.
2. Pembedahan
a) Intervensi bedah dan sistem drainase.
b) Kolesistektomi : dilakukan pada sebagian besar kolesistitis kronis /
akut. Sebuah drain ditempatkan dalam kandung empedu dan dibiarkan
menjulur keluar lewat luka operasi untuk mengalirkan darah, cairan
serosanguinus, dan getah empedu kedalam kassa absorben.
c) Minikolesistektomi : mengeluarkan kandung empedu lewat luka insisi
selebar 4 cm, bisa dipasang drain juga, beaya lebih ringan, waktu singkat.
d) Kolesistektomi laparaskopi
e) Kolesistektomi endoskopi: dilakukan lewat luka insisi kecil atau luka
tusukan melalui dinding abdomen pada umbilikus
3. Pendidikan pasien pasca operasi :
a) Berikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala
komplikasi intra abdomen yang harus dilaporkan : penurunan selera makan,
muntah, rasa nyeri, distensi abdomen dan kenaikan suhu tubuh.
b) Saat dirumah perlu didampingi dan dibantu oleh keluarga selama 24
sampai 48 jam pertama.
c) Luka tidak boleh terkena air dan anjurkan untuk menjaga kebersihan
luka operasi dan sekitarnya
d) Masukan nutrisi dan cairan yang cukup, bergizi dan seimbang
e) Anjurkan untuk kontrol dan minum obat rutin.

G. KOMPLIKASI COLECYSTEKTOMY
Penghapusan kandung empedu ( kolesistektomi ) adalah prosedur
yang relatif cepat dan aman, tetapi , seperti semua operasi , ada risiko kecil
komplikasi .
1. Infeksi
Infeksi dapat terjadi setelah jenis operasi perut dan terjadi pada sekitar 1 di
15 cholecystectomies . Kedua infeksi luka sederhana dan infeksi dalam
perut Anda dapat diobati dengan kursus singkat antibiotik .
2. Risiko dari anestesi umum
Ada beberapa komplikasi serius yang berhubungan dengan memiliki
anestesi umum , tetapi ini sangat jarang . Komplikasi termasuk reaksi alergi
dan kematian . Menjadi bugar dan sehat sebelum operasi Anda mengurangi
risiko komplikasi yang terjadi
3. Pendarahan (Bleeding)
Perdarahan dapat terjadi setelah operasi Anda , meskipun hal ini jarang
terjadi . Jika perdarahan tidak terjadi, itu mungkin memerlukan operasi lebih
lanjut melalui bekas luka lubang kunci yang sama seperti operasi pertama
Anda .
4. Kebocoran empedu (Bile Leakage)
Ketika kantong empedu dihapus , klip khusus digunakan untuk menutup
tabung yang menghubungkan kandung empedu ke saluran empedu utama ,
menguras hati . Namun ,cairan empedu kadang-kadang bisa bocor keluar
.Kadang-kadang cairan ini dapat dikeringkan . Dalam kasus yang jarang
terjadi , operasi diperlukan untuk mengalirkan empedu dan membersihkan
bagian dalam rongga perut. Kebocoran empedu terjadi pada sekitar 1-2 %
kasus .
5. Cedera pada saluran empedu
Komplikasi yang paling serius dari operasi kandung empedu adalah cedera
pada saluran empedu , yang terjadi pada sekitar 1 dari 500 kasus . Jika
saluran empedu terluka selama operasi , dimungkinkan untuk
memperbaikinya langsung . Dalam beberapa kasus , operasi korektif yang
kompleks dan besar diperlukan setelah operasi asli Anda .
6. Cedera usus , usus dan pembuluh darah
Instrumen lubang kunci yang digunakan untuk menghapus kantong empedu
dapat melukai sekitar struktur , seperti usus , usus dan pembuluh darah .
Risiko meningkat jika kandung empedu meradang .
Jenis cedera jarang terjadi dan biasanya dapat diperbaiki pada saat operasi .
Kadang-kadang cedera adalah melihat setelah itu dan operasi lebih lanjut
diperlukan .
7. Sindrom pasca - kolesistektomi
Sekitar satu dari tujuh orang akan mengalami gejala yang mirip dengan -
meskipun biasanya jauh lebih ringan - yang disebabkan oleh batu empedu
setelah operasi , seperti :
a. sakit perut
b. gangguan pencernaan
c. diare
d. menguning mata dan kulit ( jaundice )
e. suhu tinggi ( demam ) dari 38 ° C ( 100,4 ° F ) atau di atas
Hal ini dikenal sebagai sindrom pasca - kolesistektomi ( PCS ) .
PCS tetap kondisi kurang dipahami, tetapi diduga disebabkan oleh gerakan
empedu diubah melalui tubuh . Misalnya , empedu dapat bocor ke dalam
perut , menyebabkan iritasi .
Beberapa kasus PCS mungkin merupakan hasil dari batu masih
terjebak dalam saluran empedu.
Dalam kebanyakan kasus gejalanya ringan dan singkat , tetapi
sekitar satu dari tiga kasus gejalanya menetap selama berbulan-bulan . Jika
Anda memiliki gejala persisten ,Anda harus menghubungi dokter Anda
untuk meminta nasihat. Salah satu pilihan adalah untuk melaksanakan
retrograde cholangiopancreatography endoskopi ( ERCP ) untuk memeriksa
setiap batu empedu yang tersisa .
Ada juga obat-obatan , seperti antasida , inhibitor pompa proton
dan loperamide , yang dapat digunakan untuk membantu meringankan
gejala seperti sakit perut , gangguan pencernaan dan diare .

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tes laboratorium :
1. Leukosit : 12.000 - 15.000 /iu (N : 5000 - 10.000 iu).
2. Bilirubin : meningkat ringan, (N : < 0,4 mg/dl).
3. Amilase serum meningkat.( N: 17 - 115 unit/100ml).
4. Protrombin menurun, bila aliran dari empedu intestin menurun karena
obstruksi sehingga menyebabkan penurunan absorbsi vitamin K.(cara
Kapilar : 2 - 6 mnt).
5. USG : menunjukkan adanya bendungan /hambatan , hal ini karena adanya
batu empedu dan distensi saluran empedu ( frekuensi sesuai dengan
prosedur diagnostik)
6. Endoscopic Retrograde choledocho pancreaticography (ERCP), bertujuan
untuk melihat kandung empedu, tiga cabang saluran empedu melalui ductus
duodenum.
7. PTC (perkutaneus transhepatik cholengiografi): Pemberian cairan kontras
untuk menentukan adanya batu dan cairan pankreas.
8. Cholecystogram (untuk Cholesistitis kronik) : menunjukkan adanya batu di
sistim billiar.
9. CT Scan : menunjukkan gellbalder pada cysti, dilatasi pada saluran empedu,
obstruksi/obstruksi joundice.
10. Foto Abdomen :Gambaran radiopaque (perkapuran ) galstones, pengapuran
pada saluran atau pembesaran pada gallblader.
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama,
pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register,
diagnosa medik, alamat, semua data mengenai identitaas klien tersebut
untuk menentukan tindakan selanjutnya.
2. Identitas Penanggung Jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan
dan jadi penanggung jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul
meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan
alamat.
3. Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien
saat pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri
abdomen pada kuadran kanan atas.
4. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui
metode PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan
klien, quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri/gatal dirasakan oleh
klien, regional (R) yaitu nyeri/gatal menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi
yang bagaimana yang dapat mengurangi nyeri/gatal atau klien merasa
nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri/gatal
tersebut.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji apakah klien pernah dirawat atau diobati sebelumnya
dengan penyakit yang sama.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji pola makan kebiasaan keluarga yang kurang baik seperti
menyimpan dan menyiapkan makanan, pola diet, pola sanitasi yang kurang
(cuci tangan) dan pola memasak makanan.
5. Pemeriksaan Fisik
a) Aktifitas/Istirahat
Gejala : Kelemahan
Tanda : Gelisah
b) Sirkulasi
Tanda : Takikardia, berkeringat
c) Eliminasi
Gejala : Perubahan warna urine dan feses
Tanda : Distensi abdomen.
d) Makanan / Cairan
Gejala : Anoreksia,mual.
Tanda : adanya penurunan berat badan.
e) Nyeri/Kenyamanan
Gejala :Nyeri abdomen atas, dapat menyebar kepunggung atau bahu kanan.
Kolik epigastrium tengah sehubungan dengan makan.
Tanda :Nyeri lepas, otot tegang atau kaku biala kuadran kanan atas ditekan;
tanda murphy positif.
f) Keamanan
Tanda :Ikterik, dengan kulit berkeringat dan gtal (Pruiritus).Kecenderungan
perdarahan (kekurangan vitamin K).
g) Penyuluhan/Pembelejaran
Gejala : Kecenderungan keluarga untuk terjadi batu empedu.Adanya
kehamilan/melahirkan; riwayat DM, penyakit inflamasi usus, diskrasias
darah.
Pertimbangan : DRG menunjukan rerata lama dirawat: 3,4 hari.
Rencana pemulangan:Memerlukan dukungan dalam perubahan
diet/penurunan berat badan.
6. Pemeriksaan Diagnostik

 Ultrasonografi digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis


kolelitiasis dan membedakan antara obstruktif dan non obstruktif
ikterus (Ignatavicius, 1991).
 Pemeriksaan diagnostik tambahan menurut LeMone, 2000, yaitu:
 Darah lengkap : Menunjukkan WBC (sel darah putih) tinggi akibat
infeksi dan peradangan
 Kadar bilirubin serum diukur untuk memastikan obstruksi adanya
dalam sistem saluran empedu
 X-ray perut, yang disebut plat datar, dilakukan untuk batu yang
divisualisasikan ke layar monitor.
 Kolesistogram oral dilakukan dalam situasi darurat.
 Gallbladder nonacute scan, juga disebut HIDA scan, dilakukan
melalui teknik kedokteran nuklir untuk menilai kolesistitis akut

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1). Nyeri akut b.d agen injuri fisik (obstruksi,proses pembedahan).
2). Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan untuk ingesti dan absorpsi.
3). Resiko defisit volume cairan b.d kehilangan cairan berlebihan
(mual,muntah,drainase selan yang berlebihan.
4). Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan keluarnya cairan empedu
INTERVENSI
Dx 1 :
Nyeri akut b.d agen injuri fisik (obstruksi,proses pembedahan).
INTERVENSI :
1. Observasi dan catat lokasi, beratnya (skala0-10) dan karakter nyeri
(menetap, hilang timbul, kolik).
2. Dorong menggunakan teknik relaksasi, contoh bimbingan imajinasi,
visualisasi, latihan napas dalam.
3. Tingkatkan tirah baring, biarkan pasien melakukan posisi yang nyaman.
 DX II :
Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan untuk ingesti dan absorpsi
INTERVENSI
1. Pertahankan masukan dan haluaran akurat,perhatikan haluaran kurang
dari masukan, peningkatan berat jenis urine.Kaji membrane mukosa/kulit,
nadi perifer, dan pengisian kapiler.
2. Awasi tanda/gejala peningkatan/berlanjutnya mual/muntah, kram
abdomen, kelemahan, kejang ringan, kecepatan jantung tak teratur,
parestesia, hipoaktif atau tak adanya bising usus, depresi pernapasan.
 DX III :
Resiko defisit volume cairan b.d kehilangan cairan berlebihan
(mual,muntah,drainase selan yang berlebihan)
INTERVENSI
1. Kaji distensi abdomen, sering bertahak, berhati-hati,menolak bergerak..
2. Perkirakan/hitung pemasukan kalori juga komentar tentang napsu makan
sampai minimal.
3. Berikan suasana menyenangkan pada saat makan, hilangkan rangsangan
berbau.
 DX IV
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan keluarnya cairan empedu
INTERVENSI
1. Kaji tanda dan gejala infeksi
2. Monitor pemeriksaan leukosit
3. Monitor suhu badan setiap 4 jam
4. Pertahankan teknik aseptif
5. Dorong masukan cairan
6. Kolaborasi pemberian antibiotik
LAPORAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN
CHOLELITHIASIS
Kasus
Ny. S usia 50 th beragama islam datang kerumah sakit RSHB pada
tanggal 1 Januari 2018. Pasien mengatakan ± 2 minggu SMRS pasien
mengeluh badan kuning, mata kuning, nyeri perut, lalu pasien dibawa ke
RSHB dengan diagnosa batu empedu (berdasarkan USG abdomen). Setelah
itu dilakukan operasi pengangkatan kantung empedu (22/11/2014). Setelah
2 minggu, selang drain keluar cairan berwarna kuning kehijauan.. Saat ini
pasien mengeluh nyeri pada perut bekas operasi. Nyeri diperberat bila
bergerak dan berkurang bila istirahat. Nyeri dirasakan hilang timbul. Skala
Nyeri 2. Nyeri seperti cekot-cekot. Pasien mengatakan sebelum sakit seperti
sekarang, pasien sering mengkonsumsi makanan berlemak seperti gorengan.
Hal ini diperberat karena pasien juga jarang mengkonsumsi sayuran. Pasien
tidak mempunyai riwayat hipertensi dan diabetes melitus. Pasien juga baru
sudah 3 kali dirawat di RS dengan penyakit yang sama seperti yang dialami
sekarang.

Pengkajian
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Umur : 50 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Suku : Jawa
Bangsa : Indonesia
Alamat : Seraya Atas no 5
Diagnosa medis : Cholelithiasis dengan leakage post colecystectomy
Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. K
Umur : 28 tahun
Alamat : Seraya atas no 5
Pekerjaan :-
Hub. dengan pasien : Anak pasien

II. Riwayat Kesehatan


1. Keluhan Utama
Pasien mengatakan nyeri pada perut bekas operasi
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan ± 2 minggu SMRS pasien mengeluh badan kuning, mata
kuning, nyeri perut, lalu pasien dibawa ke RSHB dengan diagnosa batu
empedu (berdasarkan USG abdomen). Setelah itu dilakukan operasi
pengangkatan kantung empedu (22/11/2014). Setelah 2 minggu, selang
drain keluar cairan berwarna kuning kehijauan.. Saat ini pasien mengeluh
nyeri pada perut bekas operasi. Nyeri diperberat bila bergerak dan
berkurang bila istirahat. Nyeri dirasakan hilang timbul. Skala Nyeri 2. Nyeri
seperti cekot-cekot.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan sebelum sakit seperti sekarang, pasien sering
mengkonsumsi makanan berlemak seperti gorengan. Hal ini diperberat
karena pasien juga jarang mengkonsumsi sayuran. Pasien tidak mempunyai
riwayat hipertensi dan diabetes melitus. Pasien juga baru sudah 3 kali
dirawat di RS dengan penyakit yang sama seperti yang dialami sekarang.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan keluarganya tidak ada yang mempunyai riwayat
keturunan seperti kencing manis dan hipertensi.

III. Pola Fungsi Kesehatan


1. Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Sebelum sakit : Pasien mengatakan dirinya jarang
mengecekesehatannya, pasien baru mau mengontrol kesehatannya jika
penyakitnya sudah mulai parah
Selama sakit : Pasien akan lebih menjaga kesehatannya
2. Pola Nutrisi dan Metabolik
Sebelum sakit : Pasien mengatakan makan sehari 3 kali dengan menu
nasi,
lauk dan jarang makan sayur. Makan habis1 porsi.
Minum 6-7 gelas/hari
Selama sakit : Pasien mengatakan makan sehari 3 kali dengan menu
bubur, lauk, sayur dan buah. Makan hanya habis ½ porsi. Minum 5-6
gelas/hari.
3. Pola Eliminasi
Sebelum sakit : Pasien mengatakan BAK 3-4 kali/ hari dengan warna
kuning, bau khas, dan tidak ada keluhan saat BAK. BAB 2 kali/hari dengan
konsistensi lembek, bau khas, warna kuning.
Selama sakit : Pasien mengatakan BAK 4-5 kali/ hari dengan warna
kuning, bau khas, pancaran lemah. Pasien sudah 1 hari ini belum BAB.
4. PolaAktivitas
Sebelum sakit : Pasien mengatakan aktivitasnya dilakukan secara
mandiri
Selama sakit : Pasien hanya bedrest dan jika ingin ke toilet dibantu
oleh keluarga
5. Pola Istirahat dan Tidur
Sebelum sakit : Pasien mengatakan tidur malam ± 5-6 jam. Jarang tidur
siang. Tidak ada keluhan saat tidur
Selama sakit : Pasien mengatakan tidur malam ± 3-4 jam. Tidur siang ±
1-2 jam setelah makan siang
6. Pola Sensori dan Kognitif
Sebelum sakit : Pasien tidak mengalami gangguan seperti penglihatan,
pendengaran,dll
Selama sakit : Pasien hanya mengeluh nyeri pada perut bekas operasi
7. Pola Hubungan dengan orang lain
Sebelum sakit : Pasien berkomunikasi dengan keluarga dan lingkungan
sekitar dengan baik
Selama sakit : Pasien hanya berkomunikasi dengan keluarga karena
pasien dirawat di RS

IV. Pemeriksaan Fisik


1. Tingkat kesadaran : Compos mentis (E4V5M6)
Kesadaran umum : lemah
2. Vital Sign
TD : 140/90 mmHg Suhu : 38°C
RR : 18 kali/ menit Nadi : 86 kali/ menit
3. Antropometri
Tinggi badan : 164 cm IMT = BB = 50 =
18,65
BB sebelum sakit : 60 BB selama sakit : 50 Kg

4. Pemeriksaan Kepala
Bentuk : Mesochepal
Rambut : Hitam lurus beruban
Mata : Kemampuan penglihatan baik, konjungtiva non anemis
Hidung : Bersih, tidak ada polip
Telinga : Kemampuan pendengaran baik, tidak ada serumen
Mulut : Selaput mukosa baik, bibir lembab

5. Pemeriksaan Paru
Inspeksi : Simetris, tidak menggunakan otot bantu pernafasan
Palpasi : Taktil fremitus sama kanan-kiri
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler
6. Pemeriksaan Jantung
Inspeksi : Simetris, ictus cordis tak tampak
Palpasi : Ictus cordis tak teraba, tidak ada pembesaran jantung
Perkusi : Pekak
Auskultasi : Suara murni batas jantung I-II
7. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Simetris, terdapat luka post operasi
Auskultasi : Bising usus 14 kali/ menit
Palpasi : Terdapat nyeri tekan pada kuadran 1
Perkusi : Tympani
8. Ekstremitas
Atas : Terpasang selang infus D5+1/2 NS 20 tpm, skala
kekuatan
otot 5, kebersihan kuku terjaga
Bawah : Skala kekuatan otot 5, kebersihan kuku terjaga

V. Therapi
1. Infus D5+1/2 NS 20 tpm
2. Cefadroxil 2 x 500 mg
3. Paracetamol 3 x 500 mg
4. Asam Traneksamat 3 x 500 mg

VI. Pemeriksaan Laboratorium


1. Hematologi Paket ( 11/12/2014)
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan keterangan
a. Hemoglobin 10,3 g/dl 12,00 – 15,00 L
b. Hematokrit 29,9 % 35 – 47 L
c. Eritrosit 3,5 10ˆ6/uL 4,4 – 5,9 L
d. MCH 29,5 pg 27,00 – 32,00
e. MCV 85, 7 fL 76 – 96
f. MCHC 34,4 g/dl 29,00 – 36,00
g. Leukosit 15,9 10ˆ3/uL 3,6 – 11 H
h. Trombosit 588 10ˆ3/uL 150 – 400 H
i. RDW 15,7 % 11,60 – 14,80 H
j. MPV 8,9 fL 4,00 – 11,00

2. Kimia Klinik (16/12/2014)


Albumin 3,7 g/dl 3,4 – 5,0

VII. Pemeriksaan Radiologi


1. X foto thoraks AP (Asimetris) / 11 Desember 2014
Klinis : Post Cholecystectomy
COR : Bentuk dan corakan normal
Pulmo : - Corakan vesikuler meningkat
- Tak tampak bercak pada kedua lapangan paru
- Tampak opasitas bentuk linier pada lapangan paru kanan
Kesan : - COR tampak membesar
- Pulmo tak tampak infiltrat
- Opasitas bentuk linier pada lapangan bawah paru kanan curiga
plate like atelektasis
- Efusi pleura kanan
- Diafragma kanan letak tinggi
ANALISA DATA
No Data Fokus Masalah Etiologi
1. Ds : - Pasien mengatakan nyeri pada perut post operasi. Nyeri Luka post
Nyeri diperberat bila bergerak dan berkurang bila operasi
istirahat. Nyeri dirasakan hilang timbul
- Pasien mengatakan nyeri seperti cekot-cekot. skala nyeri 2
Do : - Pasien tampak menahan sakit
- Terdapat luka bekas operasi
- TD = 140/90 mmHg Suhu = 38°C
Nadi = 86 kali/m RR = 18 kali/menit
2. Ds : - Pasien mengatakan badannya terasa panas Resiko tinggi Port de entry
- Pasien mengatakan merasakan nyeri pada luka post operasi infeksi
Do : - Suhu badan 38°C
- Leukosit 15,9 10ˆ3/uL
- Terjadi lekage post colecystectomy
3. Ds : - Pasien mengatakan makan hanya habis ½ porsi Resiko Intake makan
- Pasien mengatakan tidak nafsu makan kekurangan tidak adekuat
Do : - BB sebelumnya 60 kg Tinggi badan : 164 cm nutrisi kurang
BB sekarang 50 kg dari kebutuhan
- tubuh

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan luka post operasi
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan port de entry
3. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake makan tidak adekuat
INTERVENSI
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
Nyeri berhubungan dengan Setelah dilakukan 1. Kaji nyeri secara komprehensif
luka post operasi tindakan 2. Kaji koping terhadap nyeri
keperawatan 3. Observasi reaksi non verbal dari
selama 3x24 jam ketidaknyamanan
diharapkan masalah4. Ajarkan teknik non farmakologi :
teratasi dengan KHa. Relaksasi distraksi
: b. Nafas dalam
- Mampu c. Kompres hangat/dingin
mengontrol nyeri 5. Tingkatkan istirahat
- Menyatakan rasa 6. Monitor vital sign
nyaman setelah 7. Kolaborasi dengan dokter pemberian
nyeri berkurang analgetik
- TTV dalam
rentang normal
Resiko tinggi infeksi Setelah dilakukan 1. Kaji tanda gejala infeksi
berhubungan dengan port de tindakan 2. Kaji suhu badan klien tiap 4 jam
entry keperawatan 3. Observasi pemeriksaan leukosit
selama 3x24 jam 4. Observasi keadaan luka
diharapkan masalah5. Lakukan perawatan luka
teratasi dengan KH6. Dorong masukan cairan
: 7. Kolaborasi dengan dokter pemberian
- Klien bebas dari antibiotik
tanda dan gejala
infeksi
- Jumlah leukosit
dalam batas normal
Resiko ketidakseimbangan Setelah dilakukan 1. Kaji adanya alergi makanan
nutrisi kurang dari tindakan 2. Monitor adanya penurunan BB
kebutuhan tubuh keperawatan 3. Monitor intake nutrisi
berhubungan dengan intake selama 3x24 jam 4. Monitor tugor kulit
makan tidak adekuat diharapkan masalah5. Monitor mual muntah
teratasi dengan KH6. Anjurkan banyak minum
: 7. Kolaborasi dengan dokter pemberian
- Nafsu makan antiemetik (bila mual muntah)
meningkat
- Makan habis 1
porsi
CATATAN PERKEMBANGAN
No. Implementasi Evaluasi
Dx
1 1. Mengkaji nyeri secara S : - Pasien mengatakan nyeri pada perut post
komprehensif operasi. Nyeri diperberat bila bergerak dan
berkurang bila istirahat.Nyeri dirasakan
hilang timbul
- Pasien mengatakan nyeri seperti cekot-cekot.
skala nyeri 2
- Pasien mengatakan ingin nyerinya
segerasembuh
2. Mengkaji koping O : - Pasien tampak menahan sakit
terhadap nyeri - Pasien bersedia mengikuti prosedur tindakan
yang dilakukan terutama managemen nyeri
dengan non farmakologi untuk mengurangi
rasa nyerinya
- TD = 140/90 mmHg RR = 18 kali/m
Nadi = 86 kali/m Suhu = 38°C
3. Memonitor vital sign A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi : Kaji nyeri, monitor
vital sign
2 1. Mengkaji tanda gejala S : Pasien mengatakan nyeri pada luka bekas
infeksi operasi
O : - Terdapat luka post colecystectomy
2. Mengkaji suhu badan - Suhu badan 38 ° C
klien - Leukosit 15,9 10ˆ3/uL (Pemeriksaan lab tgl
3. Mengobservasi 11/12/2014)
pemeriksaan leukosit - Pasien diberi obat paracetamol (PO)
A : Masalah belum teratasi
4. Berkolaborasi dengan P : Lanjutkan intervensi : Kaji tanda gejala
dokter pemberian obat infeksi, lakukan perawatan
antipiretik Luka
3 1. Memonitor adanya S : - Pasien mengatakan BB sebelum sakit
penurunan BB 60kg & Tinggi badan 164 cm
- Pasien mengatakan makan hanya habis ½
2. Memonitor intake nutrisi porsi
O : - BB sekarang 50 kg
- Nafsu makan pasien tampak berkurang
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi : monitor intake
nutrisi

Anda mungkin juga menyukai