Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN COLELITHIASIS

Disusun Oleh :
Nama : Mariani Sela Melsania Unthailawal
NIM : SN181103

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2019
LAPORAN PENDAHULUAN COLELITHIASIS

A. Konsep Dasar Medis


1. Konsep Dasar Cholelithiasis
a. Definisi
Cholelithiasis adalah pembentukan batu (kalkuli) di dalam
kandung empedu atau saluran bilier. Batu terbentuk dari unsur-unsur
padat yang membentuk cairan empedu (Suratun, 2014)
Cholelithiasis atau batu empedu merupakan gabungan
beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang
terbentuk di dalam kandung empedu (Nuari, 2015).

Gambar 9. Batu empedu


Sumber: www.suplementubuh.com diakses pada tanggal 22 Januari 2019
jam 16.00 WIB
b. Etiologi
Cholelithiasis dapat terjadi dengan atau tanpa fackor resiko di
bawah ini. Namun, semakin banyak factor resiko yang dimiliki
seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya
cholelithiasis. Faktor resiko tersebut antara lain:
1) Jenis kelamin
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena
cholelithiasis dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh
hormon estrogen berpengaruh terhadap peningkatan eksresi
kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang
mengingkatkan kadar estrogen juga meningkatkan resiko terkena
cholelithiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormone
(estrogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu
dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.
2) Usia
Resiko untuk terkena cholelithiasis meningkat sejalan
dengan bertambahnya usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih
cenderung untuk terkena cholelithiasis dibandingkan dengan
orang dengan usia yang lebih muda.
3) Berat badan (BMI)
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai
resiko lebih tinggi untuk terjadi cholelithiasis. Ini dikarenakan
tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun
tinggi, dan juga mengurangi garam empedu serta mengurangi
kontraksi / pengosongan kandung empedu.
4) Makanan
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat
mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan
dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
5) Riwayat keluarga
Orang dengan riwayat keluarga cholelithiasis mempunyai
resiko lebih besar dibandingkan dengan tanpa riwayat keluarga.
6) Aktifitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan
peningkatan resiko terjadinya cholelithiasis. Ini mungkin
disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.
7) Penyakit usus halus
Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan
cholelithiasis adalah crohn disease, diabetes, anemia sel sabit,
trauma dan ileus paralitik.
8) Nutrisi intravena jangka lama
Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung
empedu tidak terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada
makanan / nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga resiko untuk
terbentunya batu menjadi meningkat (Nuari, 2015).

c. Patofisiologi
Berdasarkan berbagai teori, ada empat penjelasan yang
mungkin untuk pembentukan batu empedu, yaitu:
1) Perubahan komposisi empedu. Perubahan komposisi empedu ini
membentuk inti, lalu lambat laun menebal dan mengkristal.
Proses pengkristalan dapat berlangsung lama, bisa sampai
bertahun-tahun dan akhirnya akan menghasilkan batu empedu.
2) Adanya peradangan pada empedu. Peradangan empedu dalam
kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif,
perubahan susunan kimia dan pengendapan beberapa unsur
konstituen empedu seperti kolesterol, kalsium dan bilirubin.
3) Adanya proses infeksi. Infeksi bakteri dalam saluran dalam
saluran empedu dapat berperan sebagian dalam pembentukan
batu, melalui peningkatan deskuamasi sel dan pembentukan
mukus. Mukus meningkatkan viskositas dan unsur seluler atau
bakteri dapat berperan sebagai pusat presipitasi. Adanya proses
infeksi ini terkait mengubah komposisi empedu dengan
meningkatnya reabsorpsi garam empedu dan lesitin.
4) Genetik. Salah satu factor genetic yang menyebabkan terjadinya
batu empedu adalah obesitas karena orang dengan obesitas
cenderung mempunyai kadar kolesterol yang tinggi. Kolesterol
tersebut dapat mengendap di saluran pencernaan juga di daluran
kandung empedu, yang lama kelamaan akan berubah menjadi
batu empedu (Nuari, 2015).
d. Manifestasi klinik
1) Rasa nyeri dan kolik bilier
Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung
empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Nyeri
yang khas timbul pada perut kanan atas. Nyeri yang timbul dapat
disertai mual muntah.
2) Ikterus
Ikterus biasanya terjadi pada obstruksi duktus koleduktus.
Akibat obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum
makan akan terjadi peningkatan kadar empedu dalam darah. Hal
ini membuat kulit dan membran mukosa berwarna kuning.
3) Perubahan warna urin dan feses
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urin
berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh
pigmen empedu aka tampak kelabu dan bisanya pekat.
4) Defisiensi vitamin
Obstruksi aliran empedu juga mengganggu absorpsi
vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A,D,E dan K). karena
itu, pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-
vitamin ini jika obstruksi bilier berjalan lama (Nuari, 2015: 204).
Sedangkan menurut Diyono (2013) selain manifestasi diatas
ada beberapa tambahan menafestasi klinik lainnya, yaitu:
1) Metabolisme lemak meningkat.
2) Kolesterol meningkat.
3) Bila ada gangguan fungsi hepar SGOT dan SGPT meningkat.
e. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan sinar X pada abdomen
2) Ultrasonografi
Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai
prosedur diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat
dilakukan dengan cepat serta akurat dan dapat digunakan pada
penderita disfungsi hati dan ikterus.
3) Pemeriksaan pncitraan radionuklida atau koleskintografi
Dalam prosedur ini preparat radioaktif disuntikan secara intravena.
Preparat ini kemudian diambil oleh hepatosit dan dengan cepat
disekresikan ke dalam sistem bilier. Selanjutnya dilakukan
pemindaian saluran empedu dan percabangan bilier.
4) Kolesistografi
Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu
dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan
pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan
isinya.
5) Pemeriksaan laboratorium
a) Darah lengkap : leukositosis sedang (akut).
b) Bilirubin dan amilase serum meningkat.
c) Enzim hati serum: AST (SGOT); ALT (SGPT); LDH agak
meningkat; alkali fosfat dan 5-nukleotidase: ditandai
peningkatan onstruksi bilier.
d) Kadar protombin menurun bila obstruksi aliran empedu dalam
usus menurun absorpsi vitamin K (Suratun, 2014: 2014).
f. Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan non bedah
Farmakologis
a) Untuk menghancurkan batu : ursodiol/actigal
b) Efek samping diare
c) Mengurangi konten kolesterol dalam batu empedu:
chenidiol/chenix
d) Untuk mengurangi rasa gatal-gatal: cholestyramine (Questran).
e) Menurunkan rasa nyeri: analgesik.
f) Mengobati infeksi: antibiotik.
2) Penatalaksanaan bedah
a) Cholecystectomy
Dalam prosedur ini, kandung empedu diangkat setelah arteri
dan duktus sistikus diligasi. Sebuah drain ditempatkan dalam
kandung empedu dan dibiarkan menjulur ke luar lewat luka
operasi untuk mengalirkan darah dan cairan getah empedu ke
dalam kasa absorben.
b) Minicholecystectomy
Prosedur ini untuk mengeluarkan kandung empedu lewat luka
insisi selebar 4 cm.
c) Cholecystectomy laparaskopik
Dilakukan lewat luka insisi yang kecil atau luka tusukan
melalui dinding abdomen pada umbilikus. Rongga abdomen
ditiup dengan gas karbon monoksida untuk membantu
pemasangan endoskop.
d) Koledokostomi
Insisi dilakukan pada duktus koleduktus untuk mengeluarkan
batu. Setelah batu dikeluarkan biasanya dipasang sebuah
kateter ke dalam duktus tersebut untuk drainase getah empedu
sampai edema mereda, kateter ini dihubungkan dengan selang
drainase gravitas.
3) Manajemen diet
a) Mengurangi pemasukan makanan selama fase akut.
b) Pemasangan NGT untuk mengurangi rasa mual dan muntah.
c) Pembatasan diet lemak terutama pada pasein dengan obesitas
(Suratun, 2014).
g. Komplikasi
a) Obstruksi duktus sistikus.
b) Kolik bilier.
c) Kolesistitis akut.
d) Peradangan pancreas.
e) Perforasi.
f) Edema kandung empedu.

2. Konsep Dasar Cholecystectomy


a. Pengertian
Cholecystectomy merupakan pengangkatan secara bedah
terhadap kandung empedu untuk cholelithiasis. Cholecystectomy
adalag salah satu dari prosedur pembedahan yang paling sering,
dengan lebih dari 600.000 tindakan setiap tahunya di Amerika Serikat.
Prosedur ini dilakukan melalui laparatomi terbuka dan laparoskopi
(pengangkatan kandung empedu melalui insisi kecil tepat di atas
umbilikus yang dibantu dengan laparoskop). Metode laparoskop
menurunkan waktu pemulihan dan resiko komplikasi. Setelah
cholecystectomy, duktus empedu akhirnya berdilatasi untuk
menampung volume empedu yang tadinya ditampung oleh kandung
empedu (Diyono, 2013).
b. Proses penyembuhan luka
1) Fase pertama
Berlangsung sampai hari ke-3. Batang leukosit banyak yang rusak
atau rapuh. Sel-sel darah baru berkembang menjadi penyembuhan
dimana serabut-serabut bening digunakan sebagai kerangka.
2) Fase kedua
Dari hari ke-3 sampai hari ke-14. Pengisian oleh kolagen, seluruh
pinggiran sel epitel timbul sempurna dalam 1 minggu. Jaringan
baru tumbuh dengan kuat dan kemerahan.
3) Fase ketiga
Sekitar 2 sampai 10 minggu. Kolagen terus-menerus ditimbun,
timbul jaringan-jaringan baru dan otot dapat digunakan kembali.
4) Fase keempat
Fase terakhir. Penyembuhan akan menyusut dan mengkerut.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Post Sistem Pencernaan
1. Pengkajian Keperawatan Post cholecystectomy menurut Mary (2010):
a. Pengkajian
Pengkajian tanda-tanda vital, asupan dan haluaran meliputi
tekanan darah menurun, terdapat takikardia, takipnea, gelisah, rasa
haus.
Pengkajian aman/nyaman terdapat rasa nyeri dan pemberian
rasa nyaman meliputi: bekas operasi, selain itu pasien dipasangkan
selang nasogastrik (NGT) dan dipuasakan
Pengkajian integritas kulit terpasang drainase dari selang T
pengeluaran produk dapat becampur dengan sedikit darah, kurang
lebih dengan jumlah 500-1.000 ml/hari.
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Suratun (2014), masalah keperawatan yang dapat terjadi
pada pasien dengan post cholecystectomy adalah:
a. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan nyeri, kerusakan
otot, penurunan energi/kelemahan.
b. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
dari aspirasi nasogastric, muntah, pembatasan masukan cairan,
gangguan koagulasi: penurunan protombin, waktu koagulasi
memanjang.
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan substansi kimia
(empedu), invasi pada tubuh (selang T).
d. Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurang informasi, tidak mengenal
sumber informasi, kurang mengingat.
3. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan kerusakan otot,
penurunan energi/kelemahan.
b. Resiko kekurangan volume cairan faktor resiko kehilangan volume
cairan aktif (perdarahan), kehilangan dari aspirasi nasogastric,
muntah, pembatasan masukan cairan
c. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera biologis
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan prosedur invasif
4. Rencana Asuhan Keperawatan
Tabel 1. Nursing Care Plan (NCP)

No. Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil (NOC) Intervensi (NIC)
1 Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan tindakan keperawatan a. Observasi frekuensi/kedalaman pernapasan.
napas berhubungan dengan selama 3 x 24 jam diharapkan pola b. Auskultasi bunyi napas secara berkala.
kerusakan otot, penurunan napas pasien dapat efektif, c. Tinggikan kepala tempat tidur dan pertahankan
energi/kelemahan. Kriteria hasil: posisi semi fowler.
a. Bunyi nafas normal d. Lakukan penekanan pada abdomen saat batuk
b. Ekspansi paru dapat mengembang dan ambulasi.
dengan maksimal. e. Berikan pengobatan pernapasan, sperti
c. Respirasi dalam batas normal 16- spirometri intensif sesuai program terapi.
20 kali/menit f. Berikan analgesik sebelum pengobatan
pernapasan/aktivitas terapi.
2 Resiko kekurangan Setelah dilakukan tindakan keperawatan a. Monitoring masukan dan pengeluaran cairan
volume cairan faktor selama 3 x 24 jam diharapkan dan selang T dan luka.
resiko kehilangan volume kebutuhan cairan pasien adekuat, b. Kaji membran mukosa, turgor kulit, nadi
cairan aktif (perdarahan), Kriteria hasil: perifer, pengisian kapiler dan timbang berat
kehilangan dari aspirasi a. Tanda-tanda vital stabil. badan secara periodik.
nasogastric, muntah, b. Membran mukosa lembab. c. Observasi tanda-tanda perdarahan.
pembatasan masukan c. Turgor kulit dan pengisian kapiler d. Berikan cairan intravena, prosuk darah sesuai
cairan, baik. program medik.
d. Pengeluaran urin adekuat. e. Pemberian antiperdarahan sesuai program
3 Nyeri Akut berhubungan Tujuan: Setelah dilakukan tindakan 1. Catat lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
dengan agen cedera fisik keperawatan selama 1x24 jam skala kualitas, skala nyeri (0-10),  penyebaran dan
nyeri  pasien menurun faktor presipitasi. Perhatikan tanda non verbal,
Kriteria Hasil: 2. Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya
Pain Management : melaporkan ke staf terhadap perubahan
1. Nadi 60-100x/menit, RR 16-20 karakteristik nyeri
x/menit 3. Bantu atau dorong penggunaan napas dalam
2. skala nyeri 0-2 bimbingan imajinasi, dan aktivitas terapeutik
3. pasien dapat melakukan teknik 4. Tingkatkan istirahat
relaksasi 5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
4. pasien tampak rileks obat penghilang nyeri
5. keluhan pasien tentang nyeri
menurun
3 Kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan keperawatan a. Ajarkan pasien dan keluarga hand hygiene
berhubungan dengan selama 3 x 24 jam diharapkan gangguan b. Anjurkan pasien agar tidak menyentuh luka
substansi kimia (empedu), integritas kulit dapat teratasi, operasi.
invasi pada tubuh (selang Kriteria hasil: c. Periksa selang T dan drain insisi.
T). a. Pasien menunjukan perilaku d. Lakukan perawatan luka dengan teknik steril
meningktakan penyembuhan. serta mengobservasi balutan luka operasi.
b. Pasien menunjukan pencegahan e. Observasi karakteristik urin.
kerusakan kulit. f. Lakukan perawatan sekitar kateter urine.
c. Kulit utuh. Kateter iv dan t-tube.
g. Pemberian antibiotik.
4. Kurang pengetahuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan a. Kaji pengetahuan pasien tentang proses
tentang penyakit, selama 1 x 24 jam diharapkan masalah penyakit.
prognosis dan kebutuhan kurang pengetahuan dapat teratasi. b. Ajarkan perawatan insisi atau balutan dan
pengobatan berhubungan Kriteria hasil: drainase.
dengan kurang informasi, a. Pasien dapat menjelaskan tentang c. Anjurkan membuang tampungan drainase
tidak mengenal sumber penyakit, prognosis dan selang T dan catat pengeluarannya.
informasi, kurang pengobatannya. d. Tekankan pentingnya mempertahankan diet
mengingat. b. Pasien melakukan prosedur rendah lemak, makan sedikit tapi sering,
tindakan dengan benar. pengenalan makanan/minuman yang
c. Pasien melakukan perubahan pola mengandung lemak secara bertahap lebih dari
hidup. 4-5 bulan.
d. Pasien partisipasi dalam program
pengobatan.

DAFTAR PUSTAKA
Diyono, dan Sri Mulyanti. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan Dilengkapi Dengan Contoh Kasus
Dengan Aplikasi NANDA NOC NIC. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Nuari Afrian Nian. 2015. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem Gastrointestinal. Jakarta: TIM
Suratun. 2014. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Gastrointestinal. Jakarta: TIM
Jitowiyono, dan Kristiyanasari. 2010. Asuhan Keperawatan Post Operasi Pendekatan NANDA, NIC, NOC. Yogyakarta: Nuha
Medika
Wilkinson, Judith M. 2016. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC
http://www.konsultasikedokeran.com diakses pada tanggal 10 Mei 2016, jam 21.12 WIB

Anda mungkin juga menyukai